BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Pemamfaatan Minyak Sereh Sebagai Zat Aditif Pada Blending Bahan Bakar Solar Dan Bio Diesel Untuk Penurunan Emisi Gas Buang Pada Kenderaan Bermotor

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanaman Sereh
Sereh merupakan salah satu jenis rumput-rumputan yang merupakan jenis tanaman
tahunan yang membentuk rumpun tebal dengan tinggi sampai 2 meter. Nama
ilmiahnya Cymbopogon Nardus. Tanaman ini hidup baik di daerah yang udaranya
panas maupun basah, sampai ketinggian 1000 m di atas permukaan laut. Cara
berkembang biaknya dengan anak atau akarnya yang bertunas. Supaya daunnya
tumbuh subur dan lebat, sebaiknya penanaman dilakukan dengan jarak sekitar 65 cm
perbaris. Ada kemungkinan Malaysia dan Sri Langka merupakan tempat asal jenis
tanaman ini. Sekarang jenis ini telah tersebar di daerah-daerah tropik lainnya dan
ditanam untuk diambil minyaknya, terutama di negara-negara berkembang seperti
Guatemala, Brazil, Hindia Barat, Indo Cina, Kongo, Republik Malagasy dan Tanzania.
Dalam setahun 1 hektar tanah dapat menghasilkan rata-rata 30 ton daun sereh yang
dapat disuling untuk diambil minyak serehnya sebanyak 45-80 kg. Tanaman ini
mempunyai daun berwarna hijau muda, potongan sempit panjang, daun tunggal dan
tidak lebar. Daunnya berbentuk pita yang semakin meruncing ke ujung, tepi daunnya
kasar dan tajam. Tulang daun tanaman ini berbentuk sejajar.
Tanaman ini dapat dipanen setelah berumur 4-8 bulan.Panen dapat dilakukan dengan
cara memotong rumpun dekat tanah, setiap 3-4 bulan sampai tanaman berumur 5 tahun
(gambar 2.1) Hasil daun basah kira-kira 10 - 15 ton/ha/tahun dengan kadar minyak

0,5% - 1,2% ( Soebardjo , 2010).
Secara umum, sereh dibagi menjadi 2 jenis, yaitu sereh dapur (lemongrass) dan
sereh wangi (sitronella). Keduanya memiliki aroma yang berbeda. Minyak sereh yang
selama ini dikenal di Indonesia merupakan minyak sereh wangi (citronella oil) .

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.1 Tanaman Sereh Wangi
Saat ini, minyak sereh Jawa dianggap memiliki kualitas unggul dari berbagai Ceylon
terdiri dari sitronelal (32 - 45%), sitronelol (16%), geraniol (11- 13%), geranyl asetat
(3 - 8%), dan limonene (1 - 4%). Sejak minyak sereh Ceylon memiliki kadar yang
lebih rendah dari sitronelal (hanya 5 - 15%) dan sitronelol (6 - 8%), meskipun isi
geraniol di dalamnya lebih tinggi (18 - 20%), minyak sereh jawa dapat dijadikan
sumber turunan kimia yang lebih baik dari ceylon khususnya untuk digunakan dalam
Industri parfum sebagai blok bangunan dasar wewangian. Ceylon memiliki komposisi
yang relatif lebih tinggi dari monoterpen, borneol, camphene, citral, asam citronellic,
dipentene, elemol, limonene (9 - 11%), metil iso-eugenol (7 - 11%) , dan nerol(
Agusta, 2000 ).

2.1.1.


Perkembangan Teknologi Pengolahan Minyak sereh

Minyak sereh dihasilkan melalui proses penyulingan, sebelum proses

penyulingan

biasanya dilakukan perlakuan pendahuluan terhadap bahan yang akan disuling.
Perlakuan tersebut dapat dengan beberapa cara yaitu dengan pengecilan ukuran
pengeringan atau pelayuan dan fermentasi (Ketaren,1985). Pengolahan minyak sereh
dilakukan dengan proses destilasi. Proses destilasi adalah suatu proses perubahan
minyak yang terikat di dalam jaringan parenchym cortex daun, batang dan tanaman
sereh menjadi uap kemudian didinginkan sehingga berobah kembali menjadi zat cair

Universitas Sumatera Utara

yaitu minyak sereh. Faktor-faktor yang mempengaruhi rendemen minyak sereh antara
lain : Jenis tanaman, umur tanaman, waktu panen perubahan bentuk daun (pengecilan
ukuran daun) dan teknik penyulingan untuk memperoleh minyak sereh yang memadai
jumlahnya untuk diteliti ( Ketaren , 1985 ).

2.1.2.

Metode Penyulingan (Destilasi)

Bahan yang mengandung minyak atsiri dapat diperoleh dengan metode penyulingan
(Bradesi, dkk, 1997). Bahan untuk penyulingan biasanya diambil pada pagi hari
secepat mungkin setelah embun menghilang (Douglas, 1979). Ada tiga metode
penyulingan yang digunakan dalam industri minyak atsiri, yaitu :
1. Penyulingan dengan air (hydrodistillation)
2. Penyulingan dengan air dan uap (hydro and steam distillation)
3. Penyulingan dengan uap langsung (steam distillation)
Perbedaan antara destilasi uap langsung dengan hidrodestilasi adalah pada destilasi uap
langsung tidak terjadi kontak langsung antara sampel dengan air, sedangkan
hidrodestilasi sampelnya dicelupkan ke dalam air mendidih. Dalam setiap metode
penyulingan bahan tumbuhan, baik dengan penyulingan uap, penyulingan air dan uap
atau penyulingan air minyak atsiri hanya dapat diuapkan jika kontak langsung dengan
uap panas. Minyak dalam jaringan tumbuhan mula-mula terekstraksi dari kelenjar
tanaman dan selanjutnya terserap pada permukaan bahan melalui peristiwa osmosis
(Guenther, 1987).Lamanya penyulingan yang dilakukan pada setiap tumbuhan tidak
sama satu dengan yang lain tergantung pada mudah atau tidaknya minyak atsiri

tersebut menguap, dua sampai delapan jam tersebut secara maksimal. Metode
penyulingan air banyak diterapkan di negara-negara berkembang karena alatnya yang
cukup sederhana dan praktis. Beberapa bahan lebih baik disuling dengan penyulingan
air, misalnya bunga mawar Bahan tersebut akan menggumpal jika disuling dengan
uap, sehingga uap tidak dapat berpenetrasi kedalam bahan, uap hanya akan
menguapkan minyak atsiri yang terdapat dipermukaan gumpalan. metode penyulingan

Universitas Sumatera Utara

ini juga mempunyai kelemahan, yaitu adanya penggunaan suhu yang tinggi
(Guenther,E. 1990) yang dapat mengakibatkan dekomposisi minyak (hidrolisis ester,
polimerisasi). Keuntungan dari metode ini antara lain adalah tidak menggunakan
pelarut yang beracun, biaya murah, mampu mengisolasi senyawa termolabil tanpa
diikuti denaturasi karena dilakukan pada temperatur rendah, juga kemungkinan untuk
memperoleh produk baru dengan komposisi yang biasanya diperoleh dengan teknik
destilasi. Namun demikian metode ini juga mempunyai kekurangan yaitu dalam hal
penentuan kondisi untuk ekstraksi minyak atsiri dari tumbuhan tertentu seperti
patchouli alkohol, patchoulen, kariofilen dan non patchoulenol yang berfungsi sebagai
zat pengikat (fiksatif) (Ketaren, 1985).Jenis minyak sereh bersifat fiksatif, oleh karena
itu minyak sereh banyak digunakan oleh Industri parfum, sabun dan kosmetika atau

obat-obatan bahkan juga sebagai pestisida dan zat aditif pada bahan bakar solar
(Manoi, 2007).

2.1.3. Kandungan Minyak Sereh Wangi
Komponen kimia dalam minyak sereh wangi cukup komplek, namun komponen yang
terpenting adalah sitronellal dan geraniol. Kedua komponen tersebut menentukan
intensitas bau, harum, serta nilai harga minyak sereh wangi. Kadar komponen kimia
penyusun utama minyak sereh wangi tidak tetap, dan tergantung pada beberapa faktor.
Biasanya jika kadar geraniol tinggi maka kadar sitronellal juga tinggi. Menurut
Surahadikusumah (1989) kandungan batang sereh wangi adalah 0,4% minyak atsiri
dengan komponen utama sitronelol 66-85%, Berdasarkan penelitian pada daun
tanaman ini ditemukan minyak atsiri 1% dengan komponen utama sitronella, geranil
25–35% Kandungan dari sereh terutama minyak atsiri dengan komponen sitronelal 3245%, geraniol 12-18%, sitronelol 11-15%, geranil asetat 3-8%, sitronelil asetat 2-4%,
sitral,kavikol, eugenol, elemol, kadinol, kadinen, vanilin, limonen, kamfen. Terdapat
sebelas komponen dari minyak sereh yang dapat diidentifikasi dengan analisis
Kromatografi Gas dan Spektrometri massa. Komponen-komponen tersebut adalah αpinen, limonen, linalool, sitronelal, sitronelol, geraniol, sitronelil asetat, ß-kariofilen,

Universitas Sumatera Utara

geranil asetat, d-kadinen dan elemol, dengan komponen utamanya adalah sitronelal

(Budi , 1992). Komponen-komponen lain yang penting adalah geraniol dan sitronelol
yang

mudah

diisolasi

sebagai

campuran

yang

dikenal

sebagai

“rodinol”

(Sastrohamidjojo,2004). Komposisi minyak sereh wangi ada yang terdiri dari beberapa

komponen, ada yang mempunyai 30 - 40 komponen, yang isinya antara, lain alkohol,
hidrokarbon, ester, aldehid, keton, oxida, terpene dan sebagainya. Menurut Guenther
(2006), komponen utama penyusun minyak sereh wangi adalah sebagai berikut :
1. sitronelal

Gambar 2.2. Struktur Sitronelal
Rumus Molekul

:

C 10 H 16 O

Massa molar

:

154,25 g / mol

Kepadatan


:

0,855 g/cm3

Titik didih

:

201-207°C

Sitronelal (gambar 2.2) atau rhodinal atau 3,7-dimethyloct-6-en-1-al (C 10 H 18 O) adalah
monoterpenoid, komponen utama dalam campuran senyawa kimia terpenoid yang
memberikan minyak sereh wangi lemon yang khas. Sitronelal adalah mengisolasi
utama dalam minyak suling dari tanaman Cymbopogon, beraroma lemon gusi, dan
beraroma lemon teatree.Sitronelal memiliki sifat pengusir serangga.

Universitas Sumatera Utara

2. Geraniol


Gambar 2.3. Struktur Geraniol

Rumus Molekul

:

C 10 H 18 O

Massa molar

:

154,25 g mol-1

Kepadatan

:

0,889 g/cm3


Titik lebur

:

15°C, 288oK,59°F

Titik didih

:

229°C, 502oK, 444°F

Geraniol (gambar 2.3 ) adalah monoterpenoid dan alkohol. Ini adalah bagian utama
dari minyak mawar, Palmarosa minyak, dan minyak sereh (jenis Jawa). Hal ini juga
terjadi dalam jumlah kecil pada geranium, lemon, dan banyak minyak esensial lainnya.
3. Sitronelol

(a)

(b)


Gambar 2.4 Struktur Sitronellol
(a)
(b)

(+) Sitronellol
(-) Sitronellol

Universitas Sumatera Utara

Molekul rumus

:

C 10 H 20 O

Massa molar

:

156,27 g mol-1

Kepadatan

:

0,855 g/cm3

Titik didih

:

225 ° C, 498 K, 437 ° F

Sitronelol (gambar2.4) atau dihydrogeraniol, adalah monoterpenoid asiklik alam.
Kedua enantiomer terjadi di alam. (+)- Sitronelol, yang ditemukan dalam minyak
sereh, termasuk Cymbopogon nardus (50%), adalah isomer yang lebih umum.(-)2.1.4.

Standar Mutu Minyak Sereh Wangi

Standar mutu minyak sereh wangi belum seragam untuk seluruh dunia, karena sertiap
negara penghasil dan pengimpor menentukan standar mutu minyak sereh wangi
sendiri. Untuk standar khusus minyak sereh wangi (tabel 2.1) di Indonesia ditetapkan
oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN) pada tahun 1995 dan menjadi acuan standar
nasional sereh wangi sampai sekarang di Indonesia. Standar mutu minyak sereh wangi
Indonesia dapat dilihat pada tabel 2.1

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.1. Standar Mutu Minyak Sereh Wangi di Indonesia

No

Parameter

Satuan

Persyaratan

1

Bobot jenis 20 0C

2

Viskositas

cSt

2,3245

3

Indeks bias (20 0C)

-

1,466 – 1,475

4

Bilangan ester

-

-

5

Total geraniol

%

Min 85

6

Sitronelal%

-

Min 35

7

Bilangan asam

-

-

8

Putaran optic

-

-

9

Warna

-

Kuning pucat –kecoklatan

10

Kelarutan dalam

-

1:2 jernih dan seterusnya

-

Negatif

-

0,888 – 0,922

Alkohol 95%
11

Minyak lemak

Sumber : SNI 06-3953-1995
2.2.. Refinery Bleaching Deororization Palm Oil (RBDPO)
Dihasilkan dari minyak kelapa sawit (CPO). Proses pengolahan buah kelapa sawit menjadi CPO dan
kemudian dilanjutkan dengan pembuatan RBDPO adalah sebagai berikut:
Minyak kelapa sawit mentah (CPO) dapat diolah menjadi minyak goreng ( RBDPO) dan Refinery
Deodorization Palm Stearin. Dalam proses pengolahan tersebut zat-zat pengotor seperti air , mineralmineral logam, zat-zat lendir dan asam lemak bebas perlu dihilangkan melalui proses pemurnian.
Demikian juga dalam CPO masih terdapat campuran antara gliserida padat dan gliserida cair, maka
perlu dilakukan pemisahan secara kristalisasi fraksinasi (Mohammad, dkk. 2011).
Langkah-langkah proses yang dilakukan untuk RBDPO adalah sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

a. Menghilangkan zat-zat lendir (gum) didalam CPO dalam hal ini dilakukan dengan
penambahan Asam Pospat (H3PO4) untuk mengendapkan zat lendir tersebut dan akan
menghasilkan Degumming Palm Oil.
b. Proses Bleaching pada tahap ini dilakukan pemucatan sekaligus penghilangan mineralmineral logam pengotor dengan penambahan bahan pemucat bleaching earth
untuk mendapatkan Bleached Palm Oil ( BPO).
c. Proses Deodorization

pada tahap ini dilakukan penghilangan bau sekaligus juga

penghilangan asam lemak bebas melalui destilasi vakum. Zat-zat yang bersifat steam
volatile akan keluar bersama asam lemak bebas sehingga sebagai residu dihasilkan RBDPO.
d. Gambaran potensi tersebut dapat dilihat dari uji performansi dan sifat-sifat fisik biodiesel yang
dihasilkan ( Aziz , 2005)
RBDPO hasil pemurnian CPO umumnya dikembangkan sebagai dasar pembuatan metil ester
turunan minyak kelapa sawit melalui reaksi transesterrifikasi dan produk ini digunakan sebagai
biodiesel. Reaksi kimia proses transesterifikasi (gambar 2.5) trigliserida menjadi metil
ester dengan metanol sebagai senyawa pengesterifikasi, adalah sebagai berikut:

CH2 - OOC -R1

R1 –OOC -R’

CH2-OH

KOH
CH2 - OOC - R2

+ 3 CH 3 OHR2 –OOC -R’

CH2 - OOC - R3

R3 –OOC -R’

CH2-OH

Metil ester asam lemak

Gliserol

Trigliserida

Metanol

+

CH2-OH

Gambar 2.5. Reaksi Proses Transestrifikasi
2.3. Metanol
Metanol juga dikenal sebagai metil alkohol ,wood alcohol atau spritus , adalah
senyawa kimia dengan rumus kimia CH 3 OH. Merupakan bentuk alkohol paling

Universitas Sumatera Utara

sederhana .Pada keadaan atmosfir berbentuk cairan yang ringan , mudah menguap ,
tidak berwarna , mudah terbakar dan beracun dengan bau yang khas ) berbau lebih
ringan dari pada etanol ) , digunakan sebagai bahan pendingin anti beku , pelarut ,
bahan bakar dan sebagai bahan aditif bagi Industri.Metanol di produksi secara alami
oleh metabolisme anaerobik oleh bakteri. Hasil proses tersebut adalah uap methanol
(dalam jumlah kecil) di udara.Setelah beberapa hari ,uap metanol tersebut akan
teroksidasi oleh oksigen dengan bantuan sinar matahari menjadi karbon dioksida dan
air. Reaksi kimia metanol yang terbakar di udara dan membentuk karbon dioksida dan
air adalah sebagai berikut :
2 CH 3 OH (l) + 3O 2(g)

2 CO 2(g) + 4 H 2 O (l) + kalor

Api dari metanol biasanya tidak berwarna,oleh karena itu kita harus berhati-hati bila
berada dekat metanol yang terbakar untuk mencegah cedera akibat api yang tidak
terlihat.Karean sifatnya yang beracun , metanol sering digunakan sebagai bahan aditif
bagi pembuatan alkohol untuk penggunaan Industri. Metanol kadang juga disebut
wood alcohol (Nagarajan ,1998 ). Karena dahulu merupakan produk sampingan dari
detilasi kayu.Kandungan methanol dalam biodiesel maksimum 0,2 % .Metanol sisa
dalam biodiesel dapat dipisahkan dengan melakukan pengulangan dalam pencucian
produk biodiesel.Kandungan metanol sangat mempengaruhi keselamatan dalam proses
penyimpanan dan proses distribusi biodiesel , parameter ini berhubungan dengan flash
point biodiesel (Monteiro dkk.,2009).
2.4. Katalis
Katalis berfungsi mempercepat reaksi dan menurunkan energi aktivasi sehingga reaksi
transesterifikasi dapat berlangsung pada suhu kamar.Sedangkan tanpa katalis reaksi
transesterifikasi dapat berlangsung pada suhu 2500 C. Katalis yang biasa digunakan
dalam reaksi transesterifikasi adalah katalis basa seperti KOH dan NaOH. Reaksi
tranesterifikasi dengan katalis basa akan menghasilkan konversi minyak nabati
menjadi ester yang optimum ( 94 – 99 )% dengan jumlah katalis 0,5 – 1,5 % b/b

Universitas Sumatera Utara

minyak nabati. Jumlah KOH yang efektif untuk menghasilkan konversi optimum pada
reaksi transesterifikasi adalah 1 % b/b minyak nabati.KOH mempunyai kelebihan
dibanding katalis lainnya. Pada akhir reaksi KOH yang tersisa dapat dinetralkan
dengan asam ( H 2 SO 4

,

HCl , H 3 PO 4 dan asam organik ) menjadi pupuk sehingga

proses produksi biodiesel tidak menghasilkan limbah cair yang berbahaya bagi
lingkungan ( Meng , dkk.2008).
2.5. Biodiesel
Biodiesel adalah bahan bakar nabati yang dibuat dari minyak nabati melalui proses
esterifikasi, transesterifikasi. Bahan bakar yang berbentuk cair ini bersifat menyerupai
solar, sehingga sangat prospektif untuk dikembangkan.Saat ini pengembangan produk
biodiesel lebih diarahkan dalam bentuk metil ester dari minyak nabati.Dalam bentuk
metal ester maka berat molekul , titik beku , titik didih dan viskositas minyak akan
menjadi lebih rendah. Pembuatan biodiesel yang intensif dikembangkan adalah proses
transesterifikasi antara minyak nabati dengan alkohol. Biodiesel memiliki kelebihan
lain dibanding dengan solar, yaitu

bahan bakar ramah lingkungan karena

menghasilkan emisi yang jauh lebih baik (Free sulpur, Smoke number rendah ) sesuai
dengan isu-isu global. Gambaran potensi pengembangan biodiesel di Indonesia,
dengan memanfaatkan salah satu jenis bahan bakunya RBDPO (Soerawidjaja, 2006).
2.5.1. Pembuatan Biodiesel
Biodiesel sebagai bahan baku alternative yang dapat digunakan sebagai pengganti
bahan bakar konvensional (solar) pada motor diesel tanpa modifikasi dan merupakan
sumber energy yang dapat diperbarui serta mempunyai tingkat emisi gas buang yang
rendah.

Biodiesel dapat dibuat dengan secara esterifikasi dan

transesterifikasi

(Hanif,2004).
2.5.1.1. Esterifikasi
Esterifikasi dalam pengertian sederhana berarti pembentukan ester dari asam
organik.Ester merupakan senyawa hidrokarbon yang tersusun atas dua molekul alkil

Universitas Sumatera Utara

yang terikat pada gugus karboksil. Ester dapat terbentuk dari reaksi esterifikasi antara
asam karboksilat dengan alkohol. Katalis-katalis yang cocok adalah zat yang bersifat
asam kuat merupakan katalis-katalis yang biasa terpilih dalam Industri.
Untuk mendorong agar reaksi dapat berlangsung kekonversi yang sempurna
pada temperatur rendah ( misalnya paling tinggi 1200C ), reaktan metanol yang
digunakan harus berlebih.Esterifikasi biasa dilakukan apabila minyak nabati yang
digunakan mempunyai kadar asam lemak bebas tingi (> 5 mg KOH / g ). Pada tahap
ini asam lemak bebas dikonversikan menjadi metil ester, esterifikasi bisanya diikuti
dengan transesterifikasi. Bila bahan baku yang digunakan adalah minyak mentah yang
mengandung kadar asam lemak bebas tinggi yakni lebih dari 2 %. Maka perlu
dilakukan proses praesterifikasi untuk menurunkan kadar asam lemak bebas hingga
sekitar 2% (Ramadhansyah dkk, 2005).
2.5.1.2. Transesterifikasi
Saat ini pengembangan produk biodiesel lebih diarahkan dalam bentuk metil ester dari
minyak nabati. Proses transesterifikasi merupakan proses pembuatan biodiesel yang
paling banyak dikembangkan, proses transesterifikasi dilakukan dengan pengadukan
pada suhu ( 50 – 80 )0C. Dalam bentuk metil ester maka berat molekul , titik beku ,
titik didih dan viskositas minyak akan menjadi lebih rendah. Pembuatan biodiesel
intensif yang dikembangkan adalah proses transesterifikasi antar minyak nabati dan
alkohol. Reaksi transesterifikasi adalah reaksi antara trigliserida ( minyak nabati)
dengan alkohol menjadi alkil ester dan menghasilkan produk samping gliserol.
Diantara alkohol- alkohol monohidrik yang biasa digunakan adalah metanol karena
harganya relatif murah dan reaktivitasnya paling tinggi , sehingga reaksi disebut
metanolisis.Transesterifikasi juga menggunakan katalis dalam reaksinya tanpa adanya
katalis konversi yang dihasilkan maksimum , namun reaksi berjalan dengan lambat
(Mittlebatch dan Remscmidt , 2004 ).

Universitas Sumatera Utara

Katalis yang biasa digunakan pada reaksi transesterifikasi adalah katalis basa ,
karena katalis ini dapat mempercepat reaksi. Produk yang diinginkan dari reaksi
transesterifikasi adalah metil ester. Dalam proes produksi biodiesel disini kita ambil
contoh Refined Bleached Deodorization Palm Oil (RBDPO ) yang memiliki kadar
asam lemak bebas rendah

< 2% dapat langsung diproses dengan metode

transesterifikasi menggunakan katalis alkali untuk menghasilkan metil ester dan
gliserol. Namun bila kadar asam lemak bebas minyak tersebut masih tinggi ,maka
sebelumnya perlu dilakukan proses praesterifikasi terhadap minyak tersebut.
Kandungan air dalam minyak tumbuhan juga harus diperiksa sebelum dilakukan
proses trasesterifikasi. Trasnesterifikasi merupakan metode yang saat ini paling umum
digunakan untuk memproduksi biodiesel dari RBDPO bisa menghasilkan biodiesel
Fatti Acid Metil Ester (FAME ) hingga 98% dari bahan baku minyak tumbuhan
(Bouaid , et al . 2005 ).
2.5.2.

Karakteristik Biodisel

Biodiesel merupakan bahan terbaharui (renewable ) biogradable dan tidak beracun
.Biodiesel juga merupakan nama lain untuk berbagai bahan bakar berbahan dasar dari
senyawa ester.Biasanya digambarkan sebagai mono alkil ester (Knothe ,2005 )
Biodiesel bisa digunakan dengan mudah karena dapat bercampur dengan segala
komposisi minyak solar (petrodiesel ), mempunyai sifat fisik yang mirip dengan
petrodiesel,sehingga dapat diaplikasikan langsung untuk mesin – mesin diesel yang
ada hampir tanpa di modifikasi.Biodiesel dapat terdegradasi dengan mudah
(biodegradable), tidak beracun,memiliki angka setana yang lebih tinggi sehingga
pembakaran lebih baik,tidak mengandung sulfur dan senyawa aromatik sehingga emisi
pembakaran yang dihasilkan ramah lingkungan serta tidak menambah akumulasi gas
karbon dioksida di atmosfir sehingga lebih jauh lagi mengurangi efek pemanasan
global (Gerpen dkk ,2006 ).
Biodiesel merupakan cairan dengan jenis warna bervariasi antara kuning ke
emasan hingga coklat gelap tergantung dari bahan baku yang digunakan. Biodiesel
tidak dapat bercampur dengan air , memiliki titik didih tinggi dan titik uap yang

Universitas Sumatera Utara

rendah.Biodisel memiliki densitas 0,88 g/cm3 lebih dari air dan memiliki viskositas
yang mirip dengan Petrodiesel. Biodiesel memiliki tingkat pelumasan lebih tinggi dan
hampir tidak ada kandungan sulfur dan sering kali digunakan sebagai aditif untuk
bahan bakar diesel rendah sulfur. Biodiesel juga memberikan pelumasan yang lebih
baik dan memberikan pembakaran yang lebih sempurna sehingga dapat meningkat out
put energy mesin dan alternative pengganti petrodiesel (Knote,2005). Standar
Internasional untuk biodiesel adalah ISO 14214, ASTM D 6751, dan DIN (standar
biodiesel yang di gunakan di Jerman), dan saat ini di Indonesia juga telah di susun
standar biodiesel. Standar biodiesel berdasarkan ASTM

D6751 tercantum dalam

Tabel 2.2 dibawah ini.
Tabel 2.2 Standar Biodiesel ASTM (ASTM D6751).
Parameter Kualitas

Metode Pengujian

Spesifikasi

Titik nyala

ASTM D93

130oC (266oF), Min

Water and Sediment

ASTM D2709

0.050 Vol. % ,Max

Viskosi Kinematik, 40oC

ASTM D445

1.9-6.0mm2/s

Sulfated Ash

ASTM D874

0.020 Mass %,Max

Sulfur

ASTM D5453

0.0015 Mass %,Max

Copper Strip Corrosion

ASTM D130

No. 3, Max

Angka Setana

ASTM D613

47, Min

Titik Kabut, oC

ASTM D2500

Report to customer

Residu Karbon

ASTM D4530

0.050 Mass %, Max

Bilangan Asam

ASTM D664

0.80 mg KOH/g, Max

Gliserol Bebas

ASTM D6584

0.020 Mass %, Max

Total Gliserol

ASTM D6584

0.240 Mass %, Max

Kandungan Phosphorous

ASTM 4951

0.001 Mass %, Max

Temperatur Destilasi

ASTM D1160

360oC(680oF), Max

Sumber : Leung , dkk , 2010

Universitas Sumatera Utara

2.6. Bahan Bakar Diesel (Solar)
Bahan bakar solar tersusun atas ratusan rantai hidrokarbon yang berbeda, yaitu pada
rentang 12 sampai 18 rantai karbon. Hidrokarbon yang terdapat dalam minyak solar
meliputi parafin, naftalena, olefin dan aromatik(mengandung 24 % aromatik berupa
benzene, tolulene, xilena dan lain-lain), dimana tempratur penyalaannya akan menjadi
lebih tinggi dengan adanya hidrokarbon volatile yang lebih banyak (Monteiro
dkk,2009). Kwalitas minyak solar dapat dilihat pada tabel 2.3
Tabel 2.3 Kwalitas Minyak Solar

Sifat

Indonesia

Kategori I

Kategori II

Kategori III

Angka setan

45

48

53

55

Densitas
@ 150C,kg/m3

-

820- 860

820 – 850

820 – 840

Viskositas
@400C,mm2/s

1,6 – 5,8

2 – 4,5

2 – 4.0

2 – 4.0

Kandungan
Sulfur,% wt

0,5

0,5

0,03

bebas

T950C maks

-

370

355

340

Sumber : Minyak dan Gas Bumi ,1996.

2.7. Biosolar
Pencampuran bio-diesel dengan minyak solar biasanya diberikan sistem penamaan
tersendiri, seperti B2, B3 atau B5 yang berarti campuran biodiesel dan minyak solar
yang masing-masing mengandung 2%, 3%, dan 5% biodiesel. Biosolar merupakan
campuran solar dengan minyak nabati. Pemakaian biosolar aman untuk mesin
kendaraan, dan ramah lingkungan, pembakarannya bersih, dan merupakan bahan yang

Universitas Sumatera Utara

dapat diperbarui salah salah satunya adalah FAME (FattyAcid Methyl Ester). FAME
adalah minyak nabati, lemak hewan, atau minyak goreng bekas yang diubah melalui
proses transesterifikasi yang sebenarnya bisa mereaksikan minyak-minyak itu dengan
metanol dan katalisator NaOH atau KOH atau sering disebut bioetanol. Biosolar yang
banyak dijumpai di Pertamina yaitu jenis B-5 yang artinya mengandung 5% campuran
FAME dan 95 % solar murni. Sedangkan B20 atau B100 merupakan campuran biodiesel dan minyak solar yang masing-masing mengandung 20% dan 100% bio-diesel.
Pada umumnya konsentrasi tertinggi yang sudah dioperasikan secara komersial adalah
B20. walaupun biodiesel dapat dicampur dengan minyak solar pada berbagai
konsentrasi tanpa merusak atau memodifikasi mesin, tetapi memerlukan penggantian
paking karet pada beberapa peralatan karena spesifikasinya disesuaikan untuk bahan
bakar minyak.
Pada kenyataannya pencampuran minyak solar dengan biodiesel tidaklah
semudah yang diperkirakan orang. Walaupun hanya mengatur konsentrasi saja, tetapi
dalam jumlah yang besar akan terjadi masalah bila konsentrasi biodiesel tidak sesuai
dengan yang seharusnya. Teknologi pencampur biodiesel dengan minyak solar
ternyata ada enam jenis teknologi yang dapat diterapkan di Indonesia. Dari enam
teknologi tersebut, empat diantaranya diimplementasikan pada terminal pengisian
bahan bakar besar atau kecil dan sisanya satu diterapkan pada lokasi Industri dan
satunya lagi diterapkan di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum ( Sidik , 2006).

2.7.1. Keunggulan Biosolar
Biosolar memiliki angka cetane 51 hingga 55 atau lebih tinggi dari pada solar standar
yang sekitar 48. Semakin tinggi angka cetane, semakin sempurna pembakaran
sehingga polusi dapat ditekan. Kerapatan energi pervolume yang diperoleh juga
semakin besar. Selain itu, campuran FAME menurunkan sulfur sehingga tidak lebih
dari 500 ppm. Biodiesel atau Biosolar ini memiliki keunggulan komparatif
dibandingkan dengan bentuk energi lain. Lebih mudah ditransportasikan, memiliki

Universitas Sumatera Utara

kerapatan energi per volume yang lebih tinggi, memiliki karakter pembakaran yang
relatif bersih, dan ramah lingkungan ( Sidik, 2006).

2.7.2.

Kelemahan Biosolar

Tidak seperti solar murni ternyata biosolar memiliki kelemahan yaitu tidak dapat
digunakan untuk kendaraan bermotor yang memerlukan kecepatan dan daya, karena
biosolar menghasilkan tenaga yang lebih rendah dibandingkan solar murni seperti pada
kendaraan truk yang tenaga mesinnya akan berkurang jika memakai biosolar (Sidik,
2006).

2.8. Zat Aditif
Zat aditif terdiri dari dua macam, yaitu aditif sintesis (aditif buatan) seperti nitrat,
peroxide dan bioaditif (berasal dari tumbuhan). Zat aditif adalah suatu senyawa yang
ditambahkan ke dalam senyawa lain (dalam hal ini bahan bakar) untuk menjalankan
suatu fungsi spesifik,

misalnya aditif penghilang endapan, aditif

penghilang

kerak/korosi, aditif peningkat angka oktana/setana, dan sebagainya (Munawir dkk,
2006). Zat aditif yang baik harus mampu memberikan pembakaran bahan bakar
optimal

sehingga kandungan emisi gas buang yang berbahaya lebih sedikit dan

menambah performance mesin.Pada umumnya aditif ini berasal dari senyawa nitrat,
oxygenate, dan organologam. Senyawa nitrat yang banyak digunakan sebagai aditif,
misalnya:isopropylnitrate,isoamylnitrate,isohexylnitrate,hexylnitrate,cyciohexylnitrate
, 2-ethylhexylnitrate, dan dodecylnitrate. Akan tetapi penggunaan senyawa nitrat ini
diduga dapat menyebabkan peningkatan emisi gas NOx. Senyawa oxygenate adalah
senyawa organik cair yang dapat dicampur ke dalam bahan bakar untuk menambah
kandungan oksigennya (Nasikin dkk, 2003) . Aditif ini berfungsi untuk membuat
radikal bebas pada rantai karbon bahan bakar. Dengan adanya radikal bebas, maka
akan semakin mudah rantai karbon tersebut untuk membuat cabang baru. Efek dari
timbulnya cabang baru adalah meningkatnya nilai

oktana/setana dan nilai kalor

Universitas Sumatera Utara

(Alagamathis, 1996).
Zat aditif bahan bakar yang dapat menambah performa mesin diantaranya
adalah aditif yang mempunyai sifat yaitu anti-foam, tahan terhadap air, anti korosi,
stabilitas oksidasi, penambah angka setana, pelumas, dan beroperasi pada temperatur
rendah.Terobosan yang semakin tajam dalam pemilihan aditif pada bahan bakar adalah
aditif organik (bioaditif) yang berasal dari tumbuhan alam. Indonesia merupakan
produsen utama beberapa minyak esensial, seperti Minyak Nilam (Patchouli Oil),
Minyak Akar Wangi (Vertiver Oil), Minyak Sereh Wangi (Cintronella Oil), Minyak
kenanga (Cananga Oil), Minyak Kayu Putih (Cajeput Oil), Minyak Sereh Dapur
(Lemon Grass), Minyak Cengkeh (Cloves Oil), Minyak Cendana (Sandal wood Oil),
Minyak Pala (Nutmeg Oil), Minyak Kayu Manis (Cinamon Oil), Minyak Kemukus
(Cubeb Oil) dan Minyak Lada (Pepper Oil)(Kadarohman,2009).
Karena minyak atsiri mudah menguap atau sering disebut minyak terbang
akibat adanya kandungan oksigen yang besar dan memiliki sifat-sifat fisika kimia
mirip dengan bahan bakar yang terdiri dari karbon (C) , hidrogen (H), oksigen (O), dan
nitrogen (N) sehingga mudah terurai (biodegradable) dan ramah lingkungan (tidak
mengandung sulfur).Alternatif untuk meningkatkan efisiensi hasil pembakaran bahan
bakar dan mengurangi pencemaran adalah mereformulasi bahan bakar dengan zat
aditif yang berfungsi untuk memperkaya kandungan oksigen dalam bahan bakar. Song
(2001) dan Choi (1999) mengemukakan zat aditif ‘penyedia oksigen’ pada bahan
bakar solar berperan untuk meningkatkan bilangan setana (cetane number), sehingga
pembakaran menjadi lebih sempurna.
Minyak atsiri dapat larut dalam minyak solar dan hasil analisis terhadap
komponen penyusunnya banyak mengandung atom oksigen (Kadarohman, 2009).
Yang diharapkan dapat meningkatkan pembakaran bahan bakar dalam mesin.Hal lain
yang cukup penting dari struktur senyawa penyusun minyak atsiri, adalah terdapat
senyawa dalam bentuk siklis dan rantai terbuka, yang diharapkan dapat menurunkan
kekuatan ikatan antar molekul penyusun solar sehingga proses pembakaran akan lebih
efektif.
Bio-aditif berbasis minyak sereh untuk sementara diberi nama Gastrofac untuk

Universitas Sumatera Utara

BBM bensin dan Cetrofac untuk solar dan telah di launching pada acara ENIP 2010
(Expo Nasional Inovasi Perkebunan) 12-14 November 2010. Penggunaanbio-aditif ini
dapat dilakukan dengan menambahkan 1 ml bio-aditif ke dalam 1000 ml bahan bakar
minyak bensin atau solarkendaraan.Pengembangan formula bio-aditif berbasis minyak
sereh kini masih terusdikembangkan oleh Balai Penelitian Tanaman Obat dan
Aromatik, bekerjasamadengan PT. Sinergi Alam Bersama. Penggunaan aditif nabati
diharapkan dapat membantu program penghematan bahan bakar minyak, berkontribusi
dalam mengurangi polusi udara dan pemanasan global, meningkatkan penggunaan
bahan dalam negeri (Sinar Tani , 2010).

2.9.

Blending Bioaditif terhadap Bahan Bakar Biosolar

Blending atau pencampuran dilakukan dengan sangat sederhana dan menguntungkan
karena dapat dilakukan dengan mencampurkan bahan bakar biodiesel ,solar dan
minyak sereh tanpa menggunakan pemanasan. Sebenarnya tanpa pengadukan ,
pencampuran antara biosolar dan minyak sereh sudah dapat bercampur dengan baik ,
oleh karena densitasnya hampir sama (tidak terjadi pemisahan antara kedua minyak
tersebut ) . Blending biosolar minyak sereh dilakukan untuk mendapat biosolar baru
yang mengandung zat aditif minyak sereh yang mempunyai karakteristik yang tidak
jauh dari nilai karakteristik bahan bakar solar , seperti nilai densitas, viskositas dan
titik nyala. Diharapkan bahan bakar hasil blendingan ini dapat mengurangi tingkat
emisi

gas

buang

seperti

gas

CO,HC

dan

Nox

dan

ramah

lingkungan

(Pallawagau,2006).
2.10.

Emisi gas buang

Emisi gas buang adalah sisa hasil pembakaran bahan bakar di dalam mesin
pembakaran dalam mesin pembakaran luar, mesin jet yang dikeluarkan melalui sistem
pembuangan mesin. Gas sisa pembakaran harus dikeluarkan ke udara bebas melalui
knalpot agar tidak mengganggu proses pemasukan gas baru dan pembakaran.

Universitas Sumatera Utara

Sisa hasil pembakaran berupa air (H 2 O), gas CO atau disebut juga karbon monooksida
yang beracun, CO 2 atau disebut juga karbon dioksida yang merupakan gas rumah
kaca, NOx senyawa nitrogen oksida, HC berupa senyawa Hidrat arang sebagai akibat
ketidak sempurnaan proses pembakaran serta partikel lepas (Marine Fuel,2008).
Walaupun gas buang kendaraan bermotor terutama terdiri dari senyawa yang tidak
berbahaya seperti nitrogen, karbon dioksida, tapi di dalamnya terkandung juga
senyawa lain dengan jumlah yang cukup besar yang dapat membahayakan gas buang
membahayakan kesehatan maupun lingkungan. Bahan pencemar yang terutama
terdapat di dalam gas buang kendaraan bermotor adalah karbon monoksida (CO),
berbagai senyawa hidrokarbon, berbagai senyawa nitrogen (NOx) dan sulfur (SOx),
dan partikulat debu termasuk timbel (PB). Bahan bakar tertentu hidrokarbon dan
timbel organik, di lepaskan ke udara karena adanya penguapan dari sistem bahan
bakar. Lalu lintas kendaraan bermotor, juga dapat meningkatkan kadar partikular debu
yang berasal dari permukaan jalan, komponen ban dan rem.
Setelah berada di udara, beberapa senyawa yang terkandung dalam gas buang
kendaraan bermotor dapat berubah karena terjadinya suatu reaksi, misalnya dengan
sinar matahari dan uap air, atau juga antara senyawa-senyawa tersebut satu sama lain.
Nilai baku mutu gas buang kenderaan bermotor dapat dilihat pada tabel 2.4
Tabel 2.4 Nilai baku mutu emisi gas buang kenderaan bermotor.

No

1

2

Kategori

Parameter

Nilai Ambang
Batas ( gr/km)

Metode Uji

1,3 < 150 cm3

CO

2.0

ECE R 40

HC

0.8

Nox

0.15

CO

2.0

HC

0,3

Nox

0,15

3

1,3 > 150 cm

ECE R 40

Sumber : Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup , 2012 .

Universitas Sumatera Utara

Bahan pencemar yang terutama terdapat didalam gas buang kendaraan bermotor adalah
karbon monoksida (CO), berbagai senyawa hindrokarbon, berbagai oksida nitrogen (NOx)
dan sulfur (SOx), dan partikulat debu termasuk timbel (PB), adanya reaksi di udara yang
mengubah nitrogen monoksida (NO) yang terkandung di dalam gas buang kendaraan
bermotor menjadi nitrogen dioksida (NO 2 ) yang lebih reaktif,

reaksi kimia antara

berbagai oksida nitrogen dengan senyawa hidrokarbon yang menghasilkan ozon dan
oksida lain, yang dapat menyebabkan asap awan fotokimia (photochemical smog). untuk

itu berbagai strategi dilakukan:


Pengetatan standar emisi gas buang melalui teknologi.



Peningkatan kualitas bahan bakar



Optimasi kualitas bahan bakar



Pengembangan bahan bakar nabati



Pengembangan bahan bakar alternatif

2.11. Pengaruh Zat Aditif Terhadap Emisi Gas Buang
Dari beberapa jenis zat aditif dengan kandungan oksigen berbeda-beda yang telah diuji
cobakan pada suatu penelitian didapatkan bahwa masing-masing zat aditif tersebut
mempunyai pengaruh yang berbeda-beda pula.Emisi gas buang yang dihasilkan oleh
pembakaran pada umumnya berdampak negatif terhadap lingkungan sehingga terjadi
pencemaran lingkungan (tidak ramah lingkungan)

sehingga

pengaruh zat aditif

minyak sereh dapat menurunkan emisi gas buang sehingga pencemaran udara dapat
diperkecil .Saat ini diketahui penggunaan biodiesel yang populer yaitu mencampur
20% biodiesel dengan 80% solar dan disebut dengan B20. Campuran ini menghasilkan
angka setana yang cukup tinggi dan konsentrasi emisi gas buang berkurang 16-3%
untuk partikulat, 11-25 % untuk karbon mono oksida dan 19-30% untuk hidrokarbon,
tetapi cenderung meningkatkan NOx 2% (Manurung,R. 2003).

Universitas Sumatera Utara

2.12.

Analisa Karakterisasi dan Emisi Gas Buang

2.12.1.

Viskositas

Viskositas merupakan sifat intristik fluida yang menunjukkan resistensi fluida terhadap
aliran fluida dengan viskositas tinggi lebih sedikit sulit dialirkandisebandingkan fluida
denganviskositas yang rendah.Tingginya harga viskositas SVO (Straight Veretable
Oil ) inilahlah yang mendasari perlunya dilakukan transesterifikasi untuk menurunkan
harga viskositas minyak nabati sehingga mendekati viskositas minyak solar.Pada
umumnya viskositas minyak nabati jauh lebih tinggi dibandingkan solar sehingga
biodiesel turunan minyak nabati masih mempunyai hambatan untuk dijadikan sebagai
bahan bakar pengganti solar.Viskositas suatu fluida ( cairan ) dapat diukur dengan
Viscometer Ostwald dan pengukuran ini merupakan viskositas kinematik (Khasanah
dkk,2009 ). Persaman untuk menentukan viskositas kinematik :
µ =
dimana

:

Kxt
µ = Viskositas kinematik ( centi stokes /cSt )
K = Konstanta viscometer Ostwald
t

2.12.2.

= Waktu mengalir fluida didalam pipa viscometer (detik )

Titik Nyala (Flash Point)

Titik nyala atau titik kilat (flash point) adalah titik temperatur terendah yang
menyebabkan bahan bakar menyala apabila didekatkan dengan nyala api. Berbeda
dengan penerapannya pada kendaraan yang proses ignisinya dipicu oleh sistem
pengapian

(busi). Titik

nyala

ini

tidak

memiliki pengaruh yang besar pada

persyaratan pemakaiannya untuk mesin diesel. Namun titik nyala ini diperlukan untuk
mengetahui

suhu

terendah

dimana

penanganannya

dapat

dilakukan

tanpa

mengakibatkan kebakaran. Titik nyala tidak mempunyai batas maksimal tetapi
minimal bahan bakar minyak harus mempunyai titik nyala sebesar 150 atau 120 F
bergantung

kepada

jenis

dari

bahan bakar tersebut. Penentuan titik nyala ini

berkaitan dengan keamanan dalam penyimpangan dan penanganan bahan bakar.Titik
nyala dapat diketahui dengan cara memanaskan sampel bahan bakar dalam satu

Universitas Sumatera Utara

wadah pengaduk lalu melewatkan nyala di atas permukaan bahan bakar tersebut.
Penentuan titik nyala biasanya dilakukan dengan alat Pensky Martyn Tester.
(Monteiro ,dkk.2009).

2.12.3. Densitas (Density)
Densitas atau berat jenis fluida adalah suatu perbandingan antara massa suatu zat
dengan volumenya. Densitas adalah salah satu variabel untuk menentukan :
Kerapatan suatu fluida (𝜌) dapat didefenisikan sebagai massa per satuan volum .
Densitas dihitung dengan rumus (Agus ,2005).
m
𝜌

=

+

0,0012

Vt

m = massa (gram )
V t = volume sampel pada 400C

2.12.4.

Kromatografi Gas – Spektrometri Massa (GC-MS)

Spektrometer massa memiliki 3 fungsi yang sangat penting, pertama, molekul molekul
ditembaki oleh elektron-elektron berenergi tinggi membentuk ion-ion. Ion-ion
diaselerasi dalam suatu medan elektrik. Kedua, ion-ion yang di aselerasi dipisahkan
berdasarkan perbandingan massa mereka terhadap muatan di dalam medan magnet
atau medan elektrik. Selanjutnya ion-ion tertentu dengan perbandingan massa terhadap
muatan dideteksi oleh suatu peralatan yang mampu menghitung jumlah ion ion yang
terpisah. Hasilnya dideteksi oleh detektor dan di rekam dalam rekorder. Hasil dari
rekorder adalah suatu spektrum massa yakni grafik dari sejumlah partikel partikel yang
dideteksi sebagai suatu fungsi perbandingan massa terhadap muatan (Donald
dkk,1979).

Universitas Sumatera Utara

2.12.5. Kromatografi Gas
Kromatografi gas adalah metode kromatografi pertama yang dikembangkan pada
zaman instrumen dan elektrokimia yang telah merevolusikan keilmuan selama lebih
dari tiga puluh tahun. Kromatografi gas dapat dipakai untuk setiap campuran yang
setiap campuran yang sebagai komponennya atau akan lebih baik lagi jika semua
komponennya mempunyai tekanan uap yang berarti pada suhu yang dipakai untuk
pemisahan. Tekanan uap atau keatsirian memungkinkan komponen menguap dan
bergerak bersama-sama dengan fase gerak yang berupa gas. Waktu yang diperlukan
untuk memisahkan campuran sangat beragam, tergantung banyaknya komponen dalam
suatu campuran, semakin banyak komponen yang terdapat dalam suatu campuran
maka waktu yang diperlukan semakin lama. Komponen campuran dapat diidentifikasi
berdasarkan waktu tambat (waktu retensi) yang khas pada kondisi yang tepat. Waktu
tambat adalah waktu yang menunjukkan berapa lama suatu senyawa tertahan dalam
kolom (Gritter dkk, 1985).
2.1.2.6. Spektrum Massa
Spektrum massa biasa diambil pada suatu berkas sinar sebesar 70 elektron volt.
Kejadian tersederhana ialah tercampaknya satu atom dari satu molekul dalam fasa gas
oleh sebuah elektron dalam berkas atom dan membentuk suatu ion molekul yang
merupakan suatu kation radikal (M+).Suatu massa elektron menyatakan massa-massa
bermuatan positif terhadap (konsentrasi) nisbinya. Puncak paling kuat (tinggi) pada
atom disebut puncak dasar (base peak), dinyatakan dengan nilai 100 % dan kekuatan
(tinggi x kepekaan) puncak-puncak lain, termasuk puncak ion molekulnya, dinyatakan
sebagai persentasi puncak dasar tersebut.Puncak ion molekul biasanya merupakan
puncak-puncak dengan bilangan massa tertinggi, kecuali jika terdapat puncak-puncak
isotop. Puncak ion molekul biasanya merupakan puncak-puncak dengan bilangan
massa tertinggi (Silverstein dkk. 1981).

Universitas Sumatera Utara

2.12.7. Pengujian Emisi Gas Buang
Pengujian emisi gas buang yang dilakukan meliputi kadar HC, CO, CO 2, O 2 dan NO x
yang terdapat pada hasil pembakaran bahan bakar. Pengujian ini dilakukan bersama
dengan pengujian unjuk kerja motor diesel dimana gas buang yang dihasilkan oleh
mesin kerja pada saat pengujian diukur untuk mengetahui kadar emisi dalam gas
buang. Pengujian emisi gas buang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan alat
Auto Logic gas Analizer.

Universitas Sumatera Utara