BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Biohidrogen Dari Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Dengan Fermentasi Anaerobik Pada Kondisi Termofilik Untuk Kapasitas Produksi 371,3771 Ton/Tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Biohidrogen

  Biohidrogen adalah gas hidrogen yang dihasilkan oleh aktivitas mikroorganisme seperti ganggang hijau, cyanobacteria, atau mikroorganisme fermentasi. Ganggang hijau dan cyanobacteria menggunakan energi sinar matahari untuk menghasilkan H

  2 dari air, sementara bakteri fermentasi bersifat heterotrof (Das

  dan Veziroglu, 2001). Produksi hidrogen dari sumber daya terbarukan dengan fermentasi adalah metode yang lebih menjanjikan di antara alternatif proses produksi hidrogen yang lain. Sesuai dengan pembangunan berkelanjutan dan masalah minimisasi limbah, produksi hidrogen biologis, yang dikenal sebagai "teknologi hijau" telah menerima banyak perhatian dalam beberapa tahun terakhir dikarenakan membutuhkan energi yang sedikit dan dapat dikombinasikan dengan proses pengolahan limbah cair. Hidrogen tidak berbau, tidak berwarna, tidak berasa, dan tidak beracun ketika digunakan sebagai bahan bakar karena tidak menghasilkan polutan tetapi menghasilkan air sebagai produk tunggal. Dibandingkan dengan bahan bakar fosil, hidrogen menghasilkan energi sebesar 122 kJ/g, 2,75 kali lebih besar dibandingkan dengan bahan bakar hidrokarbon (Mei Ling Chong dkk.,2009).

  Adapun beberapa keuntungan dari penggunaan hidrogen ialah pembakaran hidrogen pada automobile 50% lebih efisien dari pada bensin (Reith dkk., 2003). Kemudian hidrogen mempunyai efisiensi konversi sebesar 55-60% (Nilai pembakaran gas H ) dibandingkan dengan gas metana yang hanya 33% (Van

2 Groenestijn dkk., 2002) . Hidrogen dapat dijual sebagai metal hydride (Dong dkk.,

  2007) serta transmisi hidrogen melalui perpipaan gas akan lebih efisien daripada transmisi electricity down power line (Kloeppel dan Rogerson, 1991). Selain itu gas H mempunyai aplikasi industri yang lebih luas dibandingkan gas metana (Li dan

2 Fang, 2007). Di antara metode produksi hidrogen, metode yang paling menjanjikan

  dan ramah lingkungan adalah fermentasi gelap dari limbah organik karena menggabungkan proses produksi hidrogen dengan pengolahan limbah (Benemann 1996).

2.2 Sejarah Biohidrogen

  Hidrogen pertama kali diisolasi pada pertengahan tahun 1600 oleh Robert Boyle, yang menjatuhkan paku besi ke dalam asam sulfat, disebut gas H

  2 dikenal

  sebagai “udara buatan” (Busby,2005). Kurang lebih 100 tahun kemudian, pada tahun 1766, Henry Cavendish mengidentifikasi hidrogen sebagai elemen kimia ( disebut sebagai udara yang mudah terbakar) dan menjelaskan sifat-sifat dari gas tersebut, seperti densitas dan berat molar. Cavendish juga menunjukkan bahwa pembakaran H

  

2 di udara menghasilkan air mengoreksi kesalahan dari ide yang menyatakan air

  sebagai elemen dasar. Pada tahun 1783, Antoine-Laurent Lavoisier mengenal oksigen sebagai komponen dari air, dan memberikan hidrogen nama modernnya (penghasil air). Pada akhir tahun 1700 dan awal tahun 1800, hidrogen digunakan pada udara panas balon penerbangan, dan sebagai bahan bakar pada salah satu mesin pembakaran internal yang pertama. Hidrogen juga merupakan komponen yang kaya pada “kota gas” digunakan untuk tujuan pemanasan dan penerangan (Busby, 2005). Pada tahun 1920 dan 1930, penelitian hidrogen sangat aktif dan beberapa aplikasi utilitas pemindahan H

  2 dikembangkan, dari zeppelin dirigibles hingga kereta api ,

  bus dan kapal laut (Hoffmann, 2002). Kemajuan teknologi H

  2 dihentikan setelah

  perang dunia kedua disebabkan rendahnya harga minyak dan bensin. Perhatian pada energi H kembali meningkat pada tahun 1970 selama krisis energi, tetapi berkurang

  2

  setelah harga minyak merosot tajam (Hoffmann, 2002). Pada tahun 1990, perhatian H2 kembali meningkat dengan pertumbuhan kecemasan publik pada dampak negatif bahan bakar fosil terhadap lingkungan dunia (Benemann, 1996).

  Produksi hidrogen oleh mikroorganisme terungkap pada akhir tahun 1800. Penelitian dasar bakteri penghasil H

  2 ditemukan pada akhir tahun 1920 (Benemann,2002) dan ganggang mikro pada awal tahun 1940 (Homann, 2003).

  Meskipun produksi H

  2 secara mikrobiologi tidak dipertimbangkan sebagai

  kemungkinan yang mudah dilaksanakan hingga tahun 1970 (Benemann,1996). Pada tahun 1970 dan 1980 penelitian biohidrogen kebanyakan berkonsentrasi pada produksi H secara biologis menggunakan cahaya (Asada and Miyake,1999).

  2 Penelitian mengenai produksi H 2 dengan fermentasi gelap memperoleh perhatian

  lebih pada akhir tahun 1990 dengan meningkatnya jumlah studi hingga sekarang (Perttu Koskinen, 2008).

2.3 Faktor yang Mempengaruhi Proses Anaerobik

  Aktivitas metabolisme mikroorganisme penghasil hidrogen tergantung pada faktor:

2.3.1 Temperatur

  Temperatur mempengaruhi aktivitas bakteri penghasil hidrogen dan laju produksi (Nath et al, 2006). Reaksi fermentasi gelap hidrogen dapat dioperasikan

  o o

  pada temperatur yang berbeda : mesofilik (25-40

  C), termofilik (40-65

  C), ekstrim

  o o

  termofilik (65-80

  C), atau hipertermofilik (>80

  C) (Levin et al,2004). Kebanyakan

  o

  percobaan fermentasi gelap menggunakan temperatur sebesar 35-55

  C. Proses ekstrim termofilik memberikan sejumlah keuntungan dibandingkan dengan termofilik dan mesofilik. Pertama, produksi hidrogen lebih tinggi pada kondisi ekstrim termofilik daripada kondisi mesofilik dan termofilik. Telah dilaporkan bahwa fermentasi anaerobik hidrogen secara ekstrim termofilik dapat menghasilkan produksi hidrogen yang lebih banyak dan laju produksi hidrogen yang lebih tinggi daripada fermentasi hidrogen secara mesofilik (Van Groenestijin dkk., 2002). Telah

  o

  dilaporkan juga bahwa pada kondisi ekstrim termofilik (70

  C), hasil hidrogen mencapai maksimum secara teoritis yaitu 4 mol hidrogen per mol glukosa, sedangkan pada kondisi mesofilik dan termofilik normalnya adalah kurang dari 2 mol hidrogen per mol glukosa (Van Niel dkk., 2002). Kedua, ekstrim termofilik memiliki kemampuan memusnahkan patogen yang lebih baik pada digested residu yang ditunjukkan pada temperatur tinggi (Sah Istrom, 2003). Ketiga, meminimalisasi kontaminasi oleh pengkonsumsi hidrogen, seperti metanogen. Hellenbeck (2005), melaporkan bahwa pada fermentasi dengan temperatur tinggi lebih disukai secara termodinamik bagi reaksi penghasil hidrogen karena temperatur yang tinggi menghasilkan peningkatan entropi, dan menjadikan fermentasi gelap hidrogen lebih berenergi sementara utilitas proses hidrogen berdampak negatif dengan kenaikan temperatur (Amend dan Shock, 2001). Bakteri ekstrim termofilik menunjukkan toleransi yang lebih baik pada tekanan parsial hidrogen yang tinggi yang akan menyebabkan pergantian metabolik pada cara penghasil nonhidrogen, seperti produksi pelarut (Niel dkk., 2003).

  Pada kondisi mesofilik, Lay dkk. (2003) melaporkan produksi hidrogen sebesar 50 ml/gVS pada HSW batch fermentation. Okamoto dkk. (2000)

  yang ditambahkan menemukan produksi hidrogen sebesar 19,3-96,0 mL/ gVS yang ditambahkan dari fraksi individu HSW seperti nasi dan wortel oleh pengolahan batch secara mesofilik. Valdez- Vazquez dkk. (2005) melaporkan bahwa 95 ml H

  2 / gVS yang ditambahkan

  Liu (2008) menemukan produksi hidrogen sebesar 43 ml H / gVS dari

  2 yang ditambahkan

  fermentasi HSW secara mesofilik, dan juga menemukan bahwa produksi hidrogen sebesar 100-250 ml H

  2 / gVS yang ditambahkan dapat dipenuhi pada kondisi ekstrim termofilik.

2.3.2 Derajat Keasaman (pH)

  Derajat keasaman memiliki efek terhadap aktivasi enzim mikroorganisme, karena setiap enzim aktif hanya pada kisaran pH yang bersifat spesifik dan mempunyai aktivitas maksimum pada pH optimalnya (Lay dkk., 1997). Penelitian hidrogen telah mengakui bahwa pH adalah salah satu kunci faktor yang mempengaruhi produksi hidrogen. Fermentasi hidrogen bersifat sensitif terhadap pH dan pokok dari produk akhir (Craven, 1998). Telah banyak penelitian untuk memproduksi hidrogen dari limbah padat. Hasilnya mengindikasi bahwa kontrol pH merupakan hal yang sangat penting untuk memproduksi hidrogen. Telah dilaporkan juga bahwa dibawah pH yang tidak optimal proses fermentasi hidrogen digantikan oleh produksi pelarut (Temudo dkk., 2007), atau memperlama fasa lag (Liang, 2003). Produksi laktat selalu diobservasi bersamaan dengan perubahan parameter lingkungan yang terjadi secara tiba-tiba, seperti pH, HRT, dan temperatur, yang mengindikasikan biakan bakteri tidak beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang baru (Temudo dkk., 2007). Liu dkk. (2006) menemukan bahwa pada fermentasi gelap hidrogen secara mesofilik memiliki pH optimal sekitar 5-5,5.

  Sementara itu, fermentasi hidrogen pada temperatur ekstrim termofilik pada semua publikasi menggunakan pH 6,5-7,5. Van Niel dkk. (2002) menggunakan biakan murni dari Caldicellulosiruptor saccharolyticus dan Thermatoga elfii untuk fermentasi gelap hidrogen menggunakan bahan baku sukrosa dan glukosa pada

  o

  temperatur 70 C. pH yang utama adalah 7 dan 7,4 melalui eksperimen tersebut. Schroder et al (1994) menggunakan biakan murni dari Thermatoga maritime dengan

  o menggunakan substrat glukosa pada temperatur 80 C dan kontrol pH 6,5. Kadar et al.

  (2004) melaporkan produksi hidrogen dari sludge hidrolisat kertas dengan biakan murni Caldicellulosiruptor saccharolyticus pada pH 7,2. Dari keseluruhan penelitian ini mengindikasi bahwa kebanyakan bakteri ekstrim termofilik penghasil hidrogen ekstrim termofilik yang diadaptasi dari pupuk juga melaporkan bahwa pH optimum adalah 7 (Yokoyama dkk., 2007). Dawei Liu (2008) juga menemukan bahwa biakan campuran bakteri ekstrim termofilik penghasil hidrogen yang diadaptasi dari pupuk dan pengolahan substrat HSW mempunyai pH optimum 7.

  2.3.3 HRT HRT juga merupakan parameter yang penting bagi proses fermentasi gelap.

  Pada sistem CSTR, HRT yang singkat digunakan untuk membersihkan metanogen yang tumbuh lambat dan memilih bakteri penghasil asam (Chen dkk., 2001), sementara laju cairan yang terlalu tinggi dapat menyebabkan hidrolisis limbah organik yang buruk (Han dan Shin, 2004). Pada sistem CSTR, Kim dkk. (2004) melaporkan bahwa HRT yang singkat (< 3 hari) akan menghasilkan produksi hidrogen karena metanogen membutuhkan lebih dari HRT 3 hari. Normalnya pada proses anaerobik, pH dan HRT adalah pasangan parameter : HRT yang singkat menghasilkan pH yang rendah. Antara pH dan HRT telah didemonstrasikan sebagai cara yang efektif untuk memisahkan bakteri penghasil hidrogen dan archaea pengkonsumsi hidrogen pada kondisi mesofilik dan termofilik (Oh dkk., 2004). Meskipun efek pH dan HRT saling berhubungan tidak ada penelitian resmi yang telah mengisolasi efek dari kedua parameter ini secara terpisah (Dawei Liu, 2008).

  Bagi fermentasi HSW pada temperatur ekstrim termofilik, HRT harus tidak boleh kurang dari 2 hari, jika tidak akan dihasilkan hidrolisis dan pembersihan bakteri metanogen yang buruk. Diindikasi juga bahwa metanogen masih dapat tumbuh dan mengkonsumsi hidrogen (Dawei Liu, 2008).

  2.3.4 Tekanan Parsial Hidrogen dan Karbondioksida Akumulasi hidrogen dan karbondioksida dapat menyebabkan penekanan produksi dan formasi dari produk yang berkurang secara berturut-turut.

  a. Tekanan Parsial Hidrogen Konsentrasi hidrogen pada fasa cair berhubungan dengan tekanan parsial

hidrogen yang merupakan salah satu kunci faktor yang mempengaruhi produksi hidrogen

  

(Hawkes 2002). Tekanan parsial H (pH ) adalah faktor yang sangat penting

  dkk.,

  

2

  2

terutama bagi sintesis H secara kontinyu (Hawkws 2007). Alur sintesis hidrogen

  2 dkk.,

bersifat sensitif bagi konsentrasi H dan merupakan penghambat produk akhir karena

  2

meningkatnya konsentrasi H menyebabkan sintesis H berkurang dan alur metabolik

  2

  2

berganti menjadi produksi substrat seperti laktat, etanol, aseton, butanol, atau alanin

(Tamagnini et al., 2002). Sintesis H secara kontinyu membutuhkan pH sebesar 50 kPa

  2

  2 o o

pada temperatur 60 C (Lee dan Zinder, 1998). 20 kPa pada temperatur 70 C (Van Niel

o

  dkk., 2002), dan 2 kPa pada temperatur 98 C dibawah kondisi standart (Levin dkk., 2004).

  b. Tekanan Parsial Karbondioksida Pada kasus karbondioksida, konsentrasi H yang tinggi dapat menyebabkan

  2

produksi fumarat atau suksinat, yang berkontribusi mengkonsumsi elektron, sehingga

produksi hidrogen berkurang (Tanisho dkk., 1998). Tanisho et al. Juga melaporkan

bahwa penghilangan CO dapat meningkatkan produksi hidrogen pada fermentasi gelap.

2 Setelah CO dihilangkan, produksi hidrogen meningkat dua kali semula. Terlebih lagi

  2

ketika CO dihilangkan dari cairan dengan sparging gas argon dan gas hidrogen,

  2

dibandingkan tekanan parsial hidrogen, tekanan parsial CO memiliki efek penghambat

  2 yang lebih besar pada proses fermentasi gelap.

  Belakangan ini gas CH digunakan sebagai sparging gas untuk menghilangkan

  4

hidrogen dan karbondioksida dari cairan. Gas sparging menghasilkan peningkatan yang

signifikan terhadap produksi hidrogen (88%). Mizuno (2000) melaporkan bahwa

  dkk.

  

produksi hidrogen meningkat sebesar 68% setelah mengalami sparging dengan gas N .

  2

2.3.5 Konsentrasi Asam Organik

  Konsentrasi asam organik yang tinggi telah dilaporkan menghasilkan penurunan

gradien pH dan menyebabkan penghambatan total dari fungsi keseluruhan metabolik sel

(Jones dan Woods,1986). Konsentrasi total antara asam asetat atau butirat dan bentuk

tidak terpisahkan dari asam-asam ini dapat menghambat proses fermentasi gelap

hidrogen (Van Niel 2003).

  dkk., Suatu pendekatan yang lengkap mengenai penghambatan produksi H

  2

diobservasi oleh Van Ginkel dan Logan (2005) dengan menambahkan asam asetat

untuk memberikan konsentrasi asam yang tak terpisahkan pada reaktor 63 mM, yang

terjadi pada pH 5,5 dan penambahan 165mM asetat. Mereka melaporkan bahwa alur

fermentasi berubah dari asam organik dan hidrogen menjadi pelarut yang tidak

terdeteksi.Dilaporkan juga bahwa konsentrasi keseluruhan asetat adalah inhibitor yang

kuat pada fermentasi hidrogen. Van Niel (2003) melaporkan bahwa konsentrasi

  dkk.

  

asetat tak terpisah tidak serius menghambat produksi hidrogen pada pH 6,5 dan 7,2 serta

o

pada temperatur 70 C oleh biakan murni Caldicellulosiruptor saccharolyticus, dan

konsentrasi total asetat adalah penghambat utama bagi fermentasi ekstrim termofilik

hidrogen. Huang (1998) menggunakan Coltridium formicoaceticum untuk

dkk. o memfermentasi fruktosa pada pH 7,6 dan temperatur 37

  C. Mereka menemukan

konsentrasi asetat keseluruhan (bukan konsentrasi asetat tak terpisah) memiliki efek

penghambatan nonkompetitif bagi fermentasi hidrogen. Nakashimada dkk. (1999)

menemukan bahwa fermentasi hidrogen dihambat secara keseluruhan oleh konsentrasi

total asetat sebesar 25mM pada pH 6,5 pada bakteri hiper termofilik penghasil hidrogen.

2.3.6 Senyawa Anorganik

  a. Konsentrasi Fe

  Hidrogenase adalah enzim yang penting karena mereka terlibat langsung dalam produksi hidrogen hidrogen selama proses fermentasi. Telah dilaporkan bahwa seiring meningkatnya konsentrasi besi, produksi hidrogen meningkat secara signifikan (Lee dkk., 2001).

  Dalam proses produksi fermentasi hidrogen, Fd, sebuah protein besi- belerang, fungsi utamanya adalah sebagai pembawa elektron dan terlibat dalam oksidasi piruvat untuk asetil-Ko A dan CO dan pengurangan proton molekul H

  2

  2

  (Lee dkk., 2001). Vanacova et dkk. (2001) menunjukkan bahwa besi dapat menginduksi perubahan metabolik dan menjadi terlibat dalam ekspresi protein Fe-S dan non-Fe-S yang beroperasi dalam hidrogenase.

  b. C/N Ratio

  Karbon / nitrogen (C / N) rasio juga penting untuk stabilitas proses fermentasi gelap (Tanisho et al., 1998). Telah dilaporkan bahwa rasio C/N yang tepat dapat meningkatkan produksi hidrogen dalam fermentasi hidrogen mesofilik dari limbah lumpur. Pada rasio C/N 47, produksi hidrogen adalah 5 kali lebih tinggi dari yang di C/N rasio 40 (Lin dan Lay 2004).

  2.4.1 Pretreatment Pretreatment membantu mempercepat tahapan hidrolisis, sehingga

mengurangi laju tahapan dan meningkatkan pencernaan anaerobik untuk

memperbesar produksi gas hidrogen (H. Koku dkk., 2002). Beberapa prosedur pre

treatment di antaranya ialah dengan pemanasan, penggunaan bahan kimia seperti

asam atau alkali, pembekuan, dan sebagainya dilakukan terhadap biakan campuran

untuk menyeleksi bakteri asidogenik penghasil H

  2 (S.M. Kotay dan D. Das, 2010).

  2.4.2 Hidrolisis

  Bahan organik secara enzimatis diuraikan oleh enzim ekstraselular (selulosa, amilase, proteinase, dan lipase) mikroorganisme. Bakteri mendekomposisi rantai panjang karbohidrat, protein dan lemak menjadi bagian yang lebih pendek. Sebagai contoh, polisakarida diubah menjadi monosakarida. Protein dibagi menjadi peptida

  Aryati, 2010).

  dan asam amino (

  2.4.3 Asidifikasi

  Bakteri penghasil asam, terlibat dalam langkah kedua, menkonversi hasil fermentasi menjadi asam asetat (CH

  3 COOH), hidrogen (H 2 ) dan karbon dioksida

  (CO 2 ). Bakteri ini bersifat anaerobik dan dapat tumbuh di bawah kondisi asam. Untuk menghasilkan asam asetat, mereka membutuhkan oksigen dan karbon. Untuk ini, mereka menggunakan oksigen larut dalam larutan atau oksigen terikat.. Setelah itu, terjadi penguraian senyawa dengan berat molekul yang rendah menjadi alkohol,

  Aryati,

  asam organik, asam amino, karbon dioksida, hidrogen sulfida, dan metana ( 2010).

2.5 Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS)

  Selama proses ekstraksi crude palm oil (CPO), pabrik akan menghasilkan limbah cair yang disebut dengan limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS). LCPKS

  o

  umumnya bersuhu tinggi (60-75

  C), berwarna kecoklatan, mengandung padatan terlarut dan tersuspensi berupa koloid dan residu minyak dengan kandungan

  

biological oxygen demand (BOD) yang tinggi. Bila limbah tersebut langsung dibuang ke perairan, maka akan sangat berpotensi mencemari lingkungan, sehingga harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang (Santoso, 2009).

  Komposisi kimia limbah cair POME dan komposisi asam amino limbah cair

Tabel 2.1 Komposisi Kimia Limbah Cair POME

  Komponen % Berat Kering Ekstrak dengan ether

  31.60 Protein (N x 6,25)

  8.20 Serat

  11.90 Ekstrak tanpa N

  34.20 Abu

  14.10 P

  0.24 K

  0.99 Ca

  0.97 Mg

  0.30 Na

  0.08 Energi (kkal / 100 gr) 454.00

   Sumber : Siregar, 2009

  Parameter yang menggambarkan karakteristik limbah terdiri dari sifat fisik, kimia, dan biologi. Karakteristik limbah berdasarkan sifat fisik meliputi suhu, kekeruhan, bau, dan rasa, berdasarkan sifak kimia meliputi kandungan bahan organik, protein, BOD, chemical oxygen demand (COD), sedangkan berdasakan sifat biologi meliputi kandungan bakteri patogen dalam air limbah (Siregar, 2009).

  Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup ada 6 (enam) parameter utama yang dijadikan acuan baku mutu limbah meliputi : a. Tingkat keasaman (pH), ditetapkannya parameter pH bertujuan agar mikroorganisme dan biota yang terdapat pada penerima tidak terganggu, bahkan diharapkan dengan pH yang alkalis dapat menaikkan pH badan penerima.

  b. BOD, kebutuhan oksigen hayati yang diperlukan untuk merombak bahan organik. Semakin tinggi nilai BOD air limbah, maka daya saingnya dengan mikroorganisme atau biota yang terdapat pada badan penerima akan semakin tinggi.

  c. COD, kelarutan oksigen kimiawi adalah oksigen yang diperlukan untuk merombak bahan organik dan anorganik, oleh sebab itu nilai COD lebih besar dari BOD. d. Total suspended solid (TSS), menggambarkan padatan melayang dalam cairan limbah. Pengaruh TSS lebih nyata pada kehidupan biota dibandingkan dengan

  total solid. Semakin tinggi TSS, maka bahan organik membutuhkan oksigen

  e. Kandungan total nitrogen, semakin tinggi kandungan total nitrogen dalam cairan limbah, maka akan menyebabkan keracunan pada biota.

  f. Kandungan oil and grease, dapat mempengaruhi aktifitas mikroba dan merupakan pelapis permukaan cairan limbah sehingga menghambat proses oksidasi pada saat kondisi aerobic (Siregar, 2009).

  Adapun karakteristik dari limbah POME yang dihasilkan dapat dilihat pada

Tabel 2.2 di bawah ini:Tabel 2.2 Karaktersitik Limbah POME dan Baku Mutu Limbah

  Parameter Komposisi BOD5 (mg/L) 23000-26000 COD (mg/L) 42500-55700 Soluble COD (mg/L) 22000-24000 TVFAs (mg acetic acid/l) 2500-2700 SS (mg/L) 16500-19500 Oil and grease (mg/L) 4900-5700 Total N (mg/L) 500-700 pH 3,8-4,4

  Sumber : Zinatizadeh, dkk., 2007 Berdasarkan data di atas, ternyata semua parameter limbah cair POME berada diatas ambang batas baku mutu limbah. Jika tidak dilakukan pencegahan dan pengolahan limbah, maka akan berdampak negatif terhadap lingkungan seperti pencemaran air yang mengganggu bahkan meracuni biota perairan, menimbulkan bau, dan menghasilkan gas metan dan CO

  2 yang merupakan emisi gas penyebab efek rumah kaca yang berbahaya bagi lingkungan (Siregar, 2009).

2.6 Perusahaan Yang Memproduksi Hidrogen

  Sejumlah sistem transportasi sedang beralih ke mesin-mesin berbahan bakar hidrogen sebagai alternatif bahan bakar gas, tetapi hingga kini gas hidrogen masih diproduksi dari bahan bakar fosil seperti gas alam. Oleh karena itu, sampai saat ini biohidrogen masih dalam proses penelitian yang terus-menerus dikembangkan dan berbeda dengan biogas yang sudah di produksi dalam skala besar. Hal ini disebabkan biohidrogen merupakan gas alternatif yang dikembangkan dari biogas dan lebih ramah lingkungan.

  Adapun salah satu perusahaan yang memproduksi hidrogen yaitu Mahler adalah produsen yang sangat dihormati untuk generasi pembuatan hidrogen, oksigen dan nitrogen. Mahler AGS memproduksi sistem generasi yang hemat biaya, aman dan terpercaya dan menyediakan teknik untuk pemurnian dan pemulihan gas dan limbah dari proses gas tersebut. Mahler gas ini terletak di Stuttgart, Jerman.

  Untuk memproduksi hidrogen, perusahaan ini menggunakan 2 proses teknologi yaitu HYDROFORM-C dan HYDROFORM-M. HYDROFORM-C berdasarkan pada proses steam reforming gas alam, LPG atau nafta. Proses ini menawarkan pelanggan kualitas dan keamanan yang maksimum, serta kemampuan

  3

  efisien untuk memenuhi kebutuhan hidrogen 100-10.000 Nm /jam pada kemurnian hingga 99,999 + persen volum (Mahler AGS, tanpa tahun).

Gambar 2.1 Flowsheet proses HYDROFORM-C Mahler Gas

  (Mahler AGS, tanpa tahun) Mahler AGS telah berhasil mengoperasikan selama bertahun-tahun di bidang

  

methanol reforming untuk pembentukan hidrogen. Pemurnian bahan baku hidrogen

  dilakukan oleh sistem HYDROFORM-M dan dilakukan sistem HYDROSWING yang memberikan langkah pemurnian secara terpisah. Perusahaan ini menawarkan

  3

  proses yang efisien untuk methanol reforming dalam kuantitas 100-4.000 Nm /jam hidrogen dengan kemurnian 99,999 + persen volume.

Gambar 2.2 Flowsheet proses HYDROFORM-M Mahler Gas

  (Mahler AGS, tanpa tahun) Proses pemurnian hidrogen dilakukan secara terpisah dengan sistem HYROSWING.

Gambar 2.3 Flowsheet proses HYDROSWING Mahler Gas

  (Mahler AGS, tanpa tahun)

2.7 Aplikasi Gas Hidrogen Sejumlah besar H diperlukan dalam industri petrokimia dan kimia.

  2 Penggunaan terbesar H 2 adalah untuk memproses bahan bakar fosil dan dalam

  hidrodealkilasi, hidrodesulfurisasi, dan penghidropecahan (hydrocracking). H

  2

  memiliki beberapa kegunaan yang penting. H

  2 digunakan sebagai bahan hidrogenasi,

  terutama dalam peningkatan kejenuhan dalam lemak tak jenuh dan minyak nabati (ditemukan di margarin), dan dalam produksi metanol. Ia juga merupakan sumber hidrogen pada pembuatan asam klorida. H juga digunakan sebagai reduktor pada

  2 bijih logam (Chemistry Operation, 2003).

  Selain digunakan sebagai pereaksi, H

  2 memiliki penerapan yang luas dalam

  bidang fisika dan teknik. Ia digunakan sebagai gas penameng di metode pengelasan seperti pengelasan hidrogen atomic (Ahmet,2003; Specialty Welds, 2007). H

  2

  digunakan sebagai pendingin rotor di generator pembangkit listrik karena ia mempunyai konduktivitas termal yang paling tinggi di antara semua jenis gas. H

  2

  cair digunakan di riset kriogenik yang meliputi kajian superkonduktivitas (Walter, 2003). Oleh karena H

  2 lebih ringan dari udara, hidrogen pernah digunakan secara luas sebagai gas pengangkat pada kapal udara balon (Mathew, 2004).

  Baru-baru ini hidrogen digunakan sebagai bahan campuran dengan nitrogen (kadangkala disebut forming gas) sebagai gas perunut untuk pendeteksian kebocoran gas yang kecil. Aplikasi ini dapat ditemukan di bidang otomotif, kimia, pembangkit listrik, kedirgantaraan, dan industri telekomunikasi (Mathias, 2004). Hidrogen adalah zat aditif (E949) yang diperbolehkan penggunaanya dalam ujicoba kebocoran bungkusan makanan dan sebagai antioksidan (European Union, tanpa tahun).

Gambar 2.4 Perbandingan Biaya Energi Sekarang dan Masa Depan Menggunakan

  Biohidrogen di Jerman (Sirosiris, 2010) Hidrogen sebagai bahan bakar memiliki kemampuan mendorong kendaraan yang setara dengan bensin. Hanya saja, kelemahannya terletak pada biaya yang tinggi untuk memproduksi sel bahan bakar itu sendiri serta investasi untuk (Pamungkas, 2012).

Gambar 2.5 Mobil Toyota Konsep Bahan Bakar Hidrogen

  (Pamungkas, 2012)

2.8 Proses Integrasi Produksi Biohidrogen

  Terdapat 5 macam sistem biohidrogen yaitu :

2.8.1 Biofotolisis Langsung

  Fotosintesis memproduksi hidrogen dari air adalah suatu proses secara biologi yang memanfaatkan cahaya matahari, menghasilkan energi kimia dengan reaksi sebagai berikut :

  2H

  2 O  2H 2 + O

  2 Alga hijau, di bawah kondisi anaerob, dapat menggunakan H 2 sebagai suatu

  donor elektron di dalam proses fiksasi CO

  2 atau meningkatkan H 2 . Produksi hidrogen

  oleh mikroalga hijau membutuhkan waktu beberapa menit hingga beberapa jam dari inkubasi anaerob dalam kondisi gelap untuk menginduksi pengaktifan dan/atau sintesa enzim yang dilibatkan dalam metabolisme H

  2 , termasuk reversible enzim

  • hidrogenase. Hidrogenase mengkombinasi proton (H ) dalam medium dengan elektron untuk membentuk dan menghasilkan H . Dengan begitu, mikroalga hijau

  2

  mampu secara genetik, enzimatik, metabolik, dan transport elektron menuju ke elektron, yang mendukung sintesis ATP.

  Proses fotosintesis alga mengoksidasi H

  2 O dan meningkatkan O 2 . Energi

  cahaya diabsorbsi oleh fotosistem II (PSII) menghasilkan electron yang ditransfer ke ferredoxin, lalu menggunakan energi cahaya diabsorbsi oleh fotosistem I (PSI). Hidrogenase reversible menerima elektron secara langsung dari ferredoxin yang telah dikurangi untuk menghasilkan H

  2 . Karena enzim hidrogenase yang bertanggung

  jawab pada evolusi molekuler H

  2 adalah sangat sensitive terhadap O 2 , produksi fotosintesis dari H dan O haruslah sementara dan/atau terpisah.

  2

  2 Dalam 2 fase proses, selama fotosintesis normal (fase1),CO 2 pertama

  tercampur dalam substrat yang kaya H

  2 , diikuti dengan generasi cahaya tengah dari

  molekuler H saat mikroalga dierami di bawah kondisi anaerob (fase 2). Fase 2 dari

  2

  dua tahap proses dapat dicapai dengan inkubasi mikroalga dalam medium yang tidak mengandung sulfur. Contoh kultur alga hijau adalah Chlamydomonas reinhardtii.

2.8.2 Biofotolisis Tak Langsung

  Cyanobacteria dapat juga mensintesis dan meningkatkan H melalui jalur

  2

  fotosintesis mengikuti proses sebagai berikut : C

  12H

  2 O + 6CO

  2

  6 H

  12 O 6 + 6O

  2 C H O + 12H O 12H + 6CO

  6

  12

  6

  2

  2

  2 Cyanobacteria (disebut juga blue-green algae, cyanophyceae, or

cyanophytes ) adalah suatu grup besar dari mikroorganisme photoautotrophic.

  

Cyanobacteria mengandung pigmen fotosintesis, seperti klorofil, karotenoid, dan

  fikobiliprotein, serta dapat menyuguhkan fotosintesis oksigenik. Nutrisi yang dibutuhkan mikroorganisme ini cukup sederhana yakni udara (N

  2 dan O 2 ), air, garam

  mineral, dan cahaya. Spesies ini memiliki beberapa enzim yang secara langsung meningkatkan metabolisme H dan sintesis molekuler H . Termasuk nitrogenase

  2

  2

  yang mengkatalis produksi H

  2 sebagai by-product dari reduksi nitrogen menjadi

  ammonia, pengambilan hidrogenase yang mengkatalis oksidasi dari sintesis H2 oleh nitrogenase, dan bi-directional hydrogenases yang mempunyai kemampuan untuk mengoksidasi dan sintesis H

  2 . Produksi hidrogen dengan Cyanobacteria telah diteliti

  lebih dari 3 dekade dan terungkap bahwa efisien fotokonversi dari H O menjadi H

  2

  2 dipengaruhi oleh banyak faktor (Sirosiris, 2010).

2.8.3 Photo Fermentation (Fermentasi Cahaya)

  Langkah photo fermentation (PHF) adalah proses yang berbasis cahaya, yang mengubah asam-asam organik menjadi hidrogen dan CO

  2 .

  Foto-sintetik bakteri Rhodobacter sphaeroides OU 001 digunakan untuk fermentasi cahaya. Reaktor beroperasi dengan kondisi terbaik sekitar 30°C dan bekerja pada konsentrasi substrat 40 mM dengan konversi 60% dari hasil teoritis sesuai dengan reaksi berikut:

  Konsentrasi yang sangat rendah dan sangat tinggi adalah pada waktu retensi (10 hari) yang diperlukan untuk mengoperasikan fermentor secara kontinu. Kondisi ini menyebabkan volume besar yang diperlukan untuk fermentor. Karena dimensi, variasi pH tidak dapat dikontrol secara lokal, sehingga buffer yang tinggi (garam fosfat kalium) konsentrasi 20 mM diperlukan dalam kaldu fermentasi (Foglia dkk., 2011).

  Flowsheet Proses Pembentukan hydrogen dengan PHF

  Gambar 2.6 (Foglia dkk., 2011)

2.8.4 Dark Fermentation (Fermentasi Gelap)

  Fermentasi termofilik (THF) atau gelap merupakan langkah fermentasi anaerobik di mana bakteri termofilik ekstrim (Caldicellulosiruptor saccharolyticus) asam organik, menurut reaksi di bawah ini:

  Untuk pentosa: Untuk heksosa: Untuk sukrosa: Fermentasi yang terbaik terus beroperasi pada konsentrasi substrat yang rendah dari 10/l g gula dan pH 6,5. Air pengenceran diasumsikan pada 20° C. Untuk mempertahankan pH konstan, pH controller otomatis digunakan, dengan menggunakan basa (KOH) sebagai dasar untuk menyesuaikan perubahan pH, yang disebabkan oleh pembentukan asam organik selama langkah fermentasi.

  Untuk menghindari penghambatan hidrogen vakum diterapkan pada fermentor termofilik (0,55 bar) untuk menurunkan tekanan parsial hidrogen dan meningkatkan desorpsi hidrogen dari kaldu fermentasi.

  Flowsheet dari model dari fermentor termofilik ditunjukkan pada Gambar

  .

  Unit operasi TH-DIL digunakan untuk menggabungkan aliran substrat yang berasal dari PTR (TH-Prec), air pengenceran aliran dan bahan kimia (KOH, buffer).

  Flowsheet Proses Pembentukan hydrogen dengan THF

  Gambar 2.7 (Foglia dkk., 2011)

2.8.5 Proses HYVOLUTION

  Proses ini terdiri dari empat langkah utama yaitu : pre-treatment (PTR),PHF, THF dan gas upgrade. Berikut skema dari proses HYVOLUTION.

  Skema Proses HYVOLUTION

  Gambar 2.8 (Foglia dkk., 2011)

  Dari berbagai proses teknologi yang ada, maka metode fermentasi gelap (THF) yang paling cocok untuk diterapkan. Hal ini disebabkan keunggulan produksi

2 H melalui fermentasi gelap adalah :

  1. Tidak memerlukan energi matahari

  2. Berbagai limbah/tanaman energi dapat digunakan

  3. Teknologi reaktor yang sederhana (Hallenbeck & Ghosh 2009)

2.9 Deskripsi Proses dan Sifat-Sifat Bahan Baku dan Produk

2.9.1 Deskripsi Proses Pembuatan Biohidrogen dari fermentasi limbah cair pabrik kelapa sawit

  dijelaskan deskripsi proses atau rancangan pembuatan biohidrogen dari fermentasi limbah cair pabrik kelapa sawit. Pertama, LCPKS ditampung di bak penampung (Bk- 101). Lalu, dilakukan pre treatment (M-103) yang juga berfungsi untuk menonaktifkan aktivitas bakteri metanagenasi yang menghasilkan metana, sehingga dapat memperbesar produksi hidrogen. Banyak metode yang digunakan untuk pre

  treatment ini, diantaranya dengan penambahan bahan kimia berupa 1 M H

  2 SO 4 10%

  ke dalam LCPKS (acid pre-treatment), 1 M NaOH 10% (alkaline pre-treatment) ataupun menggunakan heat treatment dengan cara LCPKS dipanaskan pada suhu

  o

  80 C selama 1 jam tanpa penambahan bahan kimia. Berdasarkan penelitian, hidrogen yang paling tinggi diperoleh dengan perlakuan yang efektif untuk LCPKS adalah menggunakan alkaline-heat pre-treatment (chemical heat) (Syafawati dkk., 2012). Oleh karena itu, pre treatment yang akan dilakukan pada rancangan ini dengan

  o menggunakan 1 M NaOH 10% dan dipanaskan pada suhu 80 C selama 1 jam.

  Selanjutnya LCPKS yang sudah dilakukan pre treatment dimasukkan ke dalam tangki pencampur (M-107), dimana LCPKS akan ditambahkan nutrisi. Penambahan nutrisi berfungsi sebagai strategi untuk meningkatkan pertumbuhan bakteri yang menghasilkan hidrogen. Berdasarkan penelitian, dengan penambahan nutrisi N,P dan Fe meningkatkan produksi hidrogen. Konsentrasi Fe yang diperlukan adalah 257 mg/L LCPKS, rasio C/N yaitu 74 dan rasio C/P yaitu 559 (Sompong dkk., 2007). Namun, penambahan ini juga harus disesuaikan dengan karakteristik dari LCPKS yang akan diumpankan. Jika rasio C:N:P sudah memenuhi berdasarkan yang disebutkan diatas, maka tidak perlu ditambahkan lagi. Hal ini disebabkan, kelebihan nutrisi juga menyebabkan keracunan, sehingga bisa menyebabkan mikroorganisme tidak bisa berfungsi untuk memproduksi hidrogen.

  Tahap selanjutnya yaitu fermentasi. Reaktor yang digunakan yaitu Continue

  

Stirred Tank Reactor (CSTR). CSTR dianggap praktis dan ekonomis untuk industri

  yang memproduksi hidrogen, khususnya melalui fermentasi kultur campuran (van Groenestijn dkk., 2002; Hawkes dkk., 2007). CSTR dapat dibuat secara sederhana, mudah mengatur keasaman dan suhu serta memberikan pencampuran yang homogen antara substrat dan biomassa aktif (Li dan Fang, 2007; Hawkes dkk., 2007).

  Pada sistem CSTR, Kim dkk., (2004) melaporkan bahwa HRT yang singkat lebih dari HRT 3 hari. Normalnya pada proses anaerobik, pH dan HRT adalah pasangan parameter : HRT yang singkat menghasilkan pH yang rendah. Antara pH dan HRT telah didemonstrasikan sebagai cara yang efektif untuk memisahkan bakteri penghasil hidrogen dan archaea pengkonsumsi hidrogen pada kondisi mesofilik dan termofilik (Oh dkk., 2004). Oleh karena itu, kondisi yang digunakan

  o

  pada rancangan ini yaitu kondisi termofilik dengan temperatur 60

  C, pH 5,5 dan HRT 2 hari (Sompong dkk., 2007). Reaksi yang terjadi pada reaktor yaitu : (C H O )     H + CO + H S + C H O + C H O

  5

  10 5 n 2(g) 2(g) mikroba 2 (g)

  2 4 2(i)

  4 8 2(l)

  Hidrogen (Dawei Liu,2008)

  H S yang terbentuk dari hasil pembusukan oleh mikroorganisme pada fasa

  2

  cair terionisasi menjadi fasa gas (Speece, R.E., 1996). Selain gas yang dihasilkan, akan diperoleh juga beberapa asam terutama asam asetat dan asam butirat pada

  

effluent . Nilai COD yang dihasilkan juga masih tinggi (Sompong dkk., 2007). Oleh

  karena itu, dapat dilakukan proses anaerobik untuk menghasilkan biogas di

  o bioreaktor biogas (R-203) dengan HRT 6 hari, suhu 55 C dan tekanan atmosfer.

  Biogas yang terbentuk langsung bisa dimanfaatkan untuk energi listrik pembuatan biohidrogen, sedangkan effluent ditampung di bak penampung (BK-205).

  Biohidrogen yang dihasilkan terdiri dari 61% H

  2 , 85 ppm H

  2 S dan selebihnya

  adalah CO 2 (Sompong dkk., 2007). Maka, harus dilakukan pemurnian hidrogen. Proses pemurnian yang pertama kali dilakukan yaitu desulfurisasi. Untuk merancang proses yang ekonomis, maka rancangan ini menggunakan biodesulfurisasi.

  Biodesulfurisasi ini mempunyai beberapa keuntungan diantaranya prosesnya aman karena semua H

2 S terserap, tidak menggunakan bahan kimia yang mahal,

  menggunakan tekanan atmosfer dan produk akhirnya adalah elemen sulfur yang dapat dimanfaatkan kembali. Inokulum yang digunakan yaitu Thioalkalivibrio dan

  • Thioalkalimicrobium . Lalu ditambahkan medium yang terdiri dari 0,66 mol/L Na

  • dan 1,34 mol/L K sebagai karbonat. Selanjutnya, medium juga terdiri dari (dalam
g/L dari air demineralisasi) : 1 K

2 HPO 4 ; 0,83 NaNO 3 ; 6 NaCl ; 0,2 MgCl 2 .6H 2 O.

  Inokulum dan medium dimasukkan kedalam bioreaktor desulfurisasi (R-303) yang

  o

  beroperasi pada suhu 35 C dan tekanan atmosfer serta diumpankan juga oksigen (O

  2 )

  1 H S O + H O (Van den Bosch,2007)

  • 2 (l) 2(g)  S

  (s) 2 (l)

  2 Sebelum diumpankan ke absorber (T-301), gas harus masuk pada tekanan

  tinggi yaitu 85 bar (83,89 atm) agar gas H

  2 S menjadi cair. Oleh karena itu gas

  dinaikkan tekanannya oleh kompressor (JC-206). Suhu keluar dari compressor yaitu

  o o

  149,78

  C. Sedangkan kondisi mikroba berada pada suhu 35

  C, oleh karena itu campuran gas dan cairan didinginkan terlebih dahulu oleh cooler (E-207). Campuran gas dan cairan tersebut diumpankan ke bagian bawah absorber sedangkan medium dan mikroba yang sudah dibiakkan dari bioreaktor masuk dari bagian atas absorber. Sehingga H S terserap sempurna, maka pada bagian atas absorber menghasilkan H

  2

  2

  dan CO

  2 sedangkan produk bagian bawah yang berfase cairan dan mengandung

  sulfur dikembalikan ke reaktor dan dilanjutkan ke clarifier (S-306), dengan tujuan mengendapkan sulfur yang terbentuk. Cairan akan diumpankan kembali ke reaktor (Van den Bosch dkk., 2007). Untuk memperoleh H

  2 dalam konsentrasi yang tinggi, gas yang dihasilkan dari absorber biodesulfurisasi dialirkan ke unit pemisahan CO 2 yaitu ke absorber (T-308)

  untuk memisahkan sebagain besar gas CO dengan larutan K CO Unit ini terdiri

  

2

  2 3.

  atas 2 bagian, yaitu: CO

  2 absorber yang berfungsi untuk mengabsorbsi CO 2 dan o

  beroperasi pada tekanan 1 atm 72

  C, serta unit CO

  2 stripper yang berfungsi untuk

  melepaskan CO dan beroperasi pada tekanan 1 atm 112

  C. Pada CO absorber ,

  2

  2

  campuran gas keluaran dialirkan menuju bagian bawah tangki. CO

  2 diserap

  menggunakan larutan K

  2 CO 3 30% berat untuk mengabsorpsi gas CO 2 yang masuk

  pada bagian atas kolom tangki. Pada CO pertama-tama gas CO akan

  2 absorber

  2

  berikatan dengan larutan K

  2 CO 3 membentuk larutan KHCO 3 (Reina, 2011). Reaksi

  yang terjadi pada absorber : CO + K CO + H O 2KHCO

  2

  2

  3

  2 3 Hr = -6,43 kkal/mol ( Reina,2011)

  Larutan yang banyak mengandung CO

  2 akan keluar pada bagian bawah o

  kolom absorber dengan temperatur 51,863

  C, kemudian dipanaskan hingga o

  temperatur 112 C dan dialirkan menuju stripper (T-313). Pada kolom stripper menggunakan steam karena reaksi yang terjadi bersifat endotermik dan

  o

  temperaturnya dijaga konstan pada 112 C dan tekanan 1 atm. Pada kolom stripper

  2KHCO CO + K CO + H O  Hr = 6,43 kkal/mol ( Reina,2011)

  3

  2

  2

  3

  2 Gas CO 2 yang terlepas akan keluar menuju CO 2 plant dari bagian atas stripper , sedangkan larutan K

2 CO 3 (benfield) yang telah dipisahkan dipompakan kembali menuju bagian atas absorber.

  Gas keluaran kolom absorber yang mengandung H

  2 dan CO 2 dalam jumlah

  sangat kecil akan melewati kolom (Pressure Swing Absorption) PSA (T-316) untuk menghasilkan gas hidrogen dengan kemurnian tinggi. Pada purifikasi/pemurnian hidrogen, unit PSA digunakan untuk memisahkan hidrogen dari komponen lainnya dalam aliran gas yang diubah, yang terdiri atas CO . Kemurian hidrogen yang

  2

Dokumen yang terkait

Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Biohidrogen Dari Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Dengan Fermentasi Anaerobik Pada Kondisi Termofilik Untuk Kapasitas Produksi 371,3771 Ton/Tahun

10 136 450

Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Biohidrogen dari Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit dengan Fermentasi Anaerobik pada Kondisi Termofilik untuk Kapasitas Produksi 495,1694 Ton/Tahun

20 113 417

Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Pupuk Organik Dari Bahan Baku Limbah Cair Tahu Dengan Kapasitas Produksi 18.000 Ton/Tahun

32 127 271

Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Biogas Dari Hasil Fermentasi Thermofilik Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Sistem Recycle Menjadi Energi Listrik Untuk Kapasitas 45 Ton TBS/Jam

5 45 186

Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Pulp Dari Limbah Padat Pabrik Agar-Agar Dengan Kapasitas Produksi 28.900 Ton/Tahun

40 226 467

Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Biodiesel Berbahan Baku Limbah Padat dan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit dengan Kapasitas Produksi 15.000 Ton/Tahun

6 68 511

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Glukosa dari Sabut Kelapa Sawit dengan Kapasitas 15.000 Ton/Tahun

0 0 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Sodium Lactate Dari Molase Dengan Kapasitas Produksi 1.800 Ton/Tahun

0 1 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Selulosa Asetat Dari Tandan Kosong Kelapa Sawit Dengan Proses Pulping Dan Asetilasi Dengan Kapasitas Produksi 3.500 Ton/Tahun

1 2 12

Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Biohidrogen Dari Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Dengan Fermentasi Anaerobik Pada Kondisi Termofilik Untuk Kapasitas Produksi 371,3771 Ton/Tahun

0 0 12