INOV ASI TEKNOLOGI PENGELASAN UNTUK MENUNJANG INDUSTRI MANUFAKTUR DI INDONESIA

..
INOV ASI TEKNOLOGI PENGELASAN
UNTUK MENUNJANG INDUSTRI MANUFAKTUR
DI INDONESIA

UNIVERSITASGAnJAH MADA

Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar
pada Fakultas T~ik
Universitas Gad~abMarla

oleb:
Prof. Mochammad NoerIbnan, S.T~ M$c.,Ph.D.

III

I

.1
.


I

,I

I

INOVASITEKNOLOGIPENGELASAN
UNTUKMENUNJANGINDUSTRIMANUFAKTUR
DI INDONESIA

UNIVERSIT AS GADJAH MADA

Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar
pada Fakultas Teknik
Universitas Gadjah Mada

Diucapkan di depan Rapat Terbuka Dewan Guru Besar
Universitas Gadjah Mada
pada tanggal 7 April 2015
Yogyakarta


Prof. Mochammad

oleh:
Noer IIman, S.T., M.Sc., Ph.D.

Bismitlaah irrahmaan irahiim,

Yang saya hormati,
Pimpinan dan anggota Dewan Wali Amanat,
Pimpinan dan anggota Dewan Guru Besar,
Pimpinan dan anggota Senat Akademik,
Rektor dan para Wakil Rektor,
Para Dekan dan Wakil Dekan,
Segenap sivitas akademika Universitas Gadjah Mada,
Para tamu undangan dan hadirin serta sanak keluarga yang saya
cintai.
Assalamu 'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.
Alhamdulillahi rabbit 'alamiin, segala puji bagi Allah Swt.,
Tuhan Seru Sekalian Alam, yang dengan rahmat dan karunia-Nya,

kita bisa berkumpul dalam keadaan sehat untuk mengikuti Rapat
Terbuka Dewan Guru Besar yang terhormat ini. Pada kesempatan ini,
izinkanlah saya menyampaikan Pidato Pengukuhan sebagai Guru
Besar di Bidang Teknik Mesin denganjudul:

INOV ASI TEKNOLOGI PENGELASAN UNTUK
MENUNJANG INDUSTRI MANUFAKTUR DI INDONESIA
Hadirin yang saya muliakan,
Dewasa ini, Indonesia termasuk dalam kategori negara industri
baru. Dalam rangka meningkatkan daya saing industri di tingkat
regional maupun
intemasional,
terutama
dalam menghadapi
perdagangan bebas ASEAN (AFT A) dan antamegara Asia-Pasifik
(APEC) yang akan diberlakukan tahun 2020, Pemerintah Indonesia
telah mencanangkan visi Pembangunan Industri Nasional. Menurut
Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri
Nasional, visi Indonesia adalah menjadi negara industri tangguh pada
tahun 2025, dan sebagai visi antara, Indonesia menjadi negara industri


2
maju baru pada tahun 2020. Selanjutnya, selama kurun waktu tahun
20 I0 s.d. 2020, pertumbuhan industri Indonesia rata-rata ditargetkan
sebesar 9,43% dengan pertumbuhan industri kecil, industri menengah,
dan industri besar masing-masing sebesar 10,00%, 17,47%, dan
6,34% (http://www.kemenperin.go.id).
Untuk merealisasikan target
tersebut, salah satu upaya yang dilakukan adalah meningkatkan
kemampuan inovasi dan penguasaan teknologi industri.
Industri di Indonesia disusun dan dikelompokkan menjadi
beberapa industri prioritas (Peraturan Presiden No. 28 Tahun 2008),
salah satunya adalah basis industri manufaktur yang meliputi:
(I) industri material dasar seperti industri besi dan baja, industri
semen, industri petrokimia, dan industri keramik, (2) industri
permesinan seperti industri peralatan listrik dan mesin listrik, industri
mesin, dan peralatan umum, (3) industri manufaktur padat tenaga
kerja yang meliputi industri tekstil dan produk tekstil, serta industri
alas kaki. Industri manufaktur merupakan sektor yang memegang
peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Menurut data Badan

Pusat Statistik (2014), pertumbuhan produksi manufaktur besar dan
kecil pada triwulan II 2014, khususnya industri mesin, logam dasar,
dan otomotif, mengalami kenaikan yang cukup signifikan dibanding
tahun sebelumnya. Kondisi ini sangat menggembirakan
bagi
perekonomian Indonesia mengingat industri manufaktur merupakan
sektor yang menyerap banyak tenaga kerja. Peranan ilmu dan
teknologi pengelasan menjadi sangat penting bagi industri manufaktur
di Indonesia mengingat sebagian besar. proses produksi di industri
pennesinan dan struktur menggunakan teknik pengelasan.
Teknik pengelasan logam merupakan salah satu proses
manufaktur yang ban yak digunakan di berbagai industri seperti
otomotif, perpipaan, perkapalan, jembatan, bangunan lepas pantai, dan
bahkan dewasa ini sudah digunakan untuk menyambung panel-panel
pad a bodi pesawat terbang (fuselage). Menurut American Welding
Society (AWS), las merupakan teknik penyambungan logam melalui
pemanasan lokal sampai titik leleh dengan atau tanpa tekanan dan
dengan atau tanpa logam pengisi (A WS, 2010). Luasnya pemakaian
las dibanding dengan teknik penyambungan lainnya disebabkan oleh
beberapa alasan, yaitu konstruksi mesin/struktur menjadi ringan, las


3
dapat dibuat dengan kekuatan tarik mendekati atau bahkan melebihi
logam induknya, keandalan tinggi dan proses pengelasan relatif
mudah dilakukan (Wiryosuma110 dan Okumura, 2000). Keunggulan
lainnya adalah pckcrjaan pengclasan dapat dilakukan dengan r~bot
dan otomasi sepcl1i di industri otomotif sehingga pekerjaan menjadi
lebih efektif, menghasilkan produk dengan presisi tinggi, dan
pekerjaan yang berbahaya dan sulit dikeljakan secara manual oleh
manusia dapat dilakukan dengan mudah (Drews dan Starke, 1990).
Oi samping pcrtimbangan teknis, faktor ekonomi juga menjadi
dasar dalam pemilihan las sebagai tcknik penyambungan pada proses
perakitan di industri maliufaktur. Biaya total pengelasan meliputi
biaya peralatan las, tcnaga kelja. material consumable, dan energi.
Pada kondisi di mana industri manufaktur dituntut lebih kompetitif
dan konsumen menuntut produk yang berkualitas, tetapi murah, maka
pemakaian robot dalam proses pengelasan merupakan salah satu
aItematif untuk menekan komponen biaya tenaga kerja sepel1i pada
industri otomotif.
Hadirin yang soya mlliiakon,

1. Sejarah Perkcmbangan IImu Logam dan Teknologi Las
Material logam telah dikenal sejak tahun 4000 SM ditandai
dengan penemuan tembaga (Cu) dan perunggu (paduan Cu-Sn) oleh
manusia sehingga era ini dinamakan zaman perunggu, sesuai dengan
material yang digunakan (Ashby, 1992). Setelah zaman perunggu,
manusia memasuki zaman besi yang berlangsung pada kurun waktu
1000 SM-1620 M. Penemuan logam-Iogam di era ini menandai
berakhimya zaman batu dan perunggu, sekaligus menuju revolusi
bidang peralatan dan pcrsenjataan dari material batu dan kayu menjadi
material logam, khususnya besi. Sclanjutnya, kemajuan yang cukup
pes at di bidang ilmu metalurgi telah mendorong kemajuan teknologi
peleburan baja dan pengecoran logam pada tahun 1620-1850. Sebagai
catatan, baja merupakan paduan besi (Fe) dan karbon (C), dengan
kadar C kurang dari 2°;;) berat. Pada peri ode ini telah ditcmukan
berbagai teknik dan proses pembuatan baja yang menjadi dasar

4
teknologi pembuatan baja modem seperti proses konvertor Bessemer
tahun 1850, proses open hearth tahun 1865, proses Thomas tahun
1878, proses dapur listrik tahun 1900, proses dapur oksigen tahun

1947-1949, hingga proses Kaldo tahun 1948-1954 (Moore dan
Marshall, 1991). Sejak tahun 1960 hingga sekarang, logam-Iogam
ringan dengan strength to weight ratio tinggi seperti aluminium (AI),
titanium (Ti), dan magnesium (Mg) beserta paduannya telah
dikembangkan untuk material pesawat terbang (Polmear, 1981). Oi
era ini juga dikembangkan material khusus seperti superalloy (Nibased, Co-based, dan Fe-based) untuk komponen mesin yang
beroperasi pada kondisi temperatur tinggi dan lingkungan korosif
seperti sudu-sudu turbin gas (Sims dan Hagel, 1972; Smith, 1993).
Selain itu, di era ini juga dikembangkan material tahan panas
(refractory) lainnya seperti tungsten (W), grafit (C), dan hafnium
karbida (HfC) untuk aplikasi khusus seperti nozzle pada roket.
Seiring dengan perkembangan teknologi material, khususnya
logam, teknik fabrikasi seperti pengecoran, pembentukan logam, dan
teknik penyambungan logam berkembang pes at pula. Menurut catatan
sejarah, teknik pengelasan telah dikenal sejak tahun 3000 SM di mana
sambungan las dibuat dengan cara yang sangat sederhana, yaitu
dengan memanaskan dua logam diikuti dengan penempaan hingga
terjadi sambungan (Wiryosumarto dan Okumura, 2000). Kemajuan
teknologi pembuatan baja untuk konstruksi jembatan, kapal, ketel uap,
dan struktur lainnya telah mendorong ditemukannya teknik las oksiasetilen pada tahun 1900 yang mampu meI1ghasilkan nyala api sekitar

3.300°C sehingga memungkinkan material dengan titik leleh tinggi
seperti baja dapat dilas. Selanjutnya, teknik las busur listrik yang
mula-mula dikembangkan oleh ilmuwan Rusia, Nikolai Bemados,
tahun 1885, telah mendorong dikembangkan varian las lainnya, seperti
las busur terendam (submerged arc }velding, SAW) tahun 1930 yang
ban yak dipakai untuk konstruksi kapal, kendaraan tank, dan struktur
baja. Pada tahun 1941, las busur gas-tungsten (gas tungsten arc
welding, GT AW) ditemukan dan diikuti varian lainnya, yaitu las busur
logam-gas (gas metal arc welding, GMA W) tahun 1948. Kedua las ini
menggunakan gas pelindung seperti argon (Ar) dan helium (He)
sehingga sesuai untuk pengelasan logam-Iogam nonfero yang sangat

5
reaktif terhadap oksigen seperti aluminium. Tahun 1950 ditandai
dengan temuan las busur elektroda terbungkus (shielded metal arc
welding, SMA W), dengan elektroda berupa kawat pejal yang dilapisi
fluks. Las ini dilakukan secara manual terutama pad a pengelasan di
tempat-tempat yang sulit dijangkau. Kelemahan las SMA W adalah
kerugian waktu tiap kali mengganti elektroda yang habis sehingga
mendorong penemuan las busur inti-fluks (flux core arc welding,

FCA W) pada tahun 1957 yang dapat melakukan pengelasan dengan
kecepatan tinggi karena elektroda diumpankan secara kontinu
sehingga pengelasan dapat dilakukan secara semiotomatis dan
otomatis. Selanjutnya pada tahun 1958 ditemukan las busur listrik
terak (electroslag welding, ESW) yang digunakan untuk pengelasan
pelat-pelat teba\.
Beberapa logam seperti titanium dan aluminium sangat reaktif
terhadap oksigen sehingga menimbulkan masalah saat pengelasan
seperti oksidasi dan porositas las (Polmear, 1981). Hal ini mendorong
ditemukannya teknik las sinar elektron (electron beam welding, EBW)
dan las laser (laser beam welding, LBW) yang dapat dioperasikan di
ruang hampa udara untuk mencegah oksidasi saat pengelasan.
Selanjutnya The Welding Institllte (TW1), Inggris, menemukan teknik
friksi-aduk (fi-iction stir 1\'elding, FSW) tahun 1991 dan merupakan
capaian teknologi di bidang pengelasan yang monumental di akhir
abad ke-21 (Thomas dkk, 1991). Pada tahun 2000, Kawasaki Hemy
Company telah mengembangkan las FSW dengan mengombinasikan
las ini dengan las resistansi titik (resistance spot welding, RSW) dan
dikenal dengan teknik Fiction stir spot welding (FSSW) seperti
dilaporkan Kano dkk. (2000).

Hadirin yang saya muliakan,
2. Peranan Teknologi Pengelasan di Industri Strategis
Ditinjau dari kepentingan nasional, beberapa industri manufaktur
dapat dikelompokkan sebagai industri strategis. Industri strategis
menekankan penguasaan teknologi guna mendukung kepentingan
nasional dalam upaya menciptakan kemandirian dalam bidang

6
teknologi maupun pertahanan dan keamanan negara. Industri strategis
ini meliputi industri yang terkait dengan kepentingan wilayah
kelautan, udara, darat, dan lingkungan hidup, seperti industri
perkapalan, kedirgantaraan, pennesinan, dan lain-lain. Di era
globalisasi, industri-industri strategis di Indonesia dituntut padat
mod~l, melakukan inovasi, dan bersifat integratif agar mampu
bersaing di tingkat regional dan intemasional. Industri strategis
membutuhkan added cost yang cukup tinggi, terutama untuk
kepentingan penelitian dan pengembangan dalam rangka menciptakan
added value sebesar-besamya bagi negara dan bangsa. Peranan ilmu
dan teknologi pengelasan sangat penting dalam pengembangan
industri strategis di Indonesia. Peranan teknologi pengelasan pada
beberapa industri dijelaskan sebagai berikut:
lndustri PerkafJalan
Pengelasan merupakan teknik manufaktur yang sangat penting
di industri perkapalan, mengingat hampir 50% waktu produksi
digunakan untuk proses pengelasan dan perbaikan las (Roland dkk.,
2004). Teknik pengelasan yang umumnya dipakai meliputi las
manual, las semiotomatis seperti las GMA W maupun las otomatis
seperti las SAW dan ESW. Proses pengelasan untuk konstruksi kapal
harus menghasilkan struktur lasan presisi tinggi dengan toleransi yang
ketat, biaya perakitan rendah, dan produktivitas tinggi. Untuk
memenuhi persyaratan yang ketat ini, ber15agai upaya dan inovasi
telah dilakukan, di antaranya:
a. Pemakaian teknik las laser sebagai pemotong, sekaligus pengelasan
dalam satu line produksi sehingga mengurangi pekerjaan
pemegangan dan penyetelan benda kerja, dan struktur lasan yang
dihasilkan mempunyai presisi tinggi. Metode ini sesuai untuk
pengelasan kapal yang mempunyai struktur yang sangat kompleks.
b. Pemakaian las hybrid: las laser-GMA W. Keuntungan las hybrid di
antaranya kecepatan las dapat ditingkatkan, distorsi dan pekerjaan
perbaikan dapat diminimalkan, kebutuhan logam pengisi dapat
dikurangi, dan kualitas las dapat ditingkatkan. Menurut Remes dan

7
Varsta, P. (2008), pemakaian las hybrid menyebabkan produksi
kapal lebih efisien dan performa fatiknya lebih baik daripada las
busur akibat perbedaan geometri takikan las (weld notch).
c. Melakukan

otomasi

proses

pengelasan

(Lee

dkk.,

20 II f dan

menerapkan teknik pengendalian distorsi, terutama untuk panelpanel kapal yang terbuat dari pelat baja tipis yang cenderung
mengalami distorsi akibat tegangan termal saat pengelasan.
d. Pengembangan desain konstruksi kapal dengan pemakaian bagianbagian rakitan (sub-assembly) yang presisi dan sesuai standar.
Oewasa ini trend yang berkembang di industri perkapalan
ditandai dengan pemakaian pelat baja tipis, sampai ketebalan 4 mm
(Eggert dkk., 2012) untuk mengurangi bobot kapal sehingga
kecepatan kapal dapat ditingkatkan dan menghemat bahan bakar.
Namun demikian, salah satu permasalahan pengelasan pelat tip is
adalah terjadinya perubahan dimensi atau distorsi. Adanya distorsi
menyebabkan dimensi kapal menjadi tidak presisi, teI:jadinya
konsentrasi tegangan dan tegangan sisa yang berpotensi menyd)abkan
kegagalan fatik-korosi saat struktur kapal mengalami beban dinamis,
sedangkan pada kapal militer, distorsi menyebabkan kapal mudah
terdeteksi oleh radar lawan. Berbagai riset dan inovasi telah dilakukan
untuk mencegah distorsi, di antaranya pemakaian las tandem GMA W
yang dikenal dengan las T-GMA W (Purslow dkk., 2009), las hybrid
laser-GMAW (Neubert dan Kranz, 2013; Rao dkk., 2012), dan metode
low stress no distortion (LSNO) seperti dilaporkan oleh Feng (2005).
Melalui kerja sama riset dengan PT Ook dan Perkapalan Surabaya
(Persero), IIman dkk. (20 13a) telah mengembangkan metode statictransient thermal tensioning guna meminimalkan distorsi dan
tegangan sisa pada pengelasan konstruki kapal.
Industri Otomoti(
Material untuk bodi mobil biasanya terbuat dari baja kekuatan
tinggi dalam bentuk lembaran tipis (sheet) yang diberi perlakuan
galvanis, yaitu dengan pencelupan panas (hot-dipping) baja ke dalam

8
seng (Zn) cair sehingga terbentuk lapisan tipis Zn. Lapisan ini
berfungsi melindungi baja dari serangan korosi. Lembaran baja ini
selanjutnya
dilakukan
proses
pembentukan
logam sehingga
menghasilkan komponen-komponen yang siap untuk dirakit menjadi
bodi mobil (body assembly). Proses perakitan bodi ke rangka
kendaraan sebagian menggunakan las resistansi titik (resistance spot
welding, RSW). Oalam fabrikasinya, sebuah mobil memerIukan 2.000
sampai 5.000 las titik. Beberapa isu yang perIu mendapat perhatian
terkait dengan las RSW adalah lasan berupa titik dan tidak kontinu,
pengelasan RSW membutuhkan lubang untuk temp at tekanan
elektroda, efisiensi sambungan las rendah dan kekakuan bodi mobil
cenderung mengalami penurunan. Oi samping itu, las RSW
menyebabkan kenaikan temperatur yang tinggi saat pengelasan dan
diikuti laju pendinginan yang sangat cepat sehingga menghasilkan
struktur mikro bainit/l1lartellsit yang getas. Berbagai riset telah
dilakukan untuk mengatasi permasalahan ini, di antaranya berupa
penemuan metode fi-iction stir spot welding (FSSW) oleh Kawasaki
Heavy Company pada tahun 2000 yang merupakan kombinasi las
FSW dan las RSW. Oengan pcmakaian material tahan temperatur
tinggi dan tahan aus pada too/ seperti paduan nikel (Ni-based), kobalt
(Co-based), WC-based, Si,N.j, dan paduan iridium (Ir-based) maka
metode Fiction stir spot welding (fSSW) dapat diterapkan untuk
pengelasan panel-panel baja pada mobil yang keras dan mempunyai
titik leleh tinggi.
Proses perakitan mobil terutama pa'da bagian-bagian chassis
biasanya menggunakan las GT A W. Hal ini dikarenakan karena las
GT AW mempunyai beberapa keunggulan, antara lain: kemudahan
untuk dioperasikan
pada bcrbagai tipe sambungan,
adanya
pcrimbangan antara produktivitas dan biaya yang dikeluarkan, dan las
GT A W dapat dimodifikasi dari semi manual menjadi las robotik.
Riset-riset inovatif juga dilakukan di berbagai negara untuk
mcnghasilkan produk' yang Icbih kompetitif. Seperti halnya proses
pcrakitan bodi mobil, tcknik las hybrid busur-Iaser juga diterapkan
untuk pengelasan chassis. Metode ini terbukti mampu mengurangi
distorsi pada lasan dan dapat melakukan pengelasan dengan kecepatan
tinggi schingga dalam hal produktivitasnya sangat menjanjikan.

9
Hadirin yang saya muliakan,
Industri Dirgantara
Struktur pesawat terbang sebagian besar terbuat dari alumillium
paduan karena beberapa alasan, yaitu aluminium adalah logam ringan
dengan massa jenis sebesar 2,7 g/cm3 atau sekitar 1/3 dari logam besi
(7,87 g/cm\
kekuatan tarik relatif tinggi, 220-610 MPa, tidak
mempunyai temperatur transisi getas-ulet, tahan korosi, dan
mempunyai toleransi kerusakan (damage tolerance) serta ketahanan
terhadap laju perambatan retak fatik yang baik. Pada pesawat
komersial, sekitar 80% b'ahan struktur pesawat terbuat dari aluminium
paduan seri 2xxx (AI-Cu), seri 6xxx (AI-Mg-Si), dan seri 7xxx (AIZn). Untuk meningkatkan kekuatannya, aluminium seri ini biasanya
diberi perlakuan panas seperti T3 (penuaan alamiah), T6 (penuaan
buatan), dan T7 (penuaan lanjut). Oari kelompok ini, AA2024- T3,
AA6061- T6, dan AA 7075- T7 merupakan jenis aluminium yang
ban yak digunakan untuk struktur pesawat terbang (Oursun dan Soutis,
2014; Farag, 1997).
Aluminium paduan sangat bervariasi dalam hal sifat mampu
lasnya (l\'eldabilif.") mulai dari tingkat "tidak mampu dilas"
(unweldable) sepel1i seri 2xxx dan 7xxx hingga sifat mampu las yang
relatif baik scpc!1i seri 6xxx (Mandai, 2002). Mengingat teknik las
busur seperti GT AW dan GMA W menyebabkan permasalahan seperti
retak panas, distorsi, tegangan sisa, dan penggetasan, maka pada
struktur pesawat ban yak digunakan teknik penyambungan paku keling
seperti pada bodi (filselage), sayap (wing), dan ekor pesawat (tail).
lumlah sambungan paku keling pada pesawat bisa mencapai ribuan
sehingga menambah bobot pesawat. Selain itu, lubang-Iubang tempat
sambungan paku keling dapat menyebabkan konsentrasi tegangan
sehingga memicu terjadinya retak awal dan perambatan fatik.
Seiring dengan kemajuan di bidang teknik pengelasan, beberapa
teknik pengelasan
tanpa consumable
(logam pengisi) telah
dikembangkan, sepel1i las difusi, las sinar elektron (EBW), dan las
laser (LBW), dan diaplikasikan pada struktur pesawat. Las laser
memanfaatkan energi radiasi untuk memanaskan dan mencairkan
pel11lLlkaankontak dua pelat yang disambung. Las laser mempunyai

10
bcbcrapa keunggulan, yaitu menghasilkan bentuk dan penetrasi las
yang baik, presisi tinggi, kecepatan las tinggi sehingga dapat
meningkatkan produktivitas, dan las laser dapat dibuat otomatisasi.
Dengan mengganti 65% sambungan paku keling pada struktur
pesawat komersial maupun militer dengan las berarti sekitar 30.000
paku kcling dihilangkan dari konstruksi pesawat sehingga bobot
pesawat menjadi lebih ringan, menghemat biaya, dan dapat
memperbaiki integritas struktur (structural integrity).
Meskipun las laser terbukti sangat menjanjikan
untuk
diaplikasikan pada struktur pesawat, tetapi las laser ini mempunyai
kelemahan mendasar, yaitu las laser membutuhkan biaya investasi
tinggi dan persyaratan yang ketat dalam hal ketelitian ukuran alur
yang akan dilas. Oleh karena itu, sekarang sedang dikembangkan
teknik pengelasan FSW yang berpotensi untuk mengganti paku keling.
Las FSW merupakan las padat di mana logam yang disambung dalam
kondisi lumer dengan temperatur sedikit di bawah titik cair logam
akibat panas pengadukan oleh pin saat tool berputar. Mengingat
pembentukan las FSW terjadi dalam kondisi padat maka retak panas
akibat pembekuan las tidak akan terjadi. Sebagai akibatnya,
aluminium paduan seri 2xxx dan 7xxx yang sebelumnya dikenal
sebagai logam yang tidak bisa dilas, sekarang dapat disambung
dengan las FSW. Keunggulan lain las FSW meliputi: (I) las FSW
dapat melakukan pengelasan untuk berbagai kampuh las seperti
sambungan tumpul (butt joint), sambungan tumpang (lap joint) dan
sambungan-T, (2) las FSW tidak memerlukan persiapan yang rumit,
(3) distorsi las yang terjadi relatif kecil, (4) tidak memerlukan gas
pelindung sehingga tidak mencemari lingkungan.
Riset di berbagai negara sedang dan telah dilakukan dengan
tujuan perbaikan struktur mikro, sifat mekanis, dan perfonna fatik las
FSW. Parameter-parameter las yang dipelajari meliputi geometri tool,
sudut kemiringan tool, sistem pemegangan benda kerja, beban aksial,
puta;an tool, kecepatan las, kedalaman pin dari pennukaan pelat,
preheating, temperatur saat pengelasan ke-l dan berikutnya (interpass
temperature), dan waktu pengawalan (dwell time) saat pengelasan
dimulai. Ilman dkk. (20 13b) turut serta berkontribusi dalam
pengembangan las FSW melalui kajian metode transient thermal

11
tensioning (TTT) yang mampu meningkatkan ketahanan fatik
sambungan las FSW pada aluminium 2024-T3 yang dipakai untuk
material pesawat terbang.
Hadirin yang saya muliakan,
Industri Per{Ji/Jaan:Minvak/Gas dan Proses
Perpipaan merupakan alat transportasi minyak, gas, dan tluida
lainnya yang sang at efisien dan ekonomis dibanding dengan
kendaraan truk, kapal tanker, maupun kereta api. Hal ini dikarenakan
perpipaan dapat mengangkut tluida dengan jumlah banyak dan rute
yang lebih tleksibel. Pipa-pipa transmisi minyak dan gas ini biasanya
terbuat dari baja karbon dan baja paduan rendah (high strength low
alloy steel, HSLA) karena kekuatan tarik dan ketangguhan tinggi,
mudah dalam fabrikasi, harga relatif murah, dan tersedia di pasaran,
meskipun terdapat kelemahan pada ketahanan korosi yang rendah
(Tawancy dkk., 2013). Pipa-pipa dengan diameter kecil biasanya
diproduksi tanpa sambungan las (seamless pipe), sedangkan pipa-pipa
berdiameter besar, sekitar 6-120 inci, dibuat dengan cara pengelasan
(welded pipe) dari pelat-pelat baja yang dirol dan dibentuk silinder.
Pipa sambungan las terbagi menjadi dua, yaitu: (1) pipa sambungan
longitudinal menggunakan las ER W atau las SAW, dan (2) pipa
sambungan spirallhelikal menggunakan las SAW (Palmer, 2004).
Mengingat rute perpipaan yang sangat panjang maka perlu dilakukan
penyambungan las di lapangan, baik untuk seamless pipe maupun
welded pipe. Selain itu, rute perpipaan biasanya di tempat terbuka dan
bahkan terpencil sehingga pengelasan otomatis tidak mungkin
dilakukan, dan untuk pekerjaan tersebut, teknik pengelasan manual
SMA W dan semimanual GMA W biasanya menjadi pilihan utama
selama proses instalasi perpipaan.
Biaya produksi untuk konstruksi perpipaan dapat dilakukan
dengan pemakaian baja kuat (misalnya X80, X I00, dan X 120), proses
pengelasan yang lebih produktif dan/atall sedikit tcnaga kerja, dan
metode tak merusak atau non-detructive test (NOT) yang modern.
Inovasi pengelasan pipa telah dilakllkan di antaranya pemakaian las
hybrid laser-GMA W, modifikasi tcknik GMA W yang lebih produktif
(misalnya dual torch, tandemlorch dan dual tandem).

12
Pembangkit Listrik Tenaga Uao dan Nuklir
Sektor energi memegang peranan penting dalam pengembangan
industri di Indonesia. Sebagian besar energi listrik di Indonesia berasal
dari pembangkit listrik tenaga uap (PL TU) yang dihasilkan dari
pembakaran bahan bakar fosil di dalam ketel uap (boiler). Luasnya
pemakaian las untuk fabrikasi ketel uap dikarenakan beberapa alasan,
yaitu kualitas sambungan las lebih unggul dibanding teknik
penyambungan lainnya, teknik las mudah dalam pengoperasian dan
tindakan perbaikan dapat dilakukan dengan mudah j ika sambungan las
mengalami kerusakan. Mengingat ketel uap dioperasikan pada tekanan
dan temperatur tinggi dan dalam jangka waktu lama, yaitu lebih dari
100.000 jam, maka pemilihan teknik pengelasan, penentuan parameter
las, dan consumable harus memperhatikan faktor-faktor ketahanan
creep, ketahanan fatik mekanikal maupun termal, ketahanan terhadap
korosi dan degradasi material, terutama pada pipa didih, pipa-pipa
superheater, header, dan drum akibat aliran fluida di dalamnya.
Sebagai catatan, creep adalah terjadinya deformasi plastis dan dapat
berujung pada kegagalan jika material struktur dioperasikan pada
temperatur tinggi, sekitar 0,3-0,4 dari titik leleh material, dan pada
saat yang sarna menderita beban statis dalam jangka waktu yang lama.
Material untuk ketel uap pada pembangkit tenaga uap dan gas
harus tahan terhadap temperatur tinggi sehingga perancangan ketel
uap didasarkan pada kekuatan creep dengan umur pakai 100.000 jam.
Material yang memenuhi persyaratan ini adalah baja paduan rendah
tipe feritiklbainitik seperti baja Y2Cr-Y2Mo-v,:V,
baja ICr-Mo, I Cr-MoV, 1Ji4Cr-Mo, 2Cr-Mo, T/P22 dan T/P24, dan baja tipe
feritik/martensitik 9-12Cr (P91, X20CrMo 121, P92, P 12, E911)
(French, 1983).
Menurut Chan dkk. (1991) sambungan las merupakan bagian
yang paling kritis, dan kerusakan las saat dioperasikan pad a
temperatur tinggi dapat dikategorikan menjadi 4 tipe. Tipe I
merupakan retak pada logam las dengan arah longitudinal atau
transversal. Retak tipe II sarna seperti pada tipe I, tetapi merambat
sampai daerah terpengaruh panas (heat affected zone, HAZ). Jika retak
terjadi di daerah HAZ butir kasar dinamakan retak tipe III. Tipe IV

13
adalah retak yang timbul dan merambat pada daerah batas kritis HAl,
yaitu daerah transisi antara daerah transformasi parsial dan daerah
HAl butir halus. Sebagian besar kerusakan sambungan las pada ketel
uap diakibatkan retak tipe IV di mana retak terjadi pada bagiaR yang
paling lemah pada sambungan las sehingga umur ketel uap ditentukan
oleh retak tipe IV. Usaha-usaha untuk mencegah terjadinya retak tipe
IV telah dilakukan oleh para peneliti, di antaranya dengan
pengembangan material baru, yaitu baja paduan 9Cr-3W-3Co yang
berpotensi mengganti baja tahan panas konvensional 9- I2Cr.
Keunggulan baja 9Cr-3W-3Co dikarcnakan pada daerah HAl tidak
mengalami penghalusal1 butir saat pengelasan sehingga ketahanan
creep meningkat saat digunakan untuk boiler.
Hadirin yang saya muliakan,

,

Dengan semakin menipisnya cadangan bahan bakar fosil maka
diperlukan energi alternatif seperti energi terbarukan, energi angin, sel
surya, dan pembangkit tenaga air. Namun demikian, energi alternatif
ini relatif kecil sehingga di masa depan, pembangkit listrik tenaga
nuklir (PL TN) sangat berpotensi dikembangkan di Indonesia.
PLTN mempunyai beberapa keunggulan, di antaranya energi
termal hasil reaksi fisi untuk I gram bahan bakar uranium-235 (U235)
sebesar 24.000 kW-jam setara dengan 3 ton bahan bakar fosil di
PLTV (Babcock & Wilcox, 2005). Selain itu, PLTN tidak melepaskan
gas-gas dan partikel debu ke lingkungan sehingga tidak menyebabkan
polusi udara, pemanasan global, dan hujan asam. Scbuah PLTN
biasanya dilengkapi dengan sistem pengamanan yang kctat dan
berlapis-Iapis sehingga kemungkinan tc~jadinya kecelakaan maupun
akibat yang ditimbulkan sangat kecil.
Pengelasan merupakan proses manufaktur yang sangat krusial
pada fabrikasi peralatan mekanikal di PLTN, seperti bejana tekan,
perpipaan, dan struktur baja karena keamanan dalam mengoperasikan
PLTN sangat tergantung pad a kualitas sambungan las. Kombinasi
teknik pengelasan GT A W dan SMA W banyak digunakan untuk
penyambungan pipa-pipa di PLTN. Pada umumnya, sistem pendingin
pad a boiling water reactor (BWR) didesain menggunakan baja tahan

14
karat austenitik seperti 304 (18Cr-9Ni) dan 316 (17Cr-IINi-2Mo)
karena sifat mekanis dan ketahanan korosi yang tinggi, sedangkan
nozzle-nozzle bejana terbuat dari paduan nikel seperti inconel 600
(15,5Cr-8,OFe) dan 690 (29,5Cr-IO,OFe). Namun demikian, kedua tipe
material ini mempunyai kelemahan, yaitu rentan terhadap peretakan
korosi tegangan (stress corrosion cracking, SCC) dan fatik (Hwang,
2013; Lu, 2012). Upaya-upaya peningkatan teknik pengelasan telah
dilakukan, salah satunya pemakaian elektroda terumpan (filler metal)
dari incone! seperti inconcl 600 atau paduan dengan Cr yang lebih
tinggi seperti paduan 52 (28,9Cr-IO,23Fe) dan 152 (30Cr-12Fe-5Mn)
(Hou dkk., 20 I 0). Mengingat tuntutan tingkat keamanan yang ketat
pada PLTN, perencanaan las harus dilakukan oleh para insinyur
profesional, inspektur las, dan tenaga ahli di bidang pengendalian
mutu.
Hadirin yang saya mliliakan,
Masih ban yak lagi aplikasi tcknik pengelasan di industri, tetapi
karena keterbatasan waktu, kiranya apa yang saya sampaikan ini
sudah cukup mewakili pcranan pengclasan di industri.
3. Pendidikan dan Pclatihan Teknik Pengelasan
Seiring dengan pertumbuhan industri yang semakin pesat
dewasa ini, kebutuhan tenaga ahli bidang pengelasan semakin
meningkat pula. Industri manufaktur di Indonesia sekarang ini sedang
menghadapi tantangan dengan menurunnya minat masyarakat
menjadi tenaga ahli pengelasan seperti kutipan dari harian Kompas,
tanggal 29 Mei 2013 sebagai berikut, "indonesia sangat kckllrangan
tukang las khusus at(1lI wclder untuk memcnuhi kebutuhan industri
berat. Hanya sekitar 200 lukang las yang dapat dihasilkan sctiap
taht7n, semcntara keblllllhannra mencapai 1.500 orang. Kekurangan
terjadi karena pendidikan llikang las tak diselenggarakan secara
memadai". Penurunan minat di bidang pengelasan ini dikarenakan
masih ada anggapan bahwa pekeljaan pengelasan adalah pekerjaan
kotor dan berbahaya. Naillun, dengan adanya penerapan aturan yang

15
ketat di industri khususnya aspek kesehatan (health), keselamatan
(safety), dan lingkungan kerja (environment), serta adanya perbaikan
pendidikan las dan penghasilan juru las yang relatif tinggi maka
permasalahan di atas akan segera bisa diatasi.
Pendidikan bidang pengelasan dapat ditempuh melalui jalur
profesi melalui pelatihan yang diselenggarakan oleh asosiasi-asosiasi
pengelasan baik nasional maupun intemasional, seperti International
Institute of Welding (UW) yang beranggotakan negara-negara Eropa,
American Welding Society (AWS) di Amerika Serikat, dan khusus di
Indonesia telah didirikan Asosiasi Pengelasan Indonesia (API) atau
Indonesian Welding Society (lWS). Jalur profesi ini bersifat
pengetahuan praktis mulai dari tingkat dasar hingga jenjang yang
lebih tinggi dengan urutan sebagai berikut: juru las (welder), praktisi
las (welding practitioner), teknolog las (welding technologist), dan
insinyur pengelasan atau welding engineer (UW, 20 II). Pelatihan
tingkat dasar biasanya lebih menekankan pad a aspek pengetahuan
praktis, sedangkan pada jenjang yang lebih tinggi difokuskan pada
pengetahuan teoretis. Juru las merupakan strata yang paling rendah.
Praktisi las adalah juru las yang mempunyai keahlian las yang baik,
dapat membaca gambar teknik, dan menguasai proses produksi. Oi
industri manufaktur, seorang praktisi las dapat menduduki jabatan
sebagai supervisor dengan tugas sebagai asisten koordinator
pengelasan, sedangkan pada institusi pelatihan, praktisi las biasanya
ditunjuk sebagai instruktur bagi juru las pemula. Oi atas praktisi las
adalah spesialis las yang merupakan teknisi profesional atau lulusan
diploma teknik yang menguasai dasar-dasar ilmu pengelasan yang
meliputi perencanaan las, proses, material, fabrikasi struktur las, dan
kendali mutu. Seorang spesialis las biasanya melakukan koordinasi
pada suatu bengkel dan bekerja dengan variasi parameter las yang
terbatas. Strata di atas praktisi las adalah teknolog las dan biasanya
berasal dari lulusan diploma atau sarjana teknik dengan kemampuan
teknik yang telah diakui dan bertanggung jawab pada pekerjaan
seperti perencanaan las, pemilihan proses dan prosedur fabrikasi, dan
keselamatan kerja. Teknolog las bertugas sebagai koordinator
pekerjaan las di industri manufaktur. Selanjutnya, strata tertinggi dari
pelatihan profesional adalah insinyur pengelasan. Seorang insinyur

16
pengelasan berlatar belakang sarjana teknik, menguasai ilmu-ilmu
teknik yang diperlukan dalam rangka memberikan arahan, masukan
dan pemikiran terkait dengan pekerjaan pengelasan, proses dan
prosedur pengelasan, inspeksi, perencanaan las, teknik fabrikasi dan
kendali mutu. Seorang insinyur las biasanya menduduki jabatan
sebagai koordinator pengelasan dengan tanggung jawab penuh pada
semua pekerjaan las.
Selain asosiasi profesi las, beberapa perguruan tinggi di
Indonesia maupun di luar negeri juga memasukkan Ilmu dan Teknik
Pengelasan sebagai mata kuliah di kurikulum sarjana (S-I) mereka,
khususnya jurusan Teknik Mesin, Teknik Material, dan Teknik
Produksi dengan metode pendekatan lebih mengarah ke pengetahuan
teoretis. Selain itu, kontribusi perguruan tinggi dalam pengembangan
ilmu dan teknologi pengelasan sangat signifikan ditandai dengan
riset-riset pengelasan pada program magister maupun doktoral di
berbagai negara.
Berdasarkan kondisi ini, tampak masih adanya kesenjangan
antara asosiasi profesi las (praktis) dan perguruan tinggi (teoretis/riset)
sehingga untuk memecahkan masalah ini, kerja sarna kedua institusi
tersebut perlu dirintis. Bentuk kerja sarna yang berpotensi untuk
dirintis meliputi double degree untuk jenjang S-I dan program
professional engineer (PE) dengan spesialisasi las bagi lulusan sarjana
(S-I) bidang teknik mesin, material, dan produksi.
Hadirin yang saya l11uliakan,

4. Risct Bidang Pcngclasan di Laboratorium
Jurusan Tcknik Mcsin dan Industri FT UGi\l

Bahan

Tcknik,

Dari pcrspektif agama, logam khususnya besi merupakan
anugerah Tuhan YME bagi kehidupan umat manusia seperti tertulis
daram finnan Allah Swt. : .' Dan Kal11iciptakan hesi yang padanya
terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai man/etat bagi l11anllsia "
(QS. Al Hadid: 25) sehingga sudah selayaknya kita mengembangkan
dan memanfaatkan karunia ini, salah satunya melalui kegiatan riset.
Riset bidang pengelasan logam telah dirintis di Jurusan Teknik Mesin

17
dan Industri FT UGM sejak tahun 200 I dan terbagi menjadi tiga
kelompok besar, yait.u: (a) metalurgi las, (b) distorsi, tegangan sisa
dan fatik, dan (c) las mutakhir.
Riset bidang metalurgi las menekankan hubungan ant'ara
parameter las, struktur mikro las, dan pengaruhnya pada sifat
mekanis las. Kajian pada penelitian ini mencakup metalurgi las
(komposisi, jenis fluks, transformasi fasa, dan struktur mikro las), sifat
korosi las dan sifat mekanis las (kekerasan, kekuatan tarik, dan
ketangguhan las).
Topik penelitian unggulan lainnya meliputi kajian distorsi,
tegangan sisa dan pengaruhnya terhadap sifat fatik las, dan upaya
pengendalian tegangan sisa. Beberapa riset yang dilakukan meliputi
pengembangan post weld heat treatment (PWHT) menggunakanpanas
lokal dari nyala api seperti yang dilakukan Triyono dkk. (2006)
sedangkan pengaruh PWHT terhadap tegangan sisa dan perilaku fatik
telah diteliti oleh Ismail dkk. (2006) dan Iswahyudi dkk. (2007). Pada
tahap sekarang, Jurusan Teknik Mesin dan Industri FT UGM sedang
mengembangkan metode pembebasan tegangan sisa secara in-process
treatment yang meliputi transient thermal tensioning (TTT) dan low
stress no ditortion (LSND). Metode TTT dan LSND dilakukan saat
pengelasan berlangsung sehingga dapat menghemat waktu, tenaga,
dan biaya. Hasil penelitian dapat dimanfaatkan oleh industri
perkapalan, jembatan dan infrastruktur, bangunan lepas pantai (offshore),

otomotif, dan peralatan proses.

Riset las mutakhir seperti FSW di Jurusan Teknik Mesin dan
Industri FT UGM difokuskan pada studi pengaruh parameter las
terhadap sifat mekanis las FSW. Riset FSW yang telah dilakukan
meliputi kajian putal"an dan gerak maju tool las, pengaruh preheat,
pengaruh thermal tcnsioning dan shot peening pada aluminium
paduano
Riset bidang pengelasan di Jurusan Teknik Mesin dan Industri
FT UGM mempunyai misi untuk merintis jejaring kerja sarna riset
dengan perguruan tinggi dan kalangan industri, baik dalam maupun
luar negcri dalam rangka pel1ukaran informasi dan pengetahuan
tentang teknologi pcngelasan scsuai dengan mota kami, "Welding not
on~1' joins l1/aterials. hilt also people, nations, and cultures",

18
pengelasan
tidak hanya menyambung
material, tetapi juga
men yam bung dan mempererat hubungan dengan sesama manusia,
bangsa, dan kebudayaan dalam rangka menuju kehidupan global yang
lebih baik.
Hadirin yang saya muliakan,
Pada bagian akhir pidato saya ini, izinkanlah saya mengucapkan
puji syukur ke hadirat Allah Swt. yang atas segal a nikmat, karunia dan
rida-Nya, saya berkesempatan untuk berdiri di mimbar yang sangat
terhormat dan bersejarah ini.
Selanjutnya saya menyampaikan terima kasih kepada Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia yang telah
menetapkan saya sebagai Guru Besar pada tanggal I Juni 2014.
Saya mengucapkan terima kasih kepada Rektor beserta
jajarannya, Pimpinan dan Anggota Dewan Guru Besar, Pimpinan dan
Anggota Senat Akademik, Dekan Fakultas Teknik beserta jajarannya,
Pimpinan dan Anggota Senat Fakultas Teknik, Ketua Jurusan dan Para
Guru Besar Jurusan Teknik Mesin dan Industri Fakultas Teknik
Universitas Gadjah Mada yang telah menyetujui dan mengusulkan
jabatan saya ini.
Terima kasih yang tak terhingga saya sampaikan kepada para
guru saya sejak di TK Masyithoh Purwodadi Grobogan, SON XII
Purwodadi Grobogan, SMPN I Purwodadi Grobogan, dan SMAN I
Purwodadi Grobogan yang telah mendrdik dan membekali saya
sehingga saya dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih
tinggi. Terima kasih juga saya sampaikan kepada seluruh dosen dan
karyawan Jurusan Teknik Mesin dan Industri Fakultas Teknik
Universitas Gadjah Mada dan Department of Materials, University of
Leeds, United Kingdom.
Rasa hormat dan terima kasih saya sampaikan kepada Bapak Ir.
Sugijarto Prawirosentono dan Bapak Ir. Subagio, M.Sc. yang telah
banyak memberikan bimbingan saat awal-awal kehidupan saya
sebagai dosen muda di Jurusan Teknik Mesin FT UGM. Terima kasih
juga saya sampaikan kepada Prof. Ir. Jamasri, Ph.D. yang telah
memperkenalkan bidang ilmu dan teknologi material. Terima kasih

19
juga saya sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Indarto, DEA dan Prof. DrIng. Ir. Harwin Saptoadi, M.S.E yang selalu memotivasi saya hingga
akhimya saya dapat diangkat menjadi Guru Besar.
Kepada orang tua saya, aIm. Bapak Moeljono Noer Ichsan: B.A.
dan Ibu Siti Moesjarofah yang telah mengasuh, membesarkan,
mendidik, dan mengantarkan kehidupan akademik saya hingga saya
dapat berdiri di mimbar terhormat ini, saya haturkan tcrima kasih yang
tak terhingga. Demikian pula saya ucapkan terima kasih kepada
mertua saya, Bapak/Ibu Pari yo Dwijowiyoto, B.A. yang telah
mendoakan dan merestui perjalanan hidup saya. Kepada para kakak,
adik, dan sanak saudara yang lain, saya ucapkan banyak terima kasih.
Terima kasih kepada istriku, Sri Wahyuningsih, S.T., yang setia
mendampingi dan selalu memberi semangat, baik dalam suasana suka
maupun duka dalam menapaki hidup dan kehidupan ini.
Hadirin yang berbahagia,
Demikian pidato pengukuhan
Guru Besar saya. Saya
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besamya atas keikhlasan dan
kesabaran hadirin semua dalam mengikuti pidato pengukuhan saya
ini. Semoga kita semua selalu mendapatkan perlindungan dan cahaya
petunjuk dari Allah Swt., Tuhan Seru Sekalian Alam.
Amin amin amin yaa rabbal 'alamiin.
Wassalamu 'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.

20
DAFT AR PUST AKA

Ashby, M.F., 1992,Materials Selection in Mechanical Design, 1stEd.,
Pergamon Press Ltd, Oxford, England.
AWS:A3.0M/A3.0,201O,Standard Welding Terms and Definitions.
Babcox, G., Wilcox, S., 2005, Steam: Its Generation and Use, 41st
Ed., The Babcox & Wilcox Company, New York, USA.
Badan Pusat Statistik, 2014, "Pertumbuhan Produksi Industri
Manufaktur Triwulan II 2014", Berita Resmi Statistik, No.
60/08/Th.XII.
Chan, W., Mc. Queen L.R., Prince J., Sidey, D., 1991, "Metallurgical
Experiences with High Temperature Piping in Ontario Hydro",
ASME PVP, Vol. 21, Service Experience in Operating Plants,
New York.
Drews, P., Starke, G., 1990, "Robot Welding System in Advanced
Joining Technologies". In: North T.H. Editor. Advanced
Joining Technologies, Proceedings of the International Institute
of Welding Congress on Joining Research, 83-91.
Dursun, T., Soutis, c., 2014, "Recent Developments in Advanced
Aircraft Aluminium Alloys". Materials and Design, 50, 862871.
Eggert, L., Fricke, W., Paetzold, H., 2012, "Fatigue Stress of ThinPlated Block Joints with Typical Shipbuilding Imperfections",
Welding in the World, Vo1.56,No.1 1-12,119-128.
Faraq, M.M.,1997, Materials Selection far Engineering Design, 1st
Ed., Prentice Hall. London, UK.
Feng, Z., 2005, Processes and Mechanisms of Welding Residual
Stress and Distortion, Woodhead Publishing Limited, 1st Ed.,
Cambridge, UK.
French, D.N.,1983, Metallurgical Failures in Fosil Fired Boilers,
John Wiley & Sons, Inc. New York, USA.
Hwang, S.K., 2013, "Review ofPWSCC and Mitigation Management
Strategies of Alloy 600 Materials of PWRs", Journal of Nuclear
Materials, 433,321-330.
Hou, J., Shoji, T., Lu, Z.P., Peng, Q.J., Wang, J.Q., Han, E.H., Ke W.,
2010, "Residual Strain Measurement and Grain Boundary

21
Characterization in the Heat-Affected Zone of a Weld Joint
between Alloy 690TT and Alloy 52", Journal of Nuclear
Materials, 397, 109-115.
lIW, 2011, The 64thAnnual Assembly & International Conference of
the International Institute of Welding, Chennai, India.
llman, M.N., Jamasri, Kusmono, 2013a, "Pengembangan Metode
Stress ReliefBerbasis Static-Transient Thermal Tensioning guna
Pengendalian Distorsi dan Peningkatan Performa Fatik
Sambungan Las pada Konstruksi Kapal", Penelitian Unggulan
Komprehensif, No. Kontrak: LPPM-UGM/864/LIT/2013.
llman, M.N., Kusmono, Iswanto, P.T., 2013b, "Fatigue Crack Growth
Rate Behaviour of Friction-stir Aluminium Alloy AA 2024-T3
Welds under Transient Thermal Tensioning", Materials and
Design, Vol. 50,235-243.
Ismail, R., Iswahyudi, S. dan llman, M.N., 2006, "Aplikasi Nyala Api
Oksi-asetilen sebagai Post Weld Heat Treatment untuk
Meningkatkan Umur Fatik Sambungan Las Busur Rendam pada
Pengelasan Baja ASTM A572 Grade 50", Seminar Nasional
Teknologi USD, FT USD, Jogjakarta, ISBN 979-97781-4-X.
Iswahyudi, S., llman, M.N., Muslih, M.R., Sumirat, 1., 2007, "Effect
of Flame Heating Position from Weld Line on Fatigue
Properties of Submerged Arc Welded ASTM A572 Steel", The
3rd International Conference on Product Design &
Development, Jogjakarta, Indonesia.
Kano, Y., Inuzuka, M., Yamashita, S., Nakashima, Y., Nagao, Y.,
Iwashita, T., 2000, "Spot Joining Method and Spot Joining
Device". Japanese Patents Application No. P2000-355770:
2000.
Lee, D., Ku, N., Kim, T.W., Kim, 1., Lee, K.Y., Son, Y.S., 2011,
"Development and Application of an Intelligent Welding Robot
System for Shipbuilding", Robotics and Computer-Integrated
Manufacturing, 27, 377-388.
Lu, Z., Shoji, T., Xue, H., Meng, F., Fu, C., Takeda, Y., Negishi, K.,
2012, "Synergistic Effects of Local Strain-hardening and
Dissolved Oxygen on Stress Corrosion Cracking of 316 NG

,,--

22

Weld Heat-affected Zones in Simlated BWR Environments",
Journal of Nuclear Materials, 423, 28-39.
MandaI, N.R., 2002, Aluminium Welding, 2ndEd., Narosa Publishing
House Pvt. Ltd., New Delhi, India.
Moore, c., Marshall, R.I.,1991, Steel making, The Institute of Metals,
London, UK.
Neubert, J., Kranz, B., 2013, "Characteristics and Strength Behaviour
of Laser Hybrid Welds on T- and Butt Joints Considering
European and International Standards", Welding in the World,
57,373-382.
Palmer, A.C., King, R.A., 2004, Subsea pipeline engineering, Penn
Well, Oklahoma, USA.
Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 28 Tahun 2008 tentang
Kebijakan Industri Nasional.
Polmear, I.J., 1981,Light alloys, 3rded., Arnold, London, UK.
Purslow, M., Massey, S., Harris, I., 2009, "Using Tandem Gas Metal
Arc Welding to Create Heavy Weldments, Welding Journal,
34-35.
Rao, Z.H., Liao, S.M., Tsai, L., 2012, Modelling of hybrid laser-GMA
welding: review and challenges. Science and Technology of
Welding ([ndJoining, V01.16,No.4, 1-10.
Remes, H.,Varsta, P., 2008, "Differences in Fatigue Strength Between
Arc and Laser Hybrid Welded Joints", Journal of Ship
Production, Vol. 24, No.3, 139-146.
Roland, F., Anzon, L., Kujala, P., Brede, -M., Weitzenbock, J., 2004,
"Advanced Joining Techniques in European Shipbuilding",
Journal of Ship Roduction, Vol. 20, No.3, 200-210.
Sims, c.T., Hagel,W.C.,1972, The Superalloys, Wiley, New York.
Smith, W.F., 1993. Structure and Properties of Engineering Alloys,
2ndEd., McGraw-Hill, New York, USA.
Tawancy, H. M., AI-Hadhrami, L.M., AI-Yousef, F.K., 2013,
· "Analysis of Corroded Elbow Section of Carbon Steel Piping
System of Oil-Gas Separator Vessel", Case Studies in
Engineering Failure Analysis,!: 6--14.
Thomas, W.M., Nicholas, E.D., Needham, J.c., Murch, M.G.,
Temple-Smith, P., Dawes, C.J., 1991, Friction Stir Butt

23
Welding.
international
Patent
Application
No.
PCT/GB92/02203 and GB patent application No. 9125978.8.
Triyono, Kuncoro, D., Ilman, M.N., Soekrisno, 2006, "Pengaruh
Flame Heat Reforming terhadap Ketahanan Korosi Sambungan
Las Baja Tahan Karat Austenitik SUS304", Cerna Teknik,
Vol. 1, 76-83.
Wiryosumarto, H., Okumura, T., 2000, Teknologi Pengelasan Logarn,
Pradnya Paramita, Jakarta.
http://www.kemenperin.go.id

24
BIODA TA
Nama

I-.~
~--r
.......

~.

~

.

iii

: Prof. Mochammad Noer
Ilman, S.T., M.Sc., Ph.D.
Tempat/tanggal Lahir : Purwodadi, Grobogan,
28-11-1967
NIP
: 196711281995121001
Pekerjaan

Alamat rumah
Alamat kantor
Alamat email
Istri

: Dosen Fakultas Teknik

Universitas Gadjah Mada
: Ngemplak Karangjati No. 20, RT 02 RW 35,
Sinduadi, Mlati, Sleman
: J1.Grafika No.2, Kampus UGM, Yogyakarta.
: ilman_noer@ugm.ac.id
: Sri Wahyuningsih, ST.

Riwayat Pendidikan
1974 : TK Masyithoh I, Purwodadi, Grobogan
1981 : SDN XII, Purwodadi, Grobogan
1984 : SMPN I, Purwodadi, Grobogan
1987 : SMAN I, Purwodadi, Grobogan
1994 : Sarjana (S-I), Jurusan Teknik Mesin FT UGM
1997 : MSc. in Physical Metallurgy, School of Materials, University
of Leeds, Leeds, UK
2001 : Ph.D. in Physical Metallurgy, 'Department of Materias,
University of Leeds, Leeds, UK
Pekerjaan
1995-sekarang : Dosen Teknik Mesin dan Industri FT UGM
2005
: Anggota Badan Pembina Penelitian Fakultas (BPPF)
FT UGM
2006-2007
: PPJ III Bidang Kemahasiswaan dan Alumni, Jurusan
Teknik Mesin dan Industri FT UGM
2007-2011
: PPJ II Bidang Keu. Kepeg. & Sarana Prasarana,
Jurusan Teknik Mesin dan Industri FT UGM.

25
2011-2015

: Sek. Bid. Keu. Kepeg. & Sarana Prasarana, Jurusan
Teknik Mesin dan Industri FT UGM.

Publikasi IImiah (Selected Publications) dalam 5 Tahun Terakbir
1. IIman, M.N., Prihajatno, M., Kusmono, 2015, "Analysis of a
Failed Primary Superheater Tube and Life Assessment in a Coa1Fired Poweplant", Journal of Failure Analysis and Prevention,
V01.15,No.2, 200-204.
2. IIman, M.N., Kusmono, 2014, "Analysis of Material Degradation
and Life Assessment of 25Cr-38Ni-Mo-Ti Wrought Alloy Steel
(HPM) for Cracking 1ubes in an Ethylene Plant", Engineering
Failure Analysis, 42,100-108.
3. IIman, M.N., 2014, "Chromate Inhibition of Environmentally
Assisted Fatigue Crack Propagation of Aluminium Alloy AA
2024-T3 in 3.5% NaCI Solution", International Journal of
Fatigue, 62, 228-235.
4. IIman, M.N., Kusmono, 2014, "Analysis of Intemal Corrosion in
Subsea Oil Pipeline", Case Studies in Engineering Failure
Analysis, 2, 1-8.
5. IIman, M.N., Cochrane, R.C. and Evans, G.M., 2014, "Effect of
Titanium and Nitrogen on the Transformation Characteristics of
Acicular FelTitein Reheated C-Mn Steel Weld Metals", Welding
in the World, 58, 1-10.
6. Triyono, Jamasri, IIman MN., Soekrisno R., 2014, "Static and
Fatigue Behavior of Plug-Welded Dissimilar Metal Welds
between Carbon Steel and Austenitic Stainless Steel with
Different Thicknesses", International Journal of Mechanical and
Materials Engineering, 1:17, 1-6.
7. IIman, M.N., Kusmono, Iswanto, P.T., 2013, "Fatigue Crack
Growth Rate Behaviour of Friction-Stir Aluminium Alloy AA
2024-T3 Welds under Transient Thermal Tensioning", Materials
and Design, 50, 235-243.
8. IIman, M.N., Wartono, 2013, "Fatigue Crack Growth Behaviour
of Shot Peened 5083 Aluminium Alloy Friction Stir Welds", 1ih
International Conference on Joining Materials (JOM), Helsingor,
Denmark, No. ISBN: 87-89582-21-7.

26
9.

10.

11.

12.

13.

14.

IIman, M.N., 2013, "Failure Analysis of Corroded API 5L X46
Gas Pipeline", Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin
(SNTTM) XlI, Bandar Lampung, 1456-1461, ISBN: 978-9798510-61-8.
IIman, M.N., Cochrane, R.C. and Evans, G.M., 2012, "Effect of
Nitrogen and Boron on the Development of Acicular Ferrite in
Reheated C-Mn-Ti Steel Weld Metals", Welding in the World,
Vol. 56, No.11-12, 41-50.
I1man, M.N., Sirama, 2011, "Effect of Preheating on Fatigue
Crack Growth Rate Behaviour of TIG Welded 6061-T6
Aluminium Alloy Joints", The 4th AUN-SEED Net Regional
Conference 011Materials, Hanoi, Vietnam.
I1man, M.N., Ismail, R., Iswahyudi, Sand Muslih, M.R., 2011,
"An Experimental Study of Movingly Localized Heating-Based
Stress Relieving for Control of Residual Stress and Its Beneficial
Effect on Fatigue Crack Growth Rate of Steel Welded Structure",
The IIW International Conference on Global Trends in Joining,
Cutting and Surfacing Technology, Chennai, India.
I1man,M.N., Ninien, S., 2011, "Effect of Preheating on Fatigue
Crack Growth Rate Behaviour of Friction Stir Aluminium Alloy
6061-T6 Welds", The 1st International Conference on Material
Engineering (ICME) and The 3rd A UN/SEED-Net Regional
Conference on Materials (RCM), UGM, Yogyakarta.
IIman, M.N., 2011, "Comparative Study of Single V and Double
V-Grooves on Distortion and Mechanical Properties of Steel
Weld Joints for Ship Structures", Seminar Nasional Tahunan
Teknik Mesin (SNTTM) X, Universitas Brawijaya, Malang. ISBN
978-602-19028-0-6.