Analisis Hukum Internasional Mengenai Pe

Analisis Hukum Internasional Mengenai Penyalahgunaan Penggunaan
Tenaga Nuklir oleh Korea Utara yang berdampak pada Peningkatan
Ketegangan Internasional
Fira Saputri Yanuari
firasaputriyanuari@gmail.com
Abstrak
Kasus hukum Internasional penyalahgunaan tenaga nuklir oleh Korea Utara
sudah sejak lama terjadi. Namun baru-baru ini citra satelit menunjukan
peningkatan aktivitas di situs uji nuklir Korea Utara. Korea Utara (Korut) saat ini
tengah dalam misi pengembangkan rudal balistik antar benua (ICBM) yang
ditargetakan bisa mencapai Amerika Serikat. Hingga saat ini, Korut telah
melakukan enam kali uji nuklir, termasuk pada jenis bom hydrogen. Tes senjata
nuklir yang terbaru dinyatakan yang terkuat sepanjang uji coba selama ini.
Para ahli memperkirakan bahwa Pyongyang memiliki sebanyak 20 bom nuklir,
dan menunjukan kapasitas untuk memproduksi satu bom baru setiap
bulannya. Korut tengah berupaya mengembangkan rudal bertipe nuklir yang
mampu menyerang Amerika Serikat. Korea Utara untuk pertama kalinya telah
menguji rudal balistik antar benua pada Juli 2017. Hal ini sangat mengancam
wilayah AS di Pasifik, seperti Guam. Serta wilayah Negara lain seperti Korea
Selatan dan Jepang. Sementara itu, dunia khawatir dan terus memantau
perkembangan situasi di Semenanjung Korea, Korut atau Amerika Serikat.

Sejauh ini PBB telah memberikan sanksi kepada Korut dengan memangkas
nilai ekspor hingga Rp.13,3 trilium. PBB juga melarang seluruh ekspor batu
bara, besi, bijih besi, timah, dan bijih timah. Secara keseluruhan sanksi PBB
akan memangkas sepertiga nilai ekspor tahunan Korut. Dengan sanksi ini,
Korut justru menolak dan mengatakan tidak akan menghentikan program
nuklir mereka selama masih ada ancaman AS. Sebenarnya PBB telah membuat
suatu traktat pelarangan menyeluruh uji-coba nuklir namun sampai saat ini
Korea Utara belum meratifikasinya.
Kata Kunci: Nuklir, Hukum Internasional, Korea Utara, PBB.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hukum Internasional adalah peraturan-peraturan dan norma-norma yang
mengatur tindakan negara-negara dan kesatuan lain yang pada suatu saat
diakui mempunyai kepribadian Internasional. Dari lingkungan hukum
Internasional muncul banyak kasus-kasus Internasional diantaranya kasus
penyalahgunaan nuklir oleh Korea Utara.Korea Utara (Korut) menyatakan telah
melakukan uji coba nuklir keenamnya dengan sukses. Sejarah proyek
pengembangan nuklir pertama kali pada tahun 1976. Tahun itu Korut memulai
pengoperasian rudal Scuds, yang ditujuakan untuk Mesir. Tahun 1984 Korut
membuat rudal Hwasongs, rudal ini diperkirakan memiliki jangkauan

maksimum sekitar 1.000 km. Kemudian mereka merancang Nodong,

merupakan pengembangan dari Scuds dan Hwasong dengan luas jangkauan
sejauh 1.300 km.
Memasuki tahun 2002, Korut mengaku kepada delegasi AS yang
mengunjungi negaranya bahwa mereka memiliki program pengayaan uranium.
Sebulan kemudian, konsorsium Pimpinan AS mengatakan telah melakukan
penangguhan reactor baru. Tahun 2003, Korut menarik diri dari perjanjian
nonproliferasi nuklir dan dan kemudian bergabung dalam putaran perundingan
nuklir enam Negara (China, Jepang, Rusia, Korea Selatan dan Amerika Serikat)
di Beijing. Selang dua tahun kemudian, Korut mengumumkan telah memiliki
senjata nuklir. Dan pada tahun 2006, negara komunis itu melakukan uji coba
nuklirnya di bawah tanah.
Pada Februari 2011, citra satelit menunjukkan Korut telah menyelesaikan
menara peluncuran rudal di pangkalan baru di pantai barat di Tongchang-ri.
Bulan April 2012, pemerintah Korsel mengatakan Korut meluncurkan roket dari
Tongchang-ri namun meledak sesaat setelah diluncurkan. Di akhir tahun, Korut
meluncurkan jarak roket, yang dikutuk masyarakat internasional sebagai uji
coba rudal balistik yang disamarkan. Tahun 2015 Korut mengklaim berhasil
menguji tembakkan rudal balistik dari kapal selam, tetapi para ahli

mengatakan uji coba itu gagal. Pada 3 Desember 2015, citra satelit
menunjukkan Korut menggali terowongan baru di lokasi uji utamanya nuklir di
Punggye-ri dan pada 11 Desember media pemerintah mengatakan diktator
Korut Kim Jong-un yang mengatakan negara itu telah mengembangkan bom
hidrogen, tapi Washington meragukan Pyongyang memiliki perangkat
termonuklir.
Uji coba nuklir Korea Utara di bulan Januari 2016 menuai protes dan kritik
dari masyarakat internasional. Meskipun Tiongkok dan Rusia sudah
menyarankan untuk kembali ke hasil perundingan enam Negara, namun Korut
tetap mempertahnkan ambisinya untuk mengembangkan senjata nuklir. Dan
yang paling terakhir pada September 2017.
Kronologi Kasus
Berdasarkan sanksi PBB, Korea Utara dilarang melakukan tes teknologi
nuklir atau rudal. Tapi dalam beberapa bulan terakhir ini mereka telah
melakukan serangkaian peluncuran rudal balistik dan mengancam untuk
melakukan serangan nuklir kepada musuh-musuh mereka.
Namun Korea Utara malah melakukan uji coba nuklir terakhirnya pada 3
September 2017. Badan Survei Geologi Amerika Serikat melaporkan gempa
bumi berkekuatan 6,3 tidak jauh dari tempat uji coba nuklir Punggye-ri Korea
Utara. Pemerintah Korea Selatan mengatakan bahwa gempa tersebut

berkarakteristik buatan manusia dan memiliki ciri-ciri uji coba nuklir. Mereka
mengklaim berhasil meledakkan bom hydrogen yang dapat dimuat ke rudal
balistik antar benua (ICBM) dengan kekuatan menghancurkan.
Padahal sebelumnya dalam sidang anggota DK PBB telah memberikan
sanksi berupa melarang ekspor Korea Utara dan membatasi investasi di Negara
tersebut. Uji coba nuklir terakhir Korut dikutuk oleh Korea Selatan, Jepang, dan

Amerika Serikat. Mereka menyarankan agar segera disusun sanksi terbaru PBB
untuk Korut.
Diperkirakan Korut mendapatkan sekitar $ 3 miliar pendapatan setiap
tahun dari hasil ekspor bahan mentahnya ke China. Dan sanksi ini dapat
menghilangkan sepertiga perdagnagan yang merupakan salah satu dari
sumber pendapatan Korut. Awal tahun 2017, Cina menghentikan impor
batubara untuk meningkatkan tekanan pada Pyongyang. Namun sanksi
berulang ini selalu gagal untuk mencegah Korea Utara melakukan
pembangunan rudal nuklirnya
Lembaga Sains dan Keamanan Internasional yang berbasis di Washington
memperkirakan bahwa Korea Utara dapat meningkatkan persenjataan
nuklirnya antara 20 dan 100 senjata sebelum tahun 2020.


Rumusan Masalah
1. Apa saja
peraturan yang mengatur mengenai larangan penyalahgunaan
penggunaan nuklir yang telah dilanggar oleh Korea Utara?
2. Bagaimana cara menyelasaikan masalah kasus nuklir Korut menurut prespektif
hukum Internasional?
PEMBAHASAN
Peraturan yang mengatur mengenai larangan penyalahgunaan
penggunaan nuklir yang telah dilanggar oleh Korea Utara
Praktik penyelenggaraan Negara melarang penggunaaan sejumlah
senjata tertentu dalam Hukum Internasional kebiasaan. Senjata tersebut yaitu:
racun atau senjata beracun, senjata biologi, senjata kimia, zat-zat kendali
huruhara sebagai cara berperang, herbisida sebagai cara berperang, peluru
yang mengembang atau merata dengan mudah di dalam tubuh manusia,
penggunaan peluru yang meledak di dalam tubuh manusia sebagai senjata
anti-personil.
Lebih dari 140 Negara telah meratifikasi Konvensi Ottawa dan sejumlah
Negara sedang dalam proses meratifikasinya. Sebagian besar Negara saat ini
terikat untuk tidak lagi menggunakan, memproduksi, menimbun, atau
mengirimkan ranjau darat antipersonil. Walupun larangan tersebut pada saat

ini belum menjadi bagian HI bagi semua Negara, namun semua menyetujui
perlunyaa bekerja ke arah pemusnahan ranjau darat antipersonil. Penggunaan
senjata bakar untuk tujuan antipersonil.
Hal ini mengacu pada pasal 6 ayat (1) bahwa setiap orang memiliki hak
untuk hidup yang tidak dapat dirampas oleh siapapun dan hak tersebeut
dilindungi oleh hukum. Penggunaan nuklir sendiri merupakan penyelewangan
tentang pengambilan hak hidup secara sewenang-wenang. Pasal 6 (1)
Konvenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik secara tegas juga
menyebutkan tidak satupun dalam Kovenan ini yang dapat ditafsirkan sebagai
memberi hak pada suatu Negara, kelompok atau perorangan untuk melakukan

kegiatan yang ditujukan untuk menghancurkan hak-hak dan kebebasankebebasan yang diakui dalam Konvenan ini, termasuk diantaranya adalah hak
untuk hidup berdasarkan Pasal 6 tersebut.1
Sebagian besar aturan tadi sejalan dengan aturan HI. Diamandemennya
Protokol II Konvensi Senjata Konvensional Tertentu tahun 1996 juga berlaku
bagi konflik bersenjata non-internasional. Konvensi-konvensi Internasional yang
merupakan sumber utama hukum internasional adalah konvensi yang
berbentuk law-making treaties yaitu perjanjian-perjanjian internasional yang
berisikan prinsip-prinsip dan ketentuan-ketentuan umum yang berlaku. 2 Selain
itu pada 2001, untuk memperluas jangkauan pemberlakuan Protokol I-IV ke

konflik bersenjata non-internasional. Larangan dan pembatasan yang termuat
dalam protocol tersebut berlaku dalam setiap konflik bersenjata.
Korea semakin mencengangkan dunia dengan mengeluarkan diri dari
Perjanjian Non-Prolifensi Nuclear (NPT) pada tanggal 10 Januari 2003, dan pada
tahun 2005 langsung mengklaim atas kepemilikan sejumlah senjata nuklir aktif
yang tidak digunakan untuk kepentingan publik dan perdamaian akan tetapi
kepentingan militer. NPT sebenarnya telah memandatkan penyusunan traktat
untuk pelarangan total senjata nuklir. Pembahasan traktat tersebut, yakni yang
dikenal dengan Nuclear Weapon Convention, telah dimulai di Conference on
Disarmament (CD) di Jenawa pada tahun 1996. Traktat tersebut akan mengatur
pelarangan total kepemilikan, produksi, penggunaan, dan transfer senjata
nuklir.
Mengenai pelucutan senjata, Indonesia selalu menekankan agar negaranegara nuklir memenuhi komitmennya untuk melucuti senjata nuklir mereka
sebagai bagian dari implementasi Artikel VI NPT dengan batas waktu yang
jelas. Selain itu, Indonesia menginginkan agar proses pelucutan senjara nuklir
ditentukan secara terverifikasi, tidak dapat dikembalikan dan terbuka.
Terkait
dengan
non-proliferensi
Indonesia

menginginkan
agar
universalitas NPT terus menjadi prioritas utama dan mendesak agar negaranegara yang belum menjadi pihak untuk segera mengakses NPT sebagai
negara non-nuklir.
NPT mempunyai tiga tujuan khusus: (1) mencegah penyebaran senjata
nuklir, (2) meningkatkan penggunaan energi nuklir untuk tujuan damai seperti
untuk energi listrik, (3) mengakhiri perlombaan senjata. Pada intinya, isi NPT
berupa larangan bagi negara-negara nuklir untuk mengalihkan senjata nuklir
maupun peralatannya kepada negara-negara non-nuklir. Di pihak lain negaranegara non-nuklir tidak boleh memintanya.3
Selain itu terdapat Traktat Pelarangan Menyeluruh Uji Coba Nuklir
(Comprehensive Nuclear Tesr-Ban Treaty/ CTBT) merupakan traktat yang
1 Setiawan Wicaksono, “Hambatan dalam Menerapkan Pasal 6 Kovenan Internasional Tentang
Hak-Hak Sipil dan Politik sebagai Dasar Penghapusan Pidana Mati di Indonesia, Pendecta,
Vol.11 Nomor 1, Juni 2016, hal 69.
2 Boer Mauna, 2015, Hukum Internasional (Pengertian Pernanan dan Fungsi dalam Era
Dinamika Global), PT. Alumni, Bandung, hal 9.
3 Asep Syamsul, 2000, Demonologi Islam: Upaya Barat Membasmi Kekuatan Islam, Gema
Insani Pree, Jakarta, hal 58.

melarang semua jenis uji coba nuklir yang menggunakan metode CTBT mulai

dibuka untuk ditandatangani sejak September 1996. Meskipun belum berlaku
CTBT telah memiliki mekanisme verifikasi ledakan nuklir yang telah berhasil
mendetaksi uji coba nuklir Korea Utara pada tahun 2006, 2009, dan 2013.
Verifikasi dilakukan melalui data yang diperoleh dari teknologi monitoring
system CTBT.
Pengadilan Internasional sedang membahas legalitas ancaman
penggunaan nuklir atas permintaan dari DK PBB. Pengadilan Internasional
menyatakan bahwa: ancaman atau penggunaan senjata nuklir pelru sejalan
dengan persyaratan HI yang dapat berlaku dalam konflik bersenjata. Hal ini
memiliki arti penting, mengingat bahwa sejumlah Negara melakukan
perundingan tentang Protokol Tambahan I yang tidak memberlakukan
penggunaan senjata nuklir.
Putusan pengadilan dalam Pasal 38 Statuta MI disebutkan sebagai
sumber hukum tambahan (subsidiary) bagi sumber-sumber hukum di atasnya.
Meskipun dikatakan sebagai sumber hukum tambahan tidak berarti bahwa
putusan pengadilan, baik putusan pengadilan nasional maupun internasional,
mempunyai kedudukan yang lebih rendah dari sumber-sumber hukum di
atasnya. Putusan pengadilan dikatakan sebagai sumber hukum tambahan
karena sumber hukum ini tidak dapat berdiri sendiri sebagai dasar putusan
yang diambil oleh hakim. Putusan pengadilan hanya dapat digunakan untuk

memperkuat sumber hukum di atasnya.4
ICC atau Pengadilan Internasional adalah sebuah pengadilan independen
permanen yang bertujuan untuk menuntut individu yang melakukan kejahatan
paling serius yang menjadi perhatian internasional, yaitu seperti genosida,
kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang Pernyataan Pengadilan
Internasioanal mengandung makna bahwa aturan mengenai perilaku
permusuhan dan prinsip umum penggunaan senjata berlaku juga untuk
penggunaan senjata nuklir. Dalam menetapkan aturan tersebut Pengadilan
Internasional berkesimpulan bahwa: ancaman atau penggunaan senjata nukir
pada umumnya bertentangan dengan aturan HI yang dapat berlaku dalam
konflik bersenjata dan terutama bertentangan dengan prinsip dan aturan HHI.
Sebelumnya Dewan Keamanan PBB telah mengeluarkan Resolusi 82,
diadopsi pada 25 Juni 1950. Resolusi ini meminta Korea Utara segera
menghentikan serangannya terhadap Korea Selatan. Resolusi ini diadopsi
dengan sembilan suara mendukung dan satu abstain.
Resolusi ini meminta Korea Utara segera menghentikan invasinya dan
menarik tentaranya hingga garis paralel ke-38. Meski dianggap sebagai
kemenangan diplomasi oleh Amerika Serikat, resolusi ini diabaikan oleh Korea
Utara. PBB dan Amerika Serikat memutuskan untuk mengambil tindakan lebih
lanjut, yaitu mengerahkan pasukan internasional secara besar-besaran dan

memperluas cakupan Perang Korea.5
4 Sefriani, 2014, Hukum Internasional: Suatu Pengantar, PT. RajaGrafIndo Persada, Jakarta, hal
50.
5
Resolusi Dewan Keamanan No 82, 25 Juni 1950.

Cara menyelesaikan masalah kasus nuklir Korut menurut prespektif
hukum internasional
Penyelesaian krisis nuklir Korea Utara telah berlangsung selama lebih
dari satu dasawarsa dengan berbagai upaya yang telah ditempuh. Upayaupaya yang telah ditempuh itu diantaranya adalah kesepakatan Jenewa antara
Korea Utara dengan Amerika Serikat, dikeluarkannya sejumlah resolusi oleh
Dewan Keamanan PBB, penerapan sanksi ekonomi oleh beberapa negara
seperti Amerika Serikat dan Jepang terhadap Korea Utara, hingga dibentuknya
perundingan enam pihak yang melibatkan 6 negara (Amerika Serikat, Korea
Utara, Korea Selatan, RRC, Jepang dan Rusia) sebagai kerangka perundingan
multilateral dengan tujuan untuk menyelesaikan krisis nuklir Korea Utara.
Tujuan dibentuknya PBB, yaitu menjaga kedamaian dan keamanan
internasional, sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 piagam PBB. Kedamaian
dan keamanan internasional hanya dapat diwujudkan apabila tidak ada
kekerasan yang digunakan dalam menyelesaikan sengketa yang ditegaskan
dalam Pasal 2 ayat (4) piagam PBB. Penyelesaian sengketa secara damai,
kemudian dijelaskan lebih lanjut dalam Pasal 33 yang mencantumkan beberapa
cara damai dalam menyelesaikan sengketa.
Hukum Internasional dalam hal ini hukum humaniter, dapat diterapkan
pada konflik bersenjata Internasional. Konvensi Jenewa 1949 dapat diterapkan
pada ruang lingkup yang luas, tidak melihat apakah perang itu adil atau tidak,
apakah konflik bersenjata itu suatu agresi atau self defence, atau apakah salah
satu pihak mengakui terhadap yang lain atau tidak, ketika skalanya adalah
Internasional maka Konvensi dapat diterapkan.6
Korea Utara ingin memajukan kepentingan negaranya, terutama
pencabutan sanksi keuangan internasional yang diterimanya. Dalam sistem
Internasional yang anarkis, stabilitas akan dicapai melalui perimbangan dengan
kekuatan (balance of power).7
Dewan Keamanan PBB, telah mengadopsi sebuah resolusi rancangan
Amerika Serikat (AS) untuk menjatuhkan sanksi terbaru kepada Pyongyang
terkait program nuklirnya. Adapun sanksi tersebut berupa menutup akses
impor minyak Korut, melarang ekspor tekstil, mengakhiri kontrak kerja warga
Korut di luar negeri, menghentikan upaya kerja sama dengan negara lain, serta
memberi sanksi kepada lembaga pemerintah tertentu.
Korut diketahui mengimpor minyak mentah sebesar empat juta barel per
tahun dan dua juta barel setiap tahunnya untuk produk minyak sulingan.
Minyak adalah sumber primer Korut untuk membangun senjata nuklirnya.
Sanksi terbaru ini diharapkan dapat membatasi ruang gerak Korut dalam
peninkatan rencana pembangunan senjata nuklir.
Piagam PBB pasal 51 menyebut, bahwa penyerangan terhadap suatu
negara dapat dilakukan dalam rangka membela diri. Sudah beragam sanksi
6 Sefrini, Op.Cit, hal 366
7 Andi Purwono dan Ahmad Zaifuddin, “Peran Nuklir Korea Sebagai Instrumen Diplomasi Politik
Internasional”, Spectrum, Vol. 7 Nomor 2, Juni 2010, hal 14.

PBB dijatuhkan untuk negeri yang terkenal tertutup itu. Sanksi PBB terhadap
Korea Utara sejak 2013:
1.
2.

Maret 2013 sanksi dikenakan setelah uji coba nuklir Korea Utara 2013
Maret 2016 sanksi lebih lanjut dikenakan termasuk pemeriksaan semua
kargo dari dan menuju Korea Utara, larangan semua perdagangan senjata
dengan negara lain, pembatasan tambahan impor barang mewah bagi Korea
Utara, dan pengusiran diplomat Korea Utara yang dicurigai melakukan kegiatan
terlarang
3.
November 2016 Dewan Keamanan PBB memperkuat sanksi untuk
menanggapi uji coba nuklir bulan September 2016
Sanksi terbaru juga akan melarang seluruh kegiatan ekspor tekstil dari
Pyongyang. Pada 2016, Korut dilaporkan memperoleh pendapatan sekitar 760
juta dolar AS dari sektor ini. Hal ini yang menjadi alasan Dewan Keamanan PBB
mengincar sektor ekspor tekstil dalam sanksi terbarunya. Pekerja Korut yang
saat ini berada di luar negeri turut menjadi sasaran sanksi Dewan Keamanan
PBB. Mereka tidak akan mendapatkan upah dari pekerjaannya sehingga tidak
akan memberikan pemasukan apapun bagi Pyongyang, Korea Utara.
Jika merujuk pada piagam PBB, kewenangan Dewan Keamanan dalam
menjatuhkan sanksi telah diatur dalam Pasal 39 Piagam PBB yang menunjukan
bahwa sanksi dapat dijatuhkan dalam permasalahan-permasalahan yang
mengancam keamanan dan perdamaian dunia. Bentuk sanksi-sanksi yang
dapat dijatuhkan tersebut adalah sanksi non-militer 8 dan sanksi militer9. Oleh
karena semakin kompleksnya suatu masalah internasional, bentuk sanksi nonmiliter yang merujuk pada Pasal 41 Piagam PBB tersebut mengalami berbagai
perluasan interpretasi sehingga istilah “smart sanctions” sering digunakan
untuk menyebut sanksi-sanksi non-militer yang mengalami perluasan tersebut.
Langkah penyelesaian menurut pendapat penulis yaitu penyusunan
pembuatan rencana untuk menghukum negara-negara ketiga yang melakukan
bisnis dengan Korea Utara dengan memotong akses dagang mereka ke pasar
Internasional. Mengingat sanksi militer hanya akan membawa resiko serius,
diplomassi merupakan cara terbaik untuk mengatasi krisis saat ini.
Sementara PBB dan negara anggota lainnya harus terus menerus
mengutuk keras sikap Korut. Amerika Serikat sebagai satu-satunya negara
adidaya di
dunia diharapkan secara aktif dan imajinatif mengeksplorasi
berbagai bentuk dialog dengan Korea Utara.

8 Pasal 41 Piagam PBB: “The Security Council may decide what measures not involving the use
of armed force are to be employed to give effect to its decisions, and it may call upon the
Members of the United Nastions to apply such measures. These may include complete or
partial interruption of economic relations and of rail, sea, air, postal, telegraphic, radio, and
other means of communication, and severance of diplomatic relations.
9 Pasal 42 Piagam PBB: “Should the Security Council consider that measures provided for in
Article 41 would be inadequeate or have proved to be inaquate, it may take such action by air,
sea, or land forces as may be necessary to maintain or restore international peace and security.
Such action may include demonstrations, blockade, and other operations by the air, sea, or
land forces of Members of the United Nations”

KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas penulis menyimpulkan bahwa terdapat
beberapa peraturan Inrenasional yang mengatur mengenai larangan
penyalahgunaan penggunaan nuklir yang telah dilanggar oleh Korea Utara
diantaranya yaitu Perjanjian Non-Prolifensi Nuclear (NPT). Dimana NPT
sebenarnya telah memandatkan penyusunan traktat untuk pelarangan total
senjata nuklir. Pembahasan traktat tersebut, yakni yang dikenal dengan
Nuclear Weapon Convention, telah dimulai pada tahun 1996. Traktak tersebut
akan mengatur pelarangan total kepemilikan, produksi, penggunaan, dan
transfer senjata nuklir. Selain itu Traktat Pelarangan Menyeluruh Uji Coba Nuklir
(Comprehensive Nuclear Tesr-Ban Treaty/ CTBT) merupakan traktat yang
melarang semua jenis uji coba nuklir yang menggunakan metode CTBT mulai
dibuka untuk ditandatangani sejak September 1996. Terdapat juga Konvensi
Ottawa yang berisi untuk tidak lagi menggunakan, memproduksi, menimbun,
atau mengirimkan ranjau darat antipersonil.
Setelah berbagai sanksi yang telah dikeluarkan PBB tidak membuat
Korea Utara berhenti untuk melakukan penyalahgunaan nuklir. Sanksi terbaru
juga akan diberikan Dewan Keamanan PBB dengan melarang seluruh kegiatan
ekspor tekstil dari Pyongyang Menurut analisis penulis diplomasi merupakan
cara terbaik untuk mengatasi krisis saat ini, mengingat sanksi militer hanya
akan membawa resiko serius. Hal ini hanya akan menyebabkan lebih banyak
korban jiwa dan dapat memicu perang kawasan. Amerika Serikat sebagai satusatunya negara adidaya di dunia diharapkan secara aktif dan imajinatif
mengeksplorasi berbagai bentuk dialog dengan Korea Utara.

DAFTAR PUSTAKA
Buku
Boer Mauna. 2015 Hukum Internasional (Pengertian, Peranan, dan Fungsi
dalam Era
Dinamika Global. Bandung: P.T. Alumni
Asep Syamsul. 2000. Demonologi Islam: Upaya Barat Membasmi Kekuatan
Islam. Jakarta:
Gema Insani Press.
Sefriani. 2014. Hukum Internasional: Suatu Pengantar. Jakarta: P.T. RajaGrafindo
Persada
Jurnal
Setiawan Wicaksono, “Hambatan dalam Menerapkan Pasal 6 Kovenan
Internasional Tentang
Hak-Hak Sipil dan Politik sebagai Dasar Penghapusan Pidana Mati di
Indonesia,
Pendecta, Vol.11, No. 1, Juni 2016.

Andi Purwono dan Ahmad Zaifuddin, “Peran Nuklir Korea Sebagai Instrumen
Diplomasi
Politik Internasional”, Spectrum, Vol. 7, No. 2, Juni 2010.
Nama Koran
: Suara Merdeka
Edisi Terbitan
: Kamis,4 Mei 2017
Posisi Kasus Berada
: Halaman 15

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis Komposisi Struktur Modal Pada PT Bank Syariah Mandiri (The Analysis of Capital Structure Composition at PT Bank Syariah Mandiri)

23 288 6

Analisis Konsep Peningkatan Standar Mutu Technovation Terhadap Kemampuan Bersaing UD. Kayfa Interior Funiture Jember.

2 215 9

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63