EKSISTENSI HAK ATAS TANAH MHA

Mata Kuliah
Waktu
Nama Dosen
Nama Mahasiswa
Semester
Judul Makalah

Metode Penelitian Hukum (MPH)
11 April 2015
Dr. M. Muhdar, SH., M.Hum
Saparuddin
II (dua) 2014-2015
Bentuk-bentuk Perlindungan Hukum
Bagi Masyarakat dalam Kawasan
Hutan

PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MULAWARMAN
2014-2015

Tugas Metode Penelitian Hukum


Halaman 1

Desain Peneltian
Bentuk-Bentuk Perlindungan Hukum Bagi Masyarakat dalam
Kawasan Hutan
Oleh
Saparuddin
Total Word (1.539)
A. Latar Belakang (273)
Penguasaan hutan oleh negara (state forest) bertujuan
meningkatkan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan untuk
kesejahteraan masyarakat. Penguasaan tersebut bermakna
pengelolaan dan perlindungan, termasuk masyarakat local dan
masyarakat adat.
Masyarakat local atau masyarakat adat telah diakui oleh negara
sekalipun tetap tidak boleh melebihi kepentingan negara (state
interest). Politik kehutanan di Indoensia yang sentralistik dan
kapitalistik menjadi factor ketidaksesuaian dengan tujuan
perlindungan hutan dan pemberian kesejahteraan masyarakat local

sekitar hutan.
Di Indonesia kawasan-kawasan penting yang telah ditetapkan
sebagai kawasan hutan hanya memiliki sedikit hutan atau bahkan
tidak ada sama sekali. Tanah-tanah tersebut sering diklarifikasi
sebagai hutan ketika wilayah tersebut tidak terdafatar sebagai
tanah pertanian (Fay dan Michon, 2005). Hal ini secara umum
mengabaikan tata gunan tanah yang factual di lapangan serta hakhak masyarakat adat yang hidup di tanah tersebut. Fakta ini dapat
dilhat di Taman Nasional Kutai (TNK) yang terletak di Kabupten
Kutai Timur, Kutai Kartangera dan Kota Bontang. Hutan Lindung
Bontang dan Hutan Lindung Gunung Lumut di Kabupaten Paser,
Hutan Lindung Sungai Wain di Balikpapan, serta Tahura Bukit
Suharto. Otonomi daerah memicu perlawanan masyarakat terhadap
Negara. Awalnya, Negara sangat kuat dalam melakukan
perlindungan tapi pasca otonomi daerah, Awang Faork sebagak
pelaksana tugas Bupati Kutai Timur memberikan janji politik pada
masyarakat untuk mengusulkan pembebasan lahan di TNK kepada
Menteri Kehutanan. Nyatanya, perlindungan dan kepastian hukum
yang dijanjikannya tidak kunjung diberikan hingga saat ini.
Kawasan sudah dialih fungsikan menjadi kawan pemukiman dan
perkebunan yang sama sekali bertentangan dengan UU Kehutanan.

Bahkan, konflik meluas, bukan hanya antara masyarakat dengan
negera tapi juga Kementrian Kehutanan dan Pemerintah Daerah.

Tugas Metode Penelitian Hukum

Halaman 2

Pada kondisi dan posisi apapun, masyarakat seharusnya mendapat
perlindungan hukum yang cukup untuk mengakses sumberdaya
hutan untuk kesejahteraan tanpa diskriminasi.




B. Rumusan Masalah (31)
Bagaimana pengaturan hak-hak masyarakat di kawasan hutan?
Bagaimana bentuk perlindungan hukum bagi masyarakat di
kawasan hutan?
Peraturan seperti apa yang diperlukan masyarakat dalam
memberikan kepastian ruang hidup dan kelestarian hutan ?


C. Kajian Literatur (537)
Landasan hukum yang ada hanya memberikan control dan
pengelolaan atas sumberdaya alam (konstitusi, Pasal 33).
Sebaliknya UUPA memungkinkan bagi negara untuk mengusai
secara langsung tanah, jika tidak ada pihak lain yang mengklaim
hak katas tanah tersebut. Faktanya, menyangkut hak-hak atas
tanah di dalam kawasan hutan walaupun telah dikuasai oleh negara
kewenangan Dephut hanyalah menyangkut pengelolaan SDA hutan
pada tanah tersebut (Fay dan Sirait, 2004).
Hak-hak
atas
sumberdaya
memprioritaskan
pengelolaan
berkelanjutan terhadap hutan yang secara nyata masih ada, seperti
didefinisikan UU Kehutanan 1999. Wilayah tersebut adalah hutan
produksi dan hutan lindung. Konsep ini mengarah pada
penguasaan hutan yang lebih masuk akal yang hasilnya seharusnya
diakui oleh masyarakat setempat sehingga arahnya adalah

pengelolaan bersama (co-management) sumberdaya hutan (bukan
tanahnya) antara masyarakat dan pemerintah.
Pengakuan negara terhadap hak-hak masyarakat secara turun
temurun, kepastian pengusaaan tanah yang lebih luas memiliki
implikasi posistif terhadap ekonomi karena akan menurunkan
ketidakpastian serta meningktakan insentif untuk perbaikan
pengelolaan sumberdaya hutan dengan meningkatkan peluang
masyarakat setempat untuk menikmati hasil dan jerih payah
mereka. Kepastian pengusaan merupakan suber kunci yang
stratregis dalam pemberantsan kemiskinan (Deiningre 2003; De
Soto 2000).
Dalam konteks otonomi daerah, Departemen Kehutanan dalam
melakukan
penetapan
kawasan
hutan
dilakukan
melalui
mekanisme harmonisasi dengan pemerintah daerah yang
menggabungkan tataguna lahan kesepakatan1 pada tahun 1999

dan RTRW Propinsi tahun 1999. Hasil harmonisasi ini adalah
peruntukan secara hukum Kawasan Hutan 120 juta haktar (62%
dari luas darat Indonesia).
1

Tugas Metode Penelitian Hukum

Halaman 3

Tanggunjawab pengelolaan hutan berada dibawah kewenangan
departemen Kehutanan. Kawasan hutan ini tidak ada hubugannya
dengan kondisi tutupan hutan actual bukan kewenangan atas lokasi
tersebut. Kewenangan berhenti pada pengelolaan huta secar aktual
atau kawasan dimana hutan direncakaan akan dikembangkan.
Sementara itu, kewenangan atas negara ada pada BPN.
Dalam pengelolaan hutan di Indonesia, di beberapa tempat
masyarakat menanami hutan dengan buah-buahan, damar, karet,
kopi, kakao dengan system wanatani (agroforets). Konflik
masyarakat yang mengklaim hak atas tanah dan sumberdaya
hutan dan industri kehutanan dengan pemrintah daerah

menjadikan ketidakpatian pengusaan dan kepemlikan atas tanah
bagi masyarakat yang berujung pada munculnya kasus kekerasan
berujung pidana. Ketidakpastian aturan main yang ditetapkan
departemen kehutanan menjadi sumber masalah. Kondisii ini
sekaligus menunjukkan ketikmampuan negara memberikan
jaminan pengusaaan dan pengelolaan baik bagi masyarakat
maupun perusahaan.
Taman
nasional
ditetapkan
dengan
tujuan
melestarikan
keanekaragaman hayati dan jasa lingkungan. Secara khusus
bertujuan sebagai tempat pelestarian ekosistem tertentu dan
melindungi jenis tumbuhan dan hewan yang unik dan khas daerah
tertentu. TNK mewakili hutan dataran rendah khas Kalimantan
Timur yang kaya akan jenis dipterokarpa seperti meranti, kayu ulin
dan habitat penting bagi orangutan.
Kementrian

Kehutanan
bersama
gerakan
konservasionis
memegang konsep ideal bahwa didalam kawasan konservasi tidak
ada pengaruh manusia. Sementara itu di TNK dan taman nasional
lain di Indonesiaa mengamali nasib yang sama, otonomi daerah
menjadi titik balik perlawanan masyarakat bersama pemerintah
daerah. Kementrian Kehutanan sebagai perwakilan negara melalui
UU No.5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam hayati
dan Ekosistemnya
memegang mandate mengelolah dan
melesatarikan. Pada praktiknya menerapkan aturan main yang
tidak konsisten. Pengertian mengusai negara seharusnya dimaknai
bahwa pemerintah diberikan amanah oleh rakyat untuk mengatur
pengelolaan taman nasional untuk kesejahteraan masyarakat.
Kenyataannya penafsiran berbeda dimana tidak mencerminkan
kepentingan untuk mensejahterakan rakyat dengan memberikan
hak pengelolaan kepada perusahaan tanpa memperhatikan
keberadaan masyarakat di kawasan tersebut. Sementara

pengakuan hak kelola (atau hak milik) masyarakat sangat sulit atau
tidak mungnkin?
D. Metode Peneltian (431)

Tugas Metode Penelitian Hukum

Halaman 4

4.1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan social legal research
dengan membangun variabel sebagai dasar pengukuran isu hukum
yang dibangun dalam penelitian ini. Berdasarkan fungsinya,
variable dibedakan menjadi tiga, yaitu; variable sebab, variable
penghubung, dan variable akibat. Variable sebab dibedakan
menjadi variable; bebas, moderator, kendali dan random
(rambang).
4.2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan diberapa di Kalimantan Timur
berdasarkan status hukum yang berbeda, yaitu:
a) Taman Nasional Kutai yang terletak di wilayah Admisnitrasi

Kabupten Kutai Kartanegara, Kutai Timur dan Kota Bontang
Provinsi Kalimantan Timur. Pertimbangan pemilihan lokasi
adalah perkembangnya klaim masyarakat dan pemerintah
daerah terhadap pengusaan lahan, adanya lokasi ijin
tambang dalam kawasan.
b) Hutan Lindung Bontang dan Hutan Lindung Sungai Wain
Balikpapan
c) Tahura Bukit Suharto di Kabupaten Kutai Kartanegara
d) Hutan Lindung Gunung Lumut di Kabupaten Paser
4.3. Sumber Data
Penggunaan bahan sekunder dikelompokan sebagai berikut:
a. Bahan hukum yang sesuai dengan peraturan mengenai
kehutanan,
dokumen
perencaaan
kehutanan,
RTRW,
kewenangan lembaga terkait pengelolaan hutan dan hak katas
tanah yaitu Departemen Kehutanan, pemerintah daerah, dan
BPN serta hak masyarakat yang diakui negara.

b. Penelitian ini juga merupakan legal research yang akan
mengkaji teori hukum (konsep-konsep hukum; kepemilikan,
pengusaan, pengelolaan, hubungan hukum, objek hukum dan
akibat hukum).
c. Studi ini merupakan social legal research yang terkait dengan
disiplin ilmu lain terutama kehutanan, social politik dan
masyarakat.
Data empiric akan diperoleh melalui wawancara teknis snow-ball
dengan nara sumber yang ditentukan dengan purposive sampling
dari
pejabat
Depetmen
Kehutanan
(RI,
Provinsi,
dan
kabupaten/kota), BPN, pejabat daerah, tokoh masyarakat dan
tokoh adat, CSO, peneliti bidang kehutanan, desentrasilasi, dan
tata ruang.
4.5. Analisa Data
Data yang diperoleh akan dianalisis secara kualitatif untuk
mendeskripsikan jawaban atas peneltian:

Tugas Metode Penelitian Hukum

Halaman 5

Rumusan masalah (R1);
Data yang diperoleh diarahkan untuk menganalisasi beberapa hal
pokok diantaranya; penentuan kategorisasi objek hukum yaitu
kawasan hutan dengan status ; taman nasional, hutan lindung dan
tahura, status pengusaan objek hukum oleh negara, perusahaan
dan masyarakat.
Variabel-variabel tersebut membutuhkan dua pendekatan;
a. Aspek doktinal yang menjelaskan status hukum, kecukupan
aspek perlindungan, aspek kepastian hukum, analisis teks
(interpretasi) dan kontruksi hukum/ argumen hukum.
b. Aspek teori hukum (konsep-konsep hukum); hubungan
hukum, katgeorisasi objek hukum, status subjek hukum,
kualifikasi hukum, dan akibat hukum.
Rumusan masalah (R2):
Variabel utama pada bagian ini adalah bagaimana negara
merumuskan bentuk perlindungan bagi masyarakat dalam kawasan
hutan konservasi, hutan lindung dan tahura. Variabel ini akan
menjadi variable sebab dengan mencari variable penghubung dan
varibel akibat dari hasil yang diperoleh pada rumusan-1 (R1).
Rumusan masalah (R3):
Pada bagian ini merupakan gab analisis dari hasil identifikasi R1
dan R2 untuk menemukan peraturan seperti apa yang diperlukan
untuk memberikan kepastian ruang hidup dan kelestarian hutan
bagi masyarakat.
E. Daftar Referensi
5.1. Bagian Pendahuluan
o Arnol C.H, et.all. 2006. Memperkokoh Pengelolaan Hutan
Indonesia, World Agroforestry Centre, Bogor;
o Ida Aju Pradnja Resosudarmo dan Carol J. Pierce Colfer (ed),
2003. Resources for the Future.2002. Which Way Forward,
Forest, and Policymaking in Indoensia (Ke Mana Harus
Melangkah, Masyarakat, Hutan dan Peumusan Kebijakan di
Indoensia). Edisi 1. Yayasan Obor Indoensia. Jakarta.
o Mustofa
Agung
Sardjono,
2004.
Mosaik
Sosiologis
Kehutanan; Masyarakat local, Politik dan Kelestarian
Sumberdaya, Cetakan 1, Debut Wahan Sinergi, Jogjakarta.
5.2. Pertanyaan-1:
o Sulaiman N. Sembiring, 2001. Kajian Tnetang Pedoman
Penegakan Hukum di Kawasan Taman Nasional, Direktorat
Jenderal PHKA Kemterian Kehutanan RI, Cetakan 1, Jakarta.
o Dudung Darusman (ed), 2000. Ketika Rakyat Mengelola
Hutan, KPSHK, Bogor.
o Wiaratno, et all, 2004. Berkaca di Cermin Retak: Refleksi
Konservasi dan Implikasi Bagi Pengelolaan Taman Nasional,
The Gibbon Foundaton, Dephut, FORest Press, PILI, Bogor.

Tugas Metode Penelitian Hukum

Halaman 6

5.3. Pertanyaan-2:
o Erik
Meijaard,
et.all,
2006.
Hutan
pasca
Pemanenan;Melindungi Satwa Liar Dalam Kegiatan Hutan
Produksi di Kalimantan, CIFOR, Bogor.
5.4. Pertanyaan-3:
o Carol J. Pierce Colfer dan Doris Capistrano (ed), 2006. Politik
Desentralisasi; Hutan, Kekuasaan dan Rakyat. Penglaman di
Berbagai Negera, CIFOR, Bogor.
o A. Smajgl dan S. Larson, 2006. Adapting Rules for
Sustainable Resources Use, CSIRO Sustainable Ecosystems,
Townsville.

Tugas Metode Penelitian Hukum

Halaman 7