Asuhan Keperawatan Gerontik Dengan Immobility and Functional Mobility
ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK DENGAN
IMMOBILITAS
A. KONSEP LANSIA
1. Proses Menua Pada Lansia
Penuaan dapat terjadi secara fisiologis dan patologis. Perlu hatihati daalm mengidentifikasi penuaan. Bila seseorang mengalami penuaan
fisiologis (fisiological aging), diharapkan mereka tua dalam keadaan
sehat(healty aging). Penuaan itu sesuai dengan kronologis usia( penuaan
primer), dipengaruhi oleh factor endogen, perubahan dimulai dari sel
jaringan organ system pada tubuh. Berbagai perubahan terjadi pada system
musculoskeletal, meliputi tulang keropos (osteoporosis), pembesaran
sendi,
pengerasan
tendon,
keterbatasan
gerak,
penipisan
discus
intervertebralis, dan kelemahan otot, terjadi pada proses penuaan.
Bila penuaan banyak dipengaruhi oleh factor eksogen, yaitu
lingkungan, social budaya, gaya hidup disebut penuaan sekunder. Penuaan
itu tidak sesuaidengan kronologis usia dan patologis. Factor eksogen juga
dapat mempengaruhi factor endogen sehingga dikenal dengan factor
risiko. Factor risiko tersebut dapat menyebabkan terjadinya penuaan
patologis(pathological aging).
Pada lansia, struktur kolagen kurang
mampu menyerap energi. Kartilago sendi mengalami degenerasi didaerah
yang menyangga tubuh dan menyembuh lebih lama. Hal tersebut
mengakibatkan terjadinya osteoarthritis. Begitu juga masa otot dan
kekuatannya juga berkurang.
2. Pengertian lansia
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur
kehidupan manusia (Budi Anna Keliat,1999). Sedangkan menurut pasal 1
ayat(2), (3), (4) UU no.13 Tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan bahwa
usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun.
3. Klasifikasi lansia
Lima klasifikasi lansia
a) Pralansia (prasenilis)
Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
b) Lansia Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
c) Lansia resiko tinggi
Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia 60
tahun atau lebih dengan masalah kesehatan (Depkes RI,2003)
d) Lansia potensial
Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan
yang dapat menghasilkan barang /jasa(Depkes RI,2003).
e) Lansia tidak potensial
Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya
bergantung pada bantuan orang lain (Depkes RI,2003).
4. Karakteristik lansia
Menurut Budi Anna Keliat (1999), lansia memiliki karakteristik
sebagai berikut:
a) Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan pasal 1 ayat(2), (3), (4) UU
no.13 Tahun 1998 tentang Kesehatan).
b) Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit
, dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi
adaptif hingga kondisi maladaptive.
c) Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi
5. Tipe lansia
Beberapa tipe lansiabbergantung pada karakter, pengalaman hidup,
lingkungan,
kondisi
fisik,
mental’
social,
dan
ekonominya
(Nugroho,2000).
Tipe tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
a) Tipe arif bijaksana
Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan
perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah
hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi
panutan
b) Tipe mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam
mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan.
c) Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi
pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik,
dan banyak menuntut.
d) Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan
melakukan pekerjaan apa saja
e) Tipe bingung
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal,
pasif dan acuh tak acuh.
B. KONSEP PENYAKIT
1. DEFINISI
Mobilitas Fungsional adalah pergerakan yang memberikan
kebebasan dan kemandirian bagi seseorang.
Imobilisasi adalah keterbatasan dalam pergerakan fisik pada bagian
tubuh tertentu atau pada satu atau lebih ekstremitas( nanda, 2005:131)
Imobilisasi
merupakan
ketidakmampuan
seseorang
untuk
menggerakkan tubuhnya sendiri. Imobilisasi dikatakan sebagai faktor
resiko utama pada munculnya luka dekubitus baik di rumah sakit maupun
di komunitas. Kondisi ini dapat meningkatkan waktu penekanan pada
jaringan kulit, menurunkan sirkulasi dan selanjutnya mengakibatkan luka
dekubitus. Imobilisasi disamping mempengaruhi kulit secara langsung,
juga mempengaruhi beberapa organ tubuh. Misalnya pada system
kardiovaskuler,gangguan
sirkulasi
darah
perifer,
system
respirasi,
menurunkan pergerakan paru untuk mengambil oksigen dari udara
(ekspansi paru) dan berakibat pada menurunnya asupan oksigen ke tubuh.
(Lindgren et al. 2004)
2. PENYEBAB
Berbagai kondisi dapat menyebabkan terjadinya imobilisasi, sebagai
contoh:
a) Gangguan sendi dan tulang:
Penyakit rematik seperti pengapuran tulang atau patah tulang tentu
akan menghambat pergerakan (mobilisasi)
b)
Penyakit saraf:
Adanya stroke, penyakit Parkinson, dan gangguan sarap
c) Penyakit jantung atau pernafasan
d) Gangguan penglihatan
e)
Masa penyembuhan
f)
Fraktur
3. BATASAN KARAKTERISTIK
Ketidakmampuan untuk bergerak dengan tujuan di dalam lingkungan,
termasuk mobilitas di tempat tidur, berpindah dan ambulasi
a) Keengganan untuk melakukan pergerakan
b) Keterbatasan rentang gerak
c) Penurunan kekuatan, pengendalian, atau masa otot
d) Mengalami
pembatasan
pergerakan,
termasuk
protocol-protokol
mekanis dan medis
e) Gangguan koordinasi
f) Postur tubuh tidak stabil selama melakukan aktifitas rutin
g) Keterbatasan melakukan ketrampilan motorik kasar
h) Keterbatasan melakukan ketrampilan motorik halus.
4. IMOBILITAS YANG TERJADI PADA TULANG LANSIA
Sistem
atau Perubahan
Perubahan
organ
morfologik
fungsional
Tulang
Osteoporosis
Asimtomatik
:penipisan trabekulaenyeri
dan
melebarnyaringan,
rongga tulang
Keadaan patologis
atauOsteoporosis
punggung:meningkat,
nyeri
kifosis,punggung
berat,
bungkuk dan tinggikifosis
badan menurun
dan
fraktur(densitas tulang
tak cukup).
Osteomalasia:
kurangnya
penulangan
matriks
pada
tulang
normal, nyeri tulang,
miopati,
fraktur
penyakit
paget(
osteitis
deformans), tonjolan
tulang jari kaki, subluksasi sendi tangan
atau kaki, telapak kaki
nyeri
dan
masalah
kaki lain
5. KLASIFIKASI KERUSAKAN MOBILITAS FISIK PADA LANSIA
a) Osteoporosis
b) Osteomalasia
c) Penyakit paget tulang
d) Penyakit keganasan tulang
e) Osteomielitis akut
f) Fraktur( fraktur leher femur, fraktur colle’s, fraktur columna fertebralis)
g) Arthritis rheumatoid.
6. MANIFESTSI KLINIS
Dampak fisiologis dari imobilitas dan ketidak efektifan
Efek
Hasil
Penurunan
konsumsi
Intoleransi ortostatik
Peningkatan denyut jantung,
oksigen maksimum
Penurunan fungsi ventrikel
sinkop
kiri
Penurunan volume sekuncup
Perlambatan fungsi usus
Pengurangan miksi
Gangguan tidur
Penurunan
kebugaran
Konstipasi
Penurunan
Bermimpi pada siang hari,
halusinasi
7. KOMPLIKASI IMOBILISASI
Imobilisasi dapat menimbulkan berbagai masalah sebagai berikut:
b) Sembelit
c) Infeksi paru
d) Gangguan aliran darah
e) Luka tekansendi kaku
f)
Intoleransi aktivitas
g) Penurunan kekuatan dan ketahanan
h) Nyeri dan rasa tidak nyaman
i)
Gangguan persepsi atau kognitif
j)
Gangguan neuromuskuler
k) Depresi
evakuasi
kandung kemih
a) Infeksi saluran kemih
kapasitas
l)
Ansietas berat.
Lansia sangat rentan terhadap konsekuensi fisiologis dn psikologis
dari imobilitas. Perubahan yang berhubungan dengan usia disertai dengan
penyakit kronis menjadi predisposisi bagi lansia untuk mengalami
komplikasi-komplikasi ini. Secara fisiologis, tubuh bereaksi terjhadap
imobilitas dengan perubahan-perubahan yang hamper sama dengan proses
penuaan, oleh karena itu memperberat efek ini.
8. PATOFISIOLOGI
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi
sistem otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot
Skeletal mengatur gerakan tulang karena adanya kemampuan otot
berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai sistem pengungkit. Ada
dua tipe kontraksi otot: isotonik dan isometrik. Pada kontraksi isotonik,
peningkatan tekanan otot menyebabkan otot memendek. Kontraksi
isometrik menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi
tidak ada pemendekan atau gerakan aktif dari otot, misalnya,
menganjurkan klien untuk latihan kuadrisep. Gerakan volunter adalah
kombinasi dari kontraksi isotonik dan isometrik. Meskipun kontraksi
isometrik tidak menyebabkan otot memendek, namun pemakaian energi
meningkat.
Perawat harus mengenal adanya peningkatan energi (peningkatan
kecepatan pernafasan, fluktuasi irama jantung, tekanan darah) karena
latihan isometrik. Hal ini menjadi kontra indikasi pada klien yang sakit
(infark miokard atau penyakit obstruksi paru kronik). Postur dan Gerakan
Otot merefleksikan kepribadian dan suasana hati seseorang dan tergantung
pada ukuran skeletal dan perkembangan otot skeletal. Koordinasi dan
pengaturan dari kelompok otot tergantung dari tonus otot dan aktifitas dari
otot yang berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan gravitasi. Tonus
otot adalah suatu keadaan tegangan otot yang seimbang.
Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan
relaksasi yang bergantian melalui kerja otot. Tonus otot mempertahankan
posisi fungsional tubuh dan mendukung kembalinya aliran darah ke
jantung.
Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi
berkurang. Skeletal adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat
tipe tulang: panjang, pendek, pipih, dan ireguler (tidak beraturan). Sistem
skeletal berfungsi dalam pergerakan, melindungi organ vital, membantu
mengatur keseimbangan kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah
merah.
Sendi adalah hubungan di antara tulang, diklasifikasikan menjadi:
a)
Sendi sinostotik mengikat tulang dengan tulang mendukung
kekuatan dan stabilitas. Tidak ada pergerakan pada tipe sendi ini.
Contoh: sakrum, pada sendi vertebra.
b)
Sendi kartilaginous/sinkondrodial, memiliki sedikit pergerakan,
tetapi elastis dan menggunakan kartilago untuk menyatukan
permukaannya. Sendi kartilago terdapat pada tulang yang mengalami
penekanan yang konstan, seperti sendi, kostosternal antara sternum
dan iga.
c)
Sendi fribrosa/sindesmodial, adalah sendi di mana kedua permukaan
tulang disatukan dengan ligamen atau membran. Serat atau
ligamennya fleksibel dan dapat diregangkan, dapat bergerak dengan
jumlah yang terbatas. Contoh: sepasang tulang pada kaki bawah
(tibia dan fibula) .
d)
Sendi sinovial atau sendi yang sebenarnya adalah sendi yang dapat
digerakkan secara bebas dimana permukaan tulang yang berdekatan
dilapisi oleh kartilago artikular dan dihubungkan oleh ligamen oleh
membran sinovial. Contoh: sendi putar seperti sendi pangkal paha
(hip) dan sendi engsel seperti sendi interfalang pada jari.
e)
Ligamen adalah ikatan jaringan fibrosa yang berwarna putih,
mengkilat, fleksibel mengikat sendi menjadi satu sama lain dan
menghubungkan tulang dan kartilago. Ligamen itu elastis dan
membantu fleksibilitas sendi dan memiliki fungsi protektif.
Misalnya, ligamen antara vertebra, ligamen non elastis, dan
ligamentum flavum mencegah kerusakan spinal kord (tulang
belakang) saat punggung bergerak.
f)
Tendon adalah jaringan ikat fibrosa berwarna putih, mengkilat, yang
menghubungkan otot dengan tulang. Tendon itu kuat, fleksibel, dan
tidak elastis, serta mempunyai panjang dan ketebalan yang
bervariasi, misalnya tendon akhiles/kalkaneus.
g)
Kartilago adalah jaringan penghubung pendukung yang tidak
mempunyai vaskuler, terutama berada disendi dan toraks, trakhea,
laring, hidung, dan telinga. Bayi mempunyai sejumlah besar
kartilago temporer. Kartilago permanen tidak mengalami osifikasi
kecuali pada usia lanjut dan penyakit, seperti osteoarthritis.
h)
Sistem saraf mengatur pergerakan dan postur tubuh. Area motorik
volunteer utama, berada di konteks serebral, yaitu di girus prasentral
atau jalur motorik.
i)
Propriosepsi adalah sensasi yang dicapai melalui stimulasi dari
bagian tubuh tertentu dan aktifitas otot. Proprioseptor memonitor
aktifitas otot dan posisi tubuh secara berkesinambungan. Misalnya
proprioseptor pada telapak kaki berkontribusi untuk memberi postur
yang benar ketika berdiri atau berjalan. Saat berdiri, ada penekanan
pada telapak kaki secara terus menerus. Proprioseptor memonitor
tekanan, melanjutkan informasi ini sampai memutuskan untuk
mengubah posisi.
9. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Sinar –X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan
perubahan hubungan tulang.
2) CT scan (Computed Tomography) menunjukkan rincian bidang tertentu
tulang yang terkena dan dapat memperlihatkan tumor jaringan lunak
atau cidera ligament atau tendon. Digunakan untuk mengidentifikasi
lokasi dan panjangnya patah tulang didaerah yang sulit dievaluasi.
3) MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus,
noninvasive, yang menggunakan medan magnet, gelombang radio, dan
computer untuk memperlihatkan abnormalitas (mis: tumor atau
penyempitan jalur jaringan lunak melalui tulang. Dll.
4) Pemeriksaan Laboratorium:
Hb ↓pada trauma, Ca↓ pada imobilisasi lama, Alkali Fospat ↑, kreatinin
dan SGOT ↑ pada kerusakan otot.
10. PENATALAKSANAAN
a) Pencegahan primer
Pencegahan primer merupakan proses yang berlangsug sepanjang
kehidupan dan episodic. Sebagai suatu proses yang berlangsung
sepanjang kehidupan, moblilitas dan aktivitas tergantung pada fungsi
system musculoskeletal, kardiovaskuler, pulmonal. Sebagai suatu
proses episodic pencegahan primer diarahkan pada pencegahan
masalah-masalah yang dapat tmbul akibat imoblitas atau ketidak aktifan
1. Hambatan terhadap latihan
Berbagai hambatan mempengaruhi partisipasi lansia dalam latihan
secara teratur. Bahaya-bahaya interpersonal termasuk isolasi social
yang terjadi ketika teman-teman dan keluarga telah meninggal,
perilaku gaya hidup tertentu (misalnya merokok dan kebiasaan diet
yang buruk) depresi gangguan tidur, kurangnya transportasi dan
kurangnya dukungan. Hambatan lingkungan termasuk kurangnya
tempat yang aman untuk latihan dan kondisi iklim yang tidak
mendukung
2. Pengembangan program latihan
Program latihan yang sukses sangat individual, diseimbangkan, dan
mengalami peningkatan. Program tersebut disusun untuk memberikn
kesempatan pada klien untuk mengembangkan suatu kebiasaan yang
teratur dalam melakukan bentuk aktif dari rekreasi santai yang dapat
memberikan efek latihan.
3. Ketika klien telah memiliki evaluasi fisik secara seksama,
pengkajian tentang factor-faktor pengganggu berikut ini akan
membantu untuk memastikan keterikatan dan meningkatkan
pengalaman;
4. Keamanan
Ketika program latihan spesifik telah diformulasikan dan diterima
oleh klien, instruksi tentang latihan yang aman harus dilakukan.
Mengajarkan klien untuk mengenali tanda-tanda intoleransi atau
latihan yang terlalu keras sama pentingnya dengan memilih aktivitas
yang tepat.
b) Pencegahan sekunder
Spiral menurun yang terjadi akibat aksaserbasi akut dari imobilitas
dapat
dikurangi
atau
dicegah
dengan
intervensi
keperawatan.
Keberhasilan intervensi berasal diri suatu pengertian tentang berbagai
faktor yang menyebabkan atau turut berperan terhadap imobilitas dan
penuaan. Pencegahan sekunder memfokuskan pada pemeliharaan fungsi
dan pencegahan komplikasi. Diagnosis keperawatan dihubungkan
dengan poencegahan sekunder adalah gangguan mobilitas fisik
c) Pencegahan tersier
Upaya-upaya rehabilitasi untuk memaksimalkan mobilitas bagi
lansia melibatkan upaya multidisiplin yang terdiri dari perawat, dokter,
ahli fisioterapi, dan terapi okupasi, seorang ahli gizi, aktivitas sosial,
dan keluarga serta teman-teman
11. PENATALAKSANAAN TERAPEUTIK
Pengobatan terapeutik ditujukan kearah perawatan penyakit atau
kesakitan yang dihasilkan atau yang turut berperan terhadap masalah
imobilitas dan penanganan konsekuensi aktual atau potensial dari
imobilitas. Contoh-contoh pendekatan terhadap penanganan imobilitas
meliputi terapi fisik untuk mempertahankan mobilitas dan kekuatan otot,
kompresi pneumatik intermiten dan kekuatan otot, kompresi pneumatik
intermiten atau stoking kompresi gradien untuk meningkatkan aliran darah
vena
dan
mencegah
tromboembolisme,
spirometri
insesif
untuk
hiperinflasi alveoli, dan tirah baring, kecuali untuk eliminasi.
C.
KONSEP KEPEAWATAN
1. PENGKAJIAN
Tanggal pengkajian :
jam:
a) Data biografi
Terdapat : Nama, Tempat &tanggal lahir , Pendidikan terakhir , Agama,
Status, TB/BB, Penmpilan, Ciri-ciri tubuh, Alamat, Orang yang dekat
dihubungi, Hubungan dengan usila, Alamat.
b) Riwayat keluarga
d) Genogram :
Keterangan :
e) Riwayat Pekerjaan :
Terdapat Pekerjaan saat ini, Alamat pekerjan, Jarak dari rumah, Alat
transportasi, Pekerjaan sebelumnya, Berapa jarak dari rumah, Sumber –
sumber pendapatan dan kecukupan terhadap kebutuhan.
f) Riwayat Lingkungan Hidup
Tipe tempat tinggal, Jumlah kamar, Kondisi tempat tinggal, Jumlah
orang yang tinggal dirumah, Derajat privasi, Tetangga terdekat, Alamat
/ telpon.
g) Riwayat rekreasi
Hobby/minat, Keanggotaan organisasi, Liburan perjalanan.
h) Sistem pendukung
Perawat
/bidan/dokter/fisioterapi,
jarak
dari
rumah,
pelayanan
kesehatan dirumah, makanan yang dihantarkan, perawatan sehari-hari
yang dilakukan keluarga, dll.
i) Diskripsi Kekhususan
Kebiasaan ritual, dll.
j) Status Kesehatan
Status kesehatan umum selama setahun yang lalu, status kesehatan
umum selama 5 tahun yang lalu, keluhan utama (provocative/palliative,
quality/quantity, region, severity scale, timming. Pemahaman dan
penatalaksanaan masalah kesehatan.
k) Keluhan Utama
Keluhan yang dirasakan klien pada saat pengkajian.
l) Penatalaksanaan masalah kesehatan :
Tindakan yang dilakukan klien saat sakit.
Obat-obat yang pernah di terima klien menurut catatan di pelayanan
kesehatan.
m)Pola persepsi pemeliharaan kesehatan
Selama ini klien tidak pernah melakukan hal-hal yang merugikan
kesehatan seperti merokok atau minum-minuman keras.
n) Alergi : klien tidak memiliki riwayat alergi terhadap makanan atau
obat-obatan , serta cuaca yang extrim.
o) Penyakit yang diderita : penyakit keturunan seperti Hipertensi, dan
mempunyai riwayat penyakit stroke
p) Pola aktifitas Hidup sehari hari
Kemampua Independen
Bantuan
Bantuan
n Perawatan
Alat
orang lain orang
Diri
1.
Bantun
Depen
laindent
& peralatan
makan
/minum
2. mandi
3. Berpakaian
4. Ke WC
5.
Transfering/
pindah
6. Ambulasi
q) Kategori tingkat kemampuan aktivitas
TINGKAT AKTIVITAS/ MOBILITAS
KATEGORI
0
Mampu merawat sendiri secara
penuh
1
Memerlukan penggunaan alat
2
Memerlukan
bantuan
pengawasan orang lain
3
Memerlukan bantuan, pengawasan
atau
orang lain, dan peralatan
4
Sangat tergantung dan tidak dapat
melakukan atau berpartisipasi
dalam perawatan
r) Rentang gerak (range of motion-ROM)
GERAK SENDI
DERAJAT RENTANG
NORMAL
Bahu
Adduksi:
gerakan
lengan ke lateral dari
posisi samping ke atas
kepala, telapak tangan
menghadap ke posisi
yang paling jauh.
180
Siku
Fleksi: angkat lengan
bawah ke arah depan
dan ke arah atas
menuju bahu.
150
Pergelangan tangan
Fleksi: tekuk jari-jari
tangan ke arah bagian
dalam lengan bawah.
80-90
Ekstensi:
luruskan
pergelangan
tangan
dari posisi fleksi
Hiperekstensi: tekuk
jari-jari
80-90
tangan
70-90
ke
arah belakang sejauh
mungkin
Abduksi:
tekuk
0-20
pergelangan tangan ke
sisi ibu jari ketika
telapak
tangan
menghadap ke atas.
Adduksi:
tekuk
30-50
pergelangan tangan ke
arah
kelingking
telapak
tangan
menghadap ke atas.
Tangan dan jari
Tangan dan jari
Fleksi: buat kepalan
tangan
Ekstensi: luruskan jari
Hiperekstensi: tekuk
jari-jari
tangan
belakang
90
90
30
ke
sejauh
mungkin
Abduksi: kembangkan
20
jari tangan
Adduksi:
20
rapatkan
jari-jari tangan dari
posisi abduksi
Fleksi: buat kepalan
90
tangan
Ekstensi: luruskan jari
Hiperekstensi: tekuk
90
30
jari-jari
belakang
mungkin
tangan
ke
sejauh
Abduksi: kembangkan
20
jari tangan
s) Derajat kekuatan otot
SKALA
PERSENTASE KEKUATAN
NORMAL (%)
0
0
Paralisis sempurna
1
10
Tidak ada gerakan, kontraksi
otot dapat di palpasi atau
dilihat
2
25
Gerakan otot penuh melawan
gravitasi dengan topangan
3
50
Gerakan yang normal melawan
gravitasi
4
75
Gerakan penuh yang normal
melawan
gravitasi
dan
melawan tahanan minimal
5
100
Kekuatan normal, gerakan
penuh yang normal melawan
gravitasi dan tahanan penuh
KARAKTERISTIK
t) KATZ INDEX
AKTIVITAS
KEMANDIRIAN
KETERGANTUNGAN
(1 poin)
(0 poin)
TIDAK
ADA Dengan pemantauan,
pemantauan,
perintah perintah, pendampingan
ataupun didampingi
personal atau perawatan
total
MANDI
(1 poin)
(0 poin)
Sanggup mandi sendiri Mandi dengan bantuan
tanpa
hanya
bantuan
tubuh
bantuan,
atau lebih dari satu bagian
memerlukan tuguh, masuk dan keluar
pada
bagian kamar
tertentu Dimandikan
(punggung, genital, atau bantuan total
ekstermitas lumpuh)
BERPAKAIAN
(1 poin)
(0 poin)
mandi.
dengan
Berpakaian
mandiri.
lengkap Membutuhkan
Bisa
bantuan
jadi dalam berpakaian, atau
membutuhkan bantuan dipakaikan baju secara
TOILETING
unutk memakai sepatu
keseluruhan
(1 poin)
(0 poin)
Mampu ke kamar kecil Butuh bantuan menuju
(toilet),
mengganti dan
keluar
toilet,
pakaian, membersihkan membersihkan
sendiri
genital tanpa bantuan
atau
menggunakan
telepon
PINDAH POSISI
(1 poin)
(0 poin)
Masuk dan bangun dari
Butuh
bantuan
dalam
tempat tidur / kursi berpindah dari tempat
tanpa
bantuan.
Alat tidur
ke
kursi,
atau
atau
total
bantu berpindah posisi dibantu total
bisa diterima
KONTINENSIA
(1 poin)
(0 poin)
Mampu
MAKAN
mengontrol Sebagian
secara baik perkemihan
inkontinensia bowel dan
dan buang air besar
bladder
(1 poin)
(0 poin)
Mampu
makanan
memasukkan Membutuhkan
ke
tanpa
mulut sebagian
bantuan. dalam
atau
total
makan,
atau
Persiapan makan bisa memerlukan
jadi
dilakukan
bantuan
makanan
oleh parenteral
orang lain.
AKTIVITAS
KEMANDIRIAN
KETERGANTUNGAN
(1 poin)
(0 poin)
TIDAK
pemantauan,
ADA Dengan pemantauan,
perintah perintah, pendampingan
ataupun didampingi
personal atau perawatan
total
Total Poin :
6 = Tinggi (Mandiri); 4 = Sedang;
IMMOBILITAS
A. KONSEP LANSIA
1. Proses Menua Pada Lansia
Penuaan dapat terjadi secara fisiologis dan patologis. Perlu hatihati daalm mengidentifikasi penuaan. Bila seseorang mengalami penuaan
fisiologis (fisiological aging), diharapkan mereka tua dalam keadaan
sehat(healty aging). Penuaan itu sesuai dengan kronologis usia( penuaan
primer), dipengaruhi oleh factor endogen, perubahan dimulai dari sel
jaringan organ system pada tubuh. Berbagai perubahan terjadi pada system
musculoskeletal, meliputi tulang keropos (osteoporosis), pembesaran
sendi,
pengerasan
tendon,
keterbatasan
gerak,
penipisan
discus
intervertebralis, dan kelemahan otot, terjadi pada proses penuaan.
Bila penuaan banyak dipengaruhi oleh factor eksogen, yaitu
lingkungan, social budaya, gaya hidup disebut penuaan sekunder. Penuaan
itu tidak sesuaidengan kronologis usia dan patologis. Factor eksogen juga
dapat mempengaruhi factor endogen sehingga dikenal dengan factor
risiko. Factor risiko tersebut dapat menyebabkan terjadinya penuaan
patologis(pathological aging).
Pada lansia, struktur kolagen kurang
mampu menyerap energi. Kartilago sendi mengalami degenerasi didaerah
yang menyangga tubuh dan menyembuh lebih lama. Hal tersebut
mengakibatkan terjadinya osteoarthritis. Begitu juga masa otot dan
kekuatannya juga berkurang.
2. Pengertian lansia
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur
kehidupan manusia (Budi Anna Keliat,1999). Sedangkan menurut pasal 1
ayat(2), (3), (4) UU no.13 Tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan bahwa
usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun.
3. Klasifikasi lansia
Lima klasifikasi lansia
a) Pralansia (prasenilis)
Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
b) Lansia Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
c) Lansia resiko tinggi
Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia 60
tahun atau lebih dengan masalah kesehatan (Depkes RI,2003)
d) Lansia potensial
Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan
yang dapat menghasilkan barang /jasa(Depkes RI,2003).
e) Lansia tidak potensial
Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya
bergantung pada bantuan orang lain (Depkes RI,2003).
4. Karakteristik lansia
Menurut Budi Anna Keliat (1999), lansia memiliki karakteristik
sebagai berikut:
a) Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan pasal 1 ayat(2), (3), (4) UU
no.13 Tahun 1998 tentang Kesehatan).
b) Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit
, dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi
adaptif hingga kondisi maladaptive.
c) Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi
5. Tipe lansia
Beberapa tipe lansiabbergantung pada karakter, pengalaman hidup,
lingkungan,
kondisi
fisik,
mental’
social,
dan
ekonominya
(Nugroho,2000).
Tipe tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
a) Tipe arif bijaksana
Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan
perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah
hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi
panutan
b) Tipe mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam
mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan.
c) Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi
pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik,
dan banyak menuntut.
d) Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan
melakukan pekerjaan apa saja
e) Tipe bingung
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal,
pasif dan acuh tak acuh.
B. KONSEP PENYAKIT
1. DEFINISI
Mobilitas Fungsional adalah pergerakan yang memberikan
kebebasan dan kemandirian bagi seseorang.
Imobilisasi adalah keterbatasan dalam pergerakan fisik pada bagian
tubuh tertentu atau pada satu atau lebih ekstremitas( nanda, 2005:131)
Imobilisasi
merupakan
ketidakmampuan
seseorang
untuk
menggerakkan tubuhnya sendiri. Imobilisasi dikatakan sebagai faktor
resiko utama pada munculnya luka dekubitus baik di rumah sakit maupun
di komunitas. Kondisi ini dapat meningkatkan waktu penekanan pada
jaringan kulit, menurunkan sirkulasi dan selanjutnya mengakibatkan luka
dekubitus. Imobilisasi disamping mempengaruhi kulit secara langsung,
juga mempengaruhi beberapa organ tubuh. Misalnya pada system
kardiovaskuler,gangguan
sirkulasi
darah
perifer,
system
respirasi,
menurunkan pergerakan paru untuk mengambil oksigen dari udara
(ekspansi paru) dan berakibat pada menurunnya asupan oksigen ke tubuh.
(Lindgren et al. 2004)
2. PENYEBAB
Berbagai kondisi dapat menyebabkan terjadinya imobilisasi, sebagai
contoh:
a) Gangguan sendi dan tulang:
Penyakit rematik seperti pengapuran tulang atau patah tulang tentu
akan menghambat pergerakan (mobilisasi)
b)
Penyakit saraf:
Adanya stroke, penyakit Parkinson, dan gangguan sarap
c) Penyakit jantung atau pernafasan
d) Gangguan penglihatan
e)
Masa penyembuhan
f)
Fraktur
3. BATASAN KARAKTERISTIK
Ketidakmampuan untuk bergerak dengan tujuan di dalam lingkungan,
termasuk mobilitas di tempat tidur, berpindah dan ambulasi
a) Keengganan untuk melakukan pergerakan
b) Keterbatasan rentang gerak
c) Penurunan kekuatan, pengendalian, atau masa otot
d) Mengalami
pembatasan
pergerakan,
termasuk
protocol-protokol
mekanis dan medis
e) Gangguan koordinasi
f) Postur tubuh tidak stabil selama melakukan aktifitas rutin
g) Keterbatasan melakukan ketrampilan motorik kasar
h) Keterbatasan melakukan ketrampilan motorik halus.
4. IMOBILITAS YANG TERJADI PADA TULANG LANSIA
Sistem
atau Perubahan
Perubahan
organ
morfologik
fungsional
Tulang
Osteoporosis
Asimtomatik
:penipisan trabekulaenyeri
dan
melebarnyaringan,
rongga tulang
Keadaan patologis
atauOsteoporosis
punggung:meningkat,
nyeri
kifosis,punggung
berat,
bungkuk dan tinggikifosis
badan menurun
dan
fraktur(densitas tulang
tak cukup).
Osteomalasia:
kurangnya
penulangan
matriks
pada
tulang
normal, nyeri tulang,
miopati,
fraktur
penyakit
paget(
osteitis
deformans), tonjolan
tulang jari kaki, subluksasi sendi tangan
atau kaki, telapak kaki
nyeri
dan
masalah
kaki lain
5. KLASIFIKASI KERUSAKAN MOBILITAS FISIK PADA LANSIA
a) Osteoporosis
b) Osteomalasia
c) Penyakit paget tulang
d) Penyakit keganasan tulang
e) Osteomielitis akut
f) Fraktur( fraktur leher femur, fraktur colle’s, fraktur columna fertebralis)
g) Arthritis rheumatoid.
6. MANIFESTSI KLINIS
Dampak fisiologis dari imobilitas dan ketidak efektifan
Efek
Hasil
Penurunan
konsumsi
Intoleransi ortostatik
Peningkatan denyut jantung,
oksigen maksimum
Penurunan fungsi ventrikel
sinkop
kiri
Penurunan volume sekuncup
Perlambatan fungsi usus
Pengurangan miksi
Gangguan tidur
Penurunan
kebugaran
Konstipasi
Penurunan
Bermimpi pada siang hari,
halusinasi
7. KOMPLIKASI IMOBILISASI
Imobilisasi dapat menimbulkan berbagai masalah sebagai berikut:
b) Sembelit
c) Infeksi paru
d) Gangguan aliran darah
e) Luka tekansendi kaku
f)
Intoleransi aktivitas
g) Penurunan kekuatan dan ketahanan
h) Nyeri dan rasa tidak nyaman
i)
Gangguan persepsi atau kognitif
j)
Gangguan neuromuskuler
k) Depresi
evakuasi
kandung kemih
a) Infeksi saluran kemih
kapasitas
l)
Ansietas berat.
Lansia sangat rentan terhadap konsekuensi fisiologis dn psikologis
dari imobilitas. Perubahan yang berhubungan dengan usia disertai dengan
penyakit kronis menjadi predisposisi bagi lansia untuk mengalami
komplikasi-komplikasi ini. Secara fisiologis, tubuh bereaksi terjhadap
imobilitas dengan perubahan-perubahan yang hamper sama dengan proses
penuaan, oleh karena itu memperberat efek ini.
8. PATOFISIOLOGI
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi
sistem otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot
Skeletal mengatur gerakan tulang karena adanya kemampuan otot
berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai sistem pengungkit. Ada
dua tipe kontraksi otot: isotonik dan isometrik. Pada kontraksi isotonik,
peningkatan tekanan otot menyebabkan otot memendek. Kontraksi
isometrik menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi
tidak ada pemendekan atau gerakan aktif dari otot, misalnya,
menganjurkan klien untuk latihan kuadrisep. Gerakan volunter adalah
kombinasi dari kontraksi isotonik dan isometrik. Meskipun kontraksi
isometrik tidak menyebabkan otot memendek, namun pemakaian energi
meningkat.
Perawat harus mengenal adanya peningkatan energi (peningkatan
kecepatan pernafasan, fluktuasi irama jantung, tekanan darah) karena
latihan isometrik. Hal ini menjadi kontra indikasi pada klien yang sakit
(infark miokard atau penyakit obstruksi paru kronik). Postur dan Gerakan
Otot merefleksikan kepribadian dan suasana hati seseorang dan tergantung
pada ukuran skeletal dan perkembangan otot skeletal. Koordinasi dan
pengaturan dari kelompok otot tergantung dari tonus otot dan aktifitas dari
otot yang berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan gravitasi. Tonus
otot adalah suatu keadaan tegangan otot yang seimbang.
Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan
relaksasi yang bergantian melalui kerja otot. Tonus otot mempertahankan
posisi fungsional tubuh dan mendukung kembalinya aliran darah ke
jantung.
Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi
berkurang. Skeletal adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat
tipe tulang: panjang, pendek, pipih, dan ireguler (tidak beraturan). Sistem
skeletal berfungsi dalam pergerakan, melindungi organ vital, membantu
mengatur keseimbangan kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah
merah.
Sendi adalah hubungan di antara tulang, diklasifikasikan menjadi:
a)
Sendi sinostotik mengikat tulang dengan tulang mendukung
kekuatan dan stabilitas. Tidak ada pergerakan pada tipe sendi ini.
Contoh: sakrum, pada sendi vertebra.
b)
Sendi kartilaginous/sinkondrodial, memiliki sedikit pergerakan,
tetapi elastis dan menggunakan kartilago untuk menyatukan
permukaannya. Sendi kartilago terdapat pada tulang yang mengalami
penekanan yang konstan, seperti sendi, kostosternal antara sternum
dan iga.
c)
Sendi fribrosa/sindesmodial, adalah sendi di mana kedua permukaan
tulang disatukan dengan ligamen atau membran. Serat atau
ligamennya fleksibel dan dapat diregangkan, dapat bergerak dengan
jumlah yang terbatas. Contoh: sepasang tulang pada kaki bawah
(tibia dan fibula) .
d)
Sendi sinovial atau sendi yang sebenarnya adalah sendi yang dapat
digerakkan secara bebas dimana permukaan tulang yang berdekatan
dilapisi oleh kartilago artikular dan dihubungkan oleh ligamen oleh
membran sinovial. Contoh: sendi putar seperti sendi pangkal paha
(hip) dan sendi engsel seperti sendi interfalang pada jari.
e)
Ligamen adalah ikatan jaringan fibrosa yang berwarna putih,
mengkilat, fleksibel mengikat sendi menjadi satu sama lain dan
menghubungkan tulang dan kartilago. Ligamen itu elastis dan
membantu fleksibilitas sendi dan memiliki fungsi protektif.
Misalnya, ligamen antara vertebra, ligamen non elastis, dan
ligamentum flavum mencegah kerusakan spinal kord (tulang
belakang) saat punggung bergerak.
f)
Tendon adalah jaringan ikat fibrosa berwarna putih, mengkilat, yang
menghubungkan otot dengan tulang. Tendon itu kuat, fleksibel, dan
tidak elastis, serta mempunyai panjang dan ketebalan yang
bervariasi, misalnya tendon akhiles/kalkaneus.
g)
Kartilago adalah jaringan penghubung pendukung yang tidak
mempunyai vaskuler, terutama berada disendi dan toraks, trakhea,
laring, hidung, dan telinga. Bayi mempunyai sejumlah besar
kartilago temporer. Kartilago permanen tidak mengalami osifikasi
kecuali pada usia lanjut dan penyakit, seperti osteoarthritis.
h)
Sistem saraf mengatur pergerakan dan postur tubuh. Area motorik
volunteer utama, berada di konteks serebral, yaitu di girus prasentral
atau jalur motorik.
i)
Propriosepsi adalah sensasi yang dicapai melalui stimulasi dari
bagian tubuh tertentu dan aktifitas otot. Proprioseptor memonitor
aktifitas otot dan posisi tubuh secara berkesinambungan. Misalnya
proprioseptor pada telapak kaki berkontribusi untuk memberi postur
yang benar ketika berdiri atau berjalan. Saat berdiri, ada penekanan
pada telapak kaki secara terus menerus. Proprioseptor memonitor
tekanan, melanjutkan informasi ini sampai memutuskan untuk
mengubah posisi.
9. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Sinar –X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan
perubahan hubungan tulang.
2) CT scan (Computed Tomography) menunjukkan rincian bidang tertentu
tulang yang terkena dan dapat memperlihatkan tumor jaringan lunak
atau cidera ligament atau tendon. Digunakan untuk mengidentifikasi
lokasi dan panjangnya patah tulang didaerah yang sulit dievaluasi.
3) MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus,
noninvasive, yang menggunakan medan magnet, gelombang radio, dan
computer untuk memperlihatkan abnormalitas (mis: tumor atau
penyempitan jalur jaringan lunak melalui tulang. Dll.
4) Pemeriksaan Laboratorium:
Hb ↓pada trauma, Ca↓ pada imobilisasi lama, Alkali Fospat ↑, kreatinin
dan SGOT ↑ pada kerusakan otot.
10. PENATALAKSANAAN
a) Pencegahan primer
Pencegahan primer merupakan proses yang berlangsug sepanjang
kehidupan dan episodic. Sebagai suatu proses yang berlangsung
sepanjang kehidupan, moblilitas dan aktivitas tergantung pada fungsi
system musculoskeletal, kardiovaskuler, pulmonal. Sebagai suatu
proses episodic pencegahan primer diarahkan pada pencegahan
masalah-masalah yang dapat tmbul akibat imoblitas atau ketidak aktifan
1. Hambatan terhadap latihan
Berbagai hambatan mempengaruhi partisipasi lansia dalam latihan
secara teratur. Bahaya-bahaya interpersonal termasuk isolasi social
yang terjadi ketika teman-teman dan keluarga telah meninggal,
perilaku gaya hidup tertentu (misalnya merokok dan kebiasaan diet
yang buruk) depresi gangguan tidur, kurangnya transportasi dan
kurangnya dukungan. Hambatan lingkungan termasuk kurangnya
tempat yang aman untuk latihan dan kondisi iklim yang tidak
mendukung
2. Pengembangan program latihan
Program latihan yang sukses sangat individual, diseimbangkan, dan
mengalami peningkatan. Program tersebut disusun untuk memberikn
kesempatan pada klien untuk mengembangkan suatu kebiasaan yang
teratur dalam melakukan bentuk aktif dari rekreasi santai yang dapat
memberikan efek latihan.
3. Ketika klien telah memiliki evaluasi fisik secara seksama,
pengkajian tentang factor-faktor pengganggu berikut ini akan
membantu untuk memastikan keterikatan dan meningkatkan
pengalaman;
4. Keamanan
Ketika program latihan spesifik telah diformulasikan dan diterima
oleh klien, instruksi tentang latihan yang aman harus dilakukan.
Mengajarkan klien untuk mengenali tanda-tanda intoleransi atau
latihan yang terlalu keras sama pentingnya dengan memilih aktivitas
yang tepat.
b) Pencegahan sekunder
Spiral menurun yang terjadi akibat aksaserbasi akut dari imobilitas
dapat
dikurangi
atau
dicegah
dengan
intervensi
keperawatan.
Keberhasilan intervensi berasal diri suatu pengertian tentang berbagai
faktor yang menyebabkan atau turut berperan terhadap imobilitas dan
penuaan. Pencegahan sekunder memfokuskan pada pemeliharaan fungsi
dan pencegahan komplikasi. Diagnosis keperawatan dihubungkan
dengan poencegahan sekunder adalah gangguan mobilitas fisik
c) Pencegahan tersier
Upaya-upaya rehabilitasi untuk memaksimalkan mobilitas bagi
lansia melibatkan upaya multidisiplin yang terdiri dari perawat, dokter,
ahli fisioterapi, dan terapi okupasi, seorang ahli gizi, aktivitas sosial,
dan keluarga serta teman-teman
11. PENATALAKSANAAN TERAPEUTIK
Pengobatan terapeutik ditujukan kearah perawatan penyakit atau
kesakitan yang dihasilkan atau yang turut berperan terhadap masalah
imobilitas dan penanganan konsekuensi aktual atau potensial dari
imobilitas. Contoh-contoh pendekatan terhadap penanganan imobilitas
meliputi terapi fisik untuk mempertahankan mobilitas dan kekuatan otot,
kompresi pneumatik intermiten dan kekuatan otot, kompresi pneumatik
intermiten atau stoking kompresi gradien untuk meningkatkan aliran darah
vena
dan
mencegah
tromboembolisme,
spirometri
insesif
untuk
hiperinflasi alveoli, dan tirah baring, kecuali untuk eliminasi.
C.
KONSEP KEPEAWATAN
1. PENGKAJIAN
Tanggal pengkajian :
jam:
a) Data biografi
Terdapat : Nama, Tempat &tanggal lahir , Pendidikan terakhir , Agama,
Status, TB/BB, Penmpilan, Ciri-ciri tubuh, Alamat, Orang yang dekat
dihubungi, Hubungan dengan usila, Alamat.
b) Riwayat keluarga
d) Genogram :
Keterangan :
e) Riwayat Pekerjaan :
Terdapat Pekerjaan saat ini, Alamat pekerjan, Jarak dari rumah, Alat
transportasi, Pekerjaan sebelumnya, Berapa jarak dari rumah, Sumber –
sumber pendapatan dan kecukupan terhadap kebutuhan.
f) Riwayat Lingkungan Hidup
Tipe tempat tinggal, Jumlah kamar, Kondisi tempat tinggal, Jumlah
orang yang tinggal dirumah, Derajat privasi, Tetangga terdekat, Alamat
/ telpon.
g) Riwayat rekreasi
Hobby/minat, Keanggotaan organisasi, Liburan perjalanan.
h) Sistem pendukung
Perawat
/bidan/dokter/fisioterapi,
jarak
dari
rumah,
pelayanan
kesehatan dirumah, makanan yang dihantarkan, perawatan sehari-hari
yang dilakukan keluarga, dll.
i) Diskripsi Kekhususan
Kebiasaan ritual, dll.
j) Status Kesehatan
Status kesehatan umum selama setahun yang lalu, status kesehatan
umum selama 5 tahun yang lalu, keluhan utama (provocative/palliative,
quality/quantity, region, severity scale, timming. Pemahaman dan
penatalaksanaan masalah kesehatan.
k) Keluhan Utama
Keluhan yang dirasakan klien pada saat pengkajian.
l) Penatalaksanaan masalah kesehatan :
Tindakan yang dilakukan klien saat sakit.
Obat-obat yang pernah di terima klien menurut catatan di pelayanan
kesehatan.
m)Pola persepsi pemeliharaan kesehatan
Selama ini klien tidak pernah melakukan hal-hal yang merugikan
kesehatan seperti merokok atau minum-minuman keras.
n) Alergi : klien tidak memiliki riwayat alergi terhadap makanan atau
obat-obatan , serta cuaca yang extrim.
o) Penyakit yang diderita : penyakit keturunan seperti Hipertensi, dan
mempunyai riwayat penyakit stroke
p) Pola aktifitas Hidup sehari hari
Kemampua Independen
Bantuan
Bantuan
n Perawatan
Alat
orang lain orang
Diri
1.
Bantun
Depen
laindent
& peralatan
makan
/minum
2. mandi
3. Berpakaian
4. Ke WC
5.
Transfering/
pindah
6. Ambulasi
q) Kategori tingkat kemampuan aktivitas
TINGKAT AKTIVITAS/ MOBILITAS
KATEGORI
0
Mampu merawat sendiri secara
penuh
1
Memerlukan penggunaan alat
2
Memerlukan
bantuan
pengawasan orang lain
3
Memerlukan bantuan, pengawasan
atau
orang lain, dan peralatan
4
Sangat tergantung dan tidak dapat
melakukan atau berpartisipasi
dalam perawatan
r) Rentang gerak (range of motion-ROM)
GERAK SENDI
DERAJAT RENTANG
NORMAL
Bahu
Adduksi:
gerakan
lengan ke lateral dari
posisi samping ke atas
kepala, telapak tangan
menghadap ke posisi
yang paling jauh.
180
Siku
Fleksi: angkat lengan
bawah ke arah depan
dan ke arah atas
menuju bahu.
150
Pergelangan tangan
Fleksi: tekuk jari-jari
tangan ke arah bagian
dalam lengan bawah.
80-90
Ekstensi:
luruskan
pergelangan
tangan
dari posisi fleksi
Hiperekstensi: tekuk
jari-jari
80-90
tangan
70-90
ke
arah belakang sejauh
mungkin
Abduksi:
tekuk
0-20
pergelangan tangan ke
sisi ibu jari ketika
telapak
tangan
menghadap ke atas.
Adduksi:
tekuk
30-50
pergelangan tangan ke
arah
kelingking
telapak
tangan
menghadap ke atas.
Tangan dan jari
Tangan dan jari
Fleksi: buat kepalan
tangan
Ekstensi: luruskan jari
Hiperekstensi: tekuk
jari-jari
tangan
belakang
90
90
30
ke
sejauh
mungkin
Abduksi: kembangkan
20
jari tangan
Adduksi:
20
rapatkan
jari-jari tangan dari
posisi abduksi
Fleksi: buat kepalan
90
tangan
Ekstensi: luruskan jari
Hiperekstensi: tekuk
90
30
jari-jari
belakang
mungkin
tangan
ke
sejauh
Abduksi: kembangkan
20
jari tangan
s) Derajat kekuatan otot
SKALA
PERSENTASE KEKUATAN
NORMAL (%)
0
0
Paralisis sempurna
1
10
Tidak ada gerakan, kontraksi
otot dapat di palpasi atau
dilihat
2
25
Gerakan otot penuh melawan
gravitasi dengan topangan
3
50
Gerakan yang normal melawan
gravitasi
4
75
Gerakan penuh yang normal
melawan
gravitasi
dan
melawan tahanan minimal
5
100
Kekuatan normal, gerakan
penuh yang normal melawan
gravitasi dan tahanan penuh
KARAKTERISTIK
t) KATZ INDEX
AKTIVITAS
KEMANDIRIAN
KETERGANTUNGAN
(1 poin)
(0 poin)
TIDAK
ADA Dengan pemantauan,
pemantauan,
perintah perintah, pendampingan
ataupun didampingi
personal atau perawatan
total
MANDI
(1 poin)
(0 poin)
Sanggup mandi sendiri Mandi dengan bantuan
tanpa
hanya
bantuan
tubuh
bantuan,
atau lebih dari satu bagian
memerlukan tuguh, masuk dan keluar
pada
bagian kamar
tertentu Dimandikan
(punggung, genital, atau bantuan total
ekstermitas lumpuh)
BERPAKAIAN
(1 poin)
(0 poin)
mandi.
dengan
Berpakaian
mandiri.
lengkap Membutuhkan
Bisa
bantuan
jadi dalam berpakaian, atau
membutuhkan bantuan dipakaikan baju secara
TOILETING
unutk memakai sepatu
keseluruhan
(1 poin)
(0 poin)
Mampu ke kamar kecil Butuh bantuan menuju
(toilet),
mengganti dan
keluar
toilet,
pakaian, membersihkan membersihkan
sendiri
genital tanpa bantuan
atau
menggunakan
telepon
PINDAH POSISI
(1 poin)
(0 poin)
Masuk dan bangun dari
Butuh
bantuan
dalam
tempat tidur / kursi berpindah dari tempat
tanpa
bantuan.
Alat tidur
ke
kursi,
atau
atau
total
bantu berpindah posisi dibantu total
bisa diterima
KONTINENSIA
(1 poin)
(0 poin)
Mampu
MAKAN
mengontrol Sebagian
secara baik perkemihan
inkontinensia bowel dan
dan buang air besar
bladder
(1 poin)
(0 poin)
Mampu
makanan
memasukkan Membutuhkan
ke
tanpa
mulut sebagian
bantuan. dalam
atau
total
makan,
atau
Persiapan makan bisa memerlukan
jadi
dilakukan
bantuan
makanan
oleh parenteral
orang lain.
AKTIVITAS
KEMANDIRIAN
KETERGANTUNGAN
(1 poin)
(0 poin)
TIDAK
pemantauan,
ADA Dengan pemantauan,
perintah perintah, pendampingan
ataupun didampingi
personal atau perawatan
total
Total Poin :
6 = Tinggi (Mandiri); 4 = Sedang;