Analisis Dampak Faktor Lingkungan Fisik

Analisis Dampak Faktor Lingkungan Fisik, Citra Museum, dan Emosi Pengunjung terhadap Keinginan Berperilaku

Analisis Dampak Faktor Lingkungan Fisik, Citra Museum, dan Emosi
Pengunjung terhadap Keinginan Berperilaku
(Studi pada Bagian Koleksi Nonbuku Perpustakaan Nasional RI
UPT Perpustakaan Proklamator Bung Karno)
Tanto A. Putro
Pascasarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya
Abstract: The purpose of this research is to explain whether any impact of physical environments to the
museum image, visitor’s emotions and behavioral intentions of the Bung Karno Museum in Blitar. Data
processing by using Structural Equation Modeling (SEM) Technique. The sample of this research is 133
visitors. The result of this research shows that museum image, visitor’s emotions and behavioral intentions
is not signifcantly affected by design factors, however, museum image, visitor’s emotions and behavioral
intentions is signifcantly affected by ambient factors. Museums need to be empowered by improve the
quality of the atmosphere of the museum as a way to promote the tourism industry and the local economy.
Keywords: museum, physical environments, design factors, ambient factors, image, emotion, behavioral
intentions, Structural Equation Modeling (SEM)
Abstrak: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki dampak lingkungan fisik terhadap citra museum,
emosi pengunjung, dan keinginan berperilaku pada Museum Bung Karno di Blitar. Data diolah menggunakan
analisis SEM (Structural Equation Modeling). Sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 133 pengunjung
museum. Kesimpulan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa citra museum, emosi pengunjung, dan keinginan

berperilaku tidak dipengaruhi oleh faktor desain museum. Namun, citra museum, emosi pengunjung, dan
keinginan berperilaku secara signifikan dipengaruhi oleh faktor ambien museum. Museum perlu diberdayakan
dengan mengembangkan kualitas suasana museum sebagai salah satu cara untuk mengembangkan industri
pariwisata dan perekonomian masyarakat di sekitarnya.
Kata Kunci: museum, lingkungan fisik, faktor desain, faktor ambien, citra, emosi, keinginan berperilaku, SEM

Salah satu permasalahan yang dihadapi museum di
Indonesia saat ini adalah kesulitan untuk menarik pengunjung. Hal ini ditunjukkan oleh jumlah pengunjung
museum dari tahun ke tahun yang terus mengalami
penurunan (Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional 2009). Menurut Wijaya (2009),
penyebab museum menjadi tempat yang tidak menarik
untuk dikunjungi adalah minimnya koleksi benda-

Alamat Korespondensi:
Tanto A. Putro, Pascasarjana Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono 165 Malang

benda bersejarah yang dimiliki oleh suatu museum
serta suasana museum yang tidak atraktif.
Pengunjung museum cenderung menjadi lebih

puas ketika ruang interior dan sirkulasi pengunjung
didesain dengan pertimbangan penuh untuk memudahkan pengunjung (Bitgood & Cota 1995 dalam Elottol
& Bahauddin 2011). Xu (2007) mengemukakan bahwa lingkungan dirancang dengan harapan akan meningkatkan perasaan positif konsumen yang diinginkan, seperti keinginan yang lebih tinggi untuk tinggal
lebih lama. Peter dan Olson (2000) menjelaskan pula
hampir setiap lingkungan terdapat sejumlah perangsang yang tidak ada habisnya yang mempengaruhi
perilaku konsumen. Dalam hal ini, museum memiliki

TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 66b/DIKTI/KEP/2011
163

ISSN: 1693-5241

163

Tanto A. Putro

beberapa rangsangan yang memepengaruhi pengunjung seperti karakteristik dari pengunjung lain yang
datang, pemandu, pencahayaan, suara, suhu udara,
luas rak, display barang, dan warna. Lin dan Liang
(2011) membagi lingkungan menjadi lingkungan sosial

yang meliputi emosi yang diperlihatkan karyawan dan
suasana pelanggan, serta lingkungan fisik yang
meliputi faktor ambien dan faktor desain.
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui hubungan suasana (atmosphere) dengan
keinginan (intention) pelanggan pada museum
(Elottol & Bahauddin 2011; Goulding 2000), toko ritel
(Hu & Jasper, 2006; Baker, et al. 1992; Baker, et al.
1994; Baker, et al. 2002; Lin & Liang, 2011; Spies, et
al. 1997; Babin, et al., 2003; Grewal, et al., 2003),
bar (Grayson & McNeill 2009), dan produsen minuman anggur (Pan, et al. 2008). Hubungan antara citra
dan keinginan telah diteliti pada toko ritel (Hsu, et al.
2010; Diallo 2012; Grewal, et al. 1998; Bao, et al.
2011; Wu, et al. 2011), taman wisata (Qu, et al. 2011;
Del Bosque & Martin 2008), dan perusahaan otomotif
(Souiden & Pons 2009). Para peneliti juga telah menyelidiki hubungan emosi dan keinginan konsumen
pada museum (Bigne, et al. 2008), produsen minuman
anggur (Pan, et al., 2008), toko ritel (Lin & Liang,
2011; Spies, et al., 1997; Baker, et al., 1992), taman
wisata (Del Bosque & Martin 2008), dan mall (Babin
& Attaway 2000). Hal tersebut menunjukkan bahwa

masih kurangnya penelitian yang melibatkan aspek
lingkungan fisik, citra, emosi konsumen, dan keinginan
berperilaku secara bersamaan dalam lingkup museum.
Untuk itu penelitian ini dilakukan untuk melihat keterkaitan antara lingkungan fisik, citra, emosi konsumen,
dan keinginan berperilaku dalam lingkup museum serta
memecahkan salah satu persoalan yang dihadapai
museum di Indonesia.
Faktor desain adalah elemen lingkungan yang
lebih bersifat visual. Unsur-unsur ini dapat berupa
elemen fungsional dan/atau estetika (Baker, et al.
1994). Baker dan Cammeron (1996) menjelaskan
faktor desain menunjukkan komponen lingkungan
yang cenderung visual dan lebih nyata. Baker dan
Cammeron (1996) mengembangkan masalah desain
yang mencakup tentang pengaruh spatial layout,
warna, dan perabot.
Baker dan Cammeron (1996) menjelaskan faktor
ambien adalah kondisi background yang tidak nyata,
164


yang cenderung mempengaruhi perasaan nonvisual
dan dalam beberapa kasus mungkin memiliki pengaruh
bawah sadar. Baker dan Cammeron (1996) mengembangkan masalah tentang pengaruh pencahayaan,
temperatur, dan musik. Faktor ambien adalah salah
satu faktor yang dapat memberikan kenyamanan
kepada konsumen. Faktor ambien merupakan aspek
nonvisual, kondisi latar belakang dalam lingkungan,
termasuk unsur-unsur seperti suhu, pencahayaan, dan
aroma (Baker, et al. 1994).
Citra adalah representasi mental individu atas
pengetahuan, perasaan, dan kesan global mengenai
tujuan (Baloglu & McCleary 1999 dalam Del Bosque
& Martin 2008). Sedangkan Kotler (2007) mendefinisikan citra sebagai seperangkat keyakinan, ide, dan
kesan yang dimiliki oleh seseorang terhadap suatu
objek. Citra museum itu sendiri dianggap sebagai
bagian dari fungsi pendidikan museum (Mclean 2003).
Citra destinasi yang positif dapat digunakan oleh
wisatawan sebagai ”a surrogate cue in their
decision-making processes” (Naumann & Giel
1995 dalam Raharso 2008). Menurut LeBlanc dan

Nguyen (1996) dalam Raharso (2008), citra sebuah
destinasi wisata merupakan salah satu alasan wisatawan untuk berkunjung ke destinasi tersebut.
Clore, et al. (1994) dalam Kapoor dan Kulshrestha
(2009) mendefinisikan kata afeksi hanya sebagai
sebuah istilah yang menangkap aspek positif/negatif
dari sesuatu dan mengatakan bahwa semua emosi
adalah afektif tetapi tidak semua hal afektif adalah
emosi. Ortony, et al. (1987) membedakan emosi
dengan nonemosi dan menyimpulkan bahwa istilah
emosi merujuk kepada keadaan mental internal yang
difokuskan terutama pada afeksi di mana afeksi hanya
mengacu pada persepsi kebaikan atau keburukan dari
sesuatu. Kebanyakan teori emosi yang meneliti penyebab kognitif dari emosi menunjukkan bahwa emosi
positif muncul dari pencapaian tujuan atau setidaknya
kemajuan menuju tujuan pencapaian. Sedangkan
emosi negatif timbul dari kegagalan untuk mencapai
tujuan atau tidak cukup kemajuan untuk menuju pencapaian tujuan (Carver & Scheier 1990 dalam
Kapoor & Kulshrestha 2009).
Mowen dan Minor (2002) mendefiniskan keinginan berperilaku sebagai keinginan konsumen
untuk berperilaku menurut cara tertentu dalam rangka

memiliki, membuang, dan menggunakan produk atau

JURNAL APLIKASI
Nama Orang
MANAJEMEN | VOLUME 12 | NOMOR 1 | MARET 2014

Analisis Dampak Faktor Lingkungan Fisik, Citra Museum, dan Emosi Pengunjung terhadap Keinginan Berperilaku

jasa. Pembentukan sikap dan pola perilaku pelanggan
terhadap pembelian produk dan jasa merupakan hasil
dari pengalaman mereka sebelumnya. Pelanggan
yang menikmati produk atau jasa mungkin akan
mengembangkan sikap yang mendukung perusahaan
atau jasa tersebut (favourable), misalnya dengan
berkata hal-hal yang positif tentang produk, dan
merekomendasikan kepada orang lain, loyal, dan rela
membayar lebih mahal dari produk sejenis. Namun
sebaliknya, jika produk tersebut gagal memenuhi
fungsi yang sebagaimana diharapkan konsumen, maka
akan dapat dengan mudah menimbulkan sifat negatif

(unfavourable), misalnya dengan berkata negatif
tentang produk, pindah kepada produk lain, bahkan
menuntut perusahaan melalui pengadilan (Zeithaml
2000).

Faktor Desain, Citra, Emosi, dan Keinginan
Berperilaku
Sistem kognitif dibentuk dari penyerapan informasi dari material yang ada di sekeliling pengunjung
(Cai & Zhu 2010). Penelitian Cornelius, et al. (2010)
yang dilakukan pada toko ritel menyatakan bahwa
berbagai jenis storefront displays membawa potensi
citra yang berbeda. Mereka juga menyimpulkan bahwa desain depan toko yang lebih inovatif memberikan
penilaian citra yang lebih baik. Hu dan Jasper (2006)
menyimpulkan bahwa pengunjung memiliki anggapan
citra yang lebih baik ketika terdapat desain grafis yang
lebih berorientasi sosial ditampilkan dalam lingkungan
serta adanya layanan secara pribadi. Kondisi ini akan
berubah ketika media grafis yang berorientasi sosial
hadir lebih sedikit.
H1 : Desain museum yang semakin baik akan

berdampak langsung terhadap peningkatan
citra museum secara signifikan.
Yuksel (2007) menyimpulkan bahwa lingkungan
tujuan wisata berpengaruh langsung pada perilaku
pengunjung. Penelitian Hu dan Jasper (2006) menyimpulkan interaksi media grafis dan pelayanan memiliki
pengaruh signifikan terhadap keinginan konsumen
untuk berlangganan. Sedangkan penelitian Grayson
dan McNeill (2009) yang dilakukan di bar menyatakan
bahwa tata letak harus dirancang untuk menciptakan
aliran yang tepat dan mengarahkan kerumunan ke
tempat yang tepat. Pembentukan daerah yang ramai

atau ”bottlenecks”, akan menciptakan emosi negatif
sehingga menyebabkan pelanggan untuk pergi. Dari
studi literatur yang dilakukan, Turley dan Milliman
(2000) menyimpulkan bahwa variabel suasana berpengaruh terhadap perilaku konsumen.
H2 : Desain museum yang semakin baik akan berdampak langsung terhadap peningkatan keinginan berperilaku secara signifikan.
Hu dan Jasper (2006) dalam penelitiannya
menyimpulkan bahwa pengunjung akan merasa lebih
tergugah dan senang ketika menampilkan media grafis

yang berorientasi sosial. Juga telah disebutkan bahwa
Grayson dan McNeill (2009) menyatakan pembentukan daerah yang ramai atau ”bottlenecks”, akan
menciptakan emosi negatif bagi pengunjung.
Atmospheric cues (eksterior, interior, desain, display)
membantu membentuk preferensi emosional konsumen (Pan, et al. 2008). Hal ini menyiratkan bahwa
emosi konsumen akan sangat dipengaruhi oleh kepuasan mereka dengan suasana yang ada (Yuksel 2007).
Penelitian Slatten, et al. (2009) menunjukkan bahwa
faktor desain merupakan hal yang begitu penting dalam menghasilkan pengalaman pengunjung. Temuannya menunjukkan bahwa desain secara langsung
mempengaruhi perasaan sukacita pelanggan. Cai dan
Zhu (2010) dan Spies, et al. (1997) menegaskan hal
tersebut dengan menyatakan bahwa fasilitas atau
perabotan yang digunakan secara langsung dan positif
berdampak pada suasana hati pengunjung. Lin dan
Liang (2011) menyatakan elemen desain yang buruk
dan lingkungan yang tidak menyenangkan membuat
konsumen merasakan emosi negatif (terabaikan,
marah, atau tidak senang).
H3 : Desain museum yang semakin baik akan berdampak langsung terhadap semakin baiknya
emosi pengunjung secara signifikan.


Faktor Ambien, Citra, Emosi, dan Keinginan
Berperilaku
Faktor ambien (pencahayaan dan musik) adalah
unsur-unsur yang diidentifikasi dalam literatur memiliki kontribusi untuk citra dan dapat dikontrol dengan
mudah (Baker, et al., 1994). Para ahli telah mengonseptualisasikan citra dengan berbagai kategori atribut
termasuk keragaman, fasilitas, dan postur pasar
(Nevin & Houston, 1980 dalam Hsu, et al., 2010)

TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 66b/DIKTI/KEP/2011

ISSN: 1693-5241

165

Tanto A. Putro

serta merchandise, suasana, pelayanan, aksesibilitas,
reputasi, promosi, fasilitas, dan layanan pascatransaksi
(Thang & Tan, 2003 dalam Hsu, et al., 2010). Hsu,
et al. (2010) juga menyimpulkan bahwa citra tercermin oleh tiga komponen utama yaitu atribut
merchandise, ambien dan layanan, serta daya tarik
pemasaran.
H4 : Ambien museum yang semakin baik akan
berdampak langsung terhadap peningkatan
citra museum secara signifikan.
Variabel suasana dapat dimanipulasi untuk mendorong pelanggan untuk membeli (Grayson & McNeill
2009). Grayson dan McNeill (2009) juga bependapat
bahwa untuk membuat pengunjung belama-lama adalah dengan menyesuaikan pencahayaan dan temperatur untuk membuat pengunjung merasa nyaman.
Babin, et al. (2003) juga menyatakan bahwa kombinasi antara warna serta pencahayaan yang berbeda
dapat menyebabkan keinginan membeli dan berlangganan yang berbeda pula. Pan, et al. (2008) menyimpulkan interior yang mencakup perabotan dan pewarnaan, suhu, pencahayaan, kebersihan, musik, dan
informasi berpengaruh signifikan terhadap perilaku.
Yuksel (2007) menyimpulkan bahwa lingkungan tujuan
wisata berpengaruh langsung pada perilaku pengunjung. Turley dan Milliman (2000) melakukan studi
literatur dan menyimpulkan bahwa variabel suasana
berpengaruh terhadap perilaku konsumen.
H5 : Ambien museum yang semakin baik akan berdampak langsung terhadap penigkatan keinginan berperilaku secara signifikan.
Grayson dan McNeill (2009) menyatakan bahwa
melalui manipulasi dari musik yang dimainkan, respon
emosional yang diinginkan seperti kesenangan dan
gairah dapat dibentuk untuk menimbulkan perilaku
positif. Grayson dan McNeill (2009) juga menambahkan bahwa pengaturan cahaya juga berperan
dalam membentuk suasana hati. Pencahayaan, display, aroma, musik, dan berbagai kombinasi atau
atmosfer secara keseluruhan dapat mempengaruhi
secara langsung pada emosi konsumen (Pan, et al.,
2008). Hasil dari penelitian Xu (2007) menunjukkan
bahwa faktor karyawan dan ambien memiliki pengaruh positif signifkan pada rasa senang konsumen.
Lin dan Liang (2011) telah menunjukkan bahwa
166

pelanggan merespon secara emosional untuk berbagai
lingkungan fisik yang mencakup faktor desain dan
ambien.
H6 : Ambien museum yang semakin baik akan berdampak langsung terhadap semakin baiknya
emosi pengunjung secara signifikan.

Citra, Emosi, dan Keinginan Berperilaku
Citra memiliki hubungan langsung dan positif
dengan keinginan membeli (Grewal, et al., 1998).
Hsu, et al. (2010) menyimpulkan citra merupakan
pendorong penting dari keinginan berperilaku. Penelitian yang dilakukan oleh Bao, et al. (2011) dan Wu,
et al. (2011) pada produk private label menemukan
bahwa citra toko berpengaruh positif terhadap keinginan membeli. Citra yang tinggi mengirimkan sinyal kuat
kepada konsumen tentang kualitas barang dan memberikan mereka jaminan pada hasil dari penggunaan.
Qu et al. (2011) menyatakan bahwa keinginan untuk
mengunjungi kembali tujuan wisata dan merekomendasikan hal positif kepada orang lain merupakan dua
perilaku yang paling penting dalam citra tujuan wisata
dan perilaku pascakonsumsi.
H7 : Citra museum yang semakin baik akan berdampak langsung terhadap peningkatan keinginan berperilaku secara signifikan.
Emosi yang muncul selama proses konsumsi meninggalkan bekas di memori afektif. Bekas ini tersedia
bagi individu untuk mengakses dan mengintegrasikannya pada kondisi kepuasan mereka (Cohen &
Areni 1991 dalam Del Bosque & Martin 2008). Konsumen yang memiliki emosi yang menyenangkan akan
cenderung untuk menunjukkan perilaku yang positif,
seperti mau berlama-lama dan sering berinteraksi
dengan karyawan. Sebaliknya, konsumen yang memiliki emosi buruk cenderung menunjukkan perilaku
negatif, seperti keinginan untuk pergi atau ketidaksabaran ketika menunggu pelayanan serta rendahnya
keterlibatan (Pan, et al., 2008). Lin dan Liang (2011)
berpendapat bahwa konsumen yang memiliki emosi
yang positif cenderung untuk memiliki keinginan untuk
kembali, merekomendasikan kepada orang lain, dan
mau melakukan pembelian. Konsumen yang merasa
bahagia akan memiliki keinginan untuk membeli, dan
konsumen yang bergairah akan mempengaruhi waktu

JURNAL APLIKASI
Nama Orang
MANAJEMEN | VOLUME 12 | NOMOR 1 | MARET 2014

Analisis Dampak Faktor Lingkungan Fisik, Citra Museum, dan Emosi Pengunjung terhadap Keinginan Berperilaku

kunjungan dan interasksinya dengan karyawan (Donovan
& Rossiter 1982).
H8 : Emosi pengunjung yang semakin baik akan
berdampak langsung terhadap peningkatan
keinginan berperilaku secara signifikan.
Kerangka hipotesis yang mengacu telaah pustaka
yang telah diuaraikan dalam penelitian ini dapat dilihat
pada Gambar 1.

H1

responden telah diperoleh secara acak, yaitu antara
pagi dan siang hari, serta pada hari kerja dan akhir
pekan (Lin dan Liang 2011). Karakteristik sampel
disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Karakteristik Demografi Responden

Kategori
Jenis kelamin

Citra
museum
H7

Faktor
desain

Usia
H2

H3
H4

H5

Faktor
ambien

Keinginan
berperilaku
H8

H6

Pendidikan

Emosi
pengunjung

Gambar 1. Kerangka Hipotesis Penelitian

METODE
Prosedur Penelitian
Museum Bung Karno dipilih untuk melihat relevansi lingkungan fisik, citra, dan emosi terhadap keinginan berperilaku. Hanya digunakannya Musem
Bung Karno sebagai objek penelitian adalah untuk
mengkontekstualisasikan penelitian dalam lingkup yang
sama untuk semua pengunjung, sehingga menghindari
bias lingkungan yang mungkin terjadi (De Rojas dan
Camarero 2006).
Karakteristik populasi yang ditekankan dalam
penelitian ini adalah pengunjung yang memiliki tingkat
perhatian tertentu terhadap Museum Bung Karno.
Alasan penentuan karakteristik tersebut dimaksudkan
untuk mendapakan data yang akurat, karena data
terkumpul dari responden yang memperhatikan aspekaspek yang ada pada museum. Tingkat perhatian
tertentu yang dimaksud adalah pengunjung yang baru
saja keluar dari museum dan berkunjung lebih dari
satu kali. Untuk itu, teknik pengambilan sampel yang
digunakan adalah teknik purposive sampling, yaitu
pemilihan sampel secara subjektif oleh peneliti karena
peneliti memahami bahwa informasi yang dibutuhkan
dapat diambil dari kelompok tertentu. Sebanyak 133

Laki-laki
Perempuan
45
SD
SMP
SMA
S1
S2

Jumlah
Responden
(%)
46,62
53,38
5,26
29,32
36,84
19,55
9,02
1,50
3,76
36,84
54,14
3,76

Pengukuran
Dalam penelitian ini, indikator-indikator faktor
desain mencerminkan tata letak, fasilitas, dan warna
(Baker & Cammeron, 1996; Pan, et al., 2008; Lin &
Liang, 2011). Faktor ambien diuraikan sebagai kualitas
udara, pencahayaan, dan aroma (Baker, et al., 1994;
Lin & Liang, 2011; Pan, et al., 2008; Slatten, et al.,
2009). Indikator-indikator citra diadopsi dari penelitian
Baker, et al. (1994), Grewal, et al. (1998), Hsu, et
al. (2010), Bao, et al. (2011), Diallo, (2012), dan Wu,
et al. (2011) yang meliputi ragam, kualitas, dan kebersihan. Dalam penelitian ini, indikator-indikator emosi
pengunjung mencerminkan rasa senang, antusias,
terkesan, dan puas. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa indikator-indikator tersebut dirasa paling mungkin terjadi pada saat mengunjungi museum.
Adapun indikator-indikator emosi konsumen diadopsi
dari penelitian Babin dan Attaway (2000), Del Bosque
dan Martin (2008), Pan, et al. (2008), dan Lin dan
Liang (2011). Keinginan berperilaku diukur menggunakan empat item, yaitu keinginan berkunjung dan
keinginan merekomendasikan (Hu & Jasper, 2006),
serta lama berkunjung dan keinginan berkunjung
kembali (Pan, et al., 2008).
Sebelum disebarkan, kuesioner terlebih dahulu
diujicobakan dan dievaluasi oleh para akademisi agar

TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 66b/DIKTI/KEP/2011

ISSN: 1693-5241

167

Tanto A. Putro

lebih mudah dipahami dan diharapkan dapat mengukur
kemungkinan-kemungkinan yang ada di lapangan.
Masing-masing item dalam penelitian ini diukur menggunakan Skala Likert dengan nilai 1 (sangat setuju)
hingga 7 (sangat tidak setuju).

HASIL
Pengujian Asumsi dalam SEM
Dalam analisis SEM, perlu dilakukan pengujian
asumsi sebagaimana analisis multivariat yang lain.
Untuk menjalankan analisis SEM, maka perlu mengeluarkan oulier dan data berdistribusi normal (Hair,
et al., 1998). Evaluasi dalam uji normalitas dilakukan
dengan menggunakan nilai kritis sebesar ± 1,96 pada
tingkat signifikansi 0,05. Jika nilai critical ratio
skewness dan kurtosis melebihi nilai kritis, maka data
tidak berdistribusi normal (Hair, et al., 2010). Berdasarkan hasil perhitungan, ternyata nilai critical ratio
skewness dan kurtosis dari hampir semua indikator
berada di dalam rentang ± 1,96, kecuali critical ratio
kurtosis dari indikator ragam dan tata letak. Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa data dalam
penelitian ini berdistribusi normal sehingga layak untuk
digunakan.
Univariate outlier dideteksi dengan menggunakan dasar nilai z-score. Jika nilai z-score  3,0 maka
data observasi tersebut ada yang outlier (Hair, et
al., 2010). Sedangkan untuk mendeteksi multivariate
outlier dilakukan dengan melihat nilai mahalanobis
distance. Nilai mahalanobis distance (D2) dibagi
dengan nilai df pada tingkat signifikansi 0,001. Apabila
terdapat nilai D2/df yang lebih besar dari 3, maka
terjadi masalah multivariate outlier (Hair, et al.,
2010). Hasil perhitungan z-score dan D2/df pada
penelitian ini tidak ada yang memiliki nilai di atas 3.
Oleh karena itu, maka tidak ada masalah univariate
outlier maupun multivariate outlier pada data
penelitian ini.

Analisis Faktor Konfirmatori
Peneliti menguji alat analisis yang digunakan
dengan program LISREL 8.80. Analisis Faktor
Konfirmatori mencakup 17 item, antara lain tiga item
faktor desain, tiga item faktor ambien, tiga item citra
museum, empat item emosi pengunjung, dan empat
item keinginan berperilaku. Hasil analisis menunjukkan
168

Goodness of Fit Indices yang cukup baik (  2 =
127,71, RMSEA = 0,06, NFI = 0,89, NNFI = 0,97,
CFI = 0,98, GFI = 0,90, AGFI = 0,86).
Suatu instrumen penelitian dianggap valid jika
informasi yang ada pada tiap item berkorelasi erat
dengan informasi dari item-item tersebut sebagai satu
kesatuan (Sijintak & Sugiarto 2006). Hal tersebut
dapat dilihat dari nilai standardized loading factors,
di mana standardized loading factors (SLF) < 0,5
namun  0,3 masih dapat dipertimbangkan untuk tidak
dihapus (Hair, et al. 2010; Wijanto, 2008). Sugiyono
(2008) menyatakan bahwa suatu variabel dikatakan
mempunyai validitas yang baik terhadap konstruk atau
variabel lainnya, jika standardized loading factors
untuk masing-masing item  0,3. Sedangkan untuk
mengukur reliabilitas, dapat dilakukan dengan menggunakan Composite/Construct Reliability Measure
(Ukuran Reliabilitas Komposit/Konstruk) (Hair et al.
1998). Reliabilitas construct dikatakan baik, jika nilai
construct reliability-nya  0,70. Construct reliability < 0,7 namun  0,5 merupakan reliabilitas
konstruk yang dapat diterima.
Setelah dianalisis, ternyata terdapat indikator
yang yang memiliki nilai SLF < 3, yaitu kebersihan,
puas, dan keinginan merekomendasikan dengan nilai
SLF masing- masing 0,11, 0,26, dan 0,06. Oleh karena
itu, indikator yang memiliki standardized loading
factors kurang dari ketentuan dapat dipertimbangkan
untuk dikeluarkan dari model (Hair, et al. 2010). Dari
evaluasi reestimasi model yang diajukan, konstruk
secara keseluruhan menghasilkan nilai Goodness of
Fit Indices yang lebih baik (  2 = 62,05, RMSEA =
0,0, NFI = 0,94, NNFI = 1, CFI = 1, GFI = 0,94, AGFI
= 0,9). Nilai SLF dan CR disajikan pada Tabel 2.

Hasil Model Struktural
Model Struktural menghasilkan nilai statisitk
sebagai berikut:  2 = 95,28, RMSEA = 0,055, NFI =
0,90, NNFI = 0,95, CFI = 0,96, GFI = 0,91, AGFI =
0,86. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa model
struktural yang menguji hubungan kausal antara
konstruk variabel desain, ambien, citra museum, emosi
pengunjung, dan keinginan berperilaku dapat dikatakan
sebagai model struktural yang baik. Tabel 3 menyajikan hasil uji hipotesis dengan melihat nilai t. Jika nilai
t lebih besar dari ± 1,96 maka hubungan antar variabel

JURNAL APLIKASI
Nama Orang
MANAJEMEN | VOLUME 12 | NOMOR 1 | MARET 2014

Analisis Dampak Faktor Lingkungan Fisik, Citra Museum, dan Emosi Pengunjung terhadap Keinginan Berperilaku

Tabel 2. Hasil Analisis Faktor Konfirmatori
Variabel Item
Tata letak
Desain
Fasilitas
Warna
Udara
Ambien Pencahayaan
Aro ma
Ragam
Citra
Kualitas
Senang
Emosi
Antusias
Terkesan
Berlama-lama
Keinginan Revisit
Positive word of mouth

SLF
0,83
0,75
0,61
0,85
0,81
0,84
0,80
0,65
0,75
0,79
0,64
0,43
0,57
0,51

CR
0,78

0,87
0,70
0,77

0,51

yang bersangkutan adalah signifikan pada tingkat
signifikansi 0,05 (Hair, et al. 1998; Wijanto, 2008).
Tabel 3. Hasil Uji Hipotesis
H
1
2
3
4
5
6
7
8

Desain
Desain
Desain
Ambien
Ambien
Ambien
Citra
Emosi

Jalur
 Citra
 Keinginan
 Emosi
 Citra
 Keinginan
 Emosi
 Keinginan
 Keinginan

SLF
0,02
-0,27
0,04
0,51**
0,44*
0,53**
0,43*
0,13

Nilai t
0,17
-1,95
0,40
4,80
2,20
4,92
2,21
0,87

Ket:
**siginifikan pada level 0,01;
*signifikan pada level 0,05, two-tailed

Pengujian H1 dengan model persamaan struktural menghasilkan koefisien jalur pengaruh desain
secara langsung terhadap citra museum dengan nilai
t sebesar 0,17 (< ± 1,96) serta standardized loading
factors sebesar 0,02. Hasil ini memberikan arti bahwa
semakin baik desain museum tidak berdampak signifikan pada peningkatan citra museum.
Pengujian H2 dengan model persamaan struktural menghasilkan koefisien jalur pengaruh desain
secara langsung terhadap keinginan berperilaku dengan
nilai t sebesar -1,96 (= ± 1,96) dengan nilai standardized loading factors sebesar -0,27. Hasil ini memberikan arti bahwa semakin baik desain museum tidak
berdampak signifikan pada penurunan keinginan
berperilaku.

Pengujian H3 dengan model persamaan struktural menghasilkan koefisien jalur pengaruh desain
secara langsung terhadap emosi pengunjung dengan
nilai t sebesar 0,40 (< ± 1,96) serta standardized
loading factors sebesar 0,04. Hasil ini memberikan
arti bahwa semakin baik desain museum tidak berdampak signifikan pada semakin baiknya emosi
pengunjung.
Pengujian H4 dengan model persamaan struktural menghasilkan koefisien jalur pengaruh ambien
secara langsung terhadap citra museum dengan nilai
t sebesar 4,80 (> ± 1,96) serta standardized loading
factors sebesar 0,51. Hasil ini memberikan arti bahwa
semakin baik ambien museum berdampak signifikan
pada peningkatan citra museum.
Pengujian H5 dengan model persamaan struktural menghasilkan koefisien jalur pengaruh ambien
secara langsung terhadap keinginan berperilaku
dengan nilai t sebesar 2,20 (> ± 1,96) serta standardized loading factors sebesar 0,44. Hasil ini memberikan arti bahwa semakin baik ambien museum berdampak signifikan pada peningkatan keinginan
berperilaku.
Pengujian H6 dengan model persamaan struktural menghasilkan koefisien jalur pengaruh ambien
secara langsung terhadap emosi pengunjung dengan
nilai t sebesar 4,92 (> ± 1,96) serta standardized
loading factors sebesar 0,53. Hasil ini memberikan
arti bahwa semakin baik ambien museum berdampak
signifikan pada semakin baiknya emosi pengunjung.
Pengujian H7 dengan model persamaan struktural menghasilkan koefisien jalur pengaruh citra museum secara langsung terhadap keinginan berperilaku
dengan nilai t sebesar 2,21 (> ± 1,96) serta standardized loading factors sebesar 0,43. Hasil ini memberikan arti bahwa semakin baik citra museum berdampak signifikan pada peningkatan keinginan
berperilaku.
Pengujian H8 dengan model persamaan struktural menghasilkan koefisien jalur pengaruh emosi pengunjung secara langsung terhadap keinginan berperilaku dengan nilai t sebesar 0,87 (< ± 1,96) serta
standardized loading factors sebesar 0,13. Hasil
ini memberikan arti bahwa semakin baik emosi pengunjung tidak berdampak signifikan pada peningkatan
keinginan berperilaku.

TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 66b/DIKTI/KEP/2011

ISSN: 1693-5241

169

Tanto A. Putro

PEMBAHASAN
Hasil menunjukkan bahwa faktor desain sama
sekali tidak berpengaruh terhadap variabel lain. Hal
ini dapat diakibatkan karena desain museum yang
cenderung tidak ada perubahan berarti atau hanya
ada sedikit sekali perubahan, serta sebagian besar
responden atau sebesar 69,9% responden telah pernah
berkunjung sebelumnya. Kombinasi dari kedua faktor
tersebut dapat menyebabkan pengunjung tidak terlalu
menghiraukan dampak faktor desain terhadap variabelvariabel lain. Penelitian ini sesuai dengan penelitian
Baker, et al. (1994) yang menyimpulkan bahwa faktor desain tidak berpengaruh terhadap citra. Hal tersebut dikarenakan konsumen tidak merasakan cukup
perbedaan dalam karakteristik fisik suatu lokasi yang
dikunjungi. Bergeron, et al. (2008) mengungkapkan
bahwa kesan terakhir yang diciptakan untuk mendorong suatu pembelian ataupun penggunaan memiliki
pengaruh yang lemah terhadap keinginan untuk menggunakan kembali. Karena desain museum tidak
mengalami perubahan, maka pengunjung tidak mendapatkan kesan baru dari aspek dasain yang dapat
mempengaruhi variabel-variabel lain. Penelitian
Countryman dan Jang (2006) mengungkapkan bahwa
tata letak suatu lokasi tidak menghasilkan suatu kesan
tertentu bagi konsumen.
Emosi juga tidak memberikan dampak yang
berarti bagi keinginan berperilaku para pengunjung.
Tidak berpengaruhnya emosi terhadap keinginan
berperilaku kemungkinan dikarenakan terdapat halhal lain selain emosi positif yang lebih dipertimbangkan
oleh pengunjung untuk melakukan suatu perilaku
tertentu. Aspek dari sisi museum yang dipertimbangkan tersebut antara lain berupa ambien yang baik,
serta koleksi yang berkualitas dan beragam sehingga
dapat menarik minat pengunjung. Hal tersebut menunjukkan bahwa tampaknya fungsi pendidikan Museum
Bung Karno lebih berperan atau dominan daripada
fungsi rekreasi. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, museum itu sendiri pada dasarnya dianggap
sebagai bagian dari fungsi pendidikan (Mclean 2003;
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata 2007; Arinze,
1999). Maka tidak salah jika pengelolaan museum
berada di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Hasil yang lain dari penelitian ini seperti dampak
faktor ambien terhadap citra dan keinginan berperilaku
170

serta dampak citra terhadap keinginan berperilaku
menghasilkan pengaruh yang positif dan signifikan.
Hasil tersebut konsisten dengan penelitian-penelitian
terdahulu yang membahas hal yang sama (Hsu, et
al., 2010; Grayson & McNeill, 2009; Yuksel, 2007;
Pan, et al., 2008; Lin & Liang, 2011; Grewal, et al.,
1998; Bao, et al., 2011; Wu, et al., 2011).

Implikasi Praktis
Word of mouth positif diduga menyebabkan
peningkatan jumlah pengunjung Museum Bung Karno.
Dalam hal ini, word of mouth merupakan suatu perilaku yang dapat dipicu oleh adanya suatu citra positif
yang dibangun serta ambien yang diterapkan. Beberapa aspek dapat dilakukan untuk meningkatkan citra
yaitu dengan menampilkan benda yang berkualitas
dan beragam, sedangkan ambien yang baik dapat
diperoleh dengan cara melakukan pengaturan kualitas
udara dan pencahayaan serta pengguaan wewangian.
Atas pelayanan yang diterima, pengunjung akan menyebarkan informasi mengenai pengalaman mereka
tersebut kepada orang lain. Informasi tersebut akan
menyebar dengan cepat karena beberapa orang memiliki kesadaran yaitu hanya meneruskan informasi tanpa harus disertai dengan pengalaman aktual.
Beberapa indikator memiliki peran yang besar
antara lain pangaturan tata letak, kualitas udara,
ragam benda koleksi, antusiasme pengunjung, serta
keinginan untuk berkunjung kembali. Grayson dan
McNeill (2009) menyatakan tata letak yang dapat
membentuk daerah yang ramai atau ”bottlenecks”
menciptakan ketidaknyamanan bagi pengunjung.
Maka, hal yang dapat dilakukan adalah dengan
mengatur tata letak supaya menciptakan aliran yang
tepat untuk menghindari terjadinya kerumunan di suatu
titik. Alternatif lain juga dapat dilakukan untuk mengoptimalkan arus pengunjung di dalam museum. Artinya, sebisa mungkin pengunjung menginjakkan kaki
di segala sisi musuem. Daerah atau benda koleksi
yang menjadi daya tarik atau ’magnet’ utama pengunjung perlu dikelola dengan tepat. ’Magnet’ sebaiknya
diletakkan di daerah yang sepi sehingga pengunjung
tertarik untuk mendatanginya (Oei 2009).
Instalasi pengatur suhu udara menjadi sangat vital
untuk mengatur udara di dalam ruang pameran. Udara
yang sejuk serta memberi wangi-wangian tentu akan
membuat pengunjung merasa nyaman. Namun di sisi

JURNAL APLIKASI
Nama Orang
MANAJEMEN | VOLUME 12 | NOMOR 1 | MARET 2014

Analisis Dampak Faktor Lingkungan Fisik, Citra Museum, dan Emosi Pengunjung terhadap Keinginan Berperilaku

lain, pengoperasian AC juga tentu membutuhkan
biaya. Penggunaan AC dapat diefisiensikan dengan
cara menyesuiakan pengoperasian AC dengan jumlah
pengunjung yang ada di ruang pameran. Namun,
bukan berarti jika saat sepi pengunjung AC dimatikan
sama sekali karena hal tersebut dapat membuat pengunjung merasa tidak nyaman dan membuat citra
museum menjadi buruk.
Kebanyakan pengunjung yang datang dari luar
Kota Blitar tentunya juga memerlukan perhatian
khususnya mengenai area parkir. Pengaturan lahan
parkir yang tidak tepat dapat menyebabkan pengunjung dari luar kota yang menggunakan kendaraan
pribadi menjadi enggan berkunjung karena area parkir
yang merepotkan. Untuk itu, pengaturan area parkir
perlu dilakukan untuk memudahkan pengunjung pada
umumnya dan pengunjung dari luar kota khususnya
serta demi ketertiban lalu lintas di Area Makam Bung
Karno. Area Makam Bung Karno di mana Museum
Bung Karno berada sebenarnya memiliki area parkir
khusus yang luas untuk menampung kendaraan wisatawan, namun penggunaannya tampak belum optimal.
Tidak seluruhnya kendaraan para wisatawan diparkir
di area tersebut dengan alasan letaknya cukup jauh
yaitu ± 1 km dari area makam. Hal tersebut menyebabkan para wisatawan mencari tempat parkir yang
lebih dekat bahkan di bahu jalan di sekitar area makam
sehingga sedikit menghambat arus lalu lintas. Untuk
itu, pengelola diarapkan lebih tegas dalam mengarahkan pengunjung untuk memarkir kendaraannya di
tempat yang telah disediakan.

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Meskipun penelitian ini telah menunjukkan hubungan antara lingkungan fisik, citra, dan emosi terhadap keinginan berperilaku, namun penelitian ini masih
terdapat beberapa keterbatasan. Dari beberapa keterbatasan yang disebutkan, diarapkan nantinya dapat
dijadikan sebagai saran untuk penelitian selanjutnya.
penelitian ini tidak menyelidiki keterkaitan faktor sosial
dalam lingkungan museum terhadap variabel citra
museum, emosi, dan keinginan berperilaku pengunjung. Sebagaimana yang telah dinyatakan oleh Baker
dan Cameron (1996) yang mengategorikan lingkungan
menjadi tiga elemen yaitu faktor ambien, faktor desain,
faktor sosial.

Saran
Penelitian mendatang hendaknya memasukkan
unsur faktor sosial dalam menganalisis dampak suasana terhadap variabel-variabel lain yang telah disebutkan. Kedua, penelitian ini menggunakan hanya
satu pernyataan atau item untuk masing-masing indikator. Hal ini menyebabkan kurangnya informasi yang
diperoleh di lapangan. Untuk itu, penelitian selanjutnya
perlu menjabarkan item-item untuk tiap-tiap indikator
guna mendapatkan informasi yang lebih lengkap.

DAFTAR RUJUKAN
Babin, B.J., dan J.S. Attaway. 2000. Atmospheric Affect as
a Tool for Creating Value and Gaining Share of Customer. Journal of Business Research. Vol. 49, pp. 91–
99.
Babin, B.J., D.M. Hardesty, dan T.A. Suter, 2003. Color and
Shopping Intentions: The Intervening Effect of Price
Fairness and Perceived Affect. Journal of Business
Research. Vol. 56, pp. 541–551.
Baker, J., dan M. Cameron. 1996. The Effects of the Service
Environment on Affect and Consumer Perception of
Waiting Time: an Integrative Review and Research
Propositions. Journal of the Academy of Marketing
Science. Vol. 24, No. 4, pp. 338–349.
Baker, J., A. Parasuraman, D., Grewal, dan G.B. Voss. 2002.
The Influence of Multiple Store Environment Cues
on Perceived Merchandise Value and Patronage Intentions. Journal of Marketing. Vol. 66, pp. 120–141.
Baker, J., D. Grewal, dan A. Parasuraman. 1994. The Influence of Store Environment on Quality Inferences and
Store Image. Journal of the Academy of Marketing
Science. Vol. 22, No. 4, pp. 328–339.
Baker, J., D. Grewal, dan M. Levy. 1992. An Experimental
Approach to Making Retail Store Environmental Decisions. Journal of Retailing. Vol. 68, No. 4, pp. 445–
460.
Bao, Y., Y. Bao, dan S. Sheng. 2011. Motivating Purchase
of Private Brands: Effects of Store Image, Product
Signatureness, and Quality Variation. Journal of Business Research. Vol. 64, pp. 220–226.
Bergeron, J., J.M. Fallu, dan J. Roy. 2008. A Comparison of
the Effects of the First Impression and the Last Impression In A Selling Context. Recherche et Applications en Marketing. Vol. 23, pp. 19–36.
Bigne, J.E., A.S. Mattila, dan L. Andreu. 2008. The Impact
of Experiential Consumption Cognitions and Emotions on Behavioral Intentions. Journal of Services
Marketing. Vol. 22, No. 4, pp. 303–315.

TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 66b/DIKTI/KEP/2011

ISSN: 1693-5241

171

Tanto A. Putro

Cai, X., dan Zhu, X. 2010. Visitor Knowledge Consumption
Behavior Pattern Classification-Based Museum Exhibition Design Studies. Management Science and
Engineering. Vol. 4, No. 4, pp. 7–13.
Cornelius, B., M. Natter, dan C. Faure. 2010, How Storefront Displays Inûuence Retail Store Image. Journal
of Retailing and Consumer Services. Vol. 17, pp. 143–
151.
Countryman, C.C., dan S.C. Jang. 2006. The Effects of Atmospheric Elements on Customer Impression: The
Case of Hotel Lobbies. International Journal of Contemporary Hospitality Management. Vol. 18, No. 7,
pp. 534–545.
De Rojas, M.D.C., dan M.D.C. Camarero. 2006. Experience
and Satisfaction of Visitors to Museums and Cultural
Exhibitions. International Review on Public and Non
Profit Marketing. Vol. 3, No. 1, pp. 49–65.
Del Bosque, I.R., dan H.S. Martin. 2008. Tourist Satisfaction: A Cognitive-Affective Model. Annals of Tourism Research. Vol. 35, No. 2, pp. 551–573.
Diallo, M.F. 2012. Effects of Store Image and Store Brand
Price-Image on Store Brand Purchase Intention: Application to An Emerging Market. Journal of Retailing and Consumer Services. Vol. 19, pp. 360–367.
Donovan, R.J., dan J.R. Rossiter. 1982. Store Atmosphere:
An Environmental Psychology Approach. Psychology of Store Atmosphere. Vol. 58, No. 1, pp. 34–57.
Elottol, R.M.A., dan A. Bahauddin. 2011. The Relationship
Between Interior Space Design and Visitors’ Satisfaction: A Case Study of Malaysian Museums (Interior Circulation Scheme). The International Journal
of Organizational Innovation. Vol. 3, No. 4, pp. 158–
179.
Goulding, C. 2000. The Museum Environment and the Visitor Experience. European Journal of Marketing. Vol.
34, No. 3/4, pp. 261–278.
Grayson, R.A.S., dan L.S. McNeill. 2009. Using Atmospheric Elements in Service Retailing: Understanding the Bar Environment. Journal of Services Marketing. Vol. 23, No.7, 517–527.
Grewal, D., J. Baker, M. Levy, dan G.B. Voss. 2003. The
Effects of Wait Expectations and Store Atmosphere
Evaluations on Patronage Intentions in Service-Intensive Retail Stores. Journal of Retailing. Vol. 79,
pp. 259–268.
Grewal, D., R. Krishnan, J. Baker, dan N. Borin. 1998. The
Effect of Store Name, Brand Name and Price Discounts on Consumers’ Evaluations and Purchase Intentions. Journal of Retailing. Vol. 74, No.3, pp. 331–
352.

172

Hair, J.F., R.E. Anderson, R.L. Tatham, dan W.C. Black. 1998.
Multivariate Data Analysis. Edisi 5. New Jersey:
Prentice Hall Inc.
Hair, J.F., W.C. Black, B.J. Babin, dan R.E. Anderson. 2010.
Multivariate Data Analysis. Edisi 7. New Jersey:
Prentice Hall Inc.
Hsu, M.K., Y. Huang, dan S. Swanson. 2010. Grocery Store
Image, Travel Distance, Satisfaction and Behavioral
Intentions: Evidence from A Midwest College Town.
International Journal of Retail & Distribution Management. Vol. 38, No. 2, pp. 115–132.
Hu, H., dan C.R. Jasper. 2006. Social Cues in the Store
Environment and Their Impact on Store Image. International Journal of Retail & Distribution Management. Vol. 34, No. 1, pp. 25–48.
Kapoor, A., dan C. Kulshrestha. 2009. Consumers’ Perceptions: an Analytical Study of Influence of Consumer
Emotions and Response. Direct Marketing: An International Journal. Vol. 3, No. 3, pp. 186–202.
Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional,
2009. Jumlah Pengunjung Museum di Indonesia.
diakses Desember 2012. http://kppo.bappenas.go.id/
files/-3-Jumlah%20Pengunjung%20Museum%
20di%20Indonesia.pdf
Kotler, P. 2007. Marketing Management. New York:
Pearson Prentice Hall.
Lin, J.S.C., dan H.Y. Liang. 2011. The Influence of Service
Environments on Customer Emotion and Service
Outcomes. Managing Service Quality. Vol. 21, No. 4,
pp. 350–372.
Mclean, F. 2003. Marketing the Museum. NewYork:
Routledge.
Mowen, J.C., dan M. Minor. 2002. Perilaku Konsumen.
Edisi Kelima Jilid 1 dan 2. Jakarta: Erlangga.
Oei, I. 2009. Rahasia Sukses Toko Tionghoa: Mengembangkan Toko dari Nol & Meraup Keuntungan
Maksimal. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Ortony, A., G.L. Clore, dan M.A. Foss. 1987. The Referential Structure of the Affective Lexicon. Cognitive
Science. Vol. 11, pp. 361–384.
Pan, F., S. Su, dan C. Chiang. 2008. Dual Attractiveness of
Winery: Atmospheric Cues on Purchasing. International Journal of Wine Business Research. Vol. 20,
No. 2, pp. 95–110.
Peter, J.P., dan J.C. Olson, 2000. Consumer Behavior:
Perilaku Konsumen dan Strategi Pemasaran. Edisi
4 Jilid 1 dan 2. Jakarta: Erlangga.
Qu, H., L.H. Kim, dan H.H. Im. 2011. A Model of Destination Branding: Integrating the Concepts of the Branding and Destination Image. Tourism Management.
Vol. 32, pp. 465–476.

JURNAL APLIKASI
Nama Orang
MANAJEMEN | VOLUME 12 | NOMOR 1 | MARET 2014

Analisis Dampak Faktor Lingkungan Fisik, Citra Museum, dan Emosi Pengunjung terhadap Keinginan Berperilaku

Raharso, S. 2008, Citra Destinasi dan Konsekuensi. diakses
Maret 2013 http://sriraharso.wordpress.com/tag/
pariwisata/
Sijintak, T.J.R., dan Sugiarto. 2006. LISREL. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Slatten, T., M. Mehmetoglu, G. Svensson, dan S. Svaeri,
2009. Atmospheric Experiences that Emotionally
Touch Customers: A Case Study from A Winter Park.
Managing Service Quality. Vol. 19, No. 6, pp. 721–
746.
Souiden, N., dan F. Pons. 2009. Product Recall Crisis Management: The Impact on Manufacturer’s Image, Consumer Loyalty and Purchase Intention. Journal of
Product & Brand Management. Vol. 18, No. 2, pp.
106–114.
Spies, K., F. Hesse, dan K. Loesch. 1997. Store Atmosphere,
Mood and Purchasing Behavior. Intern. J. of Research
in Marketing. Vol. 14, pp. 1–17.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Bisnis. Bandung:
Alfabeta.
Turley, L.W., dan R.E. Milliman, 2000. Atmospheric Effects
on Shopping Behavior: A Review of the Experimental

Evidence. Journal of Business Research. Vol. 49, pp.
193–211.
Wijanto, S.H. 2008. Structural Equation Modeling dengan
LISREL 8.8: Konsep dan Tutorial. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Wijaya, P. 2009. Museum Memang Tidak Menarik. diakses
Desember 2012. http://jhonmaple.wordpress.com/
2009/11/19/museum-memang-tidak-menarik/
Wu, P.C.S., G.Y. Yeh, dan C. Hsiao. 2011. The Effect of Store
Image and Service Quality on Brand Image and Purchase Intention for Private Label Brands. Australasian Marketing Journal, Vol. 19, pp. 30–39.
Xu, Y. 2007. Impact of Store Environment on Adult Generation Y Consumers’ Impulse Buying. Journal of Shopping Center Research. Vol. 14, No. 1, pp. 39–56.
Yuksel, A. 2007. Tourist Shopping Habitat: Effects on Emotions, Shopping Value and Behaviours. Tourism Management. Vol. 28, pp. 58–69.
Zeithaml, V.A. 2000. Service Quality, Profitability, and the
Economic Worth of Customers: What We Know and
What We Need to Learn. Journal of the Academy of
Marketing Science. Vol. 28, No. 1, pp. 67–85.

TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 66b/DIKTI/KEP/2011

ISSN: 1693-5241

173

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis Komposisi Struktur Modal Pada PT Bank Syariah Mandiri (The Analysis of Capital Structure Composition at PT Bank Syariah Mandiri)

23 288 6

Analisis Konsep Peningkatan Standar Mutu Technovation Terhadap Kemampuan Bersaing UD. Kayfa Interior Funiture Jember.

2 215 9

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63