HUBUNGAN ANTARA INDEKS MASSA TUBUH (IMT) DENGAN RISIKO PENYAKIT KARDIOVASKULAR MENGGUNAKAN PERSENTASE SKOR RISIKO FRAMINGHAM PADA POPULASI DI KOTA MATARAM - Repository UNRAM

  

HUBUNGAN ANTARA INDEKS MASSA TUBUH (IMT) DENGAN RISIKO

PENYAKIT KARDIOVASKULAR MENGGUNAKAN PERSENTASE SKOR

RISIKO FRAMINGHAM PADA POPULASI DI KOTA MATARAM

  Intania Rosati, Yanna Indrayana, Dian Puspita Sari

  Abstrak

Latar Belakang: Obesitas merupakan permasalahan kesehatan dunia. Prevalensi obesitas

  di Indonesia meningkat tahun 2007 hingga tahun 2013. Riskesdas 2013 menyatakan penyakit tidak menular nomor satu yang disebabkan oleh obesitas adalah penyakit kardiovaskuler. Metode pengukuran obesitas yang paling sering digunakan adalah indeks massa tubuh (IMT). Skor risiko Framingham seringkali dipakai sebagai metode penilaian risiko penyakit kardiovaskuler selama 10 tahun yang akan datang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara IMT dengan risiko penyakit kardiovaskuler menggunakan persentase skor risiko Framingham.

  

Metode: Penelitian ini meggunakan rancangan penelitian deskriptif analitik dengan

  pendekatan potong lintang. Penelitian dilaksanakan di Lombok Epicentrum Mall pada bulan Oktober 2015. Sebanyak 66 partisipan berusia lebih dari 50-74 tahun yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi diikutsertakan pada penelitian ini. Tingkat risiko penyakit kardiovaskular diestimasi berdasarkan Framingham Risk Score yang meliputi usia, jenis kelamin, merokok, tekanan darah sistolik, diabetes mellitus, kolesterol total, dan kolesterol HDL. Pengukuran IMT dihitung dengan membagi berat badan dengan kuadrat tinggi badan. Data dianalisis dengan uji korelasi Spearman.

  

Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa rentang nilai IMT pada subyek penelitian

  2

  2

  adalah 18,54 – 38,21 kg/m dengan median 24,41 kg/m . Sementara nilai median persentase FRS pada penelitian ini adalah 9,1% dengan rentang minimum dan maksimum adalah 2,19 – 63,34%. Berdasarkan uji korelasi Spearman diperoleh koefisien korelasi sebesar -0,066 (p=0,596).

  

Kesimpulan: Terdapat korelasi yang tidak signifikan antara IMT dengan risiko penyakit

  kardiovaskular menggunakan persentase skor risiko Framingham pada populasi di Kota Mataram.

  Kata Kunci : Penyakit kardiovaskular, obesitas, IMT, Skor Risiko Framingham.

  PENDAHULUAN

  Meningkatnya jumlah penderita obesitas dan berat badan berlebih (overweight) masih menjadi permasalahan kesehatan di dunia. Keadaan tersebut merupakan kontributor utama terhadap beban global penyakit kronis dan kecacatan

  1

  . Di Indonesia, berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar, prevalensi penduduk dewasa overweight dan obesitas meningkat sekitar 5% dari tahun 2007 hingga 2013

  2,3

  . Di provinsi Nusa Tenggara Barat, prevalensi obesitas mencapai 13,8 %

  2

  . Obesitas sering dikaitkan dengan beberapa penyakit degeneratif atau penyakit tidak menular (PTM), salah satunya adalah penyakit kardiovaskuler

  Sehingga, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara (IMT) dengan persentase risiko penyakit kardiovaskuler menggunakan FRS di Kota Mataram, provinsi Nusa Tenggara Barat.

  9 .

  . Di Indonesia, sudah ada penelitian yang menemukan hubungan antara hipertrigliseridemia dan FRS namun belum bisa memastikan hubungan antara IMT dan FRS

  7,8

METODE PENELITIAN

  terbukti lebih unggul memprediksi penyakit kardiovaskuler selama 10 tahun mendatang

  Framingham Risk Score (FRS) lebih

  Seiring dengan meningkatnya prevalensi penyakit kardiovaskuler dan obesitas, maka beberapa penelitian dilakukan untuk mengetahui korelasi antara IMT dengan risiko penyakit kardiovaskuler

  . Sementara untuk penilaian risiko penyakit kardiovaskuler,

  5

  Dalam beberapa studi epidemiologi yang besar, obesitas sering kali diukur dengan indeks massa tubuh (IMT), karena metodenya yang sederhana, murah, non invasif, dan memiliki kelebihan dibandingkan dengan metode yang lain

  4 .

  Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross-sectional

  . Penelitian ini dilakukan pada peserta Pemeriksaan Kesehatan dalam rangka World Heart Day tanggal

  4 Oktober 2015 di Lombok

  Epicentrum Mall. Pengambilan

  sampel penelitian menggunakan tehnik consecutive sampling yang merupakan tehnik non

  probability sampling yang paling

  baik. Sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi berjumlah 66 sampel. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah partisipan yang berusia 50 – 74 tahun dan bersedia berpartisipasi dalam penelitian.

  6 . Kriteria eksklusi adalah (43,9%), sisanya tergolong obesitas.

  Sebagian besar dari peserta penelitian seseorang dengan riwayat memiliki risiko penyakit kardiovaskuler penyakit kardiovaskuler atau yang rendah yaitu sebesar 56,1%, disusul memiliki hail EKG tidak normal. dengan peserta berisiko sedang sebesar

  Penelitian ini telah mendapatkan 28,8%, dan sisanya adalah risiko tinggi persetujuan dari Komisi Etik (Tabel 1). Penelitian Kesehatan Universitas

  Pada penelitian ini, sebagian besar Mataram. Variabel pada penelitian ini yaitu nilai IMT dan persentase

  FRS. Nilai IMT ini kemudian dianalisis korelasinya dengan persentase FRS secara bivariat. Analisis data statistik pada penelitian ini menggunakan

  software SPSS version 16.

  Dengan software ini, analisis partisipan memiliki tekanan darah sistolik statistik yang dilakukan adalah

  <120 mmHg (34,8%). Sebanyak 30,30% uji korelasi Spearman. partisipan memiliki kadar kolesterol 200-

HASIL PENELITIAN

  239 mg/dL. Partisipan dengan kadar

  Karakteristik Data Partisipan

  HDL ≥60 mmHg dan 40 – 49 mmHg Karakteristik data dalam memiliki proporsi yang sama yaitu penelitian ini meliputi demografi

  30,30%. Hanya sebagian kecil partisipan partisipan (jenis kelamin, usia, memiliki kebiasaan merokok, yaitu pendidikan), tekanan darah sistolik, total 10,6%. Sementara partisipan yang kolesterol, kadar HDL, merokok, diabetes menderita Diabetes Mellitus (DM) mellitus, IMT, dan persentase FRS. Dari sebesar 12,1% (Tabel 2). Pada penelitian 66 subyek yang terlibat dalam penelitian ini, rerata kadar ini, sebagian besar berjenis kelamin perempuan yaitu 60,6%. Jumlah partisipan dengan IMT normal sama dengan jumlah partisipan overweight yaitu masing-masing sebanyak 29 orang risiko Framingham, laki-laki memiliki rerata persentase yang lebih tinggi yaitu 19,4% dibandingkan dengan perempuan dengan rata-rata 7,2% (Tabel 3).

  Uji Korelasi IMT dengan persentase FRS

  Berdasarkan uji korelasi IMT dengan persentase skor risiko Framingham dengan uji Spearman, diperoleh nilai signifikansi (p) sebesar 0,596. Hasil uji statistik ini menunjukkan

  IMT tidak berkorelasi signifikan terhadap risiko penyakit kardiovaskuler pada populasi di Kota Mataram (Tabel 4).

  PEMBAHASAN

  Hasil analisis pada penelitian ini menunjukkan bahwa IMT dan persentase risiko penyakit kardiovaskuler tidak berkorelasi. Terdapat beberapa penelitian yang hasilnya berbeda dengan penelitian ini. Penelitian oleh Saad dan Abdel-Latif (2016) di Arab Saudi yang menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara

  HDL sedikit lebih tinggi pada partisipan

  IMT dengan risiko penyakit perempuan yaitu 57,70 mg/dL, kardiovaskuler yang dinilai dengan FRS sedangkan laki-laki 48,65 mg/dL. Hal pada populasi dengan rentang usia 20-70 yang sama ditemukan untuk IMT,

  10

  tahun . Penelitian yang dilakukan oleh partisipan perempuan memiliki rerata Khosravi et al. (2012) juga menunjukkan IMT lebih tinggi dibandingkan laki-laki. adanya hubungan antara IMT dengan

  Namun demikian, jumlah partisipan FRS pada populasi di Iran dengan usia perokok hanya didapatkan pada

  7

  rerata sampel 38 tahun . Selain itu, partisipan laki-laki, dengan jumlah 7 penelitian yang dilakukan oleh Hussein orang (26,9%). Untuk persentase skor

  et al. (2014) juga terdapat korelasi antara IMT dengan risiko penyakit jantung koroner yang dihitung dengan FRS

  11 .

  Namun demikian, terdapat kemiripan proporsi obesitas dan overweight pada kategori risiko tinggi pada penelitian ini dan penelitian oleh Hussein et al. Dalam penelitian ini terdapat 60% pasien kategori risiko tinggi yang mengalami obesitas dan overweight, dan 40% memiliki IMT normal. Dalam penelitian Hussein et al. terdapat 68% pasien kategori risiko tinggi yang mengalami obesitas dan overweight sementara pasien dengan IMT normal pada kelompok risiko tinggi sebesar 32%.

  Terdapat beberapa perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian Saad & Abdel-Latif dan Hussein et al. yang kemungkinan menyebabkan perbedaan pada hasil penelitian. Perbedaan tersebut adalah usia subyek penelitian dan proporsi jenis kelamin. Dalam penelitian ini, subyek penelitian berusia lebih tua (50 – 74 tahun), jumlah sampel lebih sedikit dan didominasi oleh perempuan. Pada ketiga penelitian yang telah disebutkan di atas, peneliti Selain itu, kedua penelitian tersebut memiliki jumlah sampel yang lebih banyak dan proporsi jumlah laki-laki dan perempuan relatif seimbang.

  Perbedaan usia subyek penelitian dan proporsi jenis kelamin dalam penelitian ini juga dapat mempengaruhi hasil karena kemampuan indeks-indeks antropometrik (termasuk IMT) untuk memprediksi penyakit yang berhubungan dengan obesitas dapat dipengaruhi oleh perbedaan distribusi lemak tubuh sebagai fungsi usia dan jenis kelamin

  12 .

  PadaiIndividu-individu yang memiliki

  IMT yang sama, individu yang lebih tua akan memiliki persentase lemak lebih tinggi dibandingkan individu yang lebih muda, dan individu perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki

  12

  . Selain itu, perempuan cenderung mengalami obesitas tipe ginoid dan laki-laki tipe android. Penyakit kardiovaskuler lebih memiliki keterkaitan dengan obesitas tipe android yang lebih banyak ditemukan pada laki-laki

  13

  . Karena itu, meskipun subyek perempuan memiliki rerata IMT lebih tinggi dibandingkan laki-laki, namun rerata persentase risiko penyakit kardiovaskular pada subyek perempuan dalam penelitian ini (7,2%) jauh lebih rendah dibandingkan laki-laki (19,4%). kohort di Amerika Utara oleh Rabkin, Mathewson & Hsu (1977) terhadap subyek laki-laki menunjukkan bahwa peningkatan IMT merupakan prediktor signifikan terhadap kasus penyakit

  18

  . Pada penelitian ini, faktor-faktor tersebut tidak diteliti, sehingga pada penelitian berikutnya, perlu dipertimbangkan pengaruh gaya hidup tersebut.

  14 .

  Proporsi jenis kelamin juga mempengaruhi hasil penelitian ini karena adanya perbedaan dalam kebiasaan merokok. Pada penelitian ini, tidak ada satupun dari 40 perempuan yang merokok. Sedangkan, pada laki-laki, 7 dari 26 orang (26,9%) memiliki kebiasaan merokok. Penelitian yang dilakukan oleh Weidner (2000) menyatakan bahwa faktor risiko merokok menyebabkan tingginya penyakit kardiovaskuler pada laki-laki dibandingkan perempuan

  15

  . Kebiasaan merokok merupakan salah satu penyebab menurunnya HDL pada laki-laki

  16

  . Pada penelitian ini, kadar HDL rerata pada laki-laki lebih rendah, yaitu 48,6 mg/dL dibandingkan 57,7 mg/dL pada perempuan. Berdasarkan studi Framingham dan beberapa studi lainnya, penurunan kadar HDL dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskuler dan peningkatan setiap 10

  Selain perbedaan-perbedaan yang telah didiskusikan di atas, faktor lain ini adalah kelemahan IMT dalam menggambarkan komposisi tubuh dan korelasinya dengan estimasi jangka panjang penyakit kardiovaskuler. Penelitian oleh Romero-Corral (2006)

  jantung iskemik. Hal ini terutama ditemukan pada laki-laki dewasa muda (di bawah usia 40 tahun) dan dalam observasi jangka panjang (16 tahun)

  . Hal ini juga berkaitan dengan penelitian Kim

  et al. (2011) yang menemukan bahwa

  rerata kolesterol HDL pada perempuan Korea dalam 10 tahun pertama setelah menopause (rentang usia 50-59 tahun) secara signifikan tetap lebih tinggi dibandingkan laki-laki

  19 .

  Penelitian oleh Saad dan Abdel- Latif (2016) menunjukkan bahwa nilai FRS cenderung lebih tinggi pada subyek laki-laki dibanding perempuan pada kategori IMT yang sama. Beberapa faktor yang diduga mempengaruhi hasil penelitian tersebut yaitu aktivitas fisik, diet, dan budaya yang menyebabkan laki- laki memiliki kesadaran lebih rendah untuk menggunakan layanan kesehatan dibandingkan perempuan

  10

  • 1

17 Pada penelitian ini, kadar HDL

  pada perempuan lebih tinggi walaupun rerata usia subyek sudah termasuk dalam usia menopause. Suatu penelitian yang dilakukan oleh Park et al. (2010) pada perempuan usia menopause di Korea menemukan bahwa level HDL tidak terpengaruh oleh status menopause menunjukkan bahwa IMT memiliki akurasi yang lemah dalam mendiagnosis obesitas, terutama pada individu dengan

  IMT intermediate (antara 25 – 30 kg/m

  22

  22 .

  aktivitas fisik dan dapat menurunkan risiko PJK

  body mass tersebut ditingkatkan oleh

  IMT normal maupun obesitas berat. Lean

  mass lebih besar dibandingkan dengan

  . Menurut Franzosi (2005), orang-orang dengan IMT yang sama memiliki persentase lemak yang berbeda. Selain itu, pasien dengan overweight dan obesitas ringan dapat memiliki lean body

  23

  . Pada penelitian lain, Frankenfield et al. (2001) juga meragukan IMT sebagai metode pengukur persentase massa lemak tubuh karena IMT merupakan indeks lemak tubuh relatif terhadap tinggi badan, bukan persentase lemak tubuh relatif terhadap massa tubuh

  Lemak viseral merupakan determinan utama gangguan metabolik yang akan berkontribusi pada risiko penyakit kardiovaskuler

  2

  22 .

  IMT tidak menggambarkan dengan baik jumlah lemak viseral di dalam tubuh

  Lemahnya IMT sebagai prediktor penyakit kardiovaskuler disebabkan oleh beberapa hal. Menurut Franzosi (2005)

  21 .

  antara empat metode pengukuran obesitas yaitu IMT, rasio lingkar pinggang- panggul (RLPP), lingkar pinggang, dan lingkar panggul, prediktor infark miokard yang paling baik adalah RLPP

  et al. (2005) menunjukkan bahwa di

  Beberapa penelitian membuktikan bahwa pengukuran obesitas abdominal merupakan prediktor yang lebih kuat dibandingkan IMT. Penelitian oleh Yusuf

  20 .

  ) dan pada individu laki-laki lanjut usia. Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa individu dengan IMT normal atau sedikit lebih tinggi menunjukkan variasi kombinasi jaringan adiposa dan masa tubuh bebas lemak (lean body mass) yang berbeda, yang sangat mungkin menjelaskan ketidak konsistenan hubungan antara IMT dan dampak buruk peningkatannya

  Beberapa faktor yang mempengaruhi hasil dalam penelitian ini adalah usia, jenis kelamin, adanya beberapa faktor risiko yang lebih banyak ditemukan pada laki-laki dibanding perempuan, seperti merokok dan kadar HDL. Selain itu, kelemahan IMT sendiri dalam menentukan obesitas dan memprediksi penyakit kardiovaskuler dalam 10 tahun juga berpengaruh. Di luar faktor-faktor tersebut terdapat beberapa diteliti dalam penelitian ini, yaitu gaya hidup, seperti diet, aktifitas fisik, dan budaya. Selain itu, perbedaan etnis dan faktor genetik juga tidak dipertimbangkan pada penelitian ini.

  KESIMPULAN

  3. Kementrian Kesahatan Republk Indonesia. 2013. Riset Kesehatan

  Berdasarkan hasil analisis Dasar. Badan Penelitian Dan data dan pembahasan, maka dapat Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. [pdf]. diambil kesimpulan bahwa tidak terdapat

  Available at : dengan risiko penyakit kardiovaskular

  4. Departemen Kesehatan RI. 2013. menggunakan persentase Skor Risiko Profil Kesehatan Indonesia.

  Framingham pada penduduk di Kota Availbale at :

  Mataram (p>0,05). Sehingga perlu

  5. Poirier et al. 2006. Obesity and dilakukan penelitian lebih lanjut dengan Cardiovascular Disease Pathophysiology, Evaluation, and proporsi jumlah laki-laki dan perempuan Effect of Weight Loss. Arterioscler yang seimbang terkait dengan obesitas Thromb Vasc Biol. 2006; 26:968- 976. Available at : dan penyakit kardiovaskuler, serta dengan memperhatikan faktor gaya hidup, etnis, dan genetik. Pengukuran

  6. Selvarajah, S et al. 2014. obesitas dapat dilakukan dengan

  Comparison of the Framingham Risk Score, SCORE, and WHO/ISH menggunakan metode lain, seperti rasio cardiovascular risk prediction models lingkar pinggang-panggul, lingkar in an Asian Population. [pdf]. International Journal of Cardiology pinggang, dan lingkar panggul. 176 (2014) 211–218. Available at :

DAFTAR PUSTAKA

   1. World Health Organization. 2003.

  World Health Organization/

  7. Khosravi, A. Et al. 2012. The International Society of

  Relationship between Weight and Hypertension (WHO/ISH) risk

  CVD Risk Factors in a Sample prediction charts. [pdf]. Available Population from Central Iran (Based at : https://www.ncbi.nlm.nih.gov on IHHP). [pdfp]. ARYA Atherosclerosis Journal 2012, 8(2):

2. Kementrian Kesahatan Republk

  82-89. Available at : Indonesia. 2007. Riset Kesehatan Dasar. Badan Penelitian Dan

   Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. [pdf].

  8. Lamon-Fava et al. 1996. Impact of Available at :

  Body Mass Index on Coronary Heart Disease Risk Factors in Men and Women. Arteriosclerosis,

   Thrombosis, and Vascular Biology.1996; 16: 1509-1515

  

  Study. [pdf]. 1977 Mar;39(3):452-8. Available at :

  19. Kim HJ, et al. 2011. Gender Difference in the Level of HDL Cholesterol in Korean Adults. [pdf].

  Available at :

  18. Park HA, et al. 2005. Age, Menopause, and Cardiovascular Risk Factors Among Korean Middle-Aged Women: The 2005 Korea National Health and Nutrition Examination Survey. [pdf]. Journal Of Women’s Health Volume 19, Number 5, 2010.

  Cardiovascular disease risk reduction by raising HDL cholesterol – current therapies and future opportunities. [pdf. British Journal of Pharmacology (2012) 167 1177– 1194. Available at :

  16. Jousilahti P, et al. 1999. Sex, Age, Cardiovascular Risk Factors, and Coronary Heart Disease : A Prospective Follow-Up Study of 14 786 Middle-Aged Men and Women in Finland. [pdf]. Circulation. 1999;99:1165-1172. Available at : circ.ahajournals.org/content/ circulationaha 17. Ali KM, et al. 2012.

  15. Weidner P. 2000. Why Do Men Get More Heart Disease Than Women? An International Perspective. [pdf]. Journal of American College Health, 48:6, 291- 294. Available at :

  14. 1977. Relation of body weight to development of ischemic heart disease in a cohort of young North American men after a 26 year observation period: the Manitoba

  9. Widjaja et al. 2013. Metabolic syndrome and Framingham risk score in obese young adults. Med J Indones. 2013;22:100-6. Available at :

  13. Patidar OP. 2013. Higher Prevalence Rate of CHD in ‘Apple Type of Obesity’ Cases as Compared to ‘Pear Type Obesity’ Cases. [pdf]. Indian Journal of Clinical Practice, Vol. 23, No. 12, May 2013. Available at : medind.nic.in/iaa/t13/i5/ iaat13i5p791.pdf

  Available at : www.ncbi.nlm.nih.gov

  12. Park YS dan Kim JS. 2011. Obesity Phenotype and Coronary Heart Disease Risk as Estimated by the Framingham Risk Score. [pdf]. J Korean Med Sci 2012; 27: 243 –249.

  Assessment of Coronary Heart Disease Risk Factors and Relation to Nutritional State. [pdf]. Journal of Babylon University/Pure and Applied Sciences/ No.(6)/ Vol.(22): 2014. Available at :

  [pdf]. British Journal of Pharmaceutical Research 12(3): 1-8, 2016. Available at : 11. Hussein AH, et al. 2014.

  Association between Obesity and Coronary Heart Disease Risk among Saudi Subjects at Madinah Region.

  10. Saad & Abdel-Latif. 2016.

  Korean J Fam Med Vol. 32, No. 3 Mar 2011. Available at : 20. Romero-Corral, et al. 2008.

  Accuracy of Body Mass Index to Diagnose Obesity In the US Adult Population. . [pdf]. Int J Obes (Lond). 2008 June ; 32(6): 959–966.

  Available at :

  21. Yusuf S, et al. 2005. Obesity and the risk of myocardial infarction in 27000 participants from 52 countries: a case-control study. [pdf]. Lancet 2005; 366: 1640–49Lancet 2005; 366: 1640–49. Available at :

  22. Franzosi MG. 2006. Should we continue to use BMI as a cardiovascular risk factor?. [pdf]. Vol 368 August 19, 2006. Available at :

  23. Frankenfield DC, et al. 2001. Limits of Body Mass Index to Detect Obesity and Predict Body Composition. [pdf]. Nutrition 17:26

  • –30, 2001. Available at : https:// www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/ 11165884