PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ALKALOID SPONS LAUT (Clathria sp.) TERHADAP KADAR SGOT/SGPT MENCIT BALB/C YANG DIINFEKSI PLASMODIUM BERGHEI - Repository UNRAM
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ALKALOID SPONS LAUT (Clathria sp.) TERHADAP
KADAR SGOT/SGPT MENCIT BALB/C YANG DIINFEKSI PLASMODIUM BERGHEI
1 2 2 Ardiansyah , E Hagni Wardoyo , Yunita Sabrina1 Fakultas Kedokteran Universitas Mataram
2 Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Mataram
Abstract
Background: The high prevalence of malaria caused by several factors, including the increasing of resistance to
present antimalarial drugs. Resistance to chloroquine and sulphadoxine/pyrimethamine encourage researchers
to find a new antiplasmodial agent, including from marine biotas. Clathria sp sponge is one of the marine biota
that previously known containing alkaloid which has an antiplasmodial activity.
Objective: The objective of this study was to evaluate the influence of marine sponge alkaloid extract
administration (Clathria sp) to SGOT/SGPT level of Plasmodium berghei-infected Balb/C miceMethode: This research was an experimental study using Post Test Only Control Group Design. As much as 30
Balb/C mice were infected by P. berghei and randomized into 6 groups. 4 groups were given alkaloid extract at
dose between 50-200 mg/kgBW and named as P1-P4 respectively and 2 control groups were treated with
aquadest 5ml (K-) and chloroquine 5mg/kgBW (K+). All groups were treated using sondage for 7 days. In the last
day, mice were terminated using ether and blood sample was obtained intracardialy. The data were analyzed
using Oneway-Anova followed by LSD post hoc test.
Result: There was significant difference (p <0.05) between treatment and control group. The significancy level
was p=0,000 (p<0,05) in SGOT and p=0,035 (p<0,05) in SGPT using Oneway-Anova test. Post-Hoc test showed
that only P4 group that has a significant difference (p=0,004) with control group in SGOT and only P2 group that
has a significat difference (p=0,009) in SGPT.
Conclusion: There is an influence between the aministration of alkaloid extract of marine sponge to SGOT/
SGPT level of Plasmodium berghei-infected Balb/C mice. Keywords: marine sponge, Clathria sp, SGOT, SGPT, malaria AbstrakLatar Belakang: Tingginya prevalensi malaria disebabkan karena beberapa faktor. Salah satunya adalah
peningkatan resistensi obat antimalaria konvensional, seperti klorokuin dan sulfadoksin/pirimetamin sehingga
mendorong peneliti untuk mencari bahan antiplasmodium baru, khususnya menggunakan biota laut yang
memiliki potensi tinggi untuk diteliti secara berkelanjutan. Spons Clathria sp adalah salah satu biota laut yang
mengandung senyawa alkaloid yang memiliki aktivitas antiplasmodium.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh pemberian ekstrak alkaloid Clathria sp terhadap
kadar SGOT/SGPTpada mencit Balb/C yang terinfeksi Plasmodium berghei.Metode: Penelitian eksperimental dengan Post Test Only Control Group Design Sejumlah 30 ekor mencit jantan
galur Balb/C diinfeksi dengan plasmodium berghei secara intraperitoneal. Sampel kemudian diagi menjadi 6
kelompok; 4 kelompok diberi ekstrak alkaloid Clathria sp dengan dosis masing-masing 50, 100, 150, 200mg/
kgBB, 2 kelompok lainnya diberikan akuades 5ml (K-) dan klorokuin 5mg/kgBB selama 7 hari. Kemudian pada
hari terakhir dilakukan pengambilan darah secara intrakardial untuk pemeriksaan SGOT/SGPT. Data yang
diperoleh dianalisis dengan uji Oneway-Anova dilanjutkan dengan uji Post-Hoc LSDHasil: Hasil analisa statistik SGOT dan SGPT menunjukan adanya perbedaan yang bermakna antara kelompok
perlakuan dan kelompok kontrol dengan nilai signifikansi sebesar p=0,000 (p<0,05) dan p=0,035 (p<0,05) pada
SGPTKesimpulan: Terdapat pengaruh pemberian ekstrak alkaloid Spons laut Clathria sp terhadap kadar SGOT/
SGPT mencit yang Balb/C yang diinfeksi Plasmodium berghei Kata Kunci: Spons, Clathria sp, SGOT, SGPT, malariaPendahuluan
Malaria merupakan salah satu penyakit yang menjadi masalah kesehatan utama di dunia. World Health Organization (WHO) memperkirakan setiap tahun terjadi 300-500 juta kasus baru malaria di dunia, paling banyak di Afrika, Asia, Amerika Selatan. Sedikitnya, satu juta orang meninggal akibat penyakit ini 1 . Malaria merupakan salah satu penyakit yang berakibat fatal, khususnya pada daerah tropis dan endemis, termasuk Indonesia. Pada tahun 2007 tercatat bahwa 80% kabupaten/ kota di Indonesia adalah daerah endemis malaria sementara pada tahun 2008, tercatat 1.624.930 kasus malaria. Menurut WHO pada tahun 2010, Indonesia menyumbang sekitar 224 ribu dari 24 juta kasus malaria sedunia serta menyebabkan sekitar 425 kematian dari 325 ribu kematian akibat malaria di seluruh dunia 2,3
Malaria disebabkan oleh protozoa yang disebut plasmodium, yang ditularkan melalui gigitan nyamuk jenis Anopheles. Dari ke empat spesies yang biasanya menginfeksi manusia, 95% disebabkan oleh Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax. 2 Malaria menginfeksi manusia melalui plasmodium dalam stadium sporozoit. Sporozoit yang masuk ke dalam darah terikat pada sel hati melalui reseptor thrombospoin dan properdin. Di dalam sel hati, beberapa sporozoit menjadi matang dan membentuk schizont jaringan. Schizont jaringan akan meningkatkan derajat infeksi melalui produksi merozoit dengan jumlah yang banyak. Kemudian merozoit menginfeksi sel hepar dan menyebabkan kerusakan sel hepar. Kerusakan sel hepar dapat ditandai dengan pengeluaran enzim hepar, yaitu SGOT dan SGPT. 4 Kendala dalam memberikan pengobatan malaria saat ini adalah terjadinya resistensi malaria terhadap obat antimalaria konvensional. 5 Dilaporkan dalam 10 tahun terakhir bahwa resistensi malaria terhadap obat lama (klorokuin, sulfadoksin-pirimetamin dan kina) terjadi di lebih dari 25% provinsi di Indonesia. 6 Cepatnya penyebaran resistensi terhadap obat antimalaria yang digunakan selama ini merupakan tantangan yang serius dalam pengendalian penyakit malaria. Bahkan semua provinsi di Indonesia telah melaporkan kejadian resistensi beberapa obat antimalaria, termasuk klorokuin. 3 Berdasarkan laporan resistensi tersebut, maka perlu dilakukan penelitian untuk menemukan obat-obat baru yang dapat digunakan dalam pengobatan malaria, terutama dengan memanfaatkan kekayaan tanaman obat yang tersebar di wilayah Nusantara. Khasiat sebagian obat-obat tradisional belum dibuktikan secara ilmiah, maka penelitian ilmiah menjadi prioritas dalam upaya peningkatan mutu dan keamanannya. 7 Salah satu tanaman laut yang dapat dikembangkan sebagai tanaman obat adalah
Spons. Spons dikenal mampu menghasilkan senyawa bioaktif dengan berbagai aktivitas farmakologis seperti sitotoksik, antitumor, antileukimia, anti HIV-1, antimikroba, anti jamur dan anti inflamasi. 8 Selain itu, Spons memiliki senyawa aktif yang persentase keaktifannya lebih besar dibandingkan dengan senyawa-senyawa yang dihasilkan oleh tumbuhan darat. 8 Keberadaan senyawa- senyawa aktif tersebut menyebabkan Spons menjadi pusat perhatian dalam dunia industri farmasi dan medis saat ini.
Spons laut genus Clathria merupakan salah satu genus yang menunjukkan potensi sebagai sumber senyawa bioaktif. Belum pernah dilakukan penelitian mengenai efek antimalaria Spons Clathria sp, padahal menurut penelitian sebelumnya ditemukan bahwa Clathria sp memiliki kandungan alkaloid yang merupakan salah satu senyawa yang efektif sebagai antimalaria. 9 Oleh karena itu, berdasarkan latar belakang tersebut peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak Spons laut (Clathria sp.) terhadap kadar SGOT dan SGPT mencit yang diinfeksi
Plasmodium berghei.
Metodologi Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan metode Post Test Only
Controlled Group Design. Penelitian dilakukan
selama 7 hari. Sampel penelitian kali ini adalah mencit Balb/C. Sampel dipilih dengan cara simple random sampling dan dibagi menjadi 6 kelompok yang terdiri atas empat kelompok perlakuan (P) dan dua kelompok kontrol (K), dimana setiap kelompok terdiri atas 5 ekor mencit. P-1 diberikan ekstrak spons dengan dosis 50 mg/kgBB, P-2 100 mg/ kgBB, P-3 150 mg/kgBB, P-4 200 mg/kgBB, Kelompok Kontrol Positif (K+) diberikan kloroquin dengan dosis 5 mg/kgBB, sedangkan kelompok Konrtol negatif (K-) tidak diberikan perlakuan setelah diinfeksikan P.
berghei. Perlakuan diberikan satu kali per hari.
Pada hari terakhir penelitian, dilakukan pengambilan darah mencit secara intrakardial sebanyak 1,5 cc untuk pemeriksaan SGOT dan SGPT.
Ekstrak yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak alkaloid murni yang didapatkan dari fraksi asam-basa dengan menggunakan pelarut metanol. Hal tersebut bertujuan untuk meminimalisir kemungkinan keterlibatan senyawa bioaktif lain di dalam Spons yang dapat mempengaruhi hasil penelitian. Salah satu senyawa yang telah diisolasi dari genus ini yaitu alkaloid yang memiliki efektivitas sebagai antimalarial. 9 Peneliti melakukan pengendalian terhadap beberapa variabel untuk memperkecil variasi biologis pada hewan coba. Peneliti menggunakan hewan coba yang memiliki kriteria biologis yang sama yaitu galur Balb/C berumur 10-12 minggu, berjenis kelamin jantan, berat badan 20-30 gram dan tidak terlihat adanya kelainan anatomis. Semua hewan coba diberikan perlakuan yang sama mulai dari jenis makanan, jenis kandang, maupun jumlah hewan di setiap kandang. Hal ini dilakukan agar hewan coba dalam konsidi yang sama dan hasil penelitian tidak dipengaruhi oleh jenis makanan yang dikonsumsi. 10 Sebelum dilakukan penelitian, mencit diadaptasikan dengan kondisi laboratorium selama 7 hari guna mengurangi tingkat stress mencit.
Mencit yang digunakan dalam penelitian ini berjenis kelamin jantan karena sistem hormonal pada mencit jantan lebih stabil dibandingkan dengan mencit betina. 11 Selain itu tingkat stress mencit jantan lebih rendah dibandingan dengan mencit betina sehingga dapat meminimalisir variasi biologi yang disebabkan pengaruh stress. 12,13 Variasi teknis perlakuan juga dikurangi dengan menyamakan jumlah volume pemberian yaitu 0,5 mL/mencit.
Hasil Penelitian
Parameter yang digunakan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak
45
57
55
terhadap derajat kerusakan hepar hewan coba adalah SGOT dan SGPT. Setelah diberikan perlakuan selama tujuh hari, darah hewan coba diambil secara intrakardial untuk pemeriksan SGOT dan SGPT. Hasil pemeriksaan SGOT disajikan dalam Tabel 4.1.
45
54
31
3
83
47
68
50
55
31
2
45
29 57 - -
4
1
42
57
50
51 37 -
5
39
61
41
51
47
35 Rata
53.7 5 ±
51.7 5 ±
44
- -rata 34. 4 ±
No Nilai SGPT K+ K- P1 P2 P3 P4
8 46. 5 ±
Adapun perbandingan SGOT dan SGPT pada masing-masing kelompok perlakuan disajikan dalam grafik berikut:
Berdasarkan Tabel 4.2 didapatkan nilai rata-rata SGPT paling rendah pada kelompok P1, kemudian secara berurutan diikuti oleh kelompok P3, P4, dan P2. Seluruh kelompok perlakuan (P1-P4) memiliki nilai rata-rata kadar SGPT lebih rendah dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif. Pada penelitian ini, terdapat dua hewan coba yang mengalami kematian pada hari perlakuan ke-5 sehingga tidak dapat dilakukan pemeriksaan SGOT dan SGPT di akhir perlakuan. Selain itu, satu sampel darah mencit pada kelompok P4 tidak dapat digunakan karena sampel mengalami hemolisis pada saat akan dilakukan pemeriksaan.
1 Keterangan : K+ : Klorokuin 5mg/KgBB K- : Aquades 5ml P1 : Ekstrak Clathria sp 50 mg/KgBB P2 : Ekstrak Clathria sp 100 mg/KgBB P3 : Ekstrak Clathria sp 150 mg/KgBB P4 : Ekstrak Clathria sp 200 mg/KgBB
21.3
Tabe l 4.1 Hasil pemeriksaan SGOT
2
7.9
9.91 48. 6 ±
No Nilai SGOT (U/L) K+ K- P1 P2 P3 P4
5
4.3
2.6
Tabe l 4.2 Hasil Pemeriksaan SGPT
2 56. 8 ±
5.7
1 111 179 - - 339 177 2 146 260 491 257 211 271 3 112 284 251 278 271 173 4 170 322 312 282 242 - 5 142 300 230 259 254 182
Rata- rata (Mean ± SD) 136 ± 24,
9 269 ± 55,1
7 321 ± 118,
5 269 ± 12,
8 263 ± 47,
6 200 ± 46,
9 Keterangan :
K+ : Klorokuin 5mg/KgBB K- : Aquades P1 : Ekstrak Clathria sp 50 mg/KgBB P2 : Ekstrak Clathria sp 100 mg/KgBB P3 : Ekstrak Clathria sp 150 mg/KgBB P4 : Ekstrak Clathria sp 200 mg/KgBB
Berdasarkan data pada Tabel 4.1 tersebut, nilai rata-rata SGOT terendah terdapat pada kelompok K+ (136.2 ± 24,9 U/L) dan tertinggi terdapat pada kelompok P1 (321 ± 118,54 U/L). Terdapat dua kelompok perlakuan yang memiliki nilai rata-rata SGOT lebih rendah dibandingkan kelompok kontrol negatif (K-) yaitu kelompok P4 (200 mg/KgBB) dan P3 (150 mg/KgBB). Pada kelompok perlakuan, nilai SGOT terendah terdapat pada kelompok P4 dengan kadar sgot rata-rata 200.75 ± 46,97 U/L, nilai ini lebih tinggi daripada kelompok kontrol positif (K+), tetapi lebih rendah dari rata-rata kelompok kontrol negatif (K-).
Gambar 4.1 Perbandingan rerata kadar SGOT dan SGPTBerdasarkan hasil analisis data menggunakan One Way Anova, didapatkan nilai signifikansi p=0,00 (p<0,05) pada SGOT dan p=0,035 (p<0,005) pada SGPT yang berarti terdapat perbedaan kadar SGOT/SGPT yang bermakna pada minimal dua kelompok perlakuan yang berbeda, namun belum diketahui kelompok mana yang memiliki perbedaan kadar SGOT/SGPT yang bermakna. Oleh karena itu, untuk menentukan kelompok yang memiliki perbedaan kadar SGOT/SGPT yang bermakna maka dilakukan Uji Posthoc LSD.
Keterangan: K- : Aquades 5ml P1 : Ekstrak Clathria sp 50 mg/KgBB P2 : Ekstrak Clathria sp 100 mg/KgBB P3 : Ekstrak Clathria sp 150 mg/KgBB P4 : Ekstrak Clathria sp 200 mg/KgBB vs (versus) : Dibandingkan
P1 P2 P3 P4 0,332 0,617 0,486 0,004
K- K- K- K-
(P1-4) Kelompok Nilai p
Tabel 4.5 Hasil Uji LSD kadar SGOT kelompok yang diberikan aquades (K-) dengan kelompok yang diberikan Ekstrak alkaloid Spons Clathria spPada analisa data SGOT, dilakukan uji LSD antara kelompok kontrol negatif dan kelompok ekstrak untuk mengetahui perbandingan kadar SGOT mencit yang diberikan ekstrak alkaloid Clathria sp dengan yang mencit yang hanya diberikan aquades. data hasil uji analisa LSD pada SGOT ditampilkan cdalam Tabel 4.5.
SGOT SGPT 0,000 0,035
Kadar SGOT mengalami peningkatan yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kadar SGPT. Rata-rata peningkatan kadar SGOT mencapai lebih dari 100U/L pada setiap kelompok perlakuan, sementara rata-rata nilai SGPT kurang dari 50 U/L untuk semua kelompok. Kelompok kontrol positif (K+) memiliki nilai SGOT dan SGPT yang paling rendah dibandingkan dengan kelompok lain. Nilai SGOT dan SGPT tertinggi terdapat pada kelompok perlakuan P1 dan kelompok kontrol negatif (K-). Dari seluruh kelompok perlakuan, nilai SGOT/SGPT terendah didapatkan pada kelompok perlakuan P4.
Variabel pemeriksan Nilai p
Oneway- Anova
Tabel 4.4 Hasil uji beda antara setiap kelompok perlakuan yang menggunakan Ujipenelitian menggunakan Oneway-Anova didapatkan nilai signifikansi sebagai berikut:
Plasmodium berghei. Pada uji hipotesis
Setelah dilakukan pengumpulan data, kemudian dilakukan analisa data. Sebelum dilakukan uji hipotesis, akan dilakukan uji normalitas data terlebih dahulu menggunakan uji Saphiro-Wilk untuk mengetahui distribusi data hasil penelitian. Pada hasil uji normalitas didapatkan data terdistribusi normal pada seluruh kelompok perlakuan. Oleh karena itu, maka selanjutnya dilakukan uji hipotesis menggunakan uji Oneway-Anova untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak alkaloid Spons laut Clathria sp. terhadap kadar SGOT dan SGPT mencit yang teinfeksi
Berdasarkan hasil analisa data yang tertera pada Tabel 4.5 didapatkan bahwa kelompok P1, P2 dan P3 memiliki nilai signifikasi p>0,05. Hal ini menunjukkan bahwa P1, P2 dan P3 tidak memiliki perbedaan yang bermakna dengan kelompok K-. Sebaliknya, didapatkan nilai signifikasi p<0,05 pada kelompok P4 yang berarti terdapat perbedaan bermakna antara kadar SGOT pada kelompok kontrol yang diberikan aquades dan kadar SGOT pada kelompok yang diberikan ekstrak alkaloid Spons laut Clathria sp dengan dosis 200 mg/KgBB. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak Spons laut Clathria sp dengan dosis 50, 100, dan 150 mg/KgBB tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kadar SGOT mencit yang diinduksi Plasmodium berghei. Sebaliknya, pemberian ekstrak alkaloid Clathria sp dengan dosis 200 mg/KgBB memiliki pengaruh yang signifikan (sig.<0,05) terhadap kadar SGOT mencit yang diinduksi Plasmodium berghei.
Dilakukan uji analisa LSD kembali untuk mengetahui perbandingan kadar SGOT mencit pada kelompok yang diberikan klorokuin (K+) dan kadar SGOT pada kelompok ekstrak. Hasil uji LSD disajikan dalam Tabel 4.6.
berbeda bermakna dengan pemberian klorokuin.
Tabel 4.8 Hasil Uji LSD kadar SGPT kelompok K+ yang diberikan klorokuin dengan kelompok perlakuan yang diberikan Ekstrak alkaloid Spons Clathria sp. Kelompok perlakuan Nilai pBerdasarkan hasil analisa data LSD di atas, dapat disimpulkan bahwa kontrol negatif tidak memiliki perbedaan yang bermakna dengan semua kelompok perlakuan (sig. >0,05). Sementara itu untuk membandingkan kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol positif (K+), juga dilakukan analisa LSD. Hasil Uji LSD kadar SGPT ditampilkan dalam Tabel 4.8.
Keterangan: K- : Aquades 5ml P1 : Ekstrak Clathria sp 50 mg/KgBB P2 : Ekstrak Clathria sp 100 mg/KgBB P3 : Ekstrak Clathria sp 150 mg/KgBB P4 : Ekstrak Clathria sp 200 mg/KgBB vs (versus) : Dibandingkan
0,142 0,656 0,212 0,463
K- vs P1 K- vs P2 K- vs P3 K- vs P4
Tabel 4.7 Hasil Uji LSD kadar SGPT kelompok K- yang diberikan aquades dengan kelompok perlakuan yang diberikan Ekstrak alkaloid Spons Clathria sp. Kelompok perlakuan Nilai pberghei. Hasil uji LSD ditampilkan dalam Tabel 4.7.
Pada analisa data SGPT, dilakukan juga Uji LSD antara kelompok ekstrak dan kelompok kontrol (positif maupun negatif) untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak alkaloid Clathria sp terhadap kadar SGPT mencit yang teinfeksi Plasmodium
Clathria sp memiliki efektivitas yang tidak
Tabel 4.6 Hasil Uji LSD kadar SGOT kelompok yang diberikan klorokuin dengan kelompok yang diberikan Ekstrak alkaloid Spons Clathria sp Kelompok perlakuan Nilai pmencit yang diinfeksi plasmodium berghei, selain itu pengaruh pemberian ekstrak alkaloid
sp dosis 200 mg/KgBB terhadap kadar SGOT
itu, berdasarkan seluruh analisa data yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh pemberian ekstrak Clathria
sp dengan dosis 300 mg/KgBB. Oleh karena
Berdasarkan hasil analisa data yang disajikan pada Tabel 4.6, dapat terlihat bahwa kelompok yang memiliki pengaruh yang tidak berbeda secara bermakna (sig.>0,05) dengan kelompok klorokuin adalah kelompok P4, yaitu kelompok ekstrak alkaloid Spons laut Clathria
Keterangan: K+ : Klorokuin 5mg/KgBB P1 : Ekstrak Clathria sp 50 mg/KgBB P2 : Ekstrak Clathria sp 100 mg/KgBB P3 : Ekstrak Clathria sp 150 mg/KgBB P4 : Ekstrak Clathria sp 200 mg/KgBB
0,000 0,002 0,002 0,376
K+ vs P1 K+ vs P2 K+ vs P3 K+ vs P4
K+ P1 0,087 K+ P2 K+ P3 K+ P4
0,009 0,037 0,018
Keterangan: K+ : Klorokuin 5mg/KgBB P1 : Ekstrak Clathria sp 50 mg/KgBB P2 : Ekstrak Clathria sp 100 mg/KgBB P3 : Ekstrak Clathria sp 150 mg/KgBB P4 : Ekstrak Clathria sp 200 mg/KgBB vs (versus) : Dibandingkan
Berdasarkan hasil analisa data, hanya kelompok P1 (kelompok ekstrak dosis 50 mg/ kgBB) yang memiliki efek yang tidak berbeda bermakna (sig> 0,05) dengan kelompok kontrol positif (klorokuin). Terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok kontrol positif dengan kelompok ekstrak dosis 100, 150 dan 200 mg/kgBB.
Pembahasan
Kadar SGOT dan SGPT digunakan sebagai indikator kerusakan fungsi hati karena merupakan enzim yang dibebaskan dari dalam sel ketika terjadi cedera sel hati. 14,15 SGPT paling banyak ditemukan di dalam sel hati, sehingga dianggap lebih spesifik untuk menilai kerusakan sel hati. 16 Peningkatan SGOT dan
SGPT terlihat jelas apabila nilai melebihi rentang nilai pada aktivitas normal untuk mencit yaitu 76-208 U/L untuk SGPT dan 30- 314 U/L untuk SGOT. 11 Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata kadar SGOT jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kadar SGPT. Terdapat beberapa faktor yang memungkinkan terjadinya peningkatan kadar SGOT dibanding SGPT pada penelitian ini. Pertama, infeksi parasit plasmodium menimbulkan kerusakan terbesar pada organel sel karena berdasarkan distribusinya di tingkat sel, enzim SGOT lebih banyak terikat pada organel sel daripada sitoplasma. Sebaliknya, enzim SGPT lebih banyak terdapat pada sitoplasma sel hepar. 17 Bila kerusakan sel hepar terutama mengenai membran sel, maka kenaikan SGPT lebih menonjol. Sebaliknya, jika infeksi plasmodium sebagian besar menyerang organel sel, maka kenaikan SGOT lebih menonjol. 18 Kedua, peningkatan SGOT yang tinggi dapat dipengaruhi oleh infeksi plasmodium di organ lain (non-hati) yang juga memiliki enzim SGOT seperti jantung, otot rangka, otak dan ginjal, sehingga ketika terjadi infeksi sistemik SGOT akan dikeluarkan oleh beberapa organ yang mengalami kerusakan. 18 Kecepatan pembersihan enzim hati dari plasma juga memberikan pengaruh terhadap perbedaan kadar SGOT dan SGPT pada saat pemeriksaan. Waktu paruh dari SGPT mencapai 47 jam, sedangkan SGOT 17 jam. Peningkatan SGOT yang tinggi mengindikasikan kerusakan yang akut dikarenakan aktivitas sitoplasma yang lebih besar di dalam hepatosit. Namun jika kerusakan hati terus berlangsung sampai lebih dari 48 jam, maka peningkatan SGPT akan lebih terlihat menonjol di bandingkan SGOT, karena SGPT memiliki waktu paruh yang lebih panjang dibandingkan SGOT. 18,19
Hasil analisa data menunjukan adanya penurunan jumlah SGOT dan SGPT pada kelompok ekstrak alkaloid Clathria sp dibandingkan dengan kelompok yang diberikan aquades (kelompok K-), yang berarti derajat kerusakan sel hati mencit lebih rendah pada kelompok perlakuan dibandingkan dengan kelompok K-. Pada uji hipotesis mengunakan Oneway-Anova, didapatkan perbedaan yang signifikan (p<0,05) antara kadar SGOT dan SGPT pada kelompok perlakuan dengan kelompok K-. Hal ini menunjukan bahwa terdapat pengaruh pemberian ekstrak alkaloid Clathria sp terhadap kadar enzim SGOT dan SGPT mencit yang diinduksi plasmodium berghei.
Hasil analisa data menunjukkan bahwa pada pemeriksaan SGOT, kelompok P4 (kelompok yang diberikan ekstrak alkaloid
Clathria sp dengan dosis 200 mg/kgBB)
memiliki perbedaan yang signifikan (p<0,05) jika dibandingkan dengan kelompok K-. Berbeda dengan hasil yang didapatkan pada pemeriksaan SGPT, kelompok yang memiliki perbedaan bermakna (p<0,05) adalah kelompok P1 yaitu ekstrak alklaoid spons laut dengan dosis 50 mg/kgBB.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sharma et al (2014), ekstrak metanol Spons laut memiliki efektivitas dalam menurunkan kadar SGOT dan SGPT yang signifikan (p <0,001). Sejalan dengan hasil yang didapatkan dalam penelitian ini bahwa terdapat penurunan kadar SGOT dan SGPT. Akan tetapi, setelah dilakukan uji varian satu arah (Oneway-Anova) perbedaan signifikan hanya terjadi pada kelompok P4 pada SGOT dan P1 pada SGPT, dibandingkan dengan kelompok kontrol. Perbedaan hasil ini dapat terjadi karena beberapa faktor, antara lain perbedaan lokasi pengambilan Spons dan jenis metabolit sekunder yang dihasilkan oleh Spons. 20 Peneliti menduga bahwa penurunan kadar
SGOT dan SGPT pada penggunaan ekstrak alkaloid dalam penelitian ini kemungkinan terjadi melalui tiga mekanisme utama, yaitu penghambatan infeksi plasmodium ke dalam sel hati dan peningkatan respon imun hewan coba serta melalui mekanisme scavenger dalam antioksidan dan mekanisme antiinflamasi oleh senyawa alklaoid dan terpenoid.
Mekanisme Perbaikan Fungsi Hepar oleh Spons Laut Clatrhia sp
Senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan oleh Spons merupakan hasil interaksi dengan lingkungan sekitar, baik lingkungan biotik maupun abiotic. 13 Faktor- faktor yang mempengaruhi produksi metabolit
Spons antara lain suhu, kekeruhan, kekuatan arus, cahaya, salinitas, serta faktor kimiawi lainnya. Walaupun dengan jenis Spons yang sama, akan tetapi jika masing – masing Spons hidup pada kondisi lingkungan yang berbeda, dapat memiliki keaktifan metabolit sekunder yang berbeda pula. 20 Dua senyawa Clathria sp yang telah berhasil diisolasi diambil dari perairan wilayah
Sulawesi Selatan antara lain golongan senyawa fenolik dan steroid yaitu β- sitosterol. 21 Senyawa-senyawa ini memiliki efektivitas dalam menghambat pertumbuhan plasmodium secara in vitro. 22 Spons laut juga memproduksi senyawa noresterpene,
norditerpene peroxide acids dan beberapa
senyawa lain seperti sigmosceptrellin-A,
sigmosceptrellin-B yang memiliki efektivitas antiplasmodium. 23 Ekstrak Alkaloid Clathria sp Infeksi plasmodium
- noresterpene, norditerpene peroxide acids
Intra-eritrosit Manzamines
- Ekstra-eritrosit (hepar)
- Sistem imun Infeksi hepar
Selain mekanismenya dalam menghambat infeksi plasmodium, senyawa yang terkandung di dalam ekstrak spons laut juga memiliki kemampuan dalam meningkatkan respon imun tubuh. 24,25 Mekanisme ini dilakukan oleh manzamines, yang secara struktur merupakan group alkaloid jenis beta-carboline yang telah diisolasi dari beberapa spesies spons laut dari Samudra Hindia dan Samudra Pasifik, seperti genus Clathria sp. 24 Manzamines merupakan salah satu senyawa bioaktif dari spons yang memiliki efektivitas antimalaria yang paling menjanjikan. 24,26
Spons laut banyak mengandung antioksidan berupa alkaloid, steroid, terpenoid, dan flavonoid. 27 Senyawa antioksidan yang terdapat dalam spons laut memiliki kemampuan untuk meredam radikal bebas melaui mekanisme sebagai scavenger. 28,29 Alkaloid dan flavonoid juga merupakan senyawa antioksidan yang dapat melawan radikal bebas di hepar melalui aktivitasnya sebagai scavenger. 29 Beberapa penelitian lain juga telah membuktikan bahwa senyawa-senyawa ini tidak hanya berperan sebagai antimalaria, meningkatkan respon imun dan antioksidan, tetapi juga memiliki aktivitas sebagai agen anti inflamasi. Pada penelitian yang dilakukan oleh Kim (2011) disebutkan bahwa saponin dan alkaloid dapat menurunkan produksi TNF-α melalui penghambatan aktivasi NF-kβ. 30 Selain itu, tanin, flavonoid dan triterpenoid juga dapat menghambat produksi sitokin tersebut. 31 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengukuran kadar SGOT dan SGPT serta analisa statistik yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak alkaloid Clathria sp memberikan pengaruh terhadap kadar SGOT dan SGPT mencit yang diinfeksi Plasmodium
berghei. Hasil uji statistik Oneway-Anova
menunjukkan adanya perbedaan kadar SGOT dan SGPT yang bermakna antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Pada pemeriksaan SGOT hanya kelompok P4 (ekstrak alkaloid dosis 200 mg/kgBB) yang memiliki perbedaan signifikan (p<0,05) dengan kelompok kontrol negatif. Pada pemeriksaan
Posthoc LSD untuk SGPT, hanya kelompok
P1 (ekstrak alkaloid dosis 50 mg/kgBB) yang memiliki perbedaan signifikan dengan kelompok kontrol negatif.
Saran
Adapun saran yang dapat dipertimbangkan untuk penelitian lebih lanjut adalah: 1) Perlu dilakukan penelitian pendahuluan terkait jenis alkaloid yang terdapat pada ekstrak alkaloid Clathria sp yang digunakan. 2) Perlu dipertimbangkan untuk melakukan perhitungan kadar alkaloid
SGOT/SGPT antioksidan secara kualitatif dan kuantitatif. Hal ini bertujuan untuk mengetahui secara pasti kadar alkaloid yang digunakan. 3) Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan memperhatikan dosis, lama waktu, jumlah sampel dan pemeriksaan fungsi hepar dengan pemeriksaan histopatologi maupun pemeriksaan enzim lain seperti γ- glutamiltransferase (GGT), Alkalin Fosfatase (ALP) dan Laktat Dehidrogenase (LD) untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. 4) Pada penelitian selanjutnya, diharapkan ruangan isolasi dan perawatan hewan coba mencit tidak digunakan untuk merawat hewan coba yang lain, terutama hewan coba yang diinfeksikan penyakit infeksius
Daftar Pustaka 1. Shankar R, Deb S, Sharma B K.
Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor: 2005.
Lehmann. Marine pharmacology in 1998:
12. Alejandro MS, Mayer, Virgina, KB
2014
Chemical Characterization, And Bioactivity Of Secondary Metabolites With Polar Constituents Of Petrossian Alfiani Sponges. Universitas Hasanuddin:
Rahmawaty, Ahmad, A. Isolation,
11. Usman, H., Bahar, R., Yohanes, E.,
Chem., 2013, 13 (3), 199 - 204
and Presence of Antimalarial Activities of Marine Sponge Xestospongia sp. Indo. J.
Ekasari W, Asih PB & Lestari AI. Isolation
10. Murtihapsari, Parubak AS, Mangallo B,
digitalcommons.calpoly.edu. 2009. Diakses 09 September 2014.
9. Carrol, J and Jenna Arruda. Uses Of Marine Compound. http://
8. Suparno. Kajian Bioaktif Spons Laut (Porifera: Demospongiae) Suatu Peluang Alternatif Pemanfaatan Ekosistem Karang Indonesia Dalam Dibidang Farmasi. Makalah Pribadi Falsafah Sains.
Antimalarial plants of northeast India: An overview. J Ayurveda Integr Med
Kesehatan, 2005: Vol. 33(2):53-61.
7. Tjitra E. Pengobatan Malaria dengan Kombinasi Artemisinin. Bul Penel
www.depkes.go.id/downloads/publikasi/ buletin/BULETIN%20 mALARIA.pdf. Diakses 9 Maret 2015
6. Harijanto, Paul. Eliminasi Malaria pada Era Desentralisasi. http://
Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Sumatera Utara: 2008.
5. Hiswani. Gambaran Penyakit dan Vektor Malaria di Indonesia. Fakultas
of Biomed and Advance Reseacrh IJBAR 2014; 5(03)
Assessment of serum bilirubin and hepatic enzymes in malaria patiens. Int J
repository.usu.ac.id/bitstream/ 123456789/7404/1/09E00226.pdf. Diakses tanggal 10 Maret 2015 4. Jha S, Shrestha S, Gole SG, & Deep G.
3. Zein, U. Perbandingan Efikasi Antimalaria Ekstrak Herba Sambiloto (Andrographis paniculata ness) Tunggal dan Kombinasi Masing-Masing dengan Artesunat dan Klorokuin pada Pasien Malaria Falsiparum Tanpa Komplikasi. http://
Kasus Malaria di Indonesia. http:// www.pppl.depkes.go.id/_asset/ _download/ Pedoman_Penatalaksana_Kasus_Malaria _di_Indonesia.pdf. Diakses tanggal 10 Maret 2015
2012;3:10-6
2. Depkes RI. Pedoman Penatalaksana
Marine compounds with Antibacterial, Anticoagulent, Antifungal, Antinflammatory, Anthelminitic, Antiplatelet and Antiviral activities; with actions on the cardiovascular, endocrine, immune, and nervous systems: and other Miscellaneous mechanisms of action. The Pharmacol. 2000: (42) 62-69.
Oseanografi, LIPI, Jakarta: 2007.
Ascociation 2010; Vol I(01):36-42
21. Wiadnya, IBR. Perbedaan kadar sgot (serum glutamic oxaloacetic transaminase) Pada penderita malaria falciparum dan malaria vivax. Media Bina
Ilmiah; 2013: 1978-3787
22. Amir, I. Dan Budiyanto, A. Mengenal
Spons Laut (Demospongiae) Secara Umum. Oceana, 1996: 21(2):15-31.
23. Rachmat, R. Spons Indonesia Kawasan Timur : Keragaman, distribusi, Kelimpahan, dan kandungan Metabolit Sekundernya. Pusat penelitian
24. Konig GM, Wright AD, Angerhofer CK
20. Azizah, N., Wungu, CDK., & Viradella J.
(1996). Novel potent antimalarial
diterpene isocyanates, isothiocyanates, and isonitriles from the tropical marine sponge Cymbastela hooperi. J. Org.
Chem. 61: 3259-3267. http:// www.pubs.acs.org/doi/abs/10.1021/ jo952015z diakses tanggal 9 april 2015
25. Sayed KA, Haman MT, Hashish NE, Shier
WT, Kelly M, & Khan AA. Antimalarial,
antiviral, and antitoxoplasmosis norsesterpene peroxide acids from the Red Sea sponge Diacarnus erythraeanus.
Potensi Propolis pada Sarang Lebah Madu dalam Menghambat Infeksi P. falciparum sebagai Terapi Penunjang Malaria Tropikana. J of Indo Med Student
19. Richard A, Matthew R. Clinical Diagnosis and Management by Laboratory Methods. 21th ed. 2007. USA: Saunders Elsevier.
13. Muhtadi, Suhendi, A., Nurcahyanti, &
15. Sacher RA, Mc Pharson RA. Uji Fungsi Hati. Dalam: Tinjauan klinis Hasil
Sutrisna EM. Uji Praklinik
Antihiperurisemia Secara In Vivo Pada Mencit Putih Jantan Galur Balb-C Dari Ekstrak Daun Salam (Syzigium Polyanthum Walp) Dan Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa Bilimbi L.). J Biomedika
2014;2:6-1
14. Arwati, H. Vaksin Malaria: Mengapa Sampai Saat Ini Belum Juga diteriman?.
http://www.fk.unair.ac.id/publikasi/lingua/
XXXII/5.asp. Diakses 09 april 2015
Pemeriksaan Laboratorium, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran (EGC): 2006.
Universitas Diponegoro, Semarang
16. Wibowo, WA., Maslachah, L., & Bijanti R.
2008. Pengaruh Pemberian Perasan
Buah Mengkudu (Morinda citrifolia) Terhadap Kadar SGOT dan SGPT Tikus Putih (Rattus norvegicus) dengan Diet Tinggi Lemak. Jurnal Veterineria Medika
Universitas Airlangga, 2008 (1): 1-5
17. Carl A, Edward R, & David E. Clinical Chemistry and Molecular Diagnostics II.
4nd ed. 2007. USA: Saunders Elsevier
18. Wardhani A. 2010. Pengaruh Pemberian Ekstrak Valerian (Valeriana officinalis) terhadap Gambaran Mikroskopis Hepar dan Kadar SGOT Tikus Wistar.
J. Nat. Prod. 64: 522–4. http:// www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11325240 diakses tanggal 13 April 2015
26. Ravichandran, S., Kathiresan K., &
Balaram H. Anti-malarials from marine sponges Mini Review. Biotechnol. Mol. Biol. Rev 2007; Vol 2 (2): 033-038
27. Ang KK, Holmes MJ, Kara UAK Immune- mediated parasite clearance in mice infected with Plasmodium berghei following treatment with manzamine A. Parasitol. Res. 87: 715-721. http://
www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11570556 Diakses tanggal 10 November 2015
28. Murti, Y B. Isolation and structure elucidation of bioactive secondary metabolites from Sponss collected at Ujungpandang and in the Bali Sea,
Indonesia: 2006.
29. Warbung, Y.Y., Wowor, V.N.S., Posangi, J.
Daya Hambat Ekstrak Spons Laut Callyspongia sp terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus. http://
ejournal.unsrat.ac.id/index.php/egigi/ article/view/3151. Last Update 2011. Diakses tanggal 15 April 2015
30. Kim S, Shim S, Choi DS, Kim JH, Kwon
YB, Kwon J. Modulation of LPS-
stimulated astroglial activation by ginseng total saponins. J Ginseng Res, 2011: (35) 80-1
31. Erlejman AG, Jaggers G, Fraga CG,
Oteiza PI. TNF alpha-induced NF-kappaB
activation and cell oxidant production are modulated by hexameric procy-anidins in Caco-2 cells. Arch Biochem Biophys, 2008; 476(2):186-195.