THE PHARMACODYNAMIC PROFILE OF PROPOLIS AND PARACETAMOL ON WHITE RATS (Rattus norvegicus)

  

THE PHARMACODYNAMIC PROFILE OF PROPOLIS AND PARACETAMOL ON

WHITE RATS (Rattus norvegicus)

1฀

  2

  3 Samsuri,

  I Ketut Berata,

  I MadeMerdana

  1*

  Veterinary Pharmacology Departmen of Veterinary Faculty of Udayana University

  2 Veterinary Pathology Departmen of Veterinary Faculty of Udayana University

  3 Veterinary Pharmacy Departmen of Veterinary Faculty of Udayana University

ABSTRACT

  High antioxidant found in propolis which is widely used at this time. Paracetamol has toxic effects to liver, kidney and stomach. To prevent the toxic effects of paracetamol, the provision of antioxidants which can protect cells damage caused by paracetamol is needed. This study used 25 male rats (Rattus norvegicus), which consists of five groups. Each treatment group was given standard food and drink. Group 1 (control negative) was given standard food and drink, group 2 (control positive) was given 250 mg/kg body weight of paracetamol orally, group 3 (Pp1) was given 250 mg/kg body weight of paracetamol and each rat was given 0.05 ml of propolis orally, group 4 (Pp2) was given 250 mg/kg body-weight of paracetamol and each rat was given 0.1 ml of propolis orally, and group 5 (Pp3) was given 250 mg/kg body-weight of Paracetamol and each rat was given 0.15 ml of Propolis orally.

  th

  The treatments were given for 10 days, and on the 11 day, the necropsy was done to take the livers of the 25 rats for histopatology preparation. From the examination and Kruskal-Wallis test were concluded; The Paracetamol caused degeneration and necrosis with signficant defference (P < 0.01) on liver, kidney and stomach. Administration of Propolis with Paracetamol treament could prevent the degeneration and necrosis of liver, kidney and stomach with significant defference (P < 0.05).

  Key words: Propolis, Paracetamol, Liver, kidney and stomach ฀

  Veterinary Pharmacology Departmen of Veterinary Faculty of Udayana

    Corespondence:

  University, Email: samsuri@unud.ac.id

  

PENDAHULUAN

  Kata propolis berasal dari bahasa Yunani, dari akar kata pro yang berarti pertahanan terhadap sesuatu, dan polis yang berarti kota (Salatino et al., 2005). Pada zaman mesir kuno propolis telah digunakan sebagai salah satu bahan untuk pembalsaman mayat yang pada saat itu diyakini dapat menghambat organisme yang dapat menyebabkan pembusukan pada mayat (Bankova et al., 2000). Suku Inca juga memanfaatkan propolis ini sebagai zat antipiuretik. Menurut Wollenweber (1990), propolis digunakan untuk mengobati luka, luka bakar, sakit tenggorokan, dan ulkus lambung. Bogdanov (2014) menyatakan bahwa propolis memiliki efek terapi yang komplek. Disamping itu, Parasetamol merupakan obat yang paling banyak digunakan pada manusia maupun hewan. Parasetamol sering digunakan karena merupakan obat analgetik-antipiretik sekaligus memiliki zat anti inflamasi. Parasetamol sebagai analgesik merupakan zat yang dapat menghilangkan atau meminimalisir rasa sakit atau nyeri tanpa harus menghilangkan kesadaran. Sedangkan antipiretik ialah zat-zat yang dapat digunakan untuk menurunkan suhu tubuh (Wilmana et al., 2007). Pada proses metabolisme parasetamol dapat menyebabkan terbentuknya radikal bebas dalam sel hepar. Radikal bebas dapat merusak sel hepar. Kerusakan hepar terjadi karena hasil metabolisme parasetamol yang berupa N-

  

acetyl-para-benzoquinone-imine (NAPQI) tidak dapat dinetralisir semuanya oleh glutation

hepar (Correia dan Castagnoli, 1989).

  Penulisan artikel ini bertujuan untuk mengetahui profil farmakodinamik Propolis dan Parasetamol yang diberikan pada tikus putih (Rattus norvegicu) terutama pada sel hepar, ginjal dan lambung.

   

  METODE Sampel dan ProsedurPenelitian

  Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 25 ekor tikus putih jantan berumur 2- 3 bulan berat badan 180-200 gram. Sampel kemudian dibagi dalam 5 kelompok perlakuan. kelompok kontrol negatif (K-) yang diberi pakan dan minum saja berupa air dan pellet. Kelompok kontrol positif (K+) yang diberikan parasetamol 250 mg/kgBB secara oral. Kelompok (Pp ) diberikan parasetamol 250 mg/kgBB secara oral dan propolis 0,05 ml/ekor

  1

  secara oral. Kelompok (Pp ) diberikan parasetamol 250 mg/kgBB secara oral dan propolis 0,1

  2

  ml/ekor secara oral. Kelompok (Pp ) diberikan parasetamol 250 mg/kgBB secara oral dan

  3

  propolis 0,15 ml/ekor secara oral. Perlakuan ini diberikan setiap hari selama 10 hari. Pada hari ke-11 tikus dinekropsi untuk diambil organ hepar, ginjal dan lambung untuk dibuat preparat unutk pemeriksaan histopatologi dan uji statistik (Steel and Torrie, 1980).

  Bahan dan Alat

  Bahan-bahan yang digunakan diantaranya adalah sebagai berikut: parasetamol, propolis, pakan tikus putih (pellet), air minum, larutan neutral buffer formalin (NBF). Bahan yang digunakan untuk pembuatan histopat dengan pewarnaan HE (Haematoxilin-Eosin): alkohol 70%, alkohol 80%, alkohol 90%, alkohol 96%, alcohol absolute, toluene, dan paraffin.

  Alat-alat yang digunakan diantaranya adalah sebagai berikut: kandang hewan, alas kandang, tempat minum, spuit 3 ml, timbangan digital, mikroskop binokuler, gelas objek, kaca penutup, alat bedah, pot urine, tissue cassette, staining jar, embedding set, dan microtome. Pembuatan preparat histopatologi dilakukan dengan metode Kiernan (1990).

  DISKUSI Histopatologi Hepar

  Hasil pemeriksaan histopatologi dan analisis statistik uji Kruskall-Wallis pada penelitian pengaruh pemberian propolis terhadap gambaran histopatologi hepar tikus putih yang diberi parasetamol dosis toksik, menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (P < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa parasetamol dosis 250 mg/kgBB menimbulkan lesi patologi berupa degenerasi melemak, nekrosis, dan kongesti pembuluh darah.

  Pada lesi kongesti pembuluh darah terdapat perbedaan yang signifikan pada perlakuan kontrol negatif dan perlakuan (kontrol positif, Pp1, Pp2, dan Pp3). Sedangkan antara kontrol positif, Pp1, Pp2, dan Pp3 tidak ada perbedaan signifikan. Kongesti adalah pembendungan darah dalam suatu pembuluh. Kongesti merupakan lesi dualisme yaitu lesi yang menggambarkan gangguan sirkulasi dan dapat pula sebagai indikator perbaikan jaringan (Amirudin, 2007; Price dan Wilson, 1995; Stockham dan Scott,2008).

  Degenerasi melemak paling tinggi ditemukan pada perlakuan kontrol positif dan Pp1. Degenerasi melemak merupakan akumulasi lemak dalam sitoplasma (Berata et al., 2011). Hasil metabolit reaktif N-acetyl-para-benzoquinone-imine (NAPQI) yang berperan sebagai radikal bebas yang akan mengoksidasi makromolekul seperti lemak. Pemberian parasetamol dosis 250 mg/kgBB juga menyebabkan meningkatnya kolesterol yang diikuti dengan menurunnya konsentrasi fosfolipid (Ojo et al., 2006). Pada perlakuan kontrol positif dan Pp1 masih terbentuk banyak N-acetyl-para-benzoquinone-imine yang menyebabkan terperangkapnya lemak didalam sel hepar sehingga terjadi degenerasi melemak. Propolis 0,05 ml/ekor tidak dapat mengatasi tingginya jumlah N-acetyl-para-benzoquinone-imine yang dihasilkan oleh parasetamol sehingga pada perlakuan Pp1 masih terdapat degenerasi melemak.

  Ada persamaan hasil penelitian antara lesi degenerasi melemak dan nekrosis, dimana pada perlakuan Pp3 yaitu parasetamol 250 mg/kgBB dan propolis 0,15 ml/ekor menunjukkan hasil perbaikan jaringan yang paling baik. Hal ini mungkin karena lesi nekrosis dan degenerasi melemak selalu berkaitan satu dengan yang lainnya. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa propolis dosis 0,15 ml/ekor pada perlakuan Pp3 merupakan dosis optimal dalam perbaikan jaringan hepar akibat paparan toksik parasetamol. Propolis berperan sebagai antioksidan yang dapat menurunkan kerusakan pada jaringan hepar. Senyawa yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa flavonoid (Fatoni, 2008). Hal ini juga menunjukkan bahwa semakin tinggi kandungan flavonoid dalam propolis maka semakin tinggi pula aktivitas antioksidannya (Hegazi, 1997). Propolis meningkatkan kadar nitrit oxide

   

  (NO) dijaringan hepar, nitrit oxide ini berfungsi untuk mengeliminasi radikal bebas yang dapat menyebabkan kerusakan hepar (Erguder, 2008).

  

Gambar 1. Histopatologi hepar tikus putih (kontrol negatif) sel hepatosit dan pembuluh darah

  masih normal (HE, 400x)

  

Gambar 2 (kontrol positif; 250 mg/kgBB parasetamol) ditemukan kongesti pembuluh darah,

  degenerasi melemak, dan neksosis (HE, 400x). (Keterangan: panah kuning: kongesti pembuluh darah, panah biru: degenerasi melemak, dan panah hitam: nekrosis)

   

  

Gambar 3.,Pp1 (250 mg/kgBB parasetamol dan 0,05 ml/ekor propolis) kongesti, degenerasi

  melemak, dan nekrosis masih ditemukan pada semua sampel. (Keterangan: panah kuning: kongesti pembuluh darah, panah biru: degenerasi melemak, dan panah hitam: nekrosis)

  

Gambar 4, Pp2 (250 mg/kgBB parasetamol dan 0,1 ml/ekor propolis) kongesti pembuluh

  darah masih ditemukan pada semua sampel, degenerasi melemak dan nekrosis jumlahnya menurun pada semua sampel. (Keterangan: panah kuning: kongesti pembuluh darah, panah biru: degenerasi melemak, dan panah hitam: nekrosis)

   

  

Gambar 5, Pp3 (250 mg/kgBB parasetamol dan 0,15 ml/ekor propolis) kongesti masih

ditemukan pada semua sampel, degenerasi melemak dan nekrosis tidak ada pada satu sampel.

  (Keterangan: panah kuning: kongesti pembuluh darah, panah biru: degenerasi melemak, dan panah hitam: nekrosis)

  Histopatologi Ginjal

  Hasil pemeriksaan histopatologi dan analisis statistik uji Kruskall-Wallis pada penelitian pengaruh pemberian propolis terhadap gambaran histopatologi hepar tikus putih yang diberi parasetamol dosis toksik, menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (P < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa parasetamol dosis 250 mg/kgBB menimbulkan lesi patologi berupa degenerasi melemak, nekrosis, dan kongesti pembuluh darah.

  Pada lesi kongesti pembuluh darah terdapat perbedaan yang signifikan pada perlakuan kontrol negatif dan perlakuan (kontrol positif, Pp1, Pp2, dan Pp3). Sedangkan antara kontrol positif, Pp1, Pp2, dan Pp3 tidak ada perbedaan signifikan. Kongesti adalah pembendungan darah dalam suatu pembuluh. Kongesti merupakan lesi dualisme yaitu lesi yang menggambarkan gangguan sirkulasi dan dapat pula sebagai indikator perbaikan jaringan (Price dan Wilson, 1995).

  Degenerasi melemak paling tinggi ditemukan pada perlakuan kontrol positif dan Pp1. Degenerasi melemak merupakan akumulasi lemak dalam sitoplasma (Berata et al., 2011). Hasil metabolit reaktif N-acetyl-para-benzoquinone-imine (NAPQI) yang berperan sebagai radikal bebas yang akan mengoksidasi makromolekul seperti lemak. Pemberian parasetamol dosis 250 mg/kgBB juga menyebabkan meningkatnya kolesterol yang diikuti dengan menurunnya konsentrasi fosfolipid (Ojo et al., 2006). Pada perlakuan kontrol positif dan Pp1 masih terbentuk banyak N-acetyl-para-benzoquinone-imine yang menyebabkan terperangkapnya lemak didalam sel hepar sehingga terjadi degenerasi melemak. Propolis 0,05 ml/ekor tidak dapat mengatasi tingginya jumlah N-acetyl-para-benzoquinone-imine yang dihasilkan oleh parasetamol sehingga pada perlakuan Pp1 masih terdapat degenerasi melemak.

  Ada persamaan hasil penelitian antara lesi degenerasi melemak dan nekrosis, dimana pada perlakuan Pp3 yaitu parasetamol 250 mg/kgBB dan propolis 0,15 ml/ekor menunjukkan hasil perbaikan jaringan yang paling baik. Hal ini mungkin karena lesi nekrosis dan degenerasi melemak selalu berkaitan satu dengan yang lainnya. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa propolis dosis 0,15 ml/ekor pada perlakuan Pp3 merupakan dosis optimal dalam perbaikan jaringan hepar akibat paparan toksik parasetamol. Propolis berperan sebagai antioksidan yang dapat menurunkan kerusakan pada jaringan hepar. Senyawa yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa flavonoid (Fatoni, 2008). Hal ini juga menunjukkan bahwa semakin tinggi kandungan flavonoid dalam propolis maka semakin tinggi pula aktivitas antioksidannya (Hegazi, 1997). Propolis meningkatkan kadar nitrit oxide (NO) dijaringan hepar, nitrit oxide ini berfungsi untuk mengeliminasi radikal bebas yang dapat menyebabkan kerusakan hepar (Erguder, 2008).

   

  

Gambar 1. Gambaran histopatologi ginjal tikus putih (Rattus norvegicus) normal.

  Gambar 2 yang diberikan parasetamol dosis 250mg/kg BB dapat menyebabkan degenerasi melemak dan nekrosis pada bagian tubulus proksimal.

  

Gambar 3. Pemberian propolis pada tikus putih (Rattus norvegicus) yang diberikan

parasetamol dosis 250mg/kg BB dapat menghambat kerusakan tubulus proksimal ginjal.

   

  

Gambar 4. Pemberian propolis pada tikus putih (Rattus norvegicus) yang diberikan

parasetamol dosis 250mg/kg BB dapat menghambat kerusakan tubulus proksimal ginjal.

  

Gambar 5. Pemberian propolis pada tikus putih (Rattus norvegicus) yang diberikan

parasetamol dosis 250mg/kg BB dapat menghambat kerusakan tubulus proksimal ginjal.

  Histopatologi Lambung

  Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian propolis terhadap efek samping parasetamol dosis tinggi (250 mg/kg BB) pada lambung tikus putih menunjukkan perbaikan mukosa lambung tikus putih dari setiap perlakuan yaitu Pp1, Pp2, dan Pp3. Pada perlakuan kontrol positif (K+), yang diberi parasetamol dosis 250 mg/kg BB secara oral, terjadi kerusakan epitel mukosa yang berat pada lambung tikus putih berupa deskuamasi atau pengelupasan epitel mukosa.

   

  

Gambar 1. Histopatologi lambung tikus putih yang diberikan parasetamol 250 mg/kg BB

Ditemukan deskuamasi dan perdarahan didalam sel tersebut.

  Gambar 2. Pemberian Propolis dapat menghambat kerusakan pada mukosa lambung Gambar 3. Pemberian Propolis dapat menghambat kerusakan pada mukosa lambung

    Gambar 4. Pemberian Propolis dapat menghambat kerusakan pada mukosa lambung Dari pemeriksaan dan Uji Kruskall-Wallis dapat disimpulkan bahwa parasetamol dosis 250 mg/kgBB dapat menyebabkan kerusakan hepar, ginjal dan lambung sangat nyata (P < 0,01). Pemberian Propolis berpengaruh nyata (P < 0,05) menghambat kerusakan hepar, ginjal dan lambung. Kemampuan untuk mengurangi efek parasetamol tersebut didapatkan dari kandungan flavonoid yang tinggi dalam propolis (Bankova, et.al.;Bhadauria, 2012; Bogdanov, 2014; Fitrianur, 2009).

KESIMPULAN DAN SARAN

  Hasil penelitian dapat disimpulkan yaitu (1) pemberian parasetamol dosis 250 mg/kgBB pada tikus putih dapat menimbulkan lesi histopatologi berupa kongesti, degenerasi melemak, dan nekrosis pada hati dan ginjal. Selanjutnya (2) pada lambung mengakibatkan erosi, deskuamasi dan ulserasi. Sedangkan (3) pemberian propolis dapat menghambat kerusakan jaringan hepar, ginjal dan lambung akibat pemberian parasetamol. Hasil penelitian juga direkomendasikan (1) propolis baik digunakan sebagai agen penghambat dampak negatif dari parasetamol. Rekomendasi lain adalah (2) perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan jangka waktu pengamatan yang lebih lama, sehingga didapatkan hasil yang lebih lengkap.

UCAPAN TERIMA KASIH

  Ucapan terima kasih kepada Balai Besar Veteriner Denpasar yang telah membantu penelitian ini berlangsung.

DAFTAR PUSTAKA

  Amirudin R. 2007. Fisiologi dan Biokimia Hati. Dalam: Sudoyo A.W., Setyohadi B., Alwi I., Simadribata M. K., Setiati S. (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI. 415-419.

  Bankova VS, De Castro SL, Marcucci MC. 2000. Propolis: recent advances in chemistry and plant origin. Apidologie. 31 (1) ; 3–15. Berata IK, Winaya IBO, Adi AAAM, Adnyana IBW. 2011. Patologi Veteriner Umum.

  Denpasar, Swasta Nulus. 33-40. Bhadauria M. 2012. Propolis prevents hepatorenal injury induced by chronic exposure to carbon tetrachloride. Evidence-Based Complementary and Alternative Medicine. vol.

  2012; Article ID 235358; 12 pages. Full Article. doi:10.1155/2012/235358.

    Bogdanov S. 2014. Propolis: Composition, Health, Medicine : A Review. Article. 5 April 2015. Correia MA, Castagnoli N. 1989. Farmakokinetik: Biotransformasi Obat. Dalam : Bertram G.

  Katzung. Farmakologi Dasar dan Klinik. III Ed. Alih Bahasa : Petrus Adrianto dkk. Jakarta: EGC. 45-51.

  Erguder BI, Kilicoglu SS, Namuslu M, Kilicoglu B, Devrim E, Kismet K, Durak I. 2008.

  Honey prevent hepatic damage induced by obstruction of the common bile duct. World J Gastroenterol. 14(23): 3729-3732. Fatoni A. 2008. Pengaruh propolis Trigona spp asal Bukittinggi terhadap beberapa bakteri usus halus sapi dan penelusuran komponen aktifnya [tesis]. Bogor: Program

  Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 17-22. Fitriannur. 2009. Aktivitas Antibakteri Propolis Lebah Trigona Spp. Asal Pandeglang Terhadap Enterobacter sakazakii. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

  Bogor: Institut Pertanian Bogor. Hegazi A, Raboo F, Shaaban D, Shaaban D, Khader D. 2012. Bee venom and propolis as a new treatment modality in patients with psoriasis. Int. J Med. Med. Sci. 1: 27-33.

  nd

  Kiernan, J.A. 1990. Histology and Histochemical Methods Theory and Practice 2 edition.Oxford. Pergaruon Press. Ojo, O.O., Kabutu, F.R., Bello, M., Babayo, U. 2006. Inhibition of paracetamol-induced oxidative stress in rats by extract of lemongrass (Cymbropogon cittratus) and green tea

  (Camelia sinensis) in rats. J Biotechnol 5(12):1227-1232 Price A, Wilson L. 1995. Patofisiologi. Buku 2. IV Ed. Penebit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 1117-1119

  Salatino A, Teixeira ÉW, Negri G, Message D. 2005. Origin and chemical variation of Brazilian propolis. eCAM 2:33–38. Steel R G. D., Torrie, J. H. 1980. Principles and Procedures of Statistics, 2nd Edition. New York: McGraw-Hill. Stockham, S.L., Scott, M.A. 2008. Fundamentals of Clinical Veterinary Pathology. Iowa: Iowa State University Pr. Wilmana, P.F., Gunawan, S.G. 2007. Analgesik-Antipiretik Analgesik Anti Inflamasi

  Nonsteroid dan Obat Gangguan Sendi Lainnya. Dalam: Gunawan S.G. (ed). Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta : Gaya Baru,pp:237-9. Wollenweber E, Hausen BM, Greenaway W. 1990. Phenolic constituents and sensitizing properties of propolis, poplar balsam and balsam of Peru. Bulletin de Liaison—Groupe

  Polyphenols. 15: 112–120.