TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PELAKSANAAN ARISAN BAHAN POKOK UNTUK RESEPSI (Studi di Desa Bunut Seberang Kecamatan Way Ratai Kabupaten Pesawaran) - Raden Intan Repository

BAB IV ANALISIS A. Pelaksanaan Arisan Bahan Pokok Untuk Resepsi Di Desa Bunut Seberang Kecamatan Way Ratay Kabupaten Pesawaran Sebagaimana telah dipaparkan terkait masalah

  pelaksanaan arisan di Desa Bunut Seberang Kecamatan Way Ratay Kabupaten Pesawaran ini adalah dengan sistem giliran pada setiap anggota yang akan melaksanakan resepsi.

  Masalah arisan tidak diketemukan dalam pembahasan fiqih Islam secara khusus, jika dilihat dari segi kamus Bahasa Indonesia, bahwa arisan kegiatan pengumpulan uang atau barang yang bernilai sama oleh beberapa orang kemudian diundi untuk menentukan siapa yang memperolehnya dalam undian tersebut yang dilaksanakan secara berkala sampai semua anggota memperolehnya.

  Salah satu bentuk transaksi ekonomi dalam masyarakat yaitu persoalan pinjam meminjam maupun hutang piutang. Islam menyeru kepada seluruh kaum muslimin untuk membantu orang yang lemah, memberi pinjaman kepada yang membutuhkan dan lain sebagainnya. Semua itu menunjukkan bahwa hak seseorang hanyalah menurut apa yang telah diperbuatnya, ia dilarang menindas orang lain, karena menindas orang yang lemah dan meremehkan orang yang membutuhkan pertolongan adalah perbuatan-perbuatan yang tidak religius, tidak manusiawi dan melanggar norma-norma moral.

  Arisan adalah salah satu bentuk hutang. Hutang dalam arisan serupa dengan hutang-hutang biasa, hanya saja dalam arisan berkumpul padanya hutang dan menghutangkan

  Adapun dalam pelaksanaanya di masyarakat desa Bunut Seberang dikenal sebagai jimpitan yaitu suatu kegiatan dimana sekelompok anggota arisan yang melakukan perjanjian tentang pengembalian barang atau bahan pokok kepada salah satu anggotanya dengan waktu yang tidak ditentukan.

  Pelaksanaan arisan bahan pokok untuk resepsi di desa Bunut Seberang Awal perjanjian arisan ini yaitu dengan menyetujui akad terdahulu, dan adanya kesepakatan dari kedua belah pihak. Persetujuan hutang piutang merupakan suatu perikatan tentang harta benda, yang satu pihak telah menyerahkan sesuatu pada orang lain pada waktu akad sedangkan pada pihak lainnya belum menyerahkan dan akan diserahkan sesuai dengan persetujuan.

  Persetujuan hutang piutang merupakan suatu perikatan tentang harta benda, yang satu pihak telah menyerahkan sesuatu pada orang lain pada waktu akad sedangkan pada pihak lainnya belum menyerahkan dan akan diserahkan sesuai dengan persetujuan.

  Akad tabarru’ adalah segala macam perjanjian yang menyangkut transaksi yang tidak mengejar keuntungan (non profit transaction). Akad tabarru’ dilakukan dengan tujuan tolong menolong dalam rangka berbuat kebaikan, sehingga pihak yang berbuat kebaikan tersebut tidak berhak mensyaratkan imbalan apapun kepada pihak lainnya. Imbalan dari akad tabarru’ adalah dari Allah, bukan dari manusia. Namun demikian, pihak yang berbuat kebaikan tersebut boleh meminta kepada rekan transaksi-nya untuk sekedar menutupi biaya yang dikeluarkannya untuk dapat melakukan akad, tanpa mengambil laba dari tabarru’ tersebut.

  Bentuk perjanjian ini secara tertulis, dimana ketua kelompok harus menuliskan nama-nama anggota yang ikut dalam pelaksanaan arisan ini. Surat hutang bertujuan untuk mengindari hal-hal yang tidak diinginkan dikemuan hari untuk mengingat-ingat saat diperlukan kelak, karena sudah menjadi watak manusia bahwa ia ada kemunfkinan lalai dan lupa yang akan menimbulkan akibat yang tidak diinginkan bersama khususnyadiantara pihak tersebut.

  Arisan ini dimulai sekitar tahun 2013 yang terdiri dari 20 anggota arisan, yang diketuai oleh ibu lurah. Adapun isi dari perjanjian tersebut yaitu dengan memberikan sejumlah bahan pokok kepada salah satu anggota yang mendapatkan giliran melakukan resepsi. Bahan pokok tersebut sebelumnya telah disepakati diawal akad atau perjanjian. Diantara bahan pokok tersebut adalah: Beras (2 Kg), Telor (2 Kg), Minyak Makan (2 Kg), Gula (2 Kg), Rokok (1 Pk).

  Jika ada salah satu anggota yang melakukan wanprestasi atau tidak dapat memenuhi kewajibannya untuk memberikan sejumlah bahan pokok kepada anggota yang melakukan resepsi maka boleh dialihkan atau diteruskan kepada anak atau sanak saudaranya untuk memenuhi akad tersebut. Namun jika tidak ada satupun sanak saudara yang bisa meneruskan akad tersebut maka si penerima arisan hanya mendapatkan sejumlah bahan pokok dari anggota yang tersisa.

  Sebenarnya bahwa persetujuan hutang piutang ini, pada awalnya merupakan persetujuan atau akad tabaru’ yaitu akad yang pelaksanaanya bersadarkan kebaikan semata namun, pada akhirnya menjadi suatu kebiasaan, dalam arti orang yang berhutang berkewajiban membayar atau melunasi hutangnya sesuai dengan persetujuan dan kesepakatan kedua belah pihak.

  Cara pengembalian pada pelaksanaan arisan ini adalah dengan mengembalikan sejumlah bahan pokok yang telah disepakati sampai kepada anggota yang mendapatkan giliran. Bila ada salah satu pihak tidak dapat memenuhi kewajiban

  Salah satu kegiatan saling tolong menolong dalam upaya pemenuhan kebutahan masyarakat adalah dengan melakukan arisan. Pada dasarnya perkumpulan-perkumpulan arisan tidak bisa dipisahkan dari serangkaian aktifitas social, maupun kerjasama yang dilakukan masyarakat dengan menyiapkannya dalam bentuk lain (bukan uang) misalnya berupa bahan makanan pokok seperti padi atau dalam bentuk lainnya. Bahkan ada juga arisan yang termasuk dalam kategori demi suatu pemenuhan kebutuhan kewajiban akan ibadah keagamaan tertentu misalnya arisan haji. Istilah arisan identik dengan tempat berkumpulnya para wanita yang mayoritas ibu-ibu rumah tangga. Mereka menyetor sejumlah uang sambil ngobrol maupun mencicipi hidangan yang disediakan tuan rumah. Acara puncaknya kertas berisi nama- nama dikocok dan yang keluar berhak menerima uang yang di kumpulkan.

  Pelaksanaan hutang piutang tak selamanya para pihak dapat melaksanakan persetujuan dan kesanggupan dengan baik, dalam arti bahwa di berhutang dapat melunasi hutangnya tepat waktu sesuai kesepakatan yang mereka buat. Apabila terjadi kenyataan yang demikian, maka sudah barang tentu si terhutang akan melakukan penagihan kepada si berhutang.

B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Arisan Bahan Pokok Untuk Resepsi Di Desa Bunut Seberang Kecamatan Way Ratay Kabupaten Pesawaran

  Arisan adalah salah satu bentuk hutang. Hutang dalam arisan serupa dengan hutang-hutang biasa, hanya saja dalam arisan berkumpul padanya hutang dan menghutangkan (piutang) serta pemanfaatan lebih dari seorang. Namun kondisi ini tidak menyebabkan dia terlepas dari hakekat dan penamaan hutang. Utang dalam pengertian masyarakat berarti menerima pinjaman dari pihak lain yang harus dikembalikan

  Bermuamalah dengan jalan saling tolong menolong ini akan lebih memudahkan manusia dalam mencapai kemajuan dalam hidupnya, karena manusia tidak mungkin dapat memenuhi hajat hidupnya seorang diri tanpa bantuan orang lain.

  Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari- hari memang harus terpenuhi segala kebutuhan dengan harta benda yang telah dimilikinya. Jika kebutuhan telah mendesak padahal harta benda yang telah dimiliki tidak memenuhi atau kurang dapat memenuhinyam sering orang berhutang dengan terpaksa dengan orang lain. Baik hutang yang berupa uang atau barang yang akan dinyatakan gantinya pada waktu yang lain. Sesuai dengan kebutuhan yang menjadi perjanjian antara kedua belah pihak yang bersangkutan. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya masyarakat desa Bunut Seberang melaksanakan arisan bahan pokok untuk dapat membantu memenuhi kebutuhan setiap anggota yang akan melaksanakan resepsi aatau acara besar.

  Jimpitan adalah sebutan dari bahasa masyarakat Desa Bunut Seberang (Bahasa Sunda) dalam hal hutang piutang dengan membayar sejumlah bahan pokok dengan perjanjian yang telah disepakati, dimana setiap anggota yang mengadakan resepsi anggota yang lain memberikan sejumlah bahan pokok.

  Gambaran secara umum arisan atau jimpitan diperbolehkan, dengan menentukan batas waktu pembayaran maupun cara pemberian bahan pokok yang menjadi objek. S ecara syar’i dalam praktek pelaksanaan arisan ini telah memenuhi akad-akad yang telah disepakati. Hal ini sesuai dengan

  Firman Allah dalam Qur’an Surat Al-Maidah ayat 1 yakni:

  

        

           

    

  Artinya

  : “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad- aqad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya. (QS. Al-

  Maidah:1) Dengan dilandasi oleh ayat al Quran di atas bahwa setiap orang yang beriman dituntut untuk menunaikan janji serta melaksanakannya dengan sempurna mengenai janji-janji atau akad-akad yang diadakan antara dirinya denga Allah SWT atau antara dirinya dengan sesamanya termasuk didalamnya yaitu persetujuan hutang piutang unsur ta’awun sangat berperan didalamya dalam arti bahwa pelaksanaan akad tersebut semata-mata hanya ingin menolong dan meringankan beban si berhutang. Mengingat kebaikan tersebut maka sudah barang tentu si debitur juga dituntut mengimbangi kebaikan hati si berpiutang atau setidaknya sepadan dengan cara membayar dan melunasinya hutangnya dengan cara yang baik pula.

  Akad dalam pelaksanaan arisan ini menggunakan akad hutang piutang karena memberikan sesuatu yang menjadi hak milik pemberi pinjaman kepada peminjam dengan pengembalian dikemudian hari sesuai penjanjian

  Akad merupakan keterkaitan atau pertemuan ijab dan qabul yang berakibat timbulnya akibat hukum. Ijab adalah penawaran yang diajukan oleh salah satu pihak, dan qabul adalah jawaban persetujuan yang diberikan mitra akad sebagai tanggapan terhadap penawaran pihak yang pertama. Akad tidak terjadi apabila pernyataan kehendak masing- masing pihak tidak terkait satu sama lain karena akad adalah keterkaitan kehendak kedua pihak yang tercermin dalam ijab dan qabul.

  Pelaksanaan hutang piutang tak selamanya para pihak dapat melaksanakan persetujuan dan kesanggupan dengan baik, dalam arti bahwa di berhutang dapat melunasi hutangnya tepat waktu sesuai kesepakatan yang mereka buat. Apabila terjadi kenyataan yang demikian, maka sudah barang tentu si terhutang akan melakukan penagihan kepada si berhutang.

  Hal tersebut sesuai dengan firman Allah SWT yaitu:

  

          

     

  Artinya:

  “Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, Maka berilah tangguh sampai Dia berkelapangan. dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui ”. (QS al Baqarah : 280)

  Berdasarkan ayat di atas menunjukkan bahwa orang Islam itu dalam melaksanakan segala sesuatu hendaklah dengan cara yang baik yang dihiasi dengan akhlakul karimah, begitu pula dalam transaksi bermuamalah termasuk didalnya hutang piutang hendaknya dilakukan dengan budi pekerti berhak untuk menagihnya dengan baik dan tidak bertindak secara kasar. Dan apabila ternyata yang bersangkutan belum dapat melunasinya sampai batas yang ditentukan, maka hendaklah si berpiutang bersabar dahulu dan memberikan kelonggaran waktu kepada si berhutangm sehingga ia mampu untuk melunasinya hutangnya.

  Cara pengembalian pada pelaksanaan arisan ini adalah dengan mengembalikan sejuamlah bahan pokok yang telah disepakati sampai kepada anggota yang mendapatkan giliran. Bila ada salah satu pihak tidak dapat memenuhi kewajiban atau melakukan wanprestasi maka harus ada pihak keluarga yang memenuhi perjanjian tersebut. Berdasarkan Sabda Nabi SAW yaitu:

  اًرْكَب ٍمُجر ْنِم َفَهْسَتْسا مهس و هيهع هَهنا لىس ر َنَّا ٍعَفا َر ىِبَا ْنَع َعَج َرَف ُهَرْكَب َمُخَنا َضْقَي ْنَّا ٍعِفا َرَمَاَف ِةَقَدَصّنا َمَبِا ْنِم ُمِبِا ِهْيَهَع ْتَمَدَقَف لاقف ٍعِفَر ىُبَا ِهْينا : َنِّا ُهاًيِا ِهِطْعا ل اَقَف اًيِعاَبَر اًر اَيِخَلاِّا اَهْيِف ْدِجَا ْمَن ًءاَضَق ْمُهُنَّسْحَا ِساَنّنا َراَيِج { مهسم ها و ر }

  Artinya :“Dari abu Rafi’ RA, berkata Rasulullah SAW.

  Pernah meminjam unta muda usia kepada seorang setelah itu, ada orang yang mengantarkan unta sedekah kepada beliau. Lalu Nabi SAW, menyuruh Abu Rafi’ membayar unta muda uang dipinjamnya, Abu Rafi’ megatakan kepada beliau. Ya Rasulullah belum ada unta muda, yang ada unta pilihan yang: telah dewasa. Sabda beliau, “berikanlah itu sebaik-baik manusia ialah yang mengutamakan pelunasan suatu hutang ”. Berdasarkan hadits di atas dapat diambil suatu pengertian bahwa dalam membayar hutang piutang hendaklah dilaksanakan dengan cara yang baik sesuai dengan jenis harta yang dipinjam begitu pula dengan jumlahnya harusnya sesuai dengan jumlah yang dihutangkan itu. Disamping itu juga dalam pembayarannya hendaklah tepat waktunya dan menghindarkan dari menangguh-nangguhkan serta usahakanlah dalam pengembaliannya lebih baik dari keadaan hutang semula.

  Pengertian hutang piutang sama dengan perjanjian pinjam meminjam yang berbunyi : “pinjam meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberi kepada pihak yang lain suatu jumlah barang-barang tertentu dan habis karena pemakaian , dengan syarat bahwa yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam keadaan yang sama pula.

  Adanya unsur tolong menolong dalam arisan tersebut maka Mahmud Syaltut mengisyratkan arisan tersebut dengan ta’awun hal ini sesuai dengan berdasarkan Al-Qur’an Surat Al-Maidah ayat 2 sebagai berikut:

  

         

  Artinya:” Dan tolong –menolonglah kamu dalam

  (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran

  ” Berdasarkan ayat di atas maka dapatlah dipahami bahwa perbuatan atau sikap hidup yang seseorang atau masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, hanya dipandang sebagai sesuatu perbuatan yang bernilai kebajikan dan taqwa apabila didasari dengan sikap baik ataupun ibadah. yang dilaksanakan oleh pihak-pihak yang perkepentingan adapun prinsip-prinsip tersebut adalah adanya kebebasan berkontrak, perjanjian itu tidak mengikat dan adanya kesepakatan antara kedua belah pihak. Berdasarkan akad yang berlangsung dalam pelaksanaan arisan ini telah memakai prinsip-prinsip akad menurut hukum Islam.

  Kegiatan muamalah ini sering dilaksankan oleh sekelompok umat Islam terdapat satu prinsip atau kaidah bahwa melakukan muamalah selama belum ada dalil yang melarangnya. Prinsip diatas dapat dipahami apapun dan bagaimanapun bentuk muamalah selama tidak ada dalil yang melarang adanya hubungan tersebut adalah boleh, artinya kebijakan hukum dalam hal muamalah secara tekhnis diserahkan kepada manusia itu sendiri. Jadi Islam tidak menyulitkan hambanya untuk berbuat sesuatu.

  Sistem arisan biasa dilakukan ditengah-tengah masyarakat didasarkan pada saling percaya sesama pengikut arisan, jauh dari unsur-unsur yang diharamkan. Umumnya kesepakatan adalah bahwa setiap peserta arisan wajib ikut terus dan membayar sampai selesai. Kapanpun dia menang, tidak boleh berhenti ditengah jalan, meskipun sudah pindah, paling tidak boleh diteruskan oleh orang lain yang ditunjuk dan disepakati oleh semua pihak.

  Berdasarkan uraian diatas, menurut al- Qur’an Surat

  Al- Maidah ayat 1, Qur’an Al-Baqarah ayat 280 dan Qur’an

  Surat Al-Maidah ayat 2 telah menjelaskan tentang kebolehan bermuamalah dengan cara kegiatan pelaksanaan arisan yang dilakukan oleh masyarakat di desa Bunut Seberang dan juga sudah termasuk akad ta’awun atau tolong menolong dan adanya kesepakatan antara kedua belah pihak.

Dokumen yang terkait

PENYALAHGUNAAN NARKOBA/NARKOTIKA TERHADAP PERILAKU KEAGAMAAN REMAJA (Studi Kasus di Desa Way Urang, Padang Cermin, Pesawaran) - Raden Intan Repository

0 1 102

PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP HUTANG BARANG DIBAYAR SETELAH PANEN (Studi Kasus Pada Kelompok Tani Desa Ceringin Asri Kecamatan Way Ratai Kabupaten Pesawaran)” - Raden Intan Repository

0 0 87

BAB I PENDAHULUAN A. Penegasan Judul - PRAKTIK GADAI POHON CENGKEH DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (Studi Kasus di Desa Sumberjaya Kecamatan Way Ratai Kabupaten Pesawaran) - Raden Intan Repository

0 0 10

BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Gadai - PRAKTIK GADAI POHON CENGKEH DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (Studi Kasus di Desa Sumberjaya Kecamatan Way Ratai Kabupaten Pesawaran) - Raden Intan Repository

0 1 33

BAB III LAPORAN PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Sejarah Singkat Kelurahan Sumberjaya - PRAKTIK GADAI POHON CENGKEH DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (Studi Kasus di Desa Sumberjaya Kecamatan Way Ratai Kabupaten Pesawaran) - Raden Intan Reposit

0 0 13

BAB IV ANALISIS DATA A. Pelaksanaan Gadai Pohon Cengkeh di Desa Sumberjaya - PRAKTIK GADAI POHON CENGKEH DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (Studi Kasus di Desa Sumberjaya Kecamatan Way Ratai Kabupaten Pesawaran) - Raden Intan Repository

0 0 8

TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PENGALIHAN GADAI TANPA SEPENGETAHUAN RAHIN (Studi pada Desa Negri Ratu Kecamatan Pesisir Utara Kabupaten Pesisir Barat) - Raden Intan Repository

0 0 91

PEMANFAATAN HARTA RIBA DALAM PERSFEKTIF HUKUM ISLAM (Studi pada Masyarakat Desa Kuripan Sidodadi Kecamatan Way Lima Kabupaten Pesawaran) - Raden Intan Repository

0 1 94

BAB 1 PENDAHULUAN A. Penegasan Judul - TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PELAKSANAAN ARISAN BAHAN POKOK UNTUK RESEPSI (Studi di Desa Bunut Seberang Kecamatan Way Ratai Kabupaten Pesawaran) - Raden Intan Repository

0 0 16

BAB III LAPORAN PENELITIAN A. Gambaran Umum Desa Bunut Seberang 1. Sejarah Desa Bunut Seberang - TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PELAKSANAAN ARISAN BAHAN POKOK UNTUK RESEPSI (Studi di Desa Bunut Seberang Kecamatan Way Ratai Kabupaten Pesawaran) - Raden Intan

0 1 10