ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA |9-1

DALAM IMPLEMENTASI KEBIJAKAN KETERPADUAN PROGRAM BIDANG CIPTA KARYA

  Bab ini berisikan penjelasan mengenai Profil APBD Kabupaten/Kota, profil investasi dan proyeksi investasi dalam pembangunan Bidang Cipta Karya, serta strategi peningkatan investasi bidang Cipta Karya

  

RPI2-JM bidang Cipta Karya membutuhkan kajian pendukung dalam hal lingkungan dan sosial untuk

meminimalkan pengaruh negatif pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya terhadap lingkungan

permukiman baik di perkotaan maupun di perdesaan. Kajian aspek lingkungan dan sosial meliputi

acuan peraturan perundang-undangan, kondisi eksisting lingkungan dan sosial, analisis dengan

instrumen, serta pemetaan antisipasi dan rekomendasi perlindungan lingkungan dan sosial yang

dibutuhkan.

8.1 Aspek Lingkungan

  Kajian lingkungan dibutuhkan untuk memastikan bahwa dalam penyusunan RPI2-JM bidang Cipta Karya oleh pemerintah kabupaten/kota telah mengakomodasi prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Adapun amanat perlindungan dan pengelolaan lingkungan adalah sebagai berikut:

  1. UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup: “Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup terdiri atas antara lain Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), dan Upaya Pengelolaan Lingkungan-Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL- UPL) dan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPLH)”.

  2. UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional: “Dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan hidup yang baik perlu penerapan prinsip- prinsip pembangunan yang berkelanjutan secara konsisten di segala bidang”

  3. Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014: “Dalam bidang lingkungan hidup, sasaran yang hendak dicapai adalah perbaikan mutu lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam di perkotaan dan pedesaan, penahanan laju kerusakan lingkungan dengan peningkatan daya dukung dan daya tampung lingkungan; peningkatan kap asitas adaptasi dan mitigasi perubahan iklim”

  4. Permen LH No. 9 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup Strategis: Dalam penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program, KLHS digunakan untuk menyiapkan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau program agar

dampak dan/atau risiko lingkungan yang tidak diharapkan dapat diminimalkan.

  5. Permen LH No. 16 Tahun 2012 tentang Penyusunan Dokumen Lingkungan. Sebagai persyaratan untuk mengajukan ijin lingkungan maka perlu disusun dokumen Amdal, UKL dan UPL, atau Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup atau disebut dengan dengan SPPL bagi kegiatan yang tidak membutuhkan Amdal atau UKL dan UPL.

  Tugas dan wewenang pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan Pemerintah kabupaten/kota dalam aspek lingkungan terkait bidang Cipta Karya mengacu pada UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yaitu:

1. Pemerintah Pusat a. Menetapkan kebijakan nasional.

  b. Menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria.

  c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai KLHS.

  

d. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.

  

e. Melaksanakan pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup.

  f. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai pengendalian dampak perubahan iklim dan perlindungan lapisan ozon.

  g. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan nasional, peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah.

  h. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.

i. Mengembangkan dan melaksanakan kebijakan pengaduan masyarakat.

  j. Menetapkan standar pelayanan minimal.

2. Pemerintah Provinsi a. Menetapkan kebijakan tingkat provinsi.

  b. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat provinsi.

  

c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.

  d. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan, peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah kabupaten/kota.

  e. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.

  f. Melakukan pembinaan, bantuan teknis, dan pengawasan kepada kabupaten/kota di bidang program dan kegiatan.

  g. Melaksanakan standar pelayanan minimal.

3. Pemerintah Kabupaten/Kota a. Menetapkan kebijakan tingkat kabupaten/kota.

  b. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat kabupaten/kota.

  

c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.

  d. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.

  e. Melaksanakan standar pelayanan minimal.

8.1.1. Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)

  Menurut UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Kajian Lingkungan Hidup Strategis, yang selanjutnya disingkat KLHS, adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program. KLHS perlu diterapkan di dalam RPI2-JM antara lain karena:

1. RPI2-JM membutuhkan kajian aspek lingkungan dalam perencanaan pembangunan infrastruktur.

  2. KLHS dijadikan sebagai alat kajian lingkungan dalam RPI2-JM adalah karena RPI2-JM bidang Cipta Karya berada pada tataran Kebijakan/Rencana/Program. Dalam hal ini, KLHS menerapkan prinsip-prinsip kehati-hatian, dimana kebijakan, rencana dan/atau program menjadi garda depan dalam menyaring kegiatan pembangunan yang berpotensi mengakibatkan dampak negative terhadap lingkungan hidup. KLHS disusun oleh Tim Satgas RPI2-JM Kabupaten/Kota dengan dibantu oleh Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah sebagai instansi yang memiliki tugas dan fungsi terkait langsung dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di kota/kabupaten. Koordinasi penyusunan KLHS antar instansi diharapkan dapat mendorong terjadinya transfer pemahaman mengenai pentingnya penerapan prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup untuk mendorong terjadinya pembangunan berkelanjutan.

Gambar 8.1. Diagram Alir Pentahapan Pelaksanaan KLHS (Sumber: Permen LH No.9/2011)

  Tahapan Pelaksanaan KLHS

Tahapan pelaksanaan KLHS diawali dengan penapisan usulan rencana/program dalam RPI2-JM per

sektor dengan mempertimbangkan isu-isu pokok seperti (1) perubahan iklim, (2) kerusakan,

kemerosotan, dan/atau kepunahan keanekaragaman hayati, (3) peningkatan intensitas dan cakupan

wilayah bencana banjir, longsor, kekeringan, dan/atau kebakaran hutan dan lahan, (4) penurunan

mutu dan kelimpahan sumber daya alam, (5) peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan,

(6) peningkatan jumlah penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan penghidupan sekelompok

masyarakat; dan/atau (7) peningkatan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia. Isu-isu

tersebut menjadi kriteria apakah rencana/program yang disusun teridentifikasi menimbulkan resiko

atau dampak terhadap isu-isu tersebut. Tahap 1 dilakukan dengan penapisan (screening) dengan menyusun tabel 8.1.

Tabel 8.1. Kriteria Penapisan Usulan Program/Kegiatan Bidang Cipta Karya

  No Kriteria Penapisan Penilaian Uraian Pertimbangan Kesimpulan (signifikan/tidak)

  1 Perubahan Iklim Keterangan: Hingga laporan ini disusun, Kabupaten Sumbawa Barat belum ada KLHS.

  Penyusunan KLHS menjadi rencana program tahun 2015-2019.

  2 Kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahan keanekaragaman hayati

  3 Peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor, kekeringan, dan/atau kebakaran hutan dan lahan,

  4 Penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam

  5 Peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan,

  Tahap ke-2 setelah penapisan terdapat dua kegiatan. Jika melalui proses penapisan di atas tidak teridentifikasi bahwa rencana/program dalam RPI2-JM tidak berpengaruh terhadap kriteria penapisan di atas maka berdasarkan Permen Lingkungan Hidup No. 9/2011 tentang Pedoman Umum KLHS, Tim Satgas RPI2-JM Kabupaten/Kota dapat menyertakan Surat Pernyataan bahwa KLHS tidak perlu dilaksanakan, dengan ditandatangani oleh Ketua Satgas

RPI2-JM dengan persetujuan BPLHD, dan dijadikan lampiran dalam dokumen RPI2-JM.

Namun, jika teridentifikasi bahwa rencana/program dalam RPI2-JM berpengaruh terhadap kriteria penapisan di atas maka Satgas RPI2-JM didukung dinas lingkungan hidup (BPLHD) dapat menyusun KLHS dengan tahapan sebagai berikut:

  1. Pengkajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Wilayah Perencanaan, dilaksanakan melalui 4 (empat) tahapan sebagai berikut:

a) Identifikasi Masyarakat dan Pemangku Kepentingan Lainnya

  Tujuan identifikasi masyarakat dan pemangku kepentingan adalah:

  1. Menentukan secara tepat pihak-pihak yang akan dilibatkan dalam pelaksanaan KLHS;

  2. Menjamin diterapkannya azas partisipasi yang diamanatkan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;

  3. Menjamin bahwa hasil perencanaan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program memperoleh legitimasi atau penerimaan oleh publik;

  4. Agar masyarakat dan pemangku kepentingan mendapatkan akses untuk menyampaikan informasi, saran, pendapat, dan pertimbangan tentang pembangunan berkelanjutan melalui proses penyelenggaraan KLHS.

Tabel 8.2. Contoh Proses Identifikasi Pemangku Kepentingan dan Masyarakat dalam penyusunan KLHS Bidang Cipta Karya Masyarakat dan Pemangku Contoh Lembaga

  Kepentingan Pembuat keputusan

  a. Bupati/Walikota

  b. DPRD Penyusun kebijakan, rencana Dinas PU-Cipta Karya dan/atau program Instansi

  a. Dinas PU-Cipta Karya

  b. BPLHD Masyarakat yang memiliki a. Perguruan tinggi atau lembaga penelitian informasi dan/atau keahlian lainnya

  (perorangan/tokoh/ kelompok)

  b. Asosiasi profesi

  c. Forum-forum pembangunan berkelanjutan dan lingkungan hidup d. LSM/Pemerhati Lingkungan hidup

  e. Perorangan/tokoh

  f. kelompok yang memiliki data dan informasi berkaitan dengan SDA Masyarakat terkena Dampak

  a. Lembaga Adat

  b. Asosiasi Pengusaha

  c. Tokoh masyarakat

  d. Organisasi masyarakat

  e. Kelompok masyarakat tertentu (nelayan, petani dll) b) Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan Tujuan identifikasi isu pembangunan berkelanjutan:

  1. penetapan isu-isu pembangunan berkelanjutan yang meliputi aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup atau keterkaitan antar ketiga aspek tersebut; 2. pembahasan fokus terhadap isu signifikan; dan 3. membantu penentuan capaian tujuan pembangunan berkelanjutan.

Tabel 8.3. Contoh Proses Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan Bidang Cipta Karya Pengelompokan Isu-isu Pembangunan Penjelasan Singkat

  Berkelanjutan Bidang Cipta Karya

Lingkungan Hidup Permukiman Keterangan: Hingga laporan ini disusun,

Isu 1: kecukupan air baku untuk air minum Kabupaten Sumbawa Barat belum ada KLHS.

  Penyusunan KLHS menjadi rencana program Contoh: Kekeringan, menurunnya kualitas Air Ekonomi tahun 2015-2019.

  Isu 2: kemiskinan berkorelasi dengan kerusakan lingkungan Contoh: pencemaran air mengurangi kesejahteraan nelayan di pesisir Sosial Isu 3: Pencemaran menyebabkan berkembangnya wabah penyakit Contoh: menyebarnya penyakit diare di permukiman kumuh

c) Identifikasi Kebijakan/Rencana/Program (KRP)

Tabel 8.4. Contoh Tabel Identifikasi KRP Komponen kebijakan / Lokasi (Kecamatan /

  No Kegiatan rencana / program Kelurahan (jika ada))

  Pengembangan Permukiman Keterangan: Hingga laporan ini disusun,

  1 Kabupaten Sumbawa Barat belum ada KLHS.

  Penataan Bangunan dan Penyusunan KLHS menjadi rencana program

  2 Lingkungan tahun 2015-2019.

  Pengembangan Air Minum

  3 Pengembangan Penyehatan

  4 Lingkungan Permukiman

d) Kajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Suatu Wilayah

Tabel 8.5. Kajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Suatu Wilayah

  N Komponen Pengaruh pada Isu-Isu Strategis Berdasarkan Aspek- o kebijakan, Aspek Pembangunan Berkelanjutan** rencana Bobot Lingkungan Bobot Sosial Bobot Total dan/atau Hidup Permukiman Ekonomi Bobot program* Isu 1: Isu 2: Isu 1: Isu 2: Isu 1: Isu 2: … … … … … …

1 Pengembangan Keterangan: Hingga laporan ini disusun, Kabupaten Sumbawa Barat belum Permukiman ada KLHS. Penyusunan KLHS menjadi rencana program tahun 2015-2019.

  2 Penataan Bangunan & Lingkungan

  3 Pengembangan Air minum

  4 Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman

  2. Perumusan Alternatif Penyempurnaan KRP Tujuan perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana, dan/atau program untuk mengembangkan berbagai alternative perbaikan muatan KRP dan menjamin pembangunan berkelanjutan. Setelah dilakukan kajian, dan disepakati bahwa kebijakan, rencana dan/atau program yang dikaji potensial memberikan dampak negative pada pembangunan berkelanjutan, maka dikembangkan beberapa alternatif untuk menyempurnakan rancangan atau merubah kebijakan, rencana dan/atau program yang ada. Beberapa alternative untuk menyempurnakan dan atau mengubah rancangan KRP mempertimbangkan antara lain: a. Memberikan arahan atau rambu-rambu mitigasi terkait dengan kebijakan, rencana, dan/atau program yang diperkirakan akan menimbul kan dampak lingkungan atau bertentangan dengan kaidah pembangunan berkelanjutan.

Tabel 8.7. Rekomendasi Perbaikan KRP dan Pengintegrasian Hasil KLHS

  4 Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman

Untuk Kabupaten/Kota yang telah menyusun dan memiliki dokumen KLHS RTRW Kabupaten/Kota,

maka hasil olahan di dalam KLHS tersebut dapat dijadikan bahan masukan bagi kajian perlindungan

lingkungan dalam RPI2-JM.

  3 Pengembangan Air minum

  2 Penataan Bangunan dan Lingkungan

  Penyusunan KLHS menjadi rencana program tahun 2015- 2019.

  1 Pengembangan Permukiman Keterangan: Hingga laporan ini disusun, Kabupaten Sumbawa Barat belum ada KLHS.

  KLHS

  No Komponen Kebijakan, Rencana dan/atau Program Rekomendasi Perbaikan KRP dan Pengintegrasian Hasil

  4 Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman

  b. Menyesuaikan ukuran, skala, dan lokasi usulan kebijakan, rencana, dan/atau program.

  3 Pengembangan Air minum

  2 Penataan Bangunan dan Lingkungan

  1 Pengembangan Permukiman Keterangan: Hingga laporan ini disusun, Kabupaten Sumbawa Barat belum ada KLHS. Penyusunan KLHS menjadi rencana program tahun 2015-2019.

  No Komponen kebijakan, rencana dan/atau program Alternatif Penyempurnaan KRP

Tabel 8.6. Perumusan Alternatif Penyempurnaan KRP

  d. Mengubah kebijakan, rencana, dan/atau program.

  c. Menunda, memperbaiki urutan, atau mengubah prioritas pelaksanaan kebijakan, rencana, dan/atau program.

3. Rekomendasi Perbaikan KRP dan Pengintegrasian Hasil KLHS

  

Untuk Kabupaten/Kota yang belum menyusun dan memiliki dokumen KLHS RTRW Kabupaten/Kota,

maka KLHS dapat menjadi usulan program mengingat KLHS bersifat wajib berdasarkan UU PPLH

  Pasal 15 ayat 1. Dalam UU PPLH Pasal 15 ayat 1 disebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib

membuat KLHS untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar

dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana dan/atau program.

  

Sebagaimana tertuang dalam pasal 15 ayat 2 UU PPLH, penyelenggaraan KLHS bersifat

wajib dalam penyusunan atau evalausi :

  1. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) beserta rencana rincinya pada tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota.

  2. Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.

  3. Kebijakan, rencana dan/atau program yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) beserta rencana rincinya terdiri atas: Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Rencana Tata Ruang Pulau/Kepulauan, Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional, Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Provinsi, Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota, Rencana Detil Tata Ruang Kabupaten/Kota, dan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Kabupaten/Kota.

  

Sehingga, untuk Kabupaten/Kota yang belum menyusun dan memiliki dokumen KLHS

Kabupaten/Kota, maka KLHS dapat menjadi usulan program seperti yang tersebut dalam pasal 15

ayat 2 UU PPLH yang meliputi KLHS RTRW, KLHS RPJP/RPJM, dll Pendekatan dan Prinsip-prinsip KLHS

KLHS ditujukan untuk menjamin pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan dalam

pembangunan. Ada tiga nilai penting dalam penyelenggaraan KLHS yang dapat

mencerminkan penerapan prinsip pembangunan berkelanjutan, yaitu keterkaitan

(interdependency), keseimbangan (equilibrium) dan keadilan (justice).

  

Keterkaitan (interdependency) dijadikan nilai penting agar penyelenggaraan KLHS dapat

menghasilkan kebijakan, rencana atau program yang mempertimbangkan keterkaitan antar

sektor, wilayah, global-lokal. Nilai ini juga mengandung makna dihasilkannya KLHS yang

bersifat holistik berkat adanya keterkaitan analisis antar komponen fisik-kimia, biologi dan

sosial ekonomi. Keseimbangan (equilibrium) dijadikan nilai penting agar penyelenggaraan

KLHS senantiasa dijiwai keseimbangan antara kepentingan sosial-ekonomi dengan kepentingan lingkungan hidup, antara kepentingan jangka pendek dan jangka panjang, antara kepentingan pembangunan pusat dan daerah, dan keseimbangan lainnya.

  Implikasinya, usaha pemetaan ragam dan bentuk kepentingan para pihak menjadi salah satu proses dan metode yang penting digunakan dalam KLHS. Keadilan (justice) dijadikan nilai penting agar penyelenggaraan KLHS dapat menghasilkan kebijakan, rencana dan program yang tidak mengakibatkan marjinalisasi sekelompok atau golongan tertentu masyarakat karena adanya pembatasan akses dan kontrol terhadap sumber-sumber alam atau modal atau pengetahuan.

  KLHS dibangun melalui pendekatan pengambilan keputusan berdasarkan masukan berbagai kepentingan. Makna pendekatan tersebut adalah bahwa penyelenggaraan KLHS tidak ditujukan untuk menolak atau sekedar mengkritisi kebijakan, rencana dan/atau program, melainkan untuk meningkatkan kualitas proses dan produk kebijakan, rencana dan/atau program, khususnya dari perspektif pembangunan berkelanjutan. KLHS adalah

strategi yang cenderung bersifat ”persuasif” dalam pengertian lebih mengutamakan

proses pembelajaran dan pemahaman para pemangku kepentingan yang terlibat dalam penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program agar lebih memperhatikan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Dalam kerangka pendekatan ini, 6 (enam) prinsip KLHS seyogyanya dianut, sebagaimana dijelaskan berikut ini: Prinsip 1: Penilaian Diri (Self Assessment) Makna prinsip ini adalah sikap dan kesadaran yang diharapkan muncul dari diri pemangku kepentingan yang terlibat dalam proses penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program agar lebih memperhatikan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dan mempertimbangkan prinsip-prinsip tersebut dalam setiap keputusannya. Prinsip ini berasumsi bahwa setiap pengambil keputusan secara apriori mempunyai tingkat kesadaran dan kepedulian atas lingkungan. KLHS menjadi media atau katalis agar kesadaran dan kepedulian tersebut terefleksikan dalam proses dan terformulasikan dalam produk pengambilan keputusan untuk setiap kebijakan, rencana dan/atau program.

  

Prinsip 2: Penyempurnaan Kebijakan, Rencana dan/atau program (Improvement of the

Policy, Plan, and/or Program)

Prinsip ini menekankan pada upaya untuk penyempurnaan pengambilan keputusan suatu

kebijakan, rencana dan/atau program. KLHS tidak menghambat proses perencanaan

kebijakan, rencana dan/atau program, melainkan menjadi media atau katalisator untuk

memperbaiki proses dan produk kebijakan, rencana dan/atau program. Prinsip ini berasumsi

bahwa perencanaan kebijakan, rencana dan/atau program di Indonesia selama ini belum

mempertimbangkan pembangunan berkelanjutan secara optimal dan KLHS dapat memicu

perbaikan atau penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau program bersangkutan.

Prinsip 3: Peningkatan Kapasitas dan Pembelajaran Sosial (Social Learning and Capacity

Building)

Prinsip ini menekankan bahwa integrasi KLHS dalam perencanaan kebijakan, rencana

dan/atau program harus menjadi media untuk belajar bersama khususnya tentang isu-isu

pembangunan berkelanjutan, baik bagi masyarakat umum dan khususnya bagi para birokrat

dan pengambil keputusan. KLHS harus memungkinkan seluruh pemangku kepentingan

yang terlibat dalam perencanaan kebijakan, rencana dan/atau program untuk meningkatkan

kapasitasnya mengapresiasi lingkungan hidup dalam keputusannya. Melalui KLHS, dapat

dicapai masyarakat, birokrat, dan pengambil keputusan yang lebih cerdas dan kritis dalam

menentukan keputusan pembangunan agar berkelanjutan.

  Prinsip 4: Memberi Pengaruh pada Pengambilan Keputusan (Influencing Decision Making)

Prinsip ini menekankan bahwa KLHS harus memberikan pengaruh yang positif pada

pengambilan keputusan.

KLHS akan mempunyai makna apabila pada akhirnya dapat mempengaruhi pengambilan

keputusan, khususnya untuk memilih atau menetapkan kebijakan, rencana dan/atau

program yang lebih menjamin pembangunan yang berkelanjutan. Prinsip 5: Akuntabel (Accountable)

Prinsip ini menekankan bahwa KLHS harus diselenggarakan secara terbuka dan

bertanggungjawab, sehingga dapat dipertanggung-jawabkan pada publik secara luas. Azas

akuntabilitas KLHS sejalan dengan semangat akuntabilitas dari kebijakan, rencana dan/atau

program itu sendiri, sebagai bagian dari prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik (good

governance). Pelaksanaan KLHS dapat lebih menjamin akuntabilitas perumusan kebijakan,

rencana dan/atau program bagi seluruh pihak. KLHS tidak ditujukan untuk menjawab

  

tuntutan para pihak, karena lingkup KLHS terbatas, sedangkan tuntutan dapat berdimensi

luas.

  Prinsip 6: Partisipatif

Prinsip ini menekankan bahwa KLHS harus dilakukan secara terbuka dan melibatkan

pemangku kepentingan yang terkait dengan kebijakan, rencana dan/atau program. Prinsip

ini telah menjadi amanat dalam Undnag-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan harus diwadahi dalam

penyelenggaraan KLHS. Dengan prinsip ini diharapkan proses dan produk kebijakan,

rencana dan/atau program semakin mendapatkan legitimasi atau kepercayaan publik. Karakteristik Proses Perumusan Kebijakan, Rencana dan/atau Program

KLHS menekankan pada enam prinsip sebagaimana dikemukakan di atas, maka menjadi

penting untuk memahami dalam tatanan karakteritik proses perumusan kebijakan, rencana

dan/atau program. Paling tidak terdapat 4 (empat) karakteristik proses perumusan

kebijakan, rencana dan/atau program di Indonesia yang harus dipahami untuk

penyelenggaraan KLHS.

  Karakteristik 1: Membangun Konsensus (Concensus Building)

Penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program adalah proses

pembangunan konsensus atau kesepakatan. Penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana

dan/atau program melibatkan berbagai pemangku kepentingan termasuk masyarakat,

dimana para pihak seringkali mempunyai kepentingan masing-masing. KLHS diintegrasikan

dalam penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program dengan harapan

dapat memperkuat proses membangun kesepakatan, khususnya tentang hal-hal yang

terkait dengan pembangunan berkelanjutan dan lingkungan hidup. Meskipun demikian, perlu

dicatat bahwa ada kalanya tidak selalu tercapai konsensus, sehingga KLHS tidak selalu

mengarah pada satu kesepakatan bersama. Untuk itu proses KLHS tetap membuka peluang

adanya keragaman pendapat (“dissenting opinion”) dan dilampirkan pada hasil akhir

kesepakatan.

  

Karakteristik 2: Dinamika Proses Teknokratik, Partisipatif, dan Perumusan Kebijakan Publik

Oleh karena penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program melibatkan

berbagai pemangku kepentingan dengan kepentingan yang beragam, maka penyusunan

dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program tidak sepenuhnya merupakan proses

teknokratik atau ilmiah, melainkan juga proses partisipatif dan proses perumusan kebijakan

  

publik, dalam pengertian dimana antar pemangku kepentingan saling mempengaruhi,

berdialog, dan bernegosiasi untuk memperjuangkan kepentingannya.

  

KLHS harus diselenggarakan dalam konteks ini. Suatu perencanaan kebijakan, penyusunan

rencana dan program adalah kontinuum rasional

  • – konsensus, sehingga negosiasi tidak

    dapat dilakukan tanpa basis proses rasional. Prinsip planning process improvement,

    capacity building dan public accountable tidak dapat diaplikasikan tanpa ditunjang

    argumentasi yang obyektif. Karakteristik 3: Pentingnya Komunikasi dan Dialog

    Karena penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program bertujuan

    membangun konsensus antar berbagai kepentingan, maka dinamika komunikasi dan dialog

    antar berbagai pemangku kepentingan menjadi penting. KLHS harus menekankan pada

    proses komunikasi dan dialog yang efektif agar dapat mempengaruhi proses pengambilan

    keputusan untuk memilih alternatif kebijakan, rencana dan/atau program yang lebih

    berkelanjutan dan menyiapkan mitigasi yang diperlukan. Pelaku yang terlibat dalam

    penyelenggaraan KLHS harus mengembangkan ketrampilan untuk dapat melakukan

    proses-proses komunikasi dan dialog yang efektif. Karakteristik 4: Pentingnya Peran Personal dan Proses Informal

    Penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program di Indonesia juga dicirikan

    dengan berperannya aktor-aktor personal, melalui jalur komunikasi informal dan/atau

    personal. Proses dan komunikasi formal seringkali perlu didukung peran personal dan

    proses informal untuk menghasilkan konsensus atau kesepakatan. KLHS harus

    diselenggarakan dengan mempertimbangkan hal ini, yakni membangun jalur komunikasi

    personal dan/atau informal dengan para pemangku kepentingan. Melalui proses komunikasi

    dan negosiasi personal dan/atau informal ini juga diharapkan dapat memperluas peluang

    untuk mempengaruhi pengambil keputusan. Obyek KLHS

  

Dalam UU PPLH Pasal 15 ayat 1 disebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib

membuat KLHS untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar

dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana dan/atau

program.Kadang kala atribut kebijakan, rencana dan/atau program sulit dibedakan secara jelas, bahkan dapat saling tumpang tindih, namun secara generik perbedaannya adalah sebagai berikut: a.

  Kebijakan adalah arah atau tindakan yang diambil oleh Pemerintah atau pemerintah daerah untuk mencapai tujuan. Dalam prakteknya kebijakan dapat berupa arah yang hendak ditempuh (road map) berdasarkan tujuan yang digariskan, penetapan prioritas, garis besar aturan dan mekanisme untuk mengimplementasi tujuan.

  b.

  Rencana adalah hasil suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumberdaya yang tersedia. Dalam prakteknya rencana dapat berupa rancangan, prioritas, pilihan, sarana dan langkah- langkah yang akan ditempuh berdasarkan arah kebijakan dengan mempertimbangkan ketersediaan dan kesesuaian sumber daya.

  c.

  Program adalah instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah/lembaga untuk mencapai sasaran dan tujuan serta memperoleh alokasi anggaran, atau kegiatan masyarakat yang dikoordinasikan oleh instansi pemerintah. Dalam prakteknya program dapat berupa serangkaian komitmen, pengorganisasian dan/atau aktivitas yang akan diimplementasikan pada jangka waktu tertentu dengan berlandaskan pada kebijakan dan rencana yang telah digariskan.

  

Sebagaimana tertuang dalam pasal 15 ayat 2 UU PPLH, penyelenggaraan KLHS bersifat

wajib dalam penyusunan atau evalausi : 1. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) beserta

rencana rincinya pada tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota. 2. Rencana

Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM)

nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. 3. Kebijakan, rencana dan/atau program yang

berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan. Rencana Tata Ruang Wilayah

(RTRW) beserta rencana rincinya terdiri atas: Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Rencana Tata

Ruang Pulau/Kepulauan, Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional, Rencana Tata Ruang

Wilayah Provinsi, Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Provinsi, Rencana Tata Ruang Wilayah

Kabupaten/Kota, Rencana Detil Tata Ruang Kabupaten/Kota, dan Rencana Tata Ruang Kawasan

Strategis Kabupaten/Kota.

  Integrasi KLHS ke dalam Proses Perumusan Kebijakan, Rencana dan/atau Program

Sesuai dengan pendekatan dan prinsip KLHS sebagaimana dikemukakan di atas,

pengintegrasian KLHS dalam penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau

program menjadi kunci efektifitas penyelenggaraan KLHS.

  

Dalam konteks ini, tidak terdapat formula atau rumus baku yang dapat memandu

pengintegrasian ini karena setiap kebijakan, rencana dan/atau program mempunyai

karakteristik obyek, proses dan prosedur yang tertentu dan bahkan unik, karenanya menjadi

penting untuk memahami secara rinci masing-masing proses penyusunan dan evaluasi

kebijakan, rencana dan/atau program dengan segala dinamikanya.

  

Setiap kebijakan, rencana dan/atau program mempunyai proses dan prosedur penyusunan,

penetapan dan evaluasi masing-masing. Oleh karena itu, detil pengintegrasian KLHS dalam

masing-masing kebijakan, rencana dan/atau program dirumuskan oleh masing-masing

kementerian/lembaga yang berwenang.

  

Untuk penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program, terkait penataan

ruang, kewajiban penyelenggaraan KLHS melekat pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor

15 tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang. Dalam PP ini telah diatur bahwa

dalam perencanaan tata ruang harus memperhatikan daya dukung dan daya tampung

lingkungan melalui Kajian Lingkungan Hidup Strategis. Berdasarkan PP tersebut,

proses penyusunan rencana tata ruang harus dilengkapi kajian daya dukung dan daya

tampung lingkungan hidup, sebagaimana diamanatkan dalam UUPPLH. UUPPLH juga

mewajibkan penyelenggaraan KLHS dalam evaluasi atau peninjauan kembali rencana tata

ruang. Lebih lanjut, pelaksanaan kajian daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup

dalam penataan ruang dapat mengacu pada pedoman yang telah diterbitkan oleh

Kementerian Lingkungan Hidup maupun Kementerian Pekerjaan Umum.

Dalam penyusunan RPJP dan RPJM, baik untuk tingkat nasional, provinsi, dan

kabupaten/kota, KLHS diwajibkan dalam penyusunan dan evaluasi RPJP/RPJM.

Pengintegrasian penyelenggaraan KLHS secara teknis untuk RPJP/RPJM pada tingkat

nasional akan ditentukan lebih lanjut oleh Bappenas, dan pada tingkat provinsi dan

kabupaten/kota oleh Kementerian Dalam Negeri.

Beberapa perundangan dan peraturan yang dapat menjadi referensi mengenai perencanaan

pembangunan antara lain: Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem

Perencanaan Pembangunan Nasional; PP Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara

Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional; PP Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan,

Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan

Daerah; PP Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Peruntukan dan Perubahan Fungsi

Kawasan Hutan; Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 08 Tahun 2007; Peraturan Menteri

Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 dan peraturan lain yang berlaku.

  

Penyelenggaraan KLHS untuk kebijakan, rencana dan/atau program lain yang berpotensi

menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan hidup akan diatur oleh menteri/kepala

lembaga pemerintahan yang membidangi kebijakan, rencana dan/atau program terkait.

  

Untuk mengetahui kebijakan, rencana dan/atau program apa saja yang berpotensi

menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan hidup, dilakukan proses penapisan atau

screening. Sesuai dengan prinsip self assessment, proses penapisan dilakukan oleh

masing-masing pembuat kebijakan, rencana dan/atau program. Meskipun demikian, catatan

proses dan hasilnya harus dapat diakses oleh masyarakat dan pemangku kepentingan

lainnya.

  Metode Pelaksanaan KLHS Berdasarkan Tingkat Kedetilan

Penentuan metode analisis teknis dan metode proses pelaksanaan KLHS juga akan sangat

ditentukan oleh konteks, kondisi, dan jenis kebijakan, rencana dan/atau program yang akan

dikaji. Oleh karena itu, diperlukan satu kecermatan dan kreativitas untuk menentukan

metode mana yang tepat dan efisien untuk satu KLHS. Dengan kata lain, penentuan metode

akan sangat ditentukan dengan kekhasan kondisi, situasi, dan jenis kebijakan, rencana

dan/atau programnya. Tabel berikut memberikan gambaran tentang tiga metode dan kondisi

yang melatarbelakangi pemilihan metode.

Tabel 8.8. Tiga Alternatif Metode Pelaksanaan KLHS dan Pertimbangan Pilihannya

  Pilihan Deskripsi Pertimbangan Catatan Metode Umum Metode Proses penilaian Prasyarat penyusunan

  • Kebijakan, rencana

  Cepat/ suatu isu dan/atau program kebijakan, rencana (Quick berdasar membutuhkan dan/atau program yang Appraisal) pertimbangan penilaian yang cepat. telah diatur dalam ahli yang peraturan perundangan

  • Keterbatasan waktu umumnya dan sumberdaya. harus tetap terpenuhi.

  cenderung

  • Tidak tersedia data
  • kualitatif. yang cukup.

  Situasi darurat.

  Pilihan Deskripsi Pertimbangan Catatan Metode Umum Metode Penilaian Prasyarat penyusunan

  • Kebijakan, rencana

  Semi berdasarkan dan/atau program kebijakan, rencana Detil pada data dan memerlukan dan/atau program yang informasi yang masukan segera. telah diatur dalam lebih akurat, peraturan perundangan

  • Tersedia data dan dapat bersifat informasi yang harus tetap terpenuhi.

  kuantitatif. cukup.

  Metode Penilaian Prasyarat penyusunan

  • Kebijakan, rencana

  Detil menggunakan dan/atau program kebijakan, rencana metode yang yang kompleks dan dan/atau program yang komprehensif cukup waktu untuk telah diatur dalam dan memerlukan menyusunnya. peraturan perundangan ahli. harus tetap terpenuhi.

  • Tersedia data dan

  sumber daya yang melimpah.

  • Tersedia ahli yang dapat mengerjakan.

  Metode Cepat (Quick Appraisal)

Metode Cepat atau quick appraisal adalah metode kajian yang lebih mengandalkan pengalaman dan

pandangan para pakar (profesional judgement) dan cenderung bersifat kualitatif. Metode ini dipilih

ketika satu kebijakan, rencana dan/atau program segera memerlukan pandangan KLHS, tidak

tersedia waktu yang cukup untuk melakukan kajian yang lebih detil. Namun prasyarat penyusunan

kebijakan, rencana dan/atau program berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku harus tetap

terpenuhi. Beberapa petunjuk teknis agar metode ini dapat dilakukan dengan baik antara lain sebagai berikut:

  1 Perlu dipilih pakar yang tepat sesuai dengan isu-isu yang terkait dengan kebijakan, rencana dan/atau program.

  2 Perlu dirancang suatu proses diskusi yang efektif dan efisien, antara lain dengan merumuskan isu-isu pokok yang akan didiskusikan.

  3 Moderator yang dipilih sebaiknya handal dan efektif, dapat menjaring dan merumuskan pandangan para pakar secara obyektif.

  4 Seluruh proses perlu dicatat atau didokumentasikan dengan rinci dan lengkap. Contoh:

Identifikasi dan perumusan isu-isu pembangunan berkelanjutan dilakukan melalui suatu forum diskusi

dengan pemangku kepentingan dan atau melibatkan para ahli. dan ditentukan baik melalui

kesepakatan bersama, maupun dengan meminta pendapat para ahli (professional judgement).

Hasilnya diwujudkan dalam daftar sederhana dengan penjelasan sederhana yang mudah dipahami.

Kajian pengaruh antara suatu komponen kebijakan, rencana dan/atau program dengan potensi

dampak dan/atau risiko lingkungan hidup dilakukan dengan menggunakan matriks, perbandingan,

analisis sederhana, atau analogi. Metode Semi Detil

Metode semi detil adalah kajian yang memanfaatkan data-data yang ada digabungkan dengan

pengalaman dan pandangan para ahli. Metode ini merupakan suatu langkah lebih maju daripada

metode cepat, dimana pandangan para pakar didasarkan pada dukungan data-data dan informasi

yang cukup memadai, sehingga keputusannya lebih akurat dan dapat lebih berifat kuantitatif.

Metode semi detil dipilih apabila kebijakan, rencana dan/atau program yang dikaji tidak begitu

mendesak untuk diputuskan, serta tersedia waktu dan sumber daya yang cukup untuk

mengumpulkan data dan informasi yang dapat mendukung pengambilan keputusan oleh para pakar.

Prasyarat penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program berdasarkan peraturan perundangan

yang berlaku harus tetap terpenuhi. Pada metode ini sebaiknya didahului dengan pelingkupan kajian

(misalnya lingkup wilayah, lingkup waktu, lingkup substansi yang dikaji dll). Kiat-kiat untuk melakukan metode semi detil yang efektif dan efisien antara lain:

  1 Pemilihan pakar dan pemangku kepentingan dilakukan secara selektif dan benar-benar sesuai dengan isu-isu yang terkait dengan kebijakan, rencana dan/atau program.

  2 Data-data dan informasi pendukung yang memadai disiapkan dalam format-format yang mudah dibaca dan dipahami.

  3 Moderator yang dipilih sebaiknya handal dan efektif, dapat menjaring dan merumuskan pandangan para pakar secara jernih. Contoh pelaksanaan KLHS dengan metode semi detil adalah:

  1 Identifikasi isu-isu strategis pembangunan berkelanjutan dilakukan dengan melakukan analisis kecenderungan berbasis data (baseline trend analysis) terhadap masing-masing isu yang dianggap penting atau menjadi perdebatan antar pemangku kepentingan;

  2 Proses kompilasi data dan fakta dilakukan sesuai tahapan perumusan kebijakan, rencana dan/atau program dan dilihat kecenderungannya untuk merumuskan isu-isu pembangunan berkelanjutan; atau

  3 Kajian pengaruh kebijakan, rencana dan/atau program terhadap dampak dan/atau risiko lingkungan hidup dilakukan dengan mengkaji potensi dampak berdasarkan analisis kecenderungan berbasis data (baseline trend analysis) atau kombinasi antara metode cepat dan metode detil. Metode Detil

Metode detil adalah kajian menggunakan berbagai metode ilmiah yang komprehensif, dan kompleks