BAB X ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA KOTA GORONTALO - DOCRPIJM 6b3f935bc1 BAB XBAB 10

BAB X ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA KOTA GORONTALO RPI2-JM bidang Cipta Karya membutuhkan kajian pendukung dalam hal lingkungan dan

  sosial untuk meminimalkan pengaruh negatif pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya terhadap lingkungan permukiman baik di perkotaan maupun di perdesaan. Kajian aspek lingkungan dan sosial meliputi acuan peraturan perundang-undangan, kondisi eksisting lingkungan dan sosial, analisis dengan instrumen, serta pemetaan antisipasi dan rekomendasi perlindungan lingkungan dan sosial yang dibutuhkan 10.1.

   Aspek Lingkungan

  Kajian lingkungan dibutuhkan untuk memastikan bahwa dalam penyusunan RPI2-JM bidang Cipta Karya telah mengakomodasi prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Adapun amanat perlindungan dan pengelolaan lingkungan adalah sebagai berikut:

  UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;

   UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional;

   Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah  Nasional Tahun 2010-2014;

  Permen LH No. 9 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup

   Strategis; Permen LH No. 16 Tahun 2012 tentang Penyusunan Dokumen Lingkungan.

   Tugas dan wewenang pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota dalam aspek lingkungan terkait bidang Cipta Karya mengacu pada UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yaitu: 1.

   Pemerintah Pusat a.

  Menetapkan kebijakan nasional b.

  Menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai KLHS Lingkungan d.

  Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL e.

  Melaksanakan pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup f. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai pengendalian dampak perubahan iklim dan perlindungan lapisan ozon g.

  Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan nasional, peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah h.

  Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup i. Mengembangkan dan melaksanakan kebijakan pengaduan masyarakat j.

  Menetapkan standar pelayanan minimal 2.

   Pemerintah Provinsi a.

  Menetapkan kebijakan tingkat provinsi b. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat provinsi c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL d.

  Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan, peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah kabupaten/kota e.

  Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup f. Melakukan pembinaan, bantuan teknis, dan pengawasan kepada kabupaten/kota di bidang program dan kegiatan g.

  Melaksanakan standar pelayanan minimal 3.

   Pemerintah kabupaten a.

  Menetapkan kebijakan tingkat kabupaten/kota b. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat kabupaten/kota c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL d.

  Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup e. Melaksanakan standar pelayanan minimal 10.1.1.

   Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)

  Menurut UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Kajian Lingkungan Hidup Strategis, yang selanjutnya disingkat KLHS, adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program.

  KLHS perlu diterapkan di dalam RPI2-JM antara lain karena:

  1. RPI2-JM membutuhkan kajian aspek lingkungan dalam perencanaan pembangunan infrastruktur.

  2. KLHS dijadikan sebagai alat kajian lingkungan dalam RPI2-JM adalah karena RPI2- JM bidang Cipta Karya berada pada tataran Kebijakan/Rencana/Program. Dalam hal ini, KLHS menerapkan prinsip-prinsip kehati-hatian, dimana kebijakan, rencana dan/atau program menjadi garda depan dalam menyaring kegiatan pembangunan yang berpotensi mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup.

  Tahapan pelaksanaan KLHS dapat dilihat pada bagan dibawah ini.

  Tahapan pelaksanaan KLHS diawali dengan penapisan usulan rencana/program dalam RPI2-JM per sektor dengan mempertimbangkan isu-isu pokok seperti (1) perubahan iklim, (2) kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahan keanekaragaman hayati, (3) peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor, kekeringan, dan/atau kebakaran hutan dan lahan, (4) penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam, (5) peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan, (6) peningkatan jumlah penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan penghidupan sekelompok masyarakat; dan/atau (7) peningkatan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia. Isu-isu tersebut menjadi kriteria apakah rencana/program yang disusun teridentifikasi menimbulkan resiko atau dampak terhadap isu-isu tersebut.

  Berdasarkan hasil penapisan rencana program penyusunan dokumen RPI2-JM, di Kota Gorontalo belum signifikan diperlukan. Penapisan program persektor dapat dilihat pada tabel 10.1 s/d 10.4.

  Tabel 10. 2 Kriteria Penapisan Usulan Program/Kegiatan Pengembangan Air Minum No Kriteria Penapisan Penilaian Uraian Pertimbangan Kesimpulan: (Signifikan/Tidak)Kesimpulan

  6 Peningkatan jumlah penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan penghidupan sekelompok masyarakat Tidak terjadi Tidak signifikan

  5 Peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan Tidak terjadi Tidak signifikan

  4 Penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam Tidak terjadi Tidak signifikan

  3 Peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor, kekeringan, dan/atau kebakaran hutan dan lahan Tidak terjadi Tidak signifikan

  2 Kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahan keanekaragaman hayati Tidak terjadi Tidak signifikan

  1 Perubahan Iklim Tidak terjadi Tidak signifikan

  7 Peningkatan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia Tidak terjadi Tidak signifikan

  Tabel 10. 1 Kriteria Penapisan Usulan Program Pengembangan Permukiman No Kriteria Penapisan Penilaian Uraian Pertimbangan Kesimpulan: (Signifikan/Tidak)Kesimpulan

  6 Peningkatan jumlah penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan penghidupan sekelompok masyarakat Tidak terjadi Tidak signifikan

  5 Peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan Tidak terjadi Tidak signifikan

  4 Penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam Tidak terjadi Tidak signifikan

  3 Peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor, kekeringan, dan/atau kebakaran hutan dan lahan Tidak terjadi Tidak signifikan

  2 Kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahan keanekaragaman hayati Tidak ada perubahan atau kerusakan Tidak signifikan

  1 Perubahan Iklim Tidak memberikan perubahan iklim Tidak signifikan

  7 Peningkatan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia Tidak terjadi Tidak signifikan

  

Tabel 10. 3 Kriteria Penapisan Usulan Program/Kegiatan Penyehatan Lingkungan Permukiman

(PLP)

No Kriteria Penapisan Penilaian Uraian Pertimbangan Kesimpulan: (Signifikan/Tidak)Kesimpulan:

  1 Perubahan Iklim Tidak terjadi Tidak signifikan Kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahan keanekaragaman hayati Tidak terjadi Tidak signifikan

  3 Peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor, kekeringan, dan/atau kebakaran hutan dan lahan, Tidak terjadi Tidak signifikan

  4 Penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam Tidak terjadi Tidak signifikan

  5 Peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan Tidak terjadi Tidak signifikan

  6 Peningkatan jumlah penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan penghidupan sekelompok masyarakat Tidak terjadi Tidak signifikan

  7 Peningkatan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia Tidak terjadi Tidak signifikan

  

Tabel 10. 4 Kriteria Penapisan Usulan Program/Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman (PBL)

No Kriteria Penapisan Penilaian Uraian Pertimbangan Kesimpulan: (Signifikan/Tidak)Kesimpulan:

1 Perubahan Iklim Tidak terjadi Tidak signifikan

  3 Peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor, kekeringan, dan/atau kebakaran hutan dan lahan, Tidak terjadi Tidak signifikan

  4 Penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam Tidak terjadi Tidak signifikan

  5 Peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan Tidak terjadi Tidak signifikan

  6 Peningkatan jumlah penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan penghidupan sekelompok masyarakat Tidak terjadi Tidak signifikan

  7 Peningkatan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia Tidak terjadi Tidak signifikan 10.1.2.

   Amdal, UKL-UPL, dan SPPLH

  Pengelompokan atau kategorisasi proyek mengikuti ketentuan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 tahun 2012 tentang jenis rencana usaha dan/atau kegiatan Wajib AMDAL dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 10 Tahun 2008 Tentang Penetapan Jenis Rencana Usaha Dan/Atau Kegiatan Bidang Pekerjaan Umum

  2 Kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahan keanekaragaman hayati Tidak terjadi Tidak signifikan yang Wajib Dilengkapi dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup, yaitu: 1.

  Proyek wajib AMDAL 2. Proyek tidak wajib AMDAL tapi wajib UKL-UPL Proyek tidak wajib UKL-UPL tapi SPPLH

  Berdasarkan hasil penapisan, Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya dan batasan kapasitasnya yang wajib dilengkapi dokumen AMDAL dan atau UPL/UKL dapat dilihat pada tabel berikut:

  

Tabel 10. 5 Komponen Kegiatan Untuk Kegiatan Lingkungan Kota Gorontalo

NO KOMPONEN KEGIATAN LOKASI AMDAL UKL/UPL SPPLH

  1 PENYEHATAN LING.PEMUKIMAN Pembangunan IPAL Komunal Kota Gorontalo Tersebar 5 Kecamatan 26 kelurahan

  V Pembangunan Sistem Pengolah Air Limbah terpusat skala Kota/Kawasan Kota Gorontalo 5 kecamatan 26

kelurahan

  V Pembangunan Saluran Drainase Primer

Kec. Kabila,

Tilongkabila, Tapa dan Suwawa

  V Pembangunan Unit Transfer Depo Kota Gorontalo Tersebar 9 Kecamatan 50 kelurahan

  V Pembangunan TPST Unit Daur Ulang (3R), Plastik Kota Gorontalo

  V Pembangunan TPST Unit Daur Ulang (3R), Kertas Kota Gorontalo

  V Pembangunan TPST Unit Daur Ulang (3R), Logam Kota Gorontalo

  V 10.2.

   Aspek Sosial

  Aspek sosial terkait dengan pengaruh pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya kepada masyarakat pada taraf perencanaan, pembangunan, maupun pasca pembangunan/pengelolaan. Pada taraf perencanaan, pembangunan infrastruktur permukiman seharusnya menyentuh aspek-aspek sosial yang terkait dan sesuai dengan isu- isu yang marak saat ini, seperti pengentasan kemiskinan serta pengarusutamaan gender. Sedangkan pada saat pembangunan kemungkinan masyarakat terkena dampak sehingga diperlukan proses konsultasi, pemindahan penduduk dan pemberian kompensasi, maupun permukiman kembali. Kemudian pada pasca pembangunan atau pengelolaan perlu diidentifikasi apakah keberadaan infrastruktur bidang Cipta Karya tersebut membawa manfaat atau peningkatan taraf hidup bagi kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitarnya.

10.2.1 Aspek Sosial pada Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya A. Kemiskinan

  Aspek sosial pada perencanaan pembangunan bidang Cipta Karya diharapkan mampu melengkapi kajian perencanaan teknis sektoral. Salah satu aspek yang perlu ditindaklanjuti adalah isu kemiskinan sesuai dengan kebijakan internasional MDGs dan Agenda Pasca 2015, serta arahan kebijakan pro rakyat sesuai direktif presiden.

  Tingkat Kemiskinan Kota Gorontalo jika dilihat dari tabel di atas mengalami fluktuasi dari tahun 2004 sebesar 10,90% kemudian turun pada tahun 2008 menjadi sebesar 5,23% dan kembali naik menjadi 5,61% pada tahun 2012. Kenaikan ini tentunya dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain adalah adanya bencana alam yakni banjir yang sering melanda Kota Gorontalo, kenaikan harga BBM, kurangnya lapangan pekerjaan, pola pikir masyarakat yang cenderung konsumtif jika diberikan bantuan sosial yang harusnya tujuan pemberian bantuan tersebut untuk mendorong mereka agar bisa lebih produktif, serta sikap masyarakat yang malas bekerja dan menunggu program pemerintah berupa bantuan-bantuan yang menjadi salah satu faktor berfluktuasinya tingkat kemiskinan.

  Untuk persentase tingkat kemiskinan, Kota Gorontalo berada dibawah dari standar nasional yang sebesar 13.33 % maupun provinsi (16.55 %). Hal ini berarti, Pemerintah Kota Gorontalo dengan program-programnya telah mampu mengurangi jumlah masyarakat miskin, hal ini tentunya perlu dipertahankan dan jika perlu ditingkatkan.

  Untuk pengangguran terbuka di wilayah Kota Gorontalo pada tahun 2012 mengalami penurunan hingga mencapai 4,53%. Hal ini dikarenakan, sejak tahun 2008 sampai dengan sekarang perkembangan sektor riil di Kota Gorontalo semakin meningkat. Sehingga dengan sendirinya tingkat pengangguran di Kota Gorontalo juga ikut menurun.

  Relevansi dan Evektifitas Program

  Tahun 2007 - 2008 terjadi penurunan tingkat kemiskinan, baik itu di tingkat nasional, provinsi dan Kota Gorontalo, akan tetapi pada tahun 2008

  • – 2009 tingkat kemiskinan nasional maupun provinsi mengalami penurunan, sementara untuk Kota Gorontalo tingkat kemiskinannya justru mengalami kenaikan walaupun tidak terlalu signifikan hingga tahun 2011 - 2012. Kondisi ini tentunya perlu menjadi perhatian serius dari pemerintah daerah maupun pemerintah provinsi dan pemerintah pusat. Hal ini perlu ditinjau dari program-program kemiskinan yang ada dapat diartikan belum terlalu menyentuh ke hal-hal dasar dalam penanggulangan kemiskinan. Program kemiskinan yang dijalankan di tingkat nasional maupun provinsi perlu men- support kegiatan di Kota Gorontalo atau mungkin perlu adanya program-program khusus dari pemerintah pusat maupun provinsi untuk Kota Gorontalo.
Dapat dilihat dengan jelas bahwa trendline dari tingkat kemiskinan di wilayah Kota Gorontalo mengalami penurunan yang berkesinambungan.

B. Pengarusutamaan Gender

  Selain itu aspek yang perlu diperhatikan adalah responsifitas kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya terhadap gender. Saat ini telah kegiatan responsif gender bidang Cipta Karya meliputi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan, Neighborhood Upgrading and Shelter Sector Project (NUSSP), Pengembangan Infrasruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW), Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasia Masyarakat (PAMSIMAS), Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan (PPIP), Rural Infrastructure Support (RIS) to PNPM, Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS), Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), dan Studi Evaluasi Kinerja Program Pemberdayaan Masyarakat bidang Cipta Karya.

  Program pemberdayaan yang telah ada di Kota Gorontalo yaitu program P2kp tahun 2007s/d 2014 dengan 57 lokasi kelurahan desa di tujuh kecamatan, program PAMSIMAS 11 Desa di tahun 2014 serta rencana 8 desa di tahun 2015, dan Sanimas yang berada di Desa Tapa tahun 2013. Lihat tabel berikut.

  Bentuk partisipasi menunjukkan persentase yang cukup baik pada program- program yang telah dilaksanakan, hanya saja permasalahan yang masih ada adalah menyangkut pengendalian dan pemeliharaan sarana yang telah dibangun. Belum kuatnya struktur kelembagaan di bidang operasional dan pemeliharaan nampak mempengaruhi umur pakai sarana yang dibangun.

  Tabel 10. 6 Kajian Pengaruh Pelaksanaan Kegiatan Bidang Cipta Karya Bagi Pengarusutamaan Gender Kota Gorontalo