PENETAPAN KADAR KAFEIN MINUMAN TEH INSTAN DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI-UV DERIVATIF APLIKASI PEAK TO PEAK SKRIPSI

PENETAPAN KADAR KAFEIN MINUMAN TEH INSTAN DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI-UV DERIVATIF APLIKASI PEAK TO PEAK SKRIPSI

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

  Program Studi Ilmu Farmasi Oleh:

  Yosepha Henny Ermawati NIM : 038114124

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

  Skripsi berjudul

  PENETAPAN KADAR KAFEIN DALAM MINUMAN TEH INSTAN MERK X SECARA SPEKTROFOTOMETRI-UV DERIVATIF METODE PEAK TO PEAK

  Oleh: Yosepha Henny Ermawati

  NIM : 038114124 Telah disetujui oleh:

  

Sebagai rasa hormat dan baktiku, Sebagai rasa hormat dan baktiku, Sebagai rasa hormat dan baktiku, Sebagai rasa hormat dan baktiku,

aku persembahkan karya kecil ini kepada:

aku persembahkan karya kecil ini kepada: aku persembahkan karya kecil ini kepada:

aku persembahkan karya kecil ini kepada:

  

Bapak dan Bapak dan Bapak dan Bapak dan IIIIbu yang telah melimpahkan kasih sayang bu yang telah melimpahkan kasih sayang bu yang telah melimpahkan kasih sayang bu yang telah melimpahkan kasih sayang dan perhat dan perhat dan perhat dan perhatian ian ian ian

dalam membimbingku dalam membimbingku dalam membimbingku dalam membimbingku

  

PRAKATA

  Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah Bapa, karena hanya atas rahmat dan karuniaNya sajalah penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Tak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang memberikan bantuan baik materiil maupun non materiil.

  1. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  2. Ibu Christine Patramurti, M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing yang dengan sabar telah meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan arahan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

  3. Bapak Drs. Sulasmono, Apt selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran untuk skripsi ini.

  4. Ibu Dra. M.M. Yetty Tjandrawati, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran untuk skripsi ini.

  5. Bapak Y. Kristio Budiasmoro selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing selama masa perkuliahan.

  6. Seluruh staf laboratorium kimia: Pak Prapto, Pak Mukmin, Pak Parlan, dan Mas Kunto terima kasih atas bantuannya selama ini.

  7. Rekan seperjuanganku “Raya” terima kasih untuk semua yang telah kita lalui, baik senang maupun susah, terima kasih juga untuk semua bantuan dan diskusinya.

  8. Mbak Devi terima kasih atas diskusi, bantuan, bahan dan arahan yang sangat membantu dalam penyusunan skripsi ini.

  9. Untuk “Che-mistry” 2003, terimakasih untuk kebersamaan dan canda tawanya. Life must go on... but friendship never end.

  10. Keluarga besar Wisma Rosari: Bapak dan Ibu Djoko Pamungkas.

  11. Mbak Dinta terima kasih bahannya, Mas Layli Prasojo terimakasih atas diskusinya, Vera (Ciwa), Mbak Agnes (Kibo), Wenny, Utik, Via, Ipil, Okki, Mbak Sri (I’ie), Agnes (Con-con), Tina, Tika, dan Mbak Esti (Tong-tong), serta teman-teman yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu terima kasih atas bantuannya selama ini

  12. Untuk semua anggota P3W, karyawan, dan staff KP3 terima kasih atas kebersamaan dan dukungannya selama ini. Pertemuan ini begitu singkat dan melelahkan, namun terasa manis.

  13. Desi dan Lintang (kakak) ”TheThreeMuskenteer” terima kasih atas persahabatan kita yang indah, dukungan, dan sharing selama ini.

  Akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis menerima masukan dan kritik yang membangun demi tercapainya kesempurnaan karya ini.

  Akhir kata, semoga karya ini memberikan manfaat bagi dunia ilmu pengetahuan dan semua pembaca khususnya.

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

  Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

  Yogyakarta, 26 Juli 2007 Penulis

  Yosepha Henny Ermawati

  

INTISARI

  Penetapan kadar kafein minuman teh instan merek X secara spektrofotometri ultraviolet akan terganggu oleh adanya kandungan senyawa lain dalam ekstrak teh, antara lain tanin, teofilin, dan teobromin. Senyawa teofilin dan teobromin akan memberikan serapan maksimum pada daerah panjang gelombang yang berdekatan dengan kafein. Selain itu adanya senyawa tanin akan menyebabkan larutan berwarna sehingga mengganggu pengukuran. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dilakukan pengembangan spektrofotometri derivatif metode peak-to-peak dimana kafein dapat dianalisis tanpa perlu dilakukan pemisahan terlebih dahulu.

  Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental deskriptif. Penelitian ini dilakukan dengan membuat spektrum serapan normal absorbansi terhadap panjang gelombang, serta membuat spektrum derivatif pertama, kedua, ketiga, dan keempat dari larutan baku dan sampel kemudian ditentukan panjang gelombang peak-to-peak kafein. Metode ini didasarkan pada pengukuran jarak vertikal antara puncak maksimum dan minimum pada panjang gelombang peak- to-peak yang selanjutnya disebut sebagai amplitudo peak-to-peak.

  Hasil penelitian menunjukkan kadar kafein dalam minuman teh instan merek X adalah sebesar 13,570 ± 0,058 mg per kemasan, nilai recovery kafein berada pada rentang 95,34%-109,74% dan nilai CV sebesar 1,033%. Dapat disimpulkan bahwa penetapan kadar kafein minuman teh instan merek X secara spektrofotometri ultraviolet derivatif peak-to-peak memberikan akurasi dan presisi yang baik.

  Kata kunci : kafein, teh instan, spektrofotometri deivatif peak-to-peak

  

ABSTRACT

  Determination of caffeine in instant tea brand X using spectrophotometry ultraviolet will be disturbed by other components in extract tea, for example tannin, theophylline, and theobromine. Theophylline and theobromine will give maximum absorbans at near wavelength with caffeine. Tannin make the solution colored which will disturb the measurement. Therefore this research will develop spectrophotometry derivative peak-to-peak method where caffeine can be analyzed without isolation.

  This research is descriptive non experimental research. The research has been conducted by creating normal spectrum by plotting absorbance versus wavelength, and also first , second, third, and fourth derivative spectrum of sample and caffeine standard. This method based on measurements vertically distance of maximum and minimum peak at peak-to-peak wavelength next it is called peak-to-peak amplitude.

  The result of this research shows that caffeine in instant tea brand X is 13,570 ± 0,058 mg per sachet, range recovery value 95,34%-109,74%, and CV value 1,033%. It can be concluded that determination of caffeine in instant tea brand X by spectrophotometry ultraviolet derivative peak-to-peak gives good accuracy and precision.

  Key words: caffeine, instant tea, spectrofotometry derivative peak-to-peak

  

DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL ………………………………………………...………......i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………………………...…….....ii HALAMAN PENGESAHAN………………………………………..………....iii HALAMAN PERSEMBAHAN………………………..…………………….....iv PRAKATA………….…………………………………..…………………….....v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………………….….………………....vii

  INTISARI……………..…….…………………………….…………………...viii

  

ABSTRACT …………………………………………………………...................ix

  DAFTAR ISI……………………………………………………………..……...x DAFTAR TABEL……………………………………………………..…….…xii DAFTAR GAMBAR…………………………………………………….....…xiii DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………..........xiv

  BAB I. PENGANTAR……………………………………………………..…….1 A. Latar Belakang.....................................................................................................1

  1. Permasalahan........................................................................................2

  2. Keaslian Penelitian...............................................................................3

  3. Manfaat Penelitian................................................................................3

  B. Tujuan Penelitian........................................................................................3

  BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA………………………….……..……….....4 A. Teh..............................................................................................................4 B. Teh Instan...................................................................................................5 C. Kafein.........................................................................................................5 D. Spektrofotometri UV..................................................................................6

  1. Analisis kualitatif.................................................................................9

  2. Analisis kuantitatif...............................................................................9

  E. Metode Derivatif Peak-to-peak................................................................13

  F. Validasi Metode Analisis.........................................................................15

  G. Keterangan Empiris.................................................................................16

  BAB III. METODE PENELITIAN……………………………….…………....18 A. Jenis dan Rancangan Penelitian...............................................................18 B. Definisi Operasional................................................................................18 C. Bahan Penelitian......................................................................................18 D. Alat Penelitian..........................................................................................19 E. Tata Cara Penelitian.................................................................................19 F. Analisis Hasil...........................................................................................21 BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN….....……….....……..23 A. Pemilihan Sampel.....................................................................................23 B. Penyiapan Sampel.....................................................................................24 C. Pembacaan Serapan Kafein.......................................................................25 D. Penentuan Panjang Gelombang Peak-to-peak..........................................28 E. Pembuatan Kurva Baku Kafein.................................................................33 F. Penetapan Kadar Kafein............................................................................35 BAB V. KESIMPULAN ………………………………...................…………...38 DAFTAR PUSTAKA……………………………......…………………………..39 LAMPIRAN…………………………….......……….………………...…………41 BIOGRAFI PENULIS………………….....…………………………………......56

  

DAFTAR TABEL

  Tabel I. Data Persamaan Kurva Baku..................................................................34 Tabel II. Data Perhitungan Kadar Kafein..............................................................35 Tabel III. Data Perhitungan Recovery dan CV.......................................................36

  

DAFTAR GAMBAR

  Gambar 1. Struktur kafein..................................................................................6 Gambar 2. Diagram tingkat energi elektronik..................................................7 Gambar 3. Instrumen Spektrofotometer berkas ganda.....................................12 Gambar 4. Penurunan spektra normal menjadi spektra derivatif.....................14 Gambar 5. Analisis kuantitatif metode derivatif..............................................14 Gambar 6. Gugus kromofor kafein..................................................................26 Gambar 7. Spektra serapan kafein...................................................................27 Gambar 8. Spektra normal gabungan kafein dan sampel.................................28 Gambar 9. Spektra derivatif pertama gabungan kafein dan sampel................30 Gambar 10. Spektra derivatif kedua gabungan kafein dan sampel....................31 Gambar 11. Spektra derivatif ketiga gabungan kafein dan sampel....................32 Gambar 12. Spektra derivatif keempat gabungan kafein dan sampel................33

  

DAFTAR LAMPIRAN

  Lampiran 1. Sertifikat analisis kafein.................................................................41 Lampiran 2. Teh instan merk X..........................................................................42 Lampiran 3. Data penimbangan bahan...............................................................43 Lampiran 4. Contoh perhitungan kadar larutan baku kafein..............................44 Lampiran 5. Data optimasi delta panjang gelombang........................................45 Lampiran 6. Data perhitungan kadar kafein dalam sampel................................47 Lampiran 7. Perhitungan Recovery……………………………………………49 Lampiran 8. Contoh perhitungan derivatif peak-to-peak……………………...52

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Minuman teh telah dikenal lama. Sejak dahulu orang menyukai minuman

  ini karena efek yang ditimbulkan dapat menyegarkan badan. Hal ini disebabkan salah satu kandungan teh, yaitu kafein. Kafein terdapat secara alami dalam tanaman teh dalam bentuk garam alkaloid, dan menurut Sunaryo (1995) kafein dapat memberikan efek sebagai stimulan.

  Salah satu cara tradisional untuk menyajikan teh adalah dengan menyeduh serbuk daun teh dengan air panas dengan atau tanpa menambahkan gula. Demi alasan kepraktisan maka produsen minuman ringan mencoba menciptakan produk teh instan yang memudahkan konsumen dalam membuatnya.

  Produsen teh instan mencantumkan bahwa produknya mengandung ekstrak teh alami, namun tidak mencantumkan kandungan kafein dalam setiap kemasannya.

  Selain itu untuk mengetahui apakah kandungan kafein dalam setiap kemasan sesuai dengan keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.00.05.23.3644 yaitu 150 mg dibagi dalam 3 dosis, dan maksimal 50 mg per saji.

  Menurut Anonim (1990) kafein dapat ditetapkan kadarnya dengan spektrofotometri UV dengan melalui tahap isolasi. Penelitian Sartondo (2003) membuktikan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna pada rata-rata kadar HPLC (High Performance Liquid Chromatography) atau KCKT, dimana kadar kafein dalam larutan teh yang ditetapkan secara KCKT lebih besar daripada kadar kafein yang ditetapkan secara spektrofotometri UV. Hal ini terjadi karena pada penetapan kadar kafein dalam larutan teh secara spektrofotometri UV kafein harus diisolasi terlebih dahulu dengan cara ekstraksi. Ekstraksi yang dilakukan kemungkinan kurang efektif untuk mengisolasi kafein secara optimal sehingga kemungkinan belum semua kafein terisolasi. Menurut Alpdopogan, Karabina, and Sungur (2000) metode derivatif peak-to-peak dapat digunakan dalam menetapkan kadar kafein dalam minuman ringan tanpa melakukan isolasi terlebih dahulu dan dapat memberikan akurasi dan presisi yang baik.

  Spektrofotometri derivatif adalah sebuah teknik untuk analisis kuantitatif. Teknik analisis ini relatif lebih mudah dan cepat karena tidak diperlukan pemisahan terlebih dahulu. Metode derivatif peak-to-peak didasarkan pada pengukuran jarak antara dua nilai ekstremum spektra derivatif pada daerah panjang gelombang yang sama antara sampel dan kafein baku.

1. Permasalahan

  Menurut keterangan di atas timbul permasalahan yang dapat diteliti yaitu: a. Berapakah kadar kafein dalam teh instan yang ditetapkan dengan metode spektrofotometri derivatif aplikasi peak-to-peak ? b. Apakah penetapan kadar kafein dalam teh instan yang dilakukan secara dengan metode spektrofotometri UV derivatif metode aplikasi peak-to-peak

  2. Keaslian Penelitian

  Penelitian dengan metode spektrofotometri derivatif aplikasi peak-to-

  

peak sudah pernah dilakukan sebelumnya, namun pada penetapan kadar kafein

  dalam minuman teh instan belum pernah dilakukan. Penelitian yang sudah pernah dilakukan dengan metode spektrofotometri derivatif aplikasi peak-to-peak antara lain penetapan kadar kafein dalam campuran parasetamol, salisilamida, dan kafein (Friamita, 2006), penetapan kadar asam askorbat dalam sayuran (Aydogmus and Cetin, 2001), dan penetapan kadar kafein dalam minuman ringan (Alpdopogan, Karabina, and Sungur, 2000).

  3. Manfaat Penelitian

  Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain:

  a. Manfaat Metodologis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmiah terhadap perkembangan metode spektrofotometri derivatif aplikasi peak-to-peak.

  b. Manfaat Praktis. Memberikan kontribusi analisis kuantitatif kadar kafein dalam minuman teh instan dengan metode yang lebih praktis.

B. Tujuan penelitian

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar kafein dalam minuman teh instan yang ditetapkan dengan metode spektrofotometri UV derivatif aplikasi

  

peak-to-peak dan apakah metode spektrofotometri UV derivatif aplikasi peak-to-

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Teh Daun muda kering dari tanaman Camellia sinensis (Linne) O. Kuntze (Fam. Tehaceae) diolah menjadi minuman teh (Robbers, Speedie, Tyler, 1996). Menurut Trease and Evans (2002) teh mengandung kafein 1-5% dan 10-24 % tanin, serta teobromin, teofilin dan minyak atsiri dalam jumlah kecil. Teh yang banyak beredar di Indonesia menurut cara pengolahannya dapat

  dibedakan menjadi: 1. teh hijau, yaitu teh yang dibuat melalui inaktivasi enzim polifenol oksidase di dalam daun teh segar. Metode inaktivasi enzim polifenol oksidase teh hijau dapat dilakukan melalui pemanasan (udara panas) dan penguapan (steam/uap air).

  2. teh oolong (semifermentasi), yaitu teh yang diproses melalui pemanasan daun dalam waktu singkat setelah penggulungan. Oksidasi terhenti dalam proses pemanasan, sehingga teh oolong disebut dengan teh semifermentasi. Karakteristik teh oolong berada diantara teh hijau dan teh hitam. 3. teh hitam, yaitu teh yang dibuat melalui oksidasi polifenol dalam daun segar dengan katalis polifenol oksidase atau disebut dengan fermentasi. Proses fermentasi ini menghasilkan teh yang berwarna kuat dan berasa tajam (Syah, 2006).

  Menurut cara penyajiannya teh dapat dibedakan menjadi: 1. teh celup, yaitu teh yang dikemas dalam kantong dan biasanya dibuat dari kertas.

  2. teh seduh, yaitu teh yang dikemas dalam kaleng atau dibungkus dengan pembungkus dari plastik atau kertas.

  3. teh instan, yaitu teh berbentuk bubuk yang tinggal diseduh dalam air panas atau air dingin (Anonim, 2005).

B. Teh Instan

  Salah satu bentuk minuman teh yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat adalah teh instan. Teh instan mengandung ekstrak teh (ekstrak kering) yang dibuat dengan pengeringan semprot (spray drying) seduhan tersebut setelah dikonsentrasikan menjadi padatan 40-50% (Syah, 2006).

  Menurut FAO teh instan dapat dibuat langsung dari daun teh yang masih segar kemudian cairan yang didapatkan dari daun segar difermentasikan dan dikeringkan. Cara lain pembuatan teh instan yaitu dengan memfermentasikan daun segar yang telah dimaserasi, kemudian ekstrak dipekatkan dan dikeringkan (Anonim, 1988).

C. Kafein

  Kafein secara alami berada dalam bentuk garam alkaloid (Syah, 2006) merupakan salah satu golongan basa purin (metilxantin) yang penting secara diuresis, peningkatan ekskresi asam lambung, dan penghambatan kontraksi uterus (Robbers, Speedie, Tyler, 1996).

  

O

CH 3 H C 3 N N N O N

CH

3 Gambar1. Struktur Kafein

1,3,7-trimetil xantin (Anonim, 1995)

  Kafein memiliki sinonim 1,3,7-trimetil xantin. Bobot molekul kafein adalah 194,19 dengan rumus molekul C H N O . Pemerian kafein adalah berupa

  

8

  10

  4

  2

  serbuk putih atau bentuk jarum mengkilat; biasanya menggumpal; tidak berbau;

  o o

  rasa pahit. Titik lebur pada 235 -237 . Kafein agak sukar larut dalam air, etanol, sukar larut dalam eter, tetapi mudah larut dalam kloroform, (Anonim, 1995).

  Lebih larut dalam asam encer (Clarke, 1969).

  Kafein dalam 0,1 N HCl, memberikan spektra absorpsi maksimum pada 272 m (A1%, 1 cm 470). Serapan dilambangkan A, serapan jenis (A1% 1 cm) 470 artinya kafein pada konsentrasi 1 g per 100 ml larutan dengan ketebalan cairan 1 cm memberikan nilai serapan sebesar 470 (Watson, 2003).

D. Spektrofotometri UV

  Teknik spektroskopi adalah salah satu teknik analisis fisiko-kimia yang spesies molekul mempunyai keadaan energi yang unik dan keadaan terendah elektron disebut dengan ground state. Apabila pada molekul tersebut dikenakan foton yang sesuai dengan perbedaan energi elektron dari keadaan ground state ke tingkat energi yang lebih tinggi dari suatu radiasi elektromagnetik, maka akan terjadi absorbsi energi. Tingkat energi yang lebih tinggi ini dikenal sebagai orbital elektron antibonding. Energi yang dibutuhkan tersebut sesuai dengan persamaan: h. c

  = = υ

  E h . (1)

  λ

  Keterangan: E = tenaga foton dalam erg = frekuensi radiasi elektromagnetik dalam hertz

  • -34 h = tetapan planck (6,624 x 10 J/det)

  (Christian, 2004) Karena elektron dalam molekul memiliki tenaga yang tak sama, maka tenaga yang diserap dalam proses eksitasi dapat mengakibatkan terjadinya satu atau lebih transisi tergantung pada jenis elektron yang terlihat (Sastrohamidjojo, 2001).

  • Ada empat tipe transisi elektronik yang mungkin terjadi yai

  n , n , dan . Diagram tingkat energi elektron pada tingkat dasar dan keadaan tereksitasi ditunjukkan pada gambar 2.

  Anti bonding * Antibonding *

  E E n

  Non bonding Bonding Bonding

  • Eksitasi elektron ( ) memberikan energi yang terbesar dan terjadi pada daerah ultraviolet jauh yang diberikan oleh ikatan tunggal, sebagai contoh
  • pada alkana. Sedangkan eksitasi elektron ( ) diberikan oleh ikatan rangkap dua dan tiga (alkena dan alkuna) juga terjadi pada daerah ultraviolet jauh. Transisi ini menunjukkan pergeseran merah (batokromik) dengan adanya substitusi gugus- gugus yang memberi atau menarik elektron. Pada gugus karbonil (dimetil keton
  • dan asetaldehid) akan terjadi eksitasi elektron (n ) yang terjadi pada daerah
  • *

    ultraviolet jauh. Eksitasi elektron (n ) ditunjukkan oleh senyawa jenuh yang mengandung hetero atom (oksigen, nitrogen, belerang, atau halogen) memiliki elektron-elektron tak berikatan dan menunjukkan jalur serapan yang disebabkan oleh transisi elektron-elektron dari orbital tak berikatan heteroatom ke orbital anti
  • ikatan (Sastrohamidjojo, 2001). Disamping itu gugus karbonil juga
  • memberikan eksitasi elektron (n ) menunjukkan pergeseran biru (hipsokromik)
  • yang terjadi pada panjang gelombang 280-290 nm, tetapi eksitasi elektron (n ) adalah forbidden transition karena memberikan harga kurang dari 1000,

  maks yaitu =12-16 (Mulja dan Suharman, 1995). maks

  Gugus atom yang mengabsorpsi radiasi UV-Vis disebut sebagai kromofor (Mulja dan Suharman, 1995). Kromofor menyatakan gugus tak jenuh kovalen yang dapat menyerap radiasi dalam daerah-daerah ultraviolet dan terlihat. Senyawa yang mengandung kromofor disebut dengan kromogen. Auksokrom adalah heteroatom yang langsung terikat pada kromofor, misal: -OCH , –Cl, -OH,

  3

  • dan –NH dan memberikan transisi (n ). Auksokrom tidak mengabsorbsi

  2 absorpsi kromofor atau merubah panjang gelombang absorbsi jika terikat dengan kromofor. Auksokrom mempunyai elektron n yang akan berinteraksi dengan elektron pada kromofor. Perubahan spektra dapat dikelompokkan menjadi:

  a. Bathochromic shif, panjang gelombang absorpsi maksimum berubah ke panjang gelombang yang lebih panjang. Pergeseran ini juga disebut pergeseran merah.

  b. Hypsochromic shift, panjang gelombang absorpsi maksimum berubah ke panjang gelombang yang lebih pendek. Pergeseran ini disebut juga pergeseran biru.

  c. Hyperchromis, peningkatan daya serap molar ( ).

  d. Hypochromism, penurunan daya serap molar ( ).

  (Christian, 2004)

  1. Analisis Kualitatif

Analisis kualitatif dengan metode spektrofotometri UV-Vis dapat

  ditentukan dengan dua cara, yaitu:

  a. Pemeriksaan kemurnian spektrum UV-Vis dilakukan pembandingan kemiripan spektrum UV-Vis yang ditentukan reference standar.

  b. Penentuan panjang gelombang serapan maksimum ( ) didasarkan atas

  max

  perhitungan pergeseran panjang gelombang maksimum karena adanya penambahan gugus pada sistem kromofor induk (Mulja dan Suharman, 1995).

  2. Analisis Kuantitatif

  Analisis dengan spektrofotometri UV-Vis selalu melibatkan pembacaan diteruskan. Keduanya dikenal sebagai absorban (A) tanpa satuan dan transmitan (T) dengan satuan %T.

  I ε t - .c.b = =

  T 10 (2)

  I o Keterangan : I = Intensitas radiasi yang ditransmisikan

  t

  I = Intensitas radiasi mula-mula

  o

  = daya serap molar c = konsentrasi larutan dalam (Molar) b = tebal kuvet

  Intensitas dari suatu berkas radiasi akan berkurang sehubungan dengan jarak yang ditempuhnya melalui medium penyerap. Intensitas tersebut akan berkurang sehubungan dengan kadar molekul atau ion yang terserap dalam medium tersebut. kedua faktor tersebut menentukan proporsi dari kejadian total energi yang timbul. Penurunan daya radiasi monokromatis yang melalui medium penyerap yang homogen dinyatakan secara kuantitiatif oleh hukum Beer (Anonim, 1995).

  1 = = ε

  A log b c (3) 10 T

  Keterangan: A = absorbansi

  a = dayaserap b = tebal larutan (cm) c = konsentrasi sampel (Molar)

  Harga didefinisikan sebagai daya serap molar atau koefisien ekstingsi molar. Harga adalah karakteristik untuk molekul atau ion penyerap dalam pelarut tertentu, pada panjang gelombang tertentu dan tidak bergantung pada konsentrasi dan panjang gelombang lintasan radiasi (Sastrohamidjojo, 2001).

  Harga dapat diganti dengan a yang disebut sebagai daya serap, bila konsentrasi larutan dalam gram/liter hubungan dan a adalah sebagai berikut: = a M (4)

  Dimana M adalah berat molekul larutan (Silverstein, 1991). Harga ε bergantung pada luas penampang senyawa yang terkena radiasi (A) dan probabilitas terjadinya transisi energi yang diserap (P). Hubungan ε dan variabel tersebut adalah sebagai berikut:

  19

  = 8,7 x 10 P A (5) nilai harga P adalah 0,1 sampai 1 yang menunjukkan kekuatan pita absorbansi

  4 akibat trasisi elektronik yang diperbolehkan dengan memberikan nilai ε > 10 .

3 Sedangkan untuk harga ε < 10 atau harga P < 0,01 merupakan forbidden

  

transition . Secara umum dapat dikatakan bahwa harga sangat mempengaruhi

  puncak spektrum suatu zat. Rincian harga ε terhadap puncak spektrum adalah

  2

  2

  3

  3

  4

  sebagai berikut: 1-10 : sangat lemah; 10-10 : lemah; 10 -10 : sedang; 10 -10 :

  4

  5 kuat; 10 -10 : sangat kuat (Mulja dan Suharman, 1995).

3. Instrumentasi

  Untuk pelaksanaan teknik analisis spektroskopik dipakai instrumen sebagai pengukur dan perekam sinyal hasil interaksi molekul dengan radiasi elektromagnetik (Mulja dan Suharman, 1995).

  Pada spektrofotometer double-beam (berkas ganda) cahaya melalui kuvet sampel dan referensi bergantian. Prosedur ini memberikan koreksi automatis untuk arus dari intensitas sumber atau respon detektor.

  Gambar 3. Instrumen spektrofotometer berkas ganda (Skoog et al, 1994)

  Bagian-bagian penting dalam spektrofotometer meliputi:

  a. sumber radiasi Sumber radiasi ultraviolet yang kebanyakan digunakan adalah lampu hidrogen dan lampu deuterium yang terdiri atas sepasang elektroda yang terselubung dalam tabung gelas dan diisi dengan gas hidrogen atau deuterium pada tekanan yang rendah. Sumber radiasi yang ideal untuk pengukuran serapan harus menghasilkan spektrum kontinyu dengan intensitas yang seragam pada keseluruhan kisaran panjang gelombang yang sedang dipelajari.

  b. monokromator Monokromator merupakan serangkaian alat optik yang menguraikan radiasi polikromatik menjadi jalur-jalur yang efektif/panjang gelombang tunggalnya.

  c. tempat cuplikan Cuplikan yang akan dipelajari pada daerah ultraviolet atau terlihat biasanya berupa gas atau larutan yang ditempatkan pada kuvet. Untuk daerah ultraviolet biasanya digunakan quartz atau sel dari silica yang dilebur. d. detektor Setiap detektor menyerap energi foton yang mengenainya dan mengubah energi tersebut untuk dapat diukur secara kuantitatif sebagai arus listrik atau perubahan-perubahan panas. Persyaratan penting untuk detektor meliputi: sensitivitas tinggi, waktu respon pendek, stabilitas lama untuk menjamin respon secara kuantitatif, dan sinyal elektronik yang mudah diperjelas (Sastrohamidjojo, 2001).

  e. alat pencatat Fungsi alat pencatat adalah mengubah sinyal elektronik yang dihasilkan oleh detektor menjadi bentuk yang dapat diinterpretasikan (Pecsok et al.,1976).

E. Metode Derivatif Peak-to-Peak

  Spektrofotometri derivatif merupakan metode manipulasi spektra pada spektrofotometri ultraviolet dan tampak (Connors,1982). Pada spektrofotometri konvensional, spektrum normal merupakan plot serapan A terhadap panjang gelombang . Spektrum derivatif pertama didapatkan dengan menggambarkan selisih absorban dua panjang gelombang ( A = A -A ) terhadap harga rata-rata

  1

  2

  dua panjang gelombang tersebut yang teratur berderet, yaitu: 1 2

  • λ λ

  λ = m (6)

  2 Profil penurunan spektrum derivatif dari spektrum basal sampai derivatif keempat tampak pada gambar berikut:

  

Gambar 4. Penurunan spektra normal menjadi spektra derivatif

  

a: spektra normal, b: spektra derivatif pertama, c: spektra derivatif kedua, d:

spektra derivatif ketiga, e: spektra derivatif keempat (Mulja dan Suharman, 1995)

  Pada prinsipnya semua spektrum yang dihasilkan oleh semua spektrofotometer UV-Vis jenis apapun dapat diturunkan spektra derivatifnya secara manual maupun otomatis. Metode ini dapat digunakan untuk analisis kuantitatif campuran tanpa pemisahan terlebih dahulu (Willard, 1988). Dalam analisis kuantitatif secara spektrofotometri ada 3 metode yang dapat digunakan antara lain metode tangent, metode peak-peak, dan metode peak-zero (Anonim, 2006).

  

Gambar 5. Analisis kuantitatif metode derivatif (Anonim, 2006)

  Menurut Aldopogan, Karabina, dan Sungur (2002) dalam penetapan kadar kafein pada beberapa produk minuman ringan yang beredar, metode

  

peak-to-peak didasarkan pada pengukuran amplitudo peak-to-peak, yaitu jarak

vertikal antara puncak maksimum dan puncak minimum dua nilai ekstremum.

F. Validasi MetodeAnalisis

  Validasi metode analisis adalah proses terdokumentasi yang menjamin bahwa pelaksanaan metode analisis yang bersifat karakteristik telah sesuai dengan tujuan pelaksanaan (Mulja dan Hanwar, 2003).

  Beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi metode analisis:

  1. Kecermatan (accuracy)

  Akurasi suatu metode merupakan keterdekatan nilai pengukuran dengan nilai sebenarnya dari analit dari sampel (Suharman dan Hanwar, 2003). Nilai kecermatan ini dinyatakan dengan persen recovery atau perolehan kembali. Akurasi untuk bahan obat dengan kadar kecil 90-110%, untuk kadar obat yang lebih besar 95-105%, untuk bahan baku 98-102%, sedangkan untuk bioanalisis rentang akurasi 80-120% masih dapat diterima. (Mulja dan Hanwar, 2003).

  2. Keseksamaan (precision)

  Keseksamaan suatu metode analisis merupakan sejumlah pencaran hasil yang diperoleh dari analisis berulangkali pada suatu sampel homogen. Agar bermakna, penelitian presisi harus dilakukan menggunakan sampel yang pasti dan prosedur preparasi standar yang akan digunakan pada metode akhir. Presisi dinyatakan dengan Coefficient of Variant (CV). CV &lt; 2% dapat dikatakan metode tersebut memberikan presisi yang baik, sedangkan untuk bioanalisis CV 15-20% masih dapat diterima (Mulja dan Hanwar, 2003).

  3. Linieritas

  Linieritas suatu metode analisis dari suatu proedur analisis merupakan kemampuannya untuk mendapatkan hasil uji secara langsung proporsional dengan konsentrasi (jumlah) analit dari sampel. Rentang adalah jarak antar level terbawah dan teratas dari metode analisis yang telah dipakai untuk mendapatkan presisi, linieritas, dan akurasi yang bisa diterima. Persyaratan data linieritas yang bisa diterima jika memenuhi nilai koefisien korelasi (r) &gt; 0,999 (Mulja dan Hanwar, 2003).

  4. Spesifisitas

  Spesifisitas merupakan kemampuan suatu metode untuk mengukur dengan akurat respon analit diantara seluruh komponen sampel potensial yang mungkin ada dalam matriks sampel (Mulja dan Hanwar, 2003).

G. Keterangan Empiris

  Salah satu kandungan dalam teh adalah kafein. Kafein dapat ditetapkan dengan spektrofotometri UV karena mempunyai daerah serapan pada panjang gelombang ultraviolet. Adanya senyawa lain dalam teh seperti: tanin, teobromin, dan teofillin akan mengganggu proses analisis, oleh karena itu dikembangkan spektrofotometri derivatif.

  Spektrofotometri derivatif merupakan metode manipulatif terhadap

  

peak pada spektra derivatif diharapkan dapat digunakan untuk menetapkan kadar

kafein dalam minuman teh instan tanpa dilakukan isolasi.

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental deskriptif karena tidak ada subyek uji yang dimanipulasi atau diberi perlakuan. B. Definisi Operasional

  1. Teh instan adalah teh berbentuk bubuk yang tinggal dilarutkan dalam air panas atau air dingin.

  2. Produk teh instan yang digunakan adalah produk merk X yang berbentuk bubuk.

  3. Spektrofotometri derivatif merupakan metode manipulatif terhadap spektra pada spektrofotometri ultraviolet dan tampak.

  4. Panjang gelombang peak-to-peak adalah panjang gelombang dimana kafein baku dan sampel memberikan nilai maksimum dan minimum pada panjang gelombang yang sama.

5. Amplitudo peak-to-peak merupakan jarak vertikal antara puncak maksimum dan puncak minimum pada panjang gelombang peak-to-peak.

C. Bahan Penelitian

  Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kafein kualitas

  working standar (Brataco Chemika); HCl 0,1 N; KMnO

  4

  1,5%; larutan pereduksi

D. Alat Penelitian

  Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Spektrofotometer UV/Vis Perkin Elmer lambda 20, kuvet, timbangan analitik merk Scaltec, timbangan elektrik merk Mettler, pipet mikroliter merk Soccorex, dan seperangkat alat-alat gelas.

E. Tata Cara Penelitian

  1. Pemilihan sampel

  Dalam penelitian ini digunakan sampel teh instan merk X yang beredar di pasaran yang menyatakan mengandung ekstrak teh alami.

  2. Penyiapan sampel

  Dari 20 kemasan sampel teh instan merk X ditimbang kemudian dicari bobot rata-ratanya. Serbuk yang sudah ditimbang dicampur menjadi satu hingga diperoleh sampel yang homogen.

  3. Pembuatan larutan stok kafein baku

  Kurang lebih 10 mg kafein baku ditimbang secara seksama, larutkan dalam 100 ml HCl 0,1 N.

  4. Pembacaan serapan kafein

  Pipet 0,300 ml; 0,450 ml; 0,600 ml larutan stok kafein baku, encerkan dalam labu ukur 10 ml. Baca serapannya pada panjang gelombang 250-310 nm dengan selisih panjang gelombang 2 nm. a. Penentuan spektra kafein standar. Pipet 2,0 ml larutan stok baku kafein, encerkan dalam 10 ml 0,1 N HCl. Ukur serapannya pada panjang gelombang 250-310 nm.

  b. Penentuan spektra sampel. Kurang lebih 2 g sampel ditimbang seksama, larutkan dalam 25 ml aquades. Pipet 10,0 ml masukkan ke dalam labu 50 ml. Tambahkan 5 ml larutan KMnO 1,5%, diamkan selama 5 menit.

  4 Tambahkan 10 ml larutan pereduksi, lalu tambahkan 1 ml larutan H PO dan

  3

  4

  tambahkan dengan aquades sampai batas. Ukur serapannya pada panjang gelombang 250-310 nm.

  c. Penentuan panjang gelombang peak-to-peak. Spektra serapan baku dan serapan sampel dibuat derivat pertama hingga keempat dengan interval panjang gelombang 2 nm. Dari spektrum derivatif kafein baku dan sampel ditentukan panjang gelombang peak-to-peak.

6. Pembuatan kurva baku kafein

  a. Pembuatan seri konsentrasi larutan baku kafein. Dari larutan stok kafein pipet 1,750 ml; 2,000 ml; 2,250 ml; 2,500 ml; dan 3,000 ml. Masing- masing diencerkan dengan HCl 0,1 N hingga volumenya tepat 10 ml.

  b. Pembuatan kurva baku kafein. Seri konsentrasi larutan baku dibaca serapannya dan dibuat spektra derivatif pertama hingga keempat, lalu hitung jarak vertikal antara puncak maksimum dan puncak minimum pada panjang gelombang

  

peak-to-peak yang telah ditentukan sebagai amplitudo peak-to-peak. Buat

  persamaan regresi linier antara konsentrasi vs anplitudo sehingga didapat persamaan y=b(x)+a, dimana x adalah konsentrasi kafein dan y adalah amplitudo peak-to-peak .

  7. Pembuatan stok kafein baku adisi

  Timbang kurang lebih kafein 50 mg kafein secara seksama. Larutkan dalam 50 ml HCl 0,1 N. sehingga didapatkan konsentrasi kafein sebesar 0,1% b/v.

  8. Penetapan kadar kafein dalam sampel

  Timbang kurang lebih 4 g sampel secara seksama, larutkan dalam 50,0 aquades. Pipet 10,0 ml masukkan dalam labu 50 ml. Tambahkan 5 ml KMnO

  4

  1,5% diamkan selama 5 menit. Tambahkan 10 ml larutan pereduksi, kemudian 1 ml H PO , larutan ini dinamakan larutan A. Tambahkan aquades sampai 50 ml,

  3

  4

  larutan ini dinamakan larutan B. Baca serapan larutan B, lalu buat derivat keempat. Hitung amplitudo pada panjang gelombang peak-to-peak, lalu masukkan ke dalam persamaan regresi. Kadar kafein yang terukur dalam larutan B diberi notasi kafein B. Ke dalam larutan A tambahkan 0,250 ml larutan stok kafein baku adisi, kemudian encerkan sampai tanda. Hitung pada panjang gelombang peak-to-

  

peak lalu masukkan ke dalam persamaan regresi. Kafein yang terukur dalam

  larutan C kemudian diberi notasi kafein C. Selisih kafein yang ditambahkan ditunjukkan dengan notasi kafein (C-B).

F. Analisis Hasil

  Data yang dianalisis meliputi kadar kafein dalam kemasan teh instan merk X, validitas metode yang dianalisis meliputi data recovery dan kesalahan

  1. Kadar kafein

  Kadar kafein dalam sampel diukur dari jumlah kafein total dalam larutan B dan ditentukan oleh nilai ( X ± SE )

  2. Validitas metode

  Validitas metode yang digunakan dalam penetapan kadar kafein dalam teh instan secara spektrofotometri derivatif metode peak-to-peak ditentukan oleh parameter berikut:

  a. Akurasi Akurasi metode analisis dinyatakan dengan nilai recovery atau perolehan kembali yang diukur dari kadar terukur dibandingkan kadar sebenarnya dikalikan

  100%.

  Kafein (C

  B) terukur - = ×

  Recovery 100 % Kafein (C

  B) sebenarnya -

  b. Presisi Presisi metode analisis dinilai berdasarkan Coefficient of Variation (CV).

  Jika CV &lt; 2 % maka metode dinilai mempunyai presisi yang baik (Mulja dan Hanwar, 2003). simpangan baku

  = × CV 100% nilai rata - rata