BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Lanjut Usia (Lansia) - DEWI AISYAH, BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Lanjut Usia (Lansia) 1. Pengertian Menurut UU No. 13 tahun 1989 pasal 1 ayat 2 tentang

  kesejahteraan lanjut usia menyatakan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai umur 60 tahun keatas. Lanjut usia sebagai tahap akhir siklus kehidupan merupakan tahap perkembangan normal yang akan dialami oleh tiap individu yang mencapai usia lanjut dan merupakan kenyataan yang tidak dapat dihindari. Usia lanjut adalah kelompok orang yang sedang mengalami suatu proses perubahan yang bertahap dalam jangka waktu beberapa dekade.

  Dikutip dari (Notoatmodjo 2007 menurut WHO 1998), dikatakan lanjut usia tergantung dari konteks kebutuhan yang tidak dipisah-pisahkan.

  Konteks kebutuhan tersebut dihubungkan secara biologis, sosial, dan ekonomi. Menurut Depkes RI, 1999 dikatakan lanjut usia dimulai paling tidak masa puber dan prosesnya berlangsung sampai kehidupan dewasa. Sedangka menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995) lanjut usia (Lansia) adalah tahap masa tua dalam perkembangan individu dengan batas usia 60 tahun ke atas Proses menua (ageing process)

  Constantinides tahun 1994 (dikutip dalam Nugroho 2000) mengemukakan bahwa menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita.

  Menua bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam maupun luar tubuh.walaupun demikian, memang harus diakui bahwa ada berbagai penyakit yang sering menghinggapi kaum lanjut usia (Nugroho 2000).

  2. Batasan lanjut usia Nugroho (2000) mengatakan bahwa menurut Organisasi Kesehatan Dunia lanjut usia meliputi: a.

  Usia pertengahan (middle age) Adalah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.

  b.

  Lanjut usia pertengahan (elderly) Adalah kelompok usia antara 60 sampai 74 tahun.

  c.

  Lanjut usia tua (old) Adlah kelompok usia antara 75 sampai 90 tahun.

  d.

  Usia sangat tua (very old) Adalah kelompok usia diatas 90 tahun.

  3. Tipe-Tipe lanjut usia Nugroho (2000), mengatakan bahwa tipe lanjut usia dapat dikelompokkan sebagai berikut: a.

  Tipe arif bijaksana Kaya dengan hikmah pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.

  b.

  Tipe mandiri Mengganti kegiatan-kegiatan yang hilang dengan kegiatan- kegiatan baru, selektif dalam mencari pekerjaan, teman pergaulan serta memenuhi undangan.

  c.

  Tipe tidak puas Konflik lahir batin menentang proses ketuaan, yamg menyebabkan kehilangan kecantikan, kehilangan daya tarik jasmaniah, kehilangan kekuasaan, status, teman yang disayangi, pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, menuntut, sulit dilayani, dan mengkritik.

  d.

  Tipe pasrah Menerima dan menunggu nasib baik, mempunyai konsep habis gelap datang terang, mengikuti kegiatan beribadah, pekerjaan apa saja dilakukan.

  e.

  Tipe bingung Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, merasa minder, menyesal, pasif, acuh tak acuh.

4. Perubahan kondisi fiik

  Terdapat perubahan dalam tubuh kita yang sering sekali lambat disadari, atau baru disadari sewaktu timbul masalah atau penyakit. Lestary Sp tahun 1999 (dikutip dalam Hutapea 2005) mengemukakan bahwa perubahan yang terjadi sewaktu memasuki usia lanjut antara lain: a.

  Sistem kekebalan atau imunnologi, dimana tubuh menjadi rentan terhadap penyakit dan alergi.

  b.

  Basal Metabolik Rate (BMR) pada lansia turun sebesar 20% pada usia 90 tahun dibanding usia 30 tahun.

  c.

  Konsumsi energik turun secara nyata dibarengi dengan menurunnya jumlah energi yang dikeluarkan tubuh (energy ex penditure) d.

  Cairan tubuh turun secara signifikan karena bertambah banyaknya sel- sel mati yang dipengaruhi oleh lemak maupun jaringan konektif.

  e.

  Sistem pencernaan mulai terganggu, gigi mulai tanggal, kemampuan mencerna makanan serta penyerapan menjadi lambat dan kurang efisien, gerakan peristaltik usus menurun sehingga sering mengalami konstipasi.

  f.

  Sistem metabolik, yang menyebabkan gangguan metabolisme glukosa karena sekresi insulin yang menurun. Sekresi insulin menurun juga karena timbunan lemak.

  g.

  Sistem saraf menurun: rabun dekat, kepekaan bau dan rasa berkurang, kepekaan sentuhan berkurang, pendengaran berkurang, reaksi (reflek) menjadi lambat, fungsi mental menurun (kebingungan mental), ingatan visual berkurang.

  h.

  Sistem pernapasan ditandai dengan menurunnya elastisitas paru-paru yang mempersulit pernapasan (sesak), tingkat istirahat jantung meningkat dan tekanan darah meningkat. i.

  Kehilangan elastisitas dan fleksibilitas persendian, tulang mulai keropos.

  Denagn adanya perubahan-perubahan tersebut sering menimbulkan berbagai penyakit pada lansia diantaranya kardiovaskuler, diabetus militus, kanker, osteoporosis, stroke, asam urat tinggi, penyakit saluran pernapasan, saluran pencernaan dan sebagainya.

B. Hipertensi 1.

  Pengertian Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Pada populasi lansia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg. (Smeltzer, 2001) Menurut WHO , tekanan darah sama dengan atau diatas 160 / 95 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi.

2. Klasifikasi

  Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas : ( Darmojo, 2001 ) a.

  Hipertensi dimana tekanan sistoliknya sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan tekanan diastolnya sama atau lebih besar dari 90 mmHg.

  b.

  Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan sistolenya sama atau lebih besar dari 160 mmHg dan tekanan diastolenya kurang dari 90 mmHg.

  Secara klinis derajat hipertensi dapat dikelompokkan sesuai dengan rekomendasi dari “The Sixth Report of The Join National Committee,

  Prevention, Detection and Treatment of High Blood Pressure “ (JNC – VI, 1997 ) sebagai berikut : No Kategori Sistolik(mmHg) Diastolik(mmHg)

  1. Optimal <120 <80

  2. Normal 120 – 129 80 – 84

  3. High Normal 130 – 139 85 – 89

  4. Hipertensi Grade 1 (ringan) 140 – 159 90 – 99 Grade 2 (sedang) 160 – 179 100 – 109 Grade 3 (berat) 180 – 209 100 – 119 Grade 4 (sangat berat) >210 >120 3.

  Etiologi Menurut Darmojo (2001) Penyebab hipertensi pada orang lanjut usia disebabkan oleh danya perubahan-perubahan pada: a.

  Elastisitas dinding aorta menurun.

  b.

  Katup jantung menebal dan menjadi kaku c. Kemampuan jantung memompa darah menurun 4.

  Patofisiologi Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitiv terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.

  Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.

  Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan structural dan fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup) mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer (Smeltzer, 2001).

  Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya “hipertensi palsu” disebabkan kekakuan arteri brachialis sehingga tidak dikompresi oleh cuff sphygmomanometer (Darmojo, 2001).

5. Tanda dan gejala

  Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi (Smeltzer 2001) : a.

  Tidak ada gejala Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.

  b.

  Gejala yang lazim Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.

  Menurut Rokhaeni ( 2001 ), manifestasi klinis beberapa pasien yang menderita hipertensi yaitu mengeluh sakit kepala atau pusing, lemas, kelelahan, sesak nafas, gelisah, mual, muntah, epitaksis, kesadaran menurun.

6. Penatalaksanaan

  Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg. (Smeltzer 2001)

  Salah satu penatalaksanaan hipertensi selain dengan obat adalah terapi tanpa obat antara lain: a.

  Diet Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :

  Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr, diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh, penurunan berat badan, penurunan asupan etanol, menghentikan merokok b. Latihan Fisik

  Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah olah raga yang mempunyai empat prinsip yaitu :

  1) Macam olah raga yaitu isotonis dan dinamis seperti lari, jogging, bersepeda, berenang dan lain-lain.

  2) Intensitas olah raga yang baik antara 60-80 % dari kapasitas aerobik atau 72-87 % dari denyut nadi maksimal yang disebut zona latihan.

  3) Lamanya latihan berkisar antara 20 – 25 menit berada dalam zona latihan.

  4) Frekuensi latihan sebaiknya 3 x perminggu dan paling baik 5 x perminggu c.

  Edukasi Psikologis Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi meliputi (Smeltzer 2001) :

  1) Tehnik Biofeedback

  Biofeedback adalah suatu tehnik yang dipakai untuk menunjukkan pada subyek tanda-tanda mengenai keadaan tubuh yang secara sadar oleh subyek dianggap tidak normal.

  Penerapan biofeedback terutama dipakai untuk mengatasi gangguan somatik seperti nyeri kepala dan migrain, juga untuk gangguan psikologis seperti kecemasan dan ketegangan.

  2) Tehnik relaksasi

  Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan untuk mengurangi ketegangan atau kecemasan, dengan cara melatih penderita untuk dapat belajar membuat otot-otot dalam tubuh menjadi rileks d.

  Pendidikan Kesehatan ( Penyuluhan ) Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan pengetahuan pasien tentang penyakit hipertensi dan pengelolaannya sehingga pasien dapat mempertahankan hidupnya dan mencegah komplikasi lebih lanjut.

C. Relaksasi progresif 1.

  Pengertian Relaksasi adalah serangkaian upaya untuk mengendurkan otot- otot ditubuh untuk mencapai keadaan rileks agar tercapai penetralisiran keadaan ansietas dan ketegangan (Elvira & Hadisukanto 2010). Tehnik ini didasarkan kepada keyakinan bahwa tubuh berespon pada ansietas yang merangsang karena nyeri atau kondisi penyakitnya. Tehnik relaksasi dapat menurunkan ketegangan fisiologis (Asmadi 2008)

  Relaksasi progresif adalah latihan terinstruksi yang meliputi pembelajaran untk mengerutkan dan merilekskan kelompok otot secara sistemik, dimulai dengan otot wajah dan berakhir pada otot kaki. Tindakan ini biasanya memerlukan waktu 15 sampai 30 menit dan dapat disertai dengan instruksi yang mengarahkan individu untuk memperhatikan kelompok otot yag dirilekskan (Johnson 2005) 2. Dasar teori

  Di dalam sistem saraf manusia terdapat sistem saraf pusat dan sistem saraf otonom. Susunan saraf pusat terdiri dari otak, sumsum tulang belakang dan saraf cabang yang tumbuh dari otak dan sumsum tulang belakang disebut urat saraf perifer atau saraf tepi. Fungsi sistem saraf pusat adalah mengendalikan gerakan-gerakan yang dikehendaki, misalnya gerakan tangan, kaki, leher, dan jari-jari. Fungsi saraf otonom mengendalikan gerakan-gerakan otomatis atau tidak disadari misalnya proses kardiovaskuler, gairah seksual dan sebagainya.

  Sistem saraf otonom terdiri dari dua sub sistem yang kerjanya saling berlawanan, yaitu (1) sistem saraf simpatis yang bekerja meningkatkan rangsangan atau memacu organ-organ tubuh, memacu meningkatnya denyut jantung dan pernapasan, serta menimbulkan penyempitan pembuluh darah tepi dan pembesaran pembuluh darah pusat, serta menurunkan temperatur kulit dan daya tahan kulit, dan juga akan menghambat proses digesif dan seksual. (2) sistem saraf parasimpatis menstimulasi naiknya semua fungsi yang diturunkan oleh saraf simpatis, dan menstimulasi naiknya semua fungsi yang diturunkan saraf simpatis. Selama sistem-sistem berfungsi normal dan sembang, bertambahnya sistem aktivitas yang satu akan menghambat atau menekan efek sistem yang lain.(Prawitasari 2000).

  Menurut Susanti, Alam, Hadibroto 2005 tehnik relaksasi progresif ini telah digunakan oleh berbagai kalangan untuk mengatasi berbagai keluhan yang berhubungan dengan stres seperti kecemasan, hipertensi, dan insomnia. Menurut Johnson (2005) Relaksasi progresif adalah latihan terinstruksi yang meliputi pembelajaran untk mengerutkan dan merilekskan kelompok otot secara sistemik, dimulai dengan otot wajah dan berakhir pada otot kaki. Tindakan ini biasanya memerlukan waktu 15 sampai 30 menit dan dapat disertai dengan instruksi yang mengarahkan individu untuk memperhatikan kelompok otot yag dirilekskan.

3. Macam-Macam Relaksasi

  Menurut Prawitasari (2003) ada bermacam-macam bentuk relaksasi antara lain: a.

  Relaksasi Otot Relaksasi otot bertujuan mengurangi ketegangan dan kecemasan dengan cara melemaskan otot-otot badan. Dalam relaksasi otot , individu diminta untuk menegangkan otot dengan ketegangan tertentu, dan kemudian diminta untuk mengendorkannya. Sebelum dikendorkan, penting dirasakan ketegangan tersebut, sehingga individu dapat membedakan antara otot yang tegang dengan otot yang lemas. Instruksi relaksasi otot dapat diberikan melalui tape corder, sehingga dapat digunakan untuk latihan dirumah.

  b.

  Relaksasi Kesadaran Indera Dalam tehnik ini individu diberi satu seri pertanyaan yang tidak untuk dijawab secara lisan, tetapi untuk dirasakan sesuai dengan apa yang dapat atau tidak dapat dialami individu pada saat instruksi diberikan, seperti pada relaksasi otot instruksi relaksasi kesadaran indera dapat diberikan melalui tape recorder sehingga dapat digunakan untuk latihan dirumah. c.

  Relaksasi melalui hipnosa, yoga dan meditasi Relaksasi juga dapat dicapai melalui hipnotis, yoga dan meditasi.

  4. Kegunaan relaksasi Burn (dikutip oleh Beech, dkk 2000) ada beberapa keuntungan yang diperoleh dari relaksasi antara lain: a.

  Relaksasi akan membuat individu lebih mampu menghindari reaksi yang berlebihan karena adanya stress. Selain itu dalam penelitian Dewi (1998) menunjukkan bahwa relaksasi dapat menurunkan ketegangan pada siswa sekolah penerbangan.

  b.

  Masalah-masalah yang berhubungan dengan stres seperti hipertensi, sakit kepala, insomnia dapat diobati atau diatasi dengan relaksasi.

  c.

  Mengurangi tingkat kecemasan.

  d.

  Mengontrol antisipatory anxiety sebelum situasi yang menimbulkan kecemasan.

  e.

  Kelelahan, aktivitas mental, dan latihan fisik dapat diatasi lebih cepat dengan tehnik relaksasi.

  f.

  Relaksasi merupakan bantuan untuk menyembuhkan penyakit tertentu dan operasi.

  5. Prosedur relaksasi progresif Prosedur relaksasi progresif adalah sebagai berikut : a. Menegangkan sejumlah otot dan merilekskannya, disini akan digunakan 9 kumpulan otot.

  b.

  Menyadarkan klien akan perbedaan antara tegang dan rileks. c.

  Kumpulan otot yang perlu ditegangkan dan dirilekskan tiap kali harus berkurang.

  d.

  Klien kemudian diharapkan bisa mengelola ketegangan dengan menginstruksikan kepada diri sendiri untuk rileks kapan dan dimana saja.

  Sembilan kumpulan otot ditegangkan dan dilemaskan. Tujuannya menyadarkan pada klien keadaan tegang dan rileks dengan harapan klien bisa merilekskan diri sendiri bila dirinya sedang tegang. Kumpulan otot yang dirasakan, ditegangkan dan dilemaskan yaitu : 1)

  Dahi 2)

  Mata 3)

  Bibir, gigi, lidah (sekaligus) 4)

  Leher 5)

  Dada 6)

  Tangan, jari-jari, lengan kanan 7)

  Tangan, jari-jari, lengan kiri 8)

  Kaki, paha, telapak kaki kanan 9)

  Kaki, paha, telapak kaki kiri

6. Instruksi relaksasi progresif

  Cara melakukan teknik relaksasi progresif adalah: a) Kepalkan kedua telapak tangan, kencangkan bisep dan lengan bawah (sikap Charles Atlas) selama lima sampai tujuh detik. Anjur klien untuk memikirkan rasanya dan tegangkan otot sepenuhnya kemudian relaks.selama 12 sampai 30 detik; b) Kerutkan dahi ke atas, pada saat yang sama tekan kepala sejauh mungkin ke belakang, putar searah jarum jam dan kebalikannya selanjutnya relaks; kemudian kerutkan otot muka seperti menari: cemberut, mata dikedipkan, bibir dimonyongkan kedepan lidah ditekan di langit-langit, dan bahu dibungkukkan. Di lanjutkan selama lima sampai tujuh detik. Anjur klien untuk memikirkan rasanya dan tegangkan otot sepenuhnya kemudian relaks.selama 12 sampai 30 detik;

  c) Lengkungkan punggung ke belakang sambil menarik napas dalam masuk, tekan keluar lambung, ditahan. Relaks. Nafas dalam, tekan keluar perut, tahan, relaks; d) Tarik kaki dan ibu jari ke belakang mengarah ke muka,tahan, relaks. Lipat ibu jari, secara serentak kencangkan betis, paha, dan pantat selama lima sampai tujuh detik. Anjur klien untuk memikirkan rasanya dan tegangkan otot sepenuhnya kemudian relaks.selama 12 sampai 30 detik.

  Selama melakukan teknik relaksasi catat respon non verbal klien, jika klien menjadi agitasi atau tidak nyaman, hentikan latihan, dan jika klien terlihat kesulitan relaxing hanya sebagian tubuh, perawat melambatkan kecepatan latihan dan berkonsentrasi pada bagian tubuh yang tegang (Greenberg, 2002).

  Berikut dipaparkan masing-masing gerakan dan penjelasan mengenai otot-otot yang dilatih: Gerakan pertama ditujukan untuk melatih otot tangan yang dilakukan dengan cara menggenggam tangan kiri sambil membuat suatu kepalan yang semakin kuat (gambar 1), sambil merasakan sensasi ketegangan yang terjadi. Pada saat kepalan dilepaskan, pasien merasakan rileks selama 10 detik. Gerakan pada tangan kiri ini dilakukan dua kali sehingga pasien dapat membedakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan relaks yang dialami. Prosedur serupa juga dilatihkan pada tangan kanan.

  Gerakan kedua adalah gerakan untuk melatih otot tangan bagian belakang. Gerakan ini dilakukan dengan cara menekuk kedua lengan ke belakang pada pergelangan tangan sehingga otot-otot di tangan bagian belakang dan lengan bawah menegang, jari-jari menghadap ke langit-langit (gambar 1). Gerakan 1. Mengepalkan Tangan

  Gambar 1. Gerakan ke satu dan ke dua (melatih otot-otot tangan) Gerakan ketiga adalah untuk melatih otot-otot Biceps. Otot biceps adalah otot besar yang terdapat di bagian atas pangkal lengan (lihat gambar 2). Gerakan ini diawali dengan menggenggam kedua tangan sehingga menjadi kepalan kemudian membawa kedua kepalan ke pundak sehingga otot-otot biceps akan menjadi tegang.

  Gambar 2. Gerakan ke tiga (melatih otot-otot biceps) Gerakan keempat ditujukan untuk melatih otot-otot bahu. Relaksasi untuk mengendurkan bagian otot-otot bahu dapat dilakukan dengan cara mengangkat kedua bahu setinggi-tingginya seakan-akan bahu akan dibawa hingga menyentuh kedua telinga. Fokus perhatian gerakan ini adalah kontras ketegangan yang terjadi di bahu, punggung atas, dan leher (gambar 3).

  Gambar 3. Gerakan ke empat (melatih otot bahu) Gerakan ke lima sampai ke delapan adalah gerakan-gerakan yang ditujukan untuk melemaskan otot-otot di wajah. Otot-otot wajah yang dilatih adalah otot-otot dahi, mata, rahang, dan mulut. Gerakan untuk dahi dapat dilakukan dengan cara mengerutkan dahi dan alis sampai otot-ototnya terasa dan kulitnya keriput. Gerakan yang ditujukan untuk mengendurkan otot-otot mata diawali dengan menutup keras-keras mata sehingga dapat dirasakan ketegangan di sekitar mata dan otot- otot yang mengendalikan gerakan mata (gambar 4). Gerakan ke tujuh bertujuan untuk mengendurkan ketegangan yang dialami oleh otot-otot rahang dengan cara mengatupkan rahang, diikuti dengan menggigit gigi-gigi sehingga ketegangan di sekitar otot-otot rahang. Gerakan ke delapan ini dilakukan untuk mengendurkan otot-otot sekitar mulut. Bibir dimoncongkan sekuat- kuatnya sehingga akan dirasakan ketegangan di sekitar mulut.

  Gambar 4. Gerakan ke lima sampai ke delapan (melatih otot-otot wajah)

  Gerakan ke sembilan dan gerakan kesepuluh ditujukan untuk merilekskan otot-otot leher bagian depan maupun belakang. Gerakan diawali dengan otot leher bagian belakang baru kemudian otot leher bagian depan. Pasien dipandu meletakkan kepala sehingga dapat beristirahat, kemudian diminta untuk menekankan kepala pada permukaan bantalan kursi sedemikian rupa sehingga pasien dapat merasakan ketegangan di bagian belakang leher dan punggung atas.

  Gambar 11 untuk melatih otot-otot punggung Gambar 9 untuk melatih otot-otot leher belakang Gambar 12 untuk melatih otot-otot leher depan Gambar 12 untuk melatih otot-otot dada

  Gambar 5. Gerakan ke sembilan sampai ke dua belas (melatih otot- otot leher)

  Gerakan ke sepuluh bertujuan untuk melatih otot leher bagian depan (lihat gambar 5). Gerakan ini dilakukan dengan cara membawa kepala ke muka, kemudian pasien diminta untuk membenamkan dagu ke dadanya. Sehingga dapat merasakan ketegangan di daerah leher bagian muka.

  Gerakan ke sebelas bertujuan untuk melatih otot-otot punggung. Gerakan ini dapat dilakukan dengan cara mengangkat tubuh dari sandaran kursi, kemudian punggung dilengkungkan, lalu busungkan dada sehingga tampak seperti pada gambar 5. Kondisi tegang dipertahankan selama 10 detik, kemudian rileks. Pada saat rileks, letakkan tubuh kembali ke kursi, sambil membiarkan otot-otot menjadi lemas.

  Gerakan ke duabelas, dilakukan untuk melemaskan otot-otot dada. Pada gerakan ini, pasien diminta untuk menarik nafas panjang untuk mengisi paru-paru dengan udara sebanyak-banyaknya. Posisi ini ditahan selama beberapa saat, sambil merasakan ketegangan di bagian dada kemudian turun ke perut. Pada saat ketegangan dilepas, pasien dapat bernafas normal dengan lega. Sebagaimana dengan gerakan yang lain, gerakan ini diulangi sekali lagi sehingga dapat dirasakan perbedaan antara kondisi tegang dan rileks. Setelah latihan otot- otot dada. Gambar 6. Gerakan ke tiga belas sampai ke delapan (melatih otot-otot bagian depan tubuh) Gerakan ke tigabelas bertujuan untuk melatih otot-otot perut. Gerakan ini dilakukan dengan cara menarik kuat-kuat perut ke dalam, kemudian menahannya sampai perut menjadi kencang dank eras. Setelah 10 detik dilepaskan bebas, kemudian diulang kembali seperti gerakan awal untuk perut ini. Gerakan ke empat belas adalah gerakan-gerakan untuk otot-otot kaki. Gerakan ini dilakukan secara berurutan. Gerakan 14 bertujuan untuk melatih otot-otot paha, dilakukan dengan cara meluruskan kedua belah telapak kaki (lihat gambar 6) sehingga otot paha terasa tegang. Gerakan ini dilanjutkan dengan mengunci lutut (lihat gambar 6), sedemikian sehingga ketegangan pidah ke otot-otot betis. Sebagaimana prosedur

relaksasi otot, pasien harus menahan posisi tegang selama 10 detik baru setelah itu melepaskannya. Setiap gerakan dilakukan masing-masing dua kali.

D. Kerangka teori

  Umur, Jenis kelamin, Gaya hidup, Obesitas

  HIPERTENSI Pembuluh

  Otak Ginjal Retina Darah

  Spasmus Vasokonstriksi arteriole Sistemik

  Resistensi Suplai O pembuluh

  2

  pemb. drh otak darah ginjal otak

  Vasokontriksi Koroner jantung Blood flow

  Nyeri Kesadaran

  Afterload kepala Infark

  Respon KAA COP

  Vasokonstriksi

  CVA

  Intoleransi Rangsangan aktivitas

  Retensi Na Aldosteron Relaksasi progresif Gambar 2.1

  Kerangka teori Smeltzer (2001), Medicastore (2003)

  E. Kerangka konsep

  Kerangka merupakan abstraksi yang terbentuk oleh generalisasi dari hal-hal khusus. Oleh karena konsep merupakan abstraksi, maka konsep tidak dapat langsung diamati atau diukur. Konsep hanya dapat diamati atau diukur melalui konstruk atau yang lebih dikenal dengan nama variabel. Berdasarkan hubungan fungsional antara variabel-variabel satu dengan yang lainnya, variabel dibedakan menjadi dua yaitu variabel dependen dan variabel intervening (Notoatmodjo 2005).

  Pada penelitian ini konsep yang diajukan adalah relaksasi progresif yang merupaka variabel intervening, dan tekanan darah pada lansia sebelum dan sesudah dilakukan relaksasi progresif sebagai variabel dependent (terikat). Kerangka penelitian dapat dilihat pada skema berikut ini.

  TD Sebelum Relaksasi TD Sesudah Intervensi Progresif Intervensi

  Gambar 2.1 Kerangka Konsep Pengaruh Relaksasi Progresif terhadap Penurunan

  Tekanan Darah pada Lansia

  F. Hipotesis

  Hipotesis adalah suatu jawaban atas pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan didalam perencanaan penelitian (Notoatmodjo 2005). Hipotesis pada penelitian ini adalah : Ho : ada pengaruh relaksasi progresif terhadap penurunan tekanan darah pada lansia Ha : tidak ada pengaruh relaksasi progresif terhadap penurunan tekanan darah pada lansia.