BAB II TINJAUAN PUSTAKA - RESTU DWI LESTARI BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Dasar 1. Persalinan a. Definisi Persalinan adalah rangkaian proses yang berakhir dengan

  pengeluaran hasil konsepsi oleh ibu. Proses ini dimulai dengan kontraksi persalinan sejati, yang ditandai oleh perubahan progresif pada serviks, dan diakhiri dengan pelahiran plasenta (Dalam Buku Ajar Asuhan Kebidanan).

  Intranatal adalah suatu proses yang dimulai dengan adanya konstraksi uterus yang menyebabkan terjadinya dilatasi progresif dari serviks, kelahiran bayi, dan kelahiran plasenta, dan proses tersebut merupakan proses alamiah (Rohani, 2011).

  Persalinan adalah rangkaian peran yang berakhir dengan pengeluaran hasil konsepsi oleh ibu. Proses ini dimulai dengan konstraksi persalinan sejati, yang ditandai oleh pembukaan progresif pada serviks dan diakhiri dengan pelepasan plasenta (Varney, 2007).

  b.

  Jenis Persalinan 1)

  Persalinan Spontan Proses lahir bayi dengan tenaga ibu sendiri tanpa bantuan dan alat, serta tidak melukai ibu dan bayi yang berlangsung kurang dari 24 jam.

  2) Persalinan Bantuan

  Persalinan pervaginam dengan bantuan alat-alat atau malalui dinding perut dengan operasi sectio caesaria.

  3) Persalinan Anjuran

  Kekuatan yang diperlukan untuk persalinan ditimbulkan dari luar dengan jalan rangsangan seperti pemberian pitocin atau prostaglandin atau pemecahan ketuban.

  c.

  Menurut Usia atau Tua Kehamilan Abortus

  Pengeluaran buah kehamilan sebelum kehamilan 22 minggu atau bayi dengan berat badan kurang dari 500 gram.

  2) Partus Imaturus

  Pengeluaran buah kehamilan 22 minggu dan 28 minggu atau bayi dengan berat badan antara 500 gram dan 999 gram.

  3) Partus Prematurus

  Pengeluaran buah kehamilan antara 28 minggu dan pengeluaran buah kehamilan kurang dari 37 minggu atau dengan berat badan 1000 gram dan 2499 gram.

  d.

  Faktor Jalannya Proses Persalinan 1)

  Penumpang (Passenger) Penumpang dalam persalinan adalah janin dan plasenta. Hal-hal yang perlu diperhatikan mengenai janin adalah ukuran kepala janin, presentasi, letak, sikap, dan posisi janin, sedangkan untuk plasenta adalah letak, besar, dan luasnya.

  2) Jalan Lahir (Passage)

  Jalan lahir terbagi atas dua, yaitu jalan lahir keras dan jalan lahir lunak. Hal-hal yang perlu diperhatikan dari jalan lahir keras adalah ukuran dan bentuk tulang panggul, sedangkan yang harus diperhatikan pada jalan lahir lunak adalah segmen bawah uterus yang dapat meregang, serviks, otot dasar panggul, vagina, dan introitus vagina. Kekuatan (Power)

  Dibagi dua yaitu kekuatan primer atau kontraksi involunter berasal dari segmen atas uterus yang menebal dan dihantarkan ke uterus bawah dalam bentuk gelombang. Sedangkan kekuatan sekunder atau kontraksi volunter otot – otot diafragma dan abdomen ibu berkontraksi dan mendorong keluar isi kejalan lahir sehingga menimbulkan tekanan intra abdomen.

  4) Posisi Ibu (Positioning)

  Posisi ibu dapat mempengaruhi adaptasi anatomi dan fisiologi persalinan. Perubahan posisi yang diberikan pada ibu bertujuan untuk menghilangkan rasa letih, memberi rasa nyaman, dan memperbaiki sirkulasi.

  5) Respon Psikologi (Psychology Response)

  Respon psikologi ibu dapat dipengaruhin oleh : pertama dukungan ayah bayi atau pasangan selama proses persalinan. Yang kedua dukungan kakek nenek (saudara dekat) selama persalinan. Yang ketiga ada saudara kandung bayi selama persalinan.

  e.

  Sebab – Sebab Proses Persalinan 1)

  Teori Penurunan Hormon Saat satu atau dua minggu sebelum proses melahirkan dimulai, terjadi penurunan kadar estrogen dan progesteron. Progesteron bekerja sebagai penenaang otot – otot polos rahim, jika kadar progesteron turun akan menyebabakan tegangnya pembuluh darah dan

  2) Teori Plasenta Menjadi Tua

  Seiring matangnya usia kehamilan, villichorialis dalam plasenta mengalami beberapa perubahan, hal ini mengebabkan turunnya kadar estrogen dan progesteron yang mengakibatkan tegangnya pembuluh darah sehinggaa akan menimbulkan kontraksi uterus.

  3) Teori Distensi Rahim

  a) Otot rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas tertentu

  b) Setelah melewati batas tersebut, akhirnya terjadi kontraksi sehingga persalinan dapat dimulai c)

  Contohnya pada kehamilan gemeli, sering terjadi kontraksi karena uterus teregang oleh ukuran janin ganda, sehingga kadang kehamilan gemeli mengalami persalinan yang lebih dini

  4) Teori Iritasi Mekanis

  Dibelakang serviks terletak ganglion servikalis (vleksus vrankenhauser), bila ganglion ini digeser dan ditekan (misalnya oleh kepala janin), maka akan timbul kontraksi uterus.

  5) Teori Oksitosin

  a) Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar hipovisis posterior

  b) Perubahan keseimbangan estrogen dan progesteron dapat mengubah sensitifitas otot rahim, sehingga sering terjadi kontraksi c)

  Menurunnya kosentrasi progesteron karena matangnya usia kehamilan menyebabkan oksitosi meningkatkan aktifitasnya dalam merangsang otot rahim untuk berkontraksi, dan ahirnya persalinan dimulai.

  6) Teori Hipotalamus – Pituitari dan Glandula Suprarenalis

  a) Glandula seprarenalis merupakan pemicu terjadinya persalinan

  b) Teori ini menunjukan pada kehamilan pada bayi anensefalus sering terjadi kelambatan persalinan karena tidak terbentuknya hipotalamus.

  7) Teori Prostagladin

  Prostagladin yang dihasilkan oleh desidua disangka sebagai salah satu sebab permulaan persalinan. Hasil percobaan menunjukan bahwa prostagladin F2 atau E2 yang diberikan secara intravena menimbulkan kontraksi miometrium pada setiap usia kehamilan. Hal ini juga disokong dengan adanya kadar prostagladin yang tinggi baik dalam air ketuban maupun darah perifer pada ibu hamil sebelum melahirkan atau selama proses persalinan.

  f.

  Tanda Gejala Persalinan 1)

  Lightening Dirasakan dua minggu sebelum persalinan adalah penurunan bagian presentasi bayi ke dalam pelvis minor.

  Hal-hal spesifik berikut akan dialami ibu: Ibu jadi sering berkemih karena kandung kemih ditekan

  b) Perasaan tidak nyaman akibat tekanan panggul

  c) Kram pada tungkai

d) Peningkatan stasis vena yang menghasilkan edema dependen.

  2) Perubahan Serviks

  Serviks semakin matang dan lunak dengan kosistensi seperti pudding dan mengalami sedikit penipisan. Kematangan serviks tergantung individu wanita dan paritasnya seperti ibu dengan multipara secara normal mengalami pembukaan 2 cm, sedangkan pada primigravida dalam kondisi normal serviks menutup. 3)

  Persalinan Palsu Terdiri dari kontraksi uterus yang sangat nyeri, yang memberi pengaruh signifikan terhadap serviks. Kontraksi Braxton Hicks yang tidak nyeri, yang telah terjadi sejam sekitar enam minggu kehamilan.

  4) Ketuban Pecah dini Pada kondisi normal, ketuban pecah pada akhir kala satu persalinan.

  Apabila terjadi sebelum persalinan, kondisi tersebut disebut Ketuban Pecah Dini (KPD).

  5) Bloody Show

  Plak lendir disekresi serviks sebagai hasil poliferasi kelenjar lendir serviks pada awal kehamilan. Plak ini menjadi sawar pelindung dan menutup jalan lahir selama kehamilan. Pengeluaran plak lendir inilah terlihat sebagai rabas lendir bercampur darah yang lengket dan harus dibedakan dengan cermat dari perdarahan murni.

  g.

  Tahapan Persalinan 1)

  Kala I (Kala Pembukaan) Dimulai saat persalinan mulai (pembukaan nol) sampai pembukaan lengkap (10 cm). Proses ini dibagi menjadi 2 fase: a)

  Fase Laten Berlangsung selama 8 jam, serviks membuka sampai 3 cm.

  b) Fase Aktif

  Berlangsung selama 7 jam, serviks membuka dari 4 cm sampai 10 cm, kontraksi lebih kuat dan sering, dibagi 3 fase :

  • Fase Akselerasi Dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm menjadi 4 cm.
  • Fase Dilatasi Maksimal

  Dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung sangat cepat 4 cm menjadi 9 cm.

  • Fase Deselerasi Pembukaan lambat sekali, dalam waktu 2 jam pembukaan 9 cm menjadi lengkap.

  2) Kala II (Kala Pengeluaran Janin)

  Gejala utama kala II :

  a) His semakin kuat, dengan interval 2 sampai 3 menit, dengan durasi 50 sampai 100 detik b)

  Menjelang akhir kala I, ketuban pecah

  c) Ketuban pecah pada pembukaan mendekati lengkap diikuti keinginan mengejan akibat tertekannya pleksus frankenhauser d)

  Kedua kekuatan his dan mengejan lebih mendorong kepala bayi

  e) Kepala lahir seluruhnya dan diikuti oleh putar paksi luar

  f) Persalinan bayi ditolong

  g) Lamanya kala II untuk primigravida 1,5-2 jam dan multigravida 1,5-1 jam.

  3) Kala III (Kala Pelepasan Plasenta)

  Dimulai setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta, yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit. Proses lepasnya plasenta dapat diperkirakan dengan mempertahankan tanda-tanda dibawah ini :

  a) Uterus menjadi bundar b) Uterus terdorong keatas karena plasenta dilepas ke segmen bawah rahim

c) Tali pusat bertambah panjang Terjadi semburan darah tiba - tiba.

  4) Kala IV (Kala Pengawasan/Observasi/Pemulihan)

  Dimulai dari saat lahirnya plasenta sampai 2 jam postpartum. Kala ini terutama bertujuan untuk melakukan observasi karena perdarahan postpartum paling sering terjadi pada 2 jam pertama.

  Asuhan Keperawatan a.

  Pengkajian Pengkajian merupakan pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau dan tentang pasien agar dapat mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan pasien baik mental, sosial dan lingkungan.

  Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan untuk mengenal masalah klien agar dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan, yaitu pengumpulan data, pengelompokkan data dan perumusan diagnosa keperawatan (Lismidar, 2003). Beberapa pengkajian : 1)

  Kaji riwayat kesehatan dahulu & sekarang, riwayat keluarga, riwayat obsterti dan riwayat ginekologi

  2) Tanyakan tentang HPHT (hari pertama haid terahir), ANC (antenatal care), hasil laboratorium

  3) Kaji riwayat kontraksi

  4) Pengkajian persistem secara umum

  5) Pemeriksaan leopold

  6) Pemeriksaan kontraksi uterus

7) Pemeriksaan diagnostic dan laboratorium.

  Alasan datang

  b) Kapan taksiran persalinan

  c) Kapan mulai tanda-tanda persalinan :

  (1) Tanda-tanda persalinan

  1) Pengkajian pada kala I

  (3) Pemeriksaan fisik :

  (a) TTV (tanda-tanda fisik)

  (b) Palpasi leopold

  (c) Ukuran panggul

  (d) Dilatasi serviks

  (e) Kontraksi atau HIS

  (f) Sekret

  (g) DJJ

  (h) Varises

  (2) Riwayat tanda-tanda persalinan

  2) Pengkajian pada kala II

  a) Klien mengatakan tekanan semakin kuat

  b) Perineum menonjol

  c) Vulva dan anus menonjol

  d) Kaki gemetar

  e) Lelah

  f) Respon emosi atau takut

  g) Kontraksi uterus kuat 4-5 selama 50-70 detik Dilatasi 10 cm i)

  Frekuensi pernafasan j) Tekanan darah meningkat k)

  Janin, bradikardi selama HIS l) Rasa nyeri m)

  Gangguan oksigen n) Potensi trauma pada ibu dan janin.

  3) Pengkajian pada kala III

  a) Perilaku gembira dan letih

  b) Tremor kaki menggigil

  c) Perdarahan pervaginam

  d) Tali pusat memanjang

  e) Uterus berubah bentuk menjadi bulat dan keras

  f) Kehilangan darah (normal 250-300 ml)

  g) Jalan lahir lecet dan sobek h) Luka episiotomi i)

  Hipotensi j) Nadi lambat.

  4) Pengkajian pada kala IV

  a) Nadi

  b) Uterus

  c) Lochea

  d) Perineum Rectum.

  b.

  Diagnosa Keperawatan 1)

  Kala I

  a) Nyeri persalinan berhubungan dengan dilatasi serviks

b) Ansietas berhubungan dengan krisis situasional ( persalinan ).

  2) Kala II

  3) Nyeri persalinan berhubungan dengan ekpulsi fetal

  4) Kala III

  a) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (pengeluaran plasenta).

  5) Kala IV

  a) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif.

  c.

  Rencana Keperawatan 1)

  Kala 1 a) Nyeri persalinan berhubungan dengan dilatasi serviks

  Kriteria hasil : (1)

  Dapat beristirahat (2)

  Perasaan gelisah berkurang (3)

  Rasa cemas berkurang (4)

  Rasa takut berkurang Intervensi : (1)

  Kaji Manajemen nyari Kaji pola nyeri PQRST

  (3) Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan

  (4) Monitor tanda-tanda vital. (5)

  Anjurkan klien cara mengontrol nyeri menggunakan teknin relaksasi nafas dalam (6)

  Kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya untuk pemberian analgesik.

b) Ansietas berhubungan dengan krisis situasional (persalinan).

  Kriteria Hasil : (1)

  Kecemasan berkurang (2)

  Koping kecemasan efektif (3)

  Penyebab kecemasan berkurang Intervensi : (1)

  Kaji pengurangan kecemasan klien (2)

  Identifikasi perubahan tingkat kecemasan

  (3) Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur

  (4) Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut

  (5) Libatkan keluarga untuk mendampingi klien

  (6) Intruksikan pada pasien untuk menggunakan teknik relaksasi dan pemberian aromaterapi

  (7) Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan. Kala II a.

  Nyeri persalinan berhubungan dengan ekspulsi fetal Kriteria hasil : (1)

  Dapat beristirahat (2)

  Perasaan gelisah berkurang (3)

  Rasa cemas berkurang (4)

  Rasa takut berkurang Intervensi : (1)

  Kaji Manajemen nyari (2)

  Kaji pola nyeri PQRST (3)

  Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan (4) Monitor tanda-tanda vital. (5)

  Anjurkan klien cara mengontrol nyeri menggunakan teknin relaksasi nafas dalam

  (6) Kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya untuk pemberian analgesik.

  3) Kala III

  a) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (pengeluaran plasenta).

  Kriteria hasil: (1)

  Dapat beristirahat (2)

  Perasaan gelisah berkurang Rasa cemas berkurang

  (4) Rasa takut berkurang

  Intervensi : (1)

  Kaji Manajemen nyari (2)

  Kaji pola nyeri PQRST (3)

  Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan (4) Monitor tanda-tanda vital. (5)

  Anjurkan klien cara mengontrol nyeri menggunakan teknin relaksasi nafas dalam (6)

  Kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya untuk pemberian analgesik.

  4) Kala IV

  a) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif.

  Kriteria hasil :

  (1) Keseimbangan intake dan output dalam 24 jam

  (2) Berat badan stabil

  (3) Turgor kulit baik

  (4) Berat jenis urin

  Intervensi : (1)

  Monitor intake dan output klien (2)

  Monitir status hidrasi klien seperti mukosa lembab (3)

  Monitor TTV klien Berikan cairan sesuai terapi

  (5) Dukung klien dan keluarga untuk membantu dalam pemberian makan dan minum dengan baik

  (6) Konsultasi dengan dokter apabila ada tanda-tanda dan gejala kelebihan volume cairan

3. Kecemasan a.

  Definisi Kecemasan adalah emosi yang tidak menyenangkan, yang ditandai dengan kekhawatiran, keprihatinan, rasa takut yang kadang kita alami dalam tingkat yang berbeda-beda. Cemas sangat berkaitan dengan perasaan yang sangat tidak enak, khawatir, cemas, gelisah, tidak pasti dan tidak berdaya yang disertai satu atau lebih gejala badaniah (Stuart & Sundeen, 2007).

  Maramis (2004) mengungkapkan bahwa kecemasan merupakan suatu respon stressor yang ganggu efek dan emosi.

  Efek adalah nada perasaan yang menyenangkan atau tidak menyenangkan yang menyertai suatu pikiran dan biasanya berlangsung lama dan disertai oleh banyak komponen fisiologik menurut Carpenito (2005), cemas berbeda dengan takut, walaupun hampir sama tetapi terdapat perbedaan yang penting, yaitu :

  1) Takut merupakan rasa tidak berani terhadap suatu obyek yang

  2) Kecemasan menyerang pada tingkat lebih dalam dari pada takut, yaitu sampai pusat kepribadian.

  b.

  Gejala-gejala kecemasan Menurut Hawari (2008), gejala klinik kecemasan adalah : 1)

  Cemas, khawatir, takut akan pikirannya sendiri, dan mudah tersinggung 2)

  Tegang, tidak tenang, gelisah dan mudah terkejut 3)

  Gangguan pola tidur dan mimpi yang menyeramkan 4)

  Takut sendiri atau takut banyak orang 5)

  Gangguan kosentrasi atau daya ingat 6)

  Keluhan somestik, seperti rasa sakit pada tulang dan otot pendengaran berdenging, berdebar-debar sesak nafas, gangguan pencernaan, gangguan perkemihan dan sakit kepala.

  c.

  Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan

  Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan menurut (Stuart & Sundeen, 2007), seperti dibawah ini : 1)

  Faktor Psikologis Pengalam masa kecil yang bernilai emosi yang tinggi, namun pada masa berikutnya ditekan dapat menimbulkan kecemasan.

  Betapa besar faktor psikologis yang dapat dikumpulkan oleh hilangnya kekuasaan diri seseorang. Dibutuhkan proses yang rumit dan cukup lama agar seseorang bisa sampai pada

  2) Faktor Genetik

  Biasanya faktor genetik pada wanita lebih banyak dari pada pria dan lebih dari satu keluarga yang terkena. Gangguan panik memiliki komponen genetik yang sama dan terdapat lebih banyak dari pada wanita.

  3) Faktor Umur

  Umur kurang dari 20 tahun digolongkan umur muda, umur antara 20 sampai 35 tergolong umur menengah, dan umur diatasnya 35 tahun tergolong termasuk umur tua. Umur muda lebih mudah menderita kecemasan dari pada umur yang sudah tua (Soewandi, 2000). 4)

  Tingkat Pendidikan

  Status pendidikan yang rendah akan menyebabkan seseorang mengalami stress dan kecemasan, hal ini disebabkan karena kurangnya informasi yang didapat orang tersebut.

  d.

  Rentang Respon Kecemasan Menurut Stuart & Sundeen (2007), tingkat kecemasan adalah sebagai berikut : 1)

  Kecemasan Ringan Keadaan ini berhubungan dengan ketegangan akan kehidupan meningkatkan lapangan persepsinya. Kecemasan dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas.

  2) Kecemasan Sedang

  Kecemasan sedang memungkinkan individu untuk berfokus pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain.

  Kecemasan ini mempersempit lapang persepsi individu. Dengan demikian, individu mengalami tidak yang selektif namun dapat berfungsi pada lebih banyak area jika diarahkan untuk melakukannya. 3)

  Kecemasan Berat Kecemasa berat sangat mengurangi lapang persepsi individu- individu cenderung berfokus pada suatu yang rinci dan spesifik serta tidak berfikir tentang hal ini. Semua perilaku ditunjukan untuk mengurangi ketegangan. Individu tersebut memerlukan banyak arahan untuk berfokus pada area lain.

  4) Kecemasan Sangat Berat dan Panik

  Tingkat panik dari kecemasan berhubungan dengan berpengaruh, ketakutan dan teror. Hal yang rinci terpecah dari proporsinya. Karena mengalami kehilangan terkendali, individu yang mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan arahan. Panik mencakup diorganisai menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang dan kehilangan pemikiran yang rasional. Tingkat kecemasan ini tidak sejalan dengan kehidupan, jika langsung terus dalam waktu yang lama dapat terjadi kelemahan dan kematian.

RESPON RENTANG KECEMASAN

  

Sedang

Ringan

Antisipasi Berat Panik

Gambar 2.1 Rentang respon kecemasan Menurut Stuart dan Sundeen (1995) membagi kecemasan menjadi 4 tingkat yaitu: 1)

  Kecemasan Ringan Respon Fisiologis : Sesekali nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, gejala ringan pada lambung, muka berkerut dan bibir gemetar. Respon Kognitif : Lapang persegi meluas, mampu menerima rangsangan yang kompleks, kosentrasi pada masalah, Respon Perilaku dan Emosi : Tidak dapat duduk tenang, tremor halus pada tangan, suara kadang-kadang meninggi.

  2) Kecemasan Sedang

  Respon Fisiologis : Sering nafas pendek, nadi ekstra systole dan tekanan darah naik, mulut kering, anorexia, diare / konstipasi, gelisah. Respon Kognitif : Lapang persepsi menyempit, rangsang luar tidak mampu diterima, berfokus pada apa yang menjadi perhatiannya. Respon Perilaku dan Emosi : Gerakan tersentak-sentak (meremas tangan), bicara banyak dan lebih cepat, perasaan tidak nyaman.

  3) Kecemasan Berat

  Respon Fisiologis : Sering nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, berkeringat dan sakit kepala, penglihatan kabur.

  Respon Kognitif : Lapang persepsi sangat menyempit, tidak mampu menyelesaikan masalah.

  Respon Perilaku dan Emosi : Perasaan ancaman meningkat, verbalisasi cepat, blocking dan panik.

  e.

  Alat Ukur Kecemasan derajat kecemasan seseorang, dapat digunakan alat ukur yang disebut HRS-A (Hamilton Rating Scale for Anxiety) yang terdiri dari 14 kelompok pertanyaan gejala yang masing-masing kelompok dirinci lagi dengan gejala-gejala yang lebih spesifik. Masing-masing kelompok gejala diberi angka atau skor antara 0-4 dengan penilaian sebagai berikut : Nilai 0 : tidak ada gejala (Keluhan) Nilai 1 : gejala ringan (1 dari gejala yang ada) Nilai 2 : gejala sedang (separuh dari gejala yang ada) Nilai 3 : gejala berat (lebih dari separuh gejala yang ada) Nilai 4 : gejala berat sekali (semua gejala ada).

  Masing-masing skor dari 14 kelompok dijumlahkan dan dapat diketahui derajat kecemasan seseorang sebagai berikut :

  < 14 : tidak ada kecemasan 14-20 : kecemasan ringan 21-27 : kecemasan sedang 28-41 : kecemasan berat 42-56 : kecemasan berat sekali.

  Hal-hal yang dilihat dalam HRS-A (Hamilton Rating Scale for

  Anxienty) sebagai berikut :

  1) Perilaku : bicara cepat, kurang koordinasi, cenderung mengalami cedera, menarik diri dari hubungan interpersonal, inhibisi, melarikan diri dari masalah, menghindar, sangat waspada, perhatian terganggu, kosentrasi buruk, pelupa, salah dalam memberikan penilaian, preokupasi, hambatan berfikir, lapangan persepsi menurun, kreatifitas menurun.

  2) Kognitif

  Produktivitas menurun, bingung, sangat waspada, kesadaran tinggi, kehilangan objektivitas, takut kehilangan kendali, takut pada gambaran visual, takut cedera atau kematian, kilas balik, mimpi buruk, mudah terganggu.

  3) Afektif

  Tidak sadar, mudah terganggu, gelisah, tegang, gugup, ketakutan, waspada, kekhawatiran, kecemasan, mati rasa, rasa bersalah, malu.

4. Aromaterapi Lavender a.

  Definisi Aromaterapi adalah salah satu bagian dari pengobatan menguap dikenal sebagai minyak esensial dan senyawa aromatik lainnya yang dapat mempengaruhi jiwa, emosi, fungsi kognitif dan kesehatan seseorang.

  Aromaterapi merupakan salah satu metode nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri (Smith & Crowther, 2011). Minyak esensial lavender merupakan minyak yang didapatkan dari bunga lavender yang sudah mengalami proses penyulingan. Minyak lavender memiliki banyak potensi karena terdiri dari beberapa kandungan utama antara lain linalyl asetat dan linalool. Linalool memberikan hasil yang signifikan dalam memberikan efek anti cemas (relaksasi). Minyak lavender dengan kandungan linalool- nya adalah salah satu minyak aromaterapi yang banyak digunakan saat ini, baik secara inhalasi (dihirup), kompres, berendam ataupun dengan teknik pemijatan pada kulit (Prima, 2011). Aromaterapi yang diberikan dengan cara inhalasi akan diterima oleh saraf penghidu dan diteruskan ke sistem limbik otak. Pada sistem limbik, molekul bau akan dihantarkan ke hipothalamus sehingga dihasilkan Corticotropin Releasing Factor (CRF). CRF ini yang akan merangsang kelenjar pituitary untuk menghasilkan endorphin yang dapat mempengaruhi suasana hati menjadi rileks (Buckle, 2003).

  Aromaterapi lavender adalah salah satu tehnik pengobatan minyak essential aromaterapi berbau lavender (Dewi, 2007).

Gambar 2.2 Minyak essensial lavender b.

  Cara Penggunaan Aromaterapi 1)

  Cara diffusi yaitu melalui udara yang berisi uap dari minyak esensial 2)

  Inhalasi langsung dengan menghirup uap minyak esensial seperti disinfektan, dekongestan 3)

  Penggunaan pada kulit untuk keperluan terapi pijat, mandi, kompres, dan pengobatan untuk kulit.

Gambar 2.3 Alat diffuser c.

  Efek Pemberian Lavender Efek aroma terhadap sistem syaraf sensori pada membran olfactorius kemudian secara elektrikal impuls-impuls tadi diteruskan ke pusat gustatory ke sistim limbik (pusat emosi) pada lobus limbic. Limbik lobus terdiri dari hippocampus dan amigdala yang secara langsung dapat mengaktifkan hipotalamus untuk pengaturan pengeluaran hormon dalam tubuh seperti hormon seksual, pertumbuhan, thyroid dan neurotransmiter. Molekul hipotalamus dan sistem limbik langsung berhubungan kepada bagian otak lain yang mengontrol detak jantung, tekanan darah, pernafasan, memori, tingkat stress, dan keseimbangan hormonal dimana aroma akan memicu emosi sehingga menimbulkan efek fisiologiskal dan psikologikal.

  Minyak lavender adalah salah satu aromaterapi yang terkenal memiliki efek menenangkan, dengan kandungan

  

linalool nya. Linalool lavender adalah aromaterapi yang banyak

  digunakan saat ini, baik secara inhalasi atau dengan pemijatan pada kulit. Aromaterapi yang digunakan melalui inhalasi atau dihirup akan masuk ke dalam system limbic atau struktur bagian dalam dari otak, sistem ini sebagai pusat nyeri, senang, marah, takut, depresi dan berbagai emosi lainnya (Dewi, 2007) B.

  Kerangka Konsep Studi Kasus 1.

  2. Keluarn ya lendir darah

  4. Kala IV Ansietas

  3. Kala III

  2. Kala II

  1. Kala I

  Nyeri akut Intranatal :

  3. Ketuba n pecah dengan sendiri

  1. Adany HIS

  Kerangka Teori

  3. Power (kekuatan) Tanda-tanda persalinan :

  2. Passenger (janin dan plasenta)

  1. Passage (jalan lahir)

  Faktor-faktor yang mempengaruhi persalinan :

  (Suprijati, 2011)

Gambar 2.4 Kerangka Teori

  (Kecemasan) Aromaterapi Lavender

2. Kerangka Konsep

Gambar 2.5 Kerangka Konsep

  Cemas Aromaterapi Lavender Cemas Teratasi