BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu - Turwanto BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A.

   Penelitian Terdahulu

  Penelitian yang dilakukan Adithiya Yudha yang berjudul ”Analisis perbedaan nilai daktilitas dan penetrasi aspal 60/70 produk PT. Muara Perdana dan Pertamina ”.

  Aspal merupakan salah satu material pada lapisan perkerasan jalan. Salah satu jenis aspal yaitu aspal penetraso 60/70. Di Indonesia umumnya dipakai aspal penetrasi 60/70. Aspal dengan penetrasi 60/70 dipakai untuk daerah yang memiliki cuaca panas atau volume lalu lintasnya tinggi. Dalam aspal tersebut terdapat nilai seperti nilai penetrasi dan nilai daktilitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan nilai penetrasi dan daktilitas dari dua sampel aspal penetrasi 60/70. manfaat yang diharapkan yaitu dapat menghasilkan nilai uji daktilitas dan uji penetrasi 60/70.

  Analisis data yang digunakan adalah perbandingan dua variabel bebas (Independent Sampel t-test) penelitian mencakup uji daktilitas dan uji penetrasi dengan jumlah maisng-masing sampel 15 buah untuk setiap uji baik penetrasi maupun uji daktilitas.

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa Nilai t hitung untuk uji nilai penetrasi sebesar 4,772 dengan nilai signifikasi 0,000. Nilai t hitung tersebut dibandingkan dengan nilai t tabel pada taraf signifikansi 0,05 dengan derajat kebebasan (dk=28) diperoleh nilai t tabel 2,048. Nilai rata-rata uji penetrasi aspal Pertamina sebesar 64,876. Dengan demikian, ada perbedaan nilai penetrasi antara aspal Pertamina dengan aspal PT. Muara Perdana. Pada saat uji daktilitas menarik sampel aspal Pertamina dan PT. Muara Perdana sampai batas maksimal (124 cm), aspal tersebut tidak terputus dan baik aspal PT Muara Perdana maupun Pertamina dapat dikatakan memiliki nilai daktilitas yang sama.

   Pengertian Aspal

  Menurut Sukirman (1998), aspal didefinisikan sebagai material yang berwarna hitam atau coklat tua, pada temperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat. Jika dipanaskan sampai suatu temperatur tertentu aspal dapat menjadi lunak/ cair sehingga dapat membungkus partikel agregat pada waktu pembuatan aspal beton atau dapat masuk ke dalam pori-pori yang ada pada penyemprotan / penyiraman pada perkerasan macadam atau pelaburan. Jika temperatur mulai turun, aspal akan megneras dan mengikat agregat pada tempatnya.

  Hidrokarbon adalah bahan dasar utama dari aspal yang umum disebut bitumen, sehingga aspal sering juga disebut bitumen. Aspal yang umum digunakan berasal dari salah satu hasil destilasi minyak bumi dan disamping itu mulai banyak pula dipergunakan aspal alam yang berasal dari pulau Buton (Sukirman, 2000).

  Aspal minyak yang digunakan untuk konstruksi pekerjaan jalan merupakan proses hasil residu dari destilasi minyak bunyi, sering disebut sebagai aspal semen.

  Aspal semen bersifat mengikat agregat pada campuran aspal beton dan memberikan lapisan kedap air, serta tahan terhadap pengaruh asam, basa, dan garam. Ini berarti jika dibuatkan lapisan dengan mempergunakan aspal sebagai pengikat dengan mutu yang baik dapat memberikan lapisan kedap air dan tahap terhadap pengaruh cuaca dan reaksi kimia yang lain.

  Sifat aspal akan berubah akibat panas dan umur, aspal akan menjadi kaku dan rapuh dan akhirnya daya adhesinya terhadap partikel agregat akan berkurang.

  Perubahan ini dapat diatasi / dikurangi jika sifat-sifat aspal dikuasai dan dilakukan langkah-langkah yang baik dalam proses pelaksanaan. Aspal merupakan bahan bitumen yang telah digunakan sejak dulu, hingga saat sekarang aspal dipakai untuk berbagai jenis pekerjaan perkerasan. Ada beberapa macam aspal yaitu :

   Aspal Alam

  Menurut Suryadharma (1999), aspal ini terdapat di alam antara lain lake

  

asphalt (danau aspal), rock asphalt di Pulau Buton dan sand asphalt. Rock asphalt

  terdapat di Pulau Buton, jenis aspal inijuga disebut BUTAS (Buton Aspal), terdapat pada batu-batu karang sehingga bercampur dengan kapur (CaCo 3 ). Umumnya berupa susunan bahan 35% bahan bitumen, 60% bahan mineral dan 5% bahan lainnya. Proses terjadinya rock asphalt adalah terjadi pada daerah yang mengandung minyak bumi dan aspal.

  Akibat terjadinya gerakan-gerakan pada lapisan kulit bumi menyebabkan terjadinya penurunan atau retak-retak pada permukaan bumi. Dengan adanya tekanan dari bawah lapisan kulit bumi, mengakibatkan keluarnya minyak bumi. Apabila tekanan yang terjadi besar, maka minyak bumi akan keluar dengan aspal yang dikandungnya, akan tetapi sebaliknya, apabila tekanan yang terjadi itu lemah, maka minyak bumi merembes melalui retak-retak kulit bumi sedangkan aspanya tertinggal. Pada proses perjalanan minyak bumi tadi, akan melalui batuan-batuan yang sifatnya porous sehingga minyak bumi yang mengandung aspal akan meresap pada lapisan batuan porous tersebut dan terjadilah rock asphalt.

  Mengingat terjadinya rock asphalt ini, maka akan terjadi jumlah

  kandungan / kadar bitumen yang ada tidak merata (berjenis-jenis). Batu aspal dari

  Pulau Buton, menurut kadar bitumennya dibagi dalam 2 jenis yaitu batu aspal yang kadar bitumennya > 20% dan batu aspal dengan kadar bitumen <20%. Jenis aspal yang kadar bitumennya >20% bisa langsung dipakai untuk mengaspal jalan dan umumnya dipilih yang kadar bitumennya antara 25-35%.

  Sifat-sifat butas adalah apabila kena panas akan berubah keadaannya dari

  o

  keadaan keras menjadi plastis. Sampai suhu 30 C batu aspal masih bersifat rapuh/ berukuran kecil, maka pemecahan bungkah-bungkah batuan aspal dilakukan pada

  

o

  suhu yang rendah. Suhu diantara 40-50 C akan bersifat plastis dan jika dipukul

  o akan sukar pecah. Di atas suhu 60 C maka batu aspal sudah bersifat sangat plastis.

2. Aspal Buatan

  Aspal ini diperoleh destilasi/ penyulingan minyak tanah mentah dan terdiri dari 3 macam : a.

  Aspal keras/ panas (Asphalt Cement, AC) Aspal ini digunakan dalam keadaan cair dan panas serta penyimpanannya dalam bentuk pampat dalam temperatur ruang, aspal semen terdiri dari beberapa jenis tergantung dari proses pembuatannya dan jenis minyak bumi asalnya. Pengelompokkan aspal semen dapat dilakukan

  o

  berdasakan nilai penetrasi pada suhu 25 C ataupun berdasarkan nilai viskositasnya. Di Indonesia AC dibedakan berdasarkan :

  • AC 40/50 : AC dengan penetrasi antara 40 -50
  • AC 60/70 : AC dengan penetrasi 60 -70
  • AC 85/100: AC dengan penetrasi 85 – 100
  • AC 120/150: AC dengan penetrasi 120 – 150
  • AC 200/300: AC dengan penetrasi 200 – 300

  AC dengan penetrasi rendah dipakai untuk daerah yang memiliki cuaca panas atau volume lalu lintasnya tinggi, sedangkan AC penetrasi tinggi dipakai untuk daerah dingin atau untuk volume lalu lintasnya rendah. Di Indonesia umumnya dipakai penetrasi 60/70 dan 80/100. Syarat umum AC adalah berasal dari saringan minyak bumi, harus mempunyai sifat yang sejenis, o

  berbusa pada temperatur 175 C.

  Ada dua jenis AC yang sering digunakan di Indonesia yaitu aspal penetrasi 60/70 dan aspal penetrasi 80/100. Perbedaan keduanya hanyalah pada temperatur ketika pelaksanaan pekerjaan di lapangan. Perbedaan temperatur tersebut berkaitan dengan viskositas (kekentalan) yang dapat mempermudah ketika pada pelaksanaan pekerjaan tersebut.

  Kekentalan dari beberapa bahan aspal berhubungan dengan temperatur, makin panas suatu bahan makin rendah kekentalannya dan akan makin mudah dituangkan atau disemprotkan. Tetapi setiap bahan mempunyai temperatur yang terbaik pada bermacam-macam penggunaan. Aspal penetrasi 60/70 lebih sering dipakai pada pelaksanaan pekerjaan di Indonesia, batas-batas

  o o

  temperatur untuk penyemprotan adalah berkisar antara 150 C – 210 C. Temperatur yang terbaik adalah mendekati batas maksimum, sedangkan untuk

  o

  aspal penetrasi 80/100 temperatur idela untuk penyemprotan adalah 176

  C-

  o

  190

  C). Berikut tabel persyaratan aspal penetrasi 60/70 dan aspal penetrasi 80/100.

  80/100

  

No. Jenis Pengujian Metode Persyaratan Aspal Keras Satuan

Pengujian Pen 40/50 Pen 60/70 Pen 80/90 Min Maks Min Maks Min Maks

1. Penetrasi 25

C, SNI 06-2456-91

  40

  50

  60

  79 80 100 0,1mm 100 g, 5 dtk

  2. Titik lembek SNI 06-2434-91 ? ?

  48

  58

  46

  54 C

  

3. Daktilitas 25 - - C SNI 06-2432-91 100 100 100 cm

  4. Kelanitan dalain

  99

- 99 - - ASTM D2042

99 % C HCl 2 3

  

5. Titik Nyala - - - SNI 06-2433-91 ? 232 225 C

(COC)

  6. Berat Jenis SNI 06-2456-91 1,0 - 1,0 - 1,0 - 7.

  • Kehilangan Berat SNI 06-2440-91 ? 0,8 1,0 % (TFOT)

  8. Penetrasi setelah SNI 06-2432-91 ? - 54 % asli - - - kehilangan berat

  9. Daktilitas setelah SNI 06-2432-91 ?

  50 - - 50 - cm kehilangan berat

  10. Titik lembek - - - SNI 06-2434-91 C - - ? setelah kehilangan berat

  11. Kadar air

  • SNI 06-2490-91 0,2 0,2 0,2 %

  12. Kedekatan SNI 06-2439-91 95 -

  95 - 95 %

  Sumber : Petunjuk Departemen Pekerjaan Umum (Binamarga, 2011) b. Aspal cair / Cut Back Asphalt

  Aspal ini dibuat dengan mencampur AC dengan bahan pencair hasil penyulingan minyak bumi yang berbentuk cair dalam temperatur ruang. Cut

  back asphalt terdiri dari : (1).

  RC (Rapid Curing Cut Back) : AC + gasoline/ premium, Merupakan aspal semen yang dilarutkan mengan bensin atau premium. RC merupakan cutback aspal yang paling cepat menguap. (2).

  MC (Medium Curing Cut Back) : AC + kerosene, merupakan aspal semen yang dilarutkan dengan bahasa pencair yang lebih kental seperti minyak tanah. (3).

  SC (Slow Curing Cut Back) : AC + diesel oil, merupakan aspal semen yang dilarutkan dengan bahan yang kental seperti solar. Aspal jenis ini merupakan cutback aspal paling lama menguap. Aspal Emulsi Terdiri dari campuran aspal dengan air dan bahan pengemulsi. Jenis ini dibedakan dalam hal bermuatan listrik:

  • Kationik (aspal emulsi asam), bermuatan listrik positif
  • Anionik (aspal emulsi alkali),bermuatan listrik negatif
  • Nonionik (tidak mengalami ionisasi), tak menghantarkan listrik Apabila dibedakan dalam hal kecepatan mengerasnya :
  • Rapid setting (RS) : mengandung sedikit bahan pengemulsi, sehingga pengikatan yang terjadi cepat.
  • Medium setting (MS)
  • Slow setting (SS) : paling lambat proses penguapannya.

  Syarat umum aspal cair baik itu RC, MC maupun SC adalah berasal dari hasil penyaringan minyak bumi harus mempunyai sifat sejenis, kadar parafin dalam aspal <2% serta tidak mengandung air dan jika dipakai jangan menunjukkan pemisahan/ pengumpulan.

Gambar 2.1. Skema terjadinya aspal buatan C.

   Komposisi Aspal

  Menurut Sukirman (2000), aspal merupakan unsur hidrokarbon yang sangat kompleks, sangat sukar untuk memisahkan molekul-molekul yang membentuk aspal tersebut. Disamping itu setiap sumber dari minyak menghasilkan komposisi molekul yang berbeda-beda.

Gambar 2.2. Komposisi Aspal (Sukirman, 2000)

   Titik Lembek

  Pemeriksaaan kepekaan aspal terhadap temperatur dilakukan melakukan pemeriksaan titik lembek. Titik lembek adalah temperature dimana aspla mulai menjadi lembek, yang ditunjukkan oleh jatuhnya lempengan contoh aspal akibat beban kelereng baja di atasnya. Titik lembek merupakan suhu pada saat aspal dalam cincin yang diletakkan dalam air/ gliserin mulai lembek karena pembebanan tertentu (bola 3,5

  o

  gram). Titik lembek bervariasi 30 – 200 C dan dibaca saat aspal berikut bola menyentuh plat dasar yang berjarak kira-kira 1 inchi di bawahnya.

  Titik lembek aspal (Ring and Ball test) yaitu angka yang menunjukkan suhu (temparatur) ketika aspal menyentuh plat baja. Titik lembek juga mengindikasikan tingkat kepekaan aspal terhadap perubahan temperature, disamping itu titik lembek juga dipengaruhi oleh kandungan paraffin (lilin) yang terdapat dalam aspal. Semakin tinggi kandungan paraffin pada aspal, maka semakin tinggi titik lembeknya dan aspal semakin peka terhadap perubahan suhu.

  Aspal dengan penetrasi yang sama belum tentu mempunyai titik lembek yang sama. Semakin tinggi titik lembek, semakin baik sebagai bahan pengikat. Di lapangan, bersama dengan penetrasi berperan dalam percampuran, penghamparan dan pemadatan. Selain itu, suhu luar juga berpengaruh terhadap titik lembek.

E. Titik Nyala Titik nyala adalah suhu saat aspal mulai menyala sekurang-kurangnya 5 detik.

  Pemeriksaan dilakukan dengan Cleveland open cup dan perlu diketahui untuk memperkirakan suhu maksimum atau temperatur maksimum pemanasan sehingga aspal tidak terbakar. Hasil pemeriksaan dipengaruhi oleh tiupan angin dan kecepatan kenaikan suhu, sehinggauntuk membedakan titik nyala dan titik bakar perlu dilakukan diruangan tidak terlalu terang. Dimaksudkan untuk menentukan titik nyala dan titik yang mempunyai titik nyala open cup kurang dari 79ºC.

  Titik nyala aspal yaitu angka yang menunjukkan temperature (suhu) aspal yang dipanaskan ketika dilewatkan nyala penguji di atasnya terjadi kilatan api selama sekitar

  o

  5 detik. Syarat aspal AC 60/70 titik nyala sebesar minimal 200

  C. Titik bakar aspal yaitu angka yang menyatakan besarnya suhu aspal yang dipanaskan ketika dileawatkan nyala penguji diatas aspal terjadi kilatan api lebih dari 5 detik. Semakin tinggi titik nyala dan titik bakar aspal, maka aspal tersebut semakin baik. Besarnya nilai titik nyala dan titik bakar tidak berpengaruh terhadap kualitas perkerasan, karena pengujian ini hanya berhubungan dengan keselamatan pelaksanaan khususnya pada saat pencampuran (mixing) terhadap bahaya kebakaran.

Tabel 2.3. Spesifikasi Aspal Penetrasi 60/70 (60 pen)

  Jenis Pemeriksaan Penetrasi 60/70 Satuan

  Min Max Penetrasi (250 C, 100 gr, 5 det)

  60 79 0,1 mm Titik Lembek (ring ball)

  48

  58

  0 C Titik Nyala, Cleaveland

  0 C ≥ 200 ≥ 225

  Daktilitas (250 C, 5 cm/menit) cm ≥ 100 ≥ 100

  Solubilitas/ Kelarutan dlm CCl4

  14 14 %

  • Kehilangan berat, 1630 C, 5 jam 0,8 % 54 % semula
  • Penetrasi setelah kehilangan berat 1 gr/cc
  • Berat Jenis (25 0 C) Sumber : Bina Marga (1989), SNI No. 1737 – 1989 – F Berdasarkan tabel 2.3. di atas diketahui bahwa tujuan pemeriksaan titik lembek adalah mengukur nilai temperatur dimana bola-bola baja mendesak turun lapisan aspal yang ada pada cincin, hingga aspal tersebut menyentuh dasar pelat yang terletak di bawah cincin pada jarak 1 (inch), sebagai akibat dari percepatan pemanasan tertentu. Berat bola baja 3,45 -3,55 gr dengan diameter 9,53 mm. Pemeriksaan ini diperlukan

  50C sebagai batas paling tinggi sifat kekakuan dari aspal yang disebabkan sifat termoplastik. Untuk aspal keras jenis penetrasi 60/70, syarat titik lembek berkisar antara 48 C – 58

  C. Pemeriksaan ini untuk menentukan suhu dimana diperoleh nyala pertama diatas permukaan aspal dan menentukan suhu dimana terjadi terbakarnya pertama kali diatas permukaan aspal. Dengan mengetahui nilai titik nyala dan titik bakar aspal, maka dapat diketahui suhu maksimum dalam memanaskan aspal sebelum terbakar. Besarnya titik nyala yang disyaratkan untuk penetrasi 60/70 minimal 200 C.

F. Hipotesis

  Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Terdapat perbedaan signifikan dari nilai titik lembek sampel aspal penetrasi 60/70 produksi Pertamina dengan aspal penetrasi 60/70 produksi PT. Muara Perdana dan