Afina Luthfi Azmi BAB II

  7 BAB II

  KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Berpikir Kritis

  Berpikir kritis dalam perspektif deskriptif merupakan menyelesaikan suatu masalah dengan tujuan mengambil keputusan yang valid melalui usaha menafsirkan, menguraikan, menganalisis, mengumpulkan, mengevaluasi informasi yang diberikan (Kuswana, 2013: 19). Hal tersebut sejalan dengan pendapat Gokhale (Hendriana dkk, 2017: 96) menyatakan bahwa berpikir kritis melibatkan kegiatan menganalisis, menyintesa dan mengevaluasi konsep.

  Selanjutnya Gleser (Fisher, 2009: 3) mengungkapkan pendapatnya terkait berpikir kritis sebagai berikut: (1) Suatu sikap mau berpikir secara mendalam tentang masalah- masalah dan hal-hal yang berada dalam jangkauan pengalaman sesorang; (2) pengetahuan tentang metode-metode pemeriksaan dan penalaran yang logis; dan (3) semacam suatu ketrampilan untuk menerapkan metode-metode tersebut. Berpikir kritis menuntut upaya keras untuk memeriksa setiap keyakinan atau pengetahuan asumtif berdasarkan bukti pendukungnya dan kesimpulan- kesimpulan lanjutan yang diakibatkannya. Gagasan yang telah dikemukakan sejalan dengan pendapat Ennis

  (Hendriana dkk, 2017: 96) bahwa berpikir kritis adalah suatu proses berpikir secara reflektif disertai alasan yang memfokuskan untuk memutuskan pada apa yang harus dipercaya atau dilakukan. Dari beberapa pendapat mengenai berpikir kritis yang telah dikemukakan diatas maka dapat disimpulkan bahwa bahwa kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan berpikir untuk membuat pertimbangan,menganalisis informasi yang diterima dengan cara terlebih dahulu diperiksa dan dibandingkan dengan pengetahuan dan pemahaman yang telah dimiliki sebelumnya sehingga dapat mendukung terciptanya kesimpulan yang tepat dan pada akhirnya dapat menilai akan tindakan yang harus diperbuat. Kemampuan berpikir kritis sangat diperlukan dalam kehidupan manusia. Dimana dalam kehidupan dituntut membuat keputusan untuk bertindak. Sebelum bertindak dan memberikan keputusan maka individu harus berpikir secara kritis agar keputusan maupun tindakan yang diambil dapat bermanfaat, tepat, efektif dan efisien. Dengan demikian, kemampuan berpikir kritis perlu dikembangkan termasuk dalam pembelajaran matematika.

  Adapun Ennis (Hendriana dkk, 2017: 96) memaparkan secara spesifik indikator berfikir kritis adalah: 1) Memfokuskan diri pada pertanyaan. 2) Menganalisis dan menjelaskan pertanyaan, jawaban, dan argumen. 3) Mempertimbangkan sumber yang terpercaya. 4) Mendeduksi dan menganalisa deduksi. 5) Menginduksi dan menganalisa induksi. 6) Merumuskan penjelasan, hipotesis, dan kesimpulan. 7) Menyusun pertimbangan yang bernilai. 8) Berinteraksi dengan orang lain.

  Selain itu Gleser (Fisher, 2009: 7) menguraikan landasan berpikir kritis adalah sebagai berikut:

  1) Mengenal masalah. 2) Menemukan cara-cara yang dapat dipakai untuk menangani masalah- masalah itu.

  3) Mengumpulkan dan menyusun informasi yang diperlukan. 4) Mengenal asumsi-asumsi dan nilai-nilai yang tidak dinyatakan. 5) Memahami dan menggunakan bahasa yang tepat jelas, dan khas. 6) Menganalisis data. 7) Menilai fakta dan mengevaluasi pernyataan-pernyataan. 8) Mengenal adanya hubungan yang logis antara masalah-masalah. 9) Menarik kesimpulan-kesimpulan dan kesamaan-kesamaan yang diperlukan.

  10) Menguji kesamaan-kesamaan dan kesimpulan-kesimpulan yang seseorang ambil.

  11) Menyusun kembali pola-pola keyakinan seseorang berdasarkan pengalaman yang lebih luas.

  12) Membuat penilaian yang tepat tentang hal-hal dan kualitas-kualitas tertentu dalam kehidupan sehari-hari.

  Berdasarkan pendapat dan indikator yang dikemukakan para ahli tersebut maka dirumuskan indikator kemampuan berpikir kritis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Menganalisis dan mengklarifikasi situasi masalah matematika.

  2) Mengamati dengan memberi penjelasan atau alasan atas jawaban. 3) Memeriksa kebenaran pernyataan disertai dengan penjelasan.

  4) Membuat penilaian yang tepat berdasarkan situasi masalah matematika 1.

   Disposisi Matematis

  Polking (Hendriana dkk, 2017: 130) menyatakan bahwa disposisi matematika yaitu keinginan, kesadaran, kecendrungan, dan dedikasi yang kuat untuk berpikir dan melaksanakan kegiatan matematik (doing

  

mathematics ) dengan cara yang positif. Selanjutnya Klipatrick, Swafford

  dan Findel (La Moma, 2016: 82) menyatakan disposisi matematis sebagai

  

productive disposition (disposisi produktif) adalah pandangan terhadap

  matematika sebagai sesuatu yang logis dengan menghasilkan sesuatu yang berguna. Lebih jelasnya lagi Wardani (Hendriana dkk, 2017: 130) merinci disposisi matematis yaitu ketertarikan dan apresiasi terhadap matematika yang ditunjukkan melalui kecendrungan berpikir dan bertindak dengan positif, termasuk kepercayaan diri, keingintahuan, berbagi dengan orang lain, reflektif dan melaksanakan kegiatan matematis.

  Berdasarkan pendapat para ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa disposisi matematis adalah suatu sikap yang positif terhadap kegiatan matematika. Disposisi matematis tidak hanya cukup ditunjukkan dengan kesenangan siswa terhadap matematika, tapi diikuti pula dengan sikap-sikap atau tindakan positif dalam kegiatan matematika yang pada akhirnya memunculkan keyakinan terhadap daya guna matematika dalam kehidupan.

  Sehubungan dengan hal tersebut maka dijelaskan oleh Perkins dkk (Aminah, 2015: 56) bahwa: disposisi memiliki tiga elemen berikut (1) kecendrungan siswa dalam menyelesaikan tugas, (2) kepekaan siswa terhadap kesempatan dan ketelitian dalam menyelesaikan tugas, serta (3) kemampuan siswa untuk menindaklanjuti tugas. Adapun indikator disposisi matematis menurut Polking (Hendriana dkk, 2017: 130) sebagai berikut:

  1) Rasa percaya diri dalam menggunakan matematika, memecahkan masalah, memberi alasan dan mengkomunikasikan ide matematis.

  2) Bersifat lentur dalam menyelidiki ide matematis dan berusaha mencari metode alternatif dalam memecahkan masalah matematis.

  3) Tekun mengerjakan tugas matematis. 4) Menunjukan minat, rasa ingin tahu, dan daya temu dalam melakukan tugas matematis.

  5) Cenderung memonitor, merefleksikan penampilan dan penalaran mereka sendiri.

  6) Menilai aplikasi matematika ke dalam situasi lain dalam matematika dan dalam pengalaman sehari-hari.

  7) Memberikan apresiasi peran matematika dalam kultur dan nilai, dan sebagai alat, dan sebagai bahasa.

  Adapun indikator disposisi matematis yang digunakan dalam penelitian mengacu pada indikator menurut Polking sebagai berikut: 1) Rasa percaya diri dalam kegiatan matematika. 2) Fleksibel dan mencoba berbagai alternatif cara dalam memecahkan masalah matematika.

  3) Tekun mengerjakan tugas matematika. 4) Menunjukan minat dan keingintahuan dalam belajar matematika.

  5) Memonitor dan merefleksi hasil belajar matematika. 6) Menilai aplikasi matematika.

2. Double Loop Problem Solving

  Shoimin (2014: 68) menyatakan double loop problem solving adalah inovasi pembelajaran pemecahan masalah yang mengutamakan mencari penyebab utama dari timbulnya masalah dan biasanya berkenaan untuk jawaban dari pertanyaan mengapa. Lebih lanjut Sharples dkk (2014: 4) mengungkapkan bahwa pembelajaran double loop tidak hanya mencari cara untuk memecahkan masalah atau mencapai tujuan, tapi juga mererefleksikan proses tersebut, mempertanyakan asumsi yang diberikan, serta melakukan pertimbangan bagaimana solusi menjadi lebih efektif.

  Ciri khas double loop problem solving dikemukakan oleh Shoimin (2014: 68) yaitu pada pemecahan masalah yang bekerja dengan dua tahapan atau dua loop yang berbeda tetapi saling berkaitan. Pada loop pertama, siswa diarahkan untuk menemukan, merancang dan menerapkan solusi sementara dari permasalahan yang disajikan. Sementara pada loop kedua, siswa dituntut untuk menyelasaikan permasalahan dengan level yang lebih tinggi namun masih berkaitan dengan permasalahan pertama dan kemudian merancang dan menerapkan solusi dari akar masalah.

  Berdasarkan itu, maka double loop problem solving menghadapkan siswa pada masalah untuk diteliti yang memungkinkan siswa mendapatkan pengetahuan, pengalaman menemukan dan juga mengenali masalah dari kegiatan matematika yang dilakukan. Double loop problem solving berakibat pada kemampuan siswa dalam pengambilan keputusan, karena secara tidak langsung siswa dilatih untuk mengelola pemikirannya, berpikir secara reflektif dan juga kreatif.

  Secara umum Shoimin (2014: 70) merumuskan langkah-langkah yang termuat dalam double loop problem solving yaitu: 1) Identifikasi. 2) Deteksi kasual. 3) Solusi tentatif. 4) Pertimbangan solusi. 5) Analisis kasual. 6) Deteksi kasual lain dan rencana solusi yang terpilih.

  Lebih lanjut Lestari dan Yudhanegara (2017: 70) mengemukakan tahapan-tahapan double loop problem solving yang dapat dilakukan dalam pembelajaran adalah: 1) Siswa dikelompokkan menjadi beberapa kelompok yang heterogen.

  2) Pembelajaran diawali dari situasi masalah yang relavan dengan pengalaman siswa.

  3) Siswa menuliskan pertanyaan yang berkualitas sesuai dengan bahasa sendiri.

  4) Mengajukan pertanyaan yang berkualitas sesuai dengan situasi masalah. 5) Mengidentifikasi sebab utama dalam proses penyelesaian masalah. 6) Menemukan solusi utama dan implementasi solusi. 7) Laporan kelompok.

  Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan langkah- langkah pembelajaran double loop problem solving dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1 Langkah-langkah Double Loop Problem Solving Tahap Deskripsi

  Loop Pertama

  Identifikasi Siswa mendapatkan permasalahan matematika, selanjutnya melakukan identifikasi dari suatu masalah yang diberikan guru. Deteksi Kasual Siswa mendeteksi penyebab dari masalah yang diberikan dengan kegiatan mencari penyebab dari permasalahan tersebut. Solusi tentatif Siswa menyimpulkan hasil jawabannya, dimana hasil jawaban tersebut merupakan solusi pada permasalahan di loop pertama.

  Loop Kedua

  Pertimbangan solusi Siswa mendapatkan permasalahan baru dengan tingkat yang lebih tinggi dan masih berkaitan dengan permasalahan pada loop pertama. Kegiatan ini menuntut siswa agar mempertimbangkan solusi sebelumnya yang sudah ditentukan. Analisis Kasual Siswa melakukan kegiatan menganalisis permasalahan yang diberikan.

  Deteksi kasual lain Siswa mengidentifikasi penyelesaian masalah dan rencana kasual pada loop kedua dan menganalogikan hasil dari terpilih masalah di loop pertama dengan loop kedua untuk merumuskan kesimpulan.

A. Penelitian Relavan

  Beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya sebagai pendukung penelitian yang akan dilakukan agar memiliki dasar pemikirin yang cukup kuat antara lain sebagai berikut:

  a. Penelitian yang dilakukan oleh Nor Anisah pada tahun 2017 menjelaskan bahwa melalui perlakuan model pembelajaran double loop problem solving nilai rata-rata tes akhir siswa adalah 80,41. Hasil dari analisis regresi sederhana yang dilakukan menunjukan bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran double loop problem solving terhadap kemampuan berpikir kritis matematika siswa pada materi persamaan linear satu variabel pada kelas VII C MTs Ni’matul Aziz Tahun Pelajaran 2016/2017.

  b. Penelitian yang dilakukan oleh Vivin Windharti dkk pada tahun 2015 menyatakan bahwa terdapat peningkatan disposisi matematis siswa setelah diterapkan pendekatan problem solving dalam materi operasi bilangan bulat dengan diperoleh kontribusi pendekatan problem solving terhadap disposisi matematis sebesar 49.83%.

  c. Penelitian yang dilakukan oleh Lucky Heriyanti Jufri pada tahun 2015 menyatakan bahwa terjadi peningkatan literasi matematis level 3 secara signifikan pada siswa dengan kategori KAM tinggi dan sedang. Peneliti menjelaskan lebih lanjut bahwa penggunaan double loop problem solving memberikan pengaruh terhadap literasi matematis level 3 siswa disebabkan beberapa hal, diantaranya yaitu: 1) pemberian masalah kepada siswa dapat membiasakan siswa untuk menerapkan strategi pemecahan masalah yang tepat sehingga dapat menjawab pertanyaan yang diberikan, 2) DLPS menekankan tentang informasi yang dikumpulan, bagaimana informasi yang dikumpulkan dapat dimanfaatkan dengan baik. Sehingga siswa dapat menghubungkan soal yang diberikan dengan konsep pelajaran yang telah mereka pelajari dengan baik, 3) DLPS dimulai dengan mencari penyebab langsung dari timbulnya suatu masalah, kemudian menyelesaikan masalah 'tersebut sesuai dengan analisis penyebab langsung yang telah dilakukan.

B. Kerangka Pikir

  Pentingnya kemampuan berpikir kritis dan disposisi matematis berdasarkan tujuan pembelajaran matematika kurikulum 2013 revisi 2017 tidak sejalan dengan kenyataan yang ada. Masih rendahnya kemampuan berpikir kritis dan disposisi matematis siswa membuat guru harus mencari solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut.

  Kemampuan berpikir kritis siswa dapat dikatakan tercapai apabila memenuhi indikator-indikator kemampuan berpikir kritis. Dimana siswa dituntut untuk dapat berpikir sampai tahap analisis-evaluasi. Sementara itu, disposisi matematis siswa dapat dikembangkan jika siswa terbiasa dihadapkan dengan permasalahan matematika yang relavan dengan kehidupannya, serta dalam lingkungan belajar yang memfasilitasi peran aktif siswa sehingga terjadi kegiatan negosiasi antara siswa dengan siswa dan siswa dengan guru.

  Salah satu model pembelajaran yang dapat mempengaruhi kemampuan berpikir kritis dan disposisi matematis siswa adalah double loop problem

  

solving . Double Loop Problem Solving memungkinkan siswa untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran dengan merancang dan menerapkan solusi dari permasalahan yang disajikan, serta membuktikan kebenaran dari suatu penyelesaian masalah.

  Uraian diatas memberikan gambaran terdapat keterkaitan antara double

  Loop Problem Solving

  problem solving terhadap

  Terdapat pengaruh double loop

  kemampuan berpikir kritis siswa Kemampuan Berpikir Kritis Disposisi Matematis

  problem solving terhadap

  Terdapat pengaruh double loop

  Double Loop Problem Solving

  Pembelajaran dengan menggunakan

  Langsung Solusi:

  Kelas Kontrol: Pembelajaran

  Menerapkan Double

  loop problem solving dan kemampuan berpikir kritis, serta terhadap disposisi

  Proses Pembelajaran Kelas Eksperimen:

  4. Saat menghadapi soal yang kurang dipahami siswa tidak bertanya melainkan menunggu jawaban dari guru.

  3. Siswa akan mengerjakan soal apabila sudah ada contoh penyelesaiannya.

  2. Siswa tidak dapat memberikan argumen atau alasan yang sahih dalam menjawab atau menyelesaikan masalah sekalipun jawaban yang diberikan adalah benar.

  1. Siswa kurang ingin mencari tahu informasi (kritis) mengenai rumus/teorema yang diberikan oleh guru.

  SMP N 1 Rembang rendah Kondisi saat ini:

  Permasalahan: Kemampuan berpikir kritis dan disposisi matematis siswa kelas VII

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir

  matematis. Untuk lebih jelasnya, kerangka pikir yang dibangun dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

  disposisi matematis siswa

C. Hipotesis Penelitian

  Berdasarkan deskripsi konseptual dan kerangka pikir yang telah diuraikan, maka dapat diajukan hipotesis penelitian ini sebagai berikut:

  1. Double loop problem solving berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis.

  2. Double loop problem solving berpengaruh terhadap disposisi matematis.