A. Lansia - Kiki Septiana Hermawan BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Lansia

  1. Pengertian Lanjut usia menurut (Reimer 1999, dalam Stanley dan Beare, 2007) berdasarkan karateristik sosial masyarakat yang menganggap bahwa orang telah tua jika menunjukkan ciri fisik seperti rambut beruban, kerutan kulit, dan hilangnya gigi. Peran masyarakat tidak bisa lagi melaksanakan fungsi peran orang dewasa, seperti pria yang tidak lagi terikat dalam kegiatan ekonomi produktif, dan untuk wanita tidak dapat memenuhi tugas rumah tangga. Masyarakat kepulauan Pasifik, seseorang dianggap tua ketika ia berfungsi sebagai kepala dari garis keluarganya.

  Usia tua menurut Hurlock (2006) adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu suatu periode dimana seseorang telah “beranjak jauh” dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan, atau beranjak dari waktu yang penuh manfaat.

  2. Batasan Lanjut Usia Lanjut usia berdasarkan usia kronologis/biologis (WHO dalam maryam, 2008) digolongkan menjadi 4 kelompok yaitu usia pertengahan (middle age) antara usia 45 sampai

  59 tahun, lanjut usia (elderly) berusia antara 60 dan 74 tahun, lanjut usia tua (old) usia 75-90 tahun, dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.

  Lanjut usia menurut Setyonegoro (2002 dalam Azizah, 2011) dikelompokkan menjadi usia dewasa muda (elderly adulhood) yaitu 18 atau 25-29 tahun, usia dewasa penuh (middle years) atau maturitas yaitu 30-60 tahun atau 65 tahun, lanjut usia (geriatric age) lebih dari 65 tahun atau 75 tahun yang dibagi lagi dengan 70-75 tahun (young old), 75-80 tahun (old), Dewasa akhir (late adulthood) atau lanjut usia biasanya merujuk pada tahap siklus kehidupan yang dimulai pada usia 65 tahun. Ahli gerontologi membagi lanjut usia menjadi dua kelompok: young-old, berusia 65-74 tahun; dan old-old, berusia 75 tahun ke atas. Kadang-kadang digunakan istilah oldest old untuk merujuk pada orang-orang yang berusia 85 tahun ke atas (Sadock dan Sadock, 2007).

  Lansia menurut Departemen kesehatan RI terbagi menjadi sebagai berikut:

  • Kelompok menjelang usia lanjut (45-54th) sebagai masa vibrilitas
  • Kelompok usia lanjut (55-64 th) sebagai presenium - Kelompok usia lanjut (>64 th) sebagai senium (maryam, 2008).

3. Ciri-ciri Lanjut Usia

  Ciri-ciri lansia menurut Sabri (2006) adalah sebagai berikut :

  a. Ada perubahan individu yang menonjol sebagai akibat dari usia lanjut, yaitu ketuaan yang bersifat fisik mendahului ketuaan psikologis yang merupakan kejadian yang bersifat umum.

  b. Ada beberapa masalah dari penyesuaian diri dan sosial yang khas bagi usia lanjut, misalnya meningkatnya ketergantungan fisik dan ekonomi pada orang lain, membentuk kontak sosial baru, mengembangkan keinginan dan minat baru serta kegiatan untuk memanfaatkan waktu luang yang jumlahnya meningkat.

  c. Perubahan yang umum terjadi pada masa ini adalah perubahan yang menyangkut kemampuan motorik, perubahan kekuatan fisik, perubahan dalam fungsi psikologis, perubahan pada sistem saraf, perubahan penampilan dan kemampuan seksual, serta kecenderungan sikap yang canggung dan kikuk. kematian pada usia tersebut yang bersifat pribadi tidak abstrak seperti masa-masa sebelumnya.

  e. Di antara sekian banyak bahaya fisik yang bersifat umum yang merupakan ciri usia lanjut, ialah penyakitan, hambatan yang bersifat jasmaniah, kurang gizi, gigi banyak yang tanggal dan hilangnya kemampuan seksual.

  f. Bahaya yang bersifat psikologis meliputi kepercayaan terhadap pendapat klise tentang lanjut usia, perasaan rendah diri, perasaan tidak berguna, perubahan tidak enak akibat perubahan fisik, perubahan pola hidup, perasaan bersalah karena menganggur.

  Ciri-ciri usia lanjut (Hurlock, 2006) adalah :

  a. Periode kemunduran Kemunduran pada usia lanjut sebagian datang dari faktor fisik yang merupakan suatu perubahan pada sel-sel tubuh bukan karena penyakit khusus tapi karena proses menua. Selain itu kemunduran usia lanjut juga datang dari faktor psikologis yaitu sikap tidak senang terhadap diri sendiri, orang lain, pekerjaan, dan kehidupan yang terjadi seiring dengan bertambahnya usia.

  b. Perbedaan individual pada efek menua Setiap orang yang menjadi tua pasti berbeda karena mereka mempunyai sifat bawaan yang berbeda pula, sosio ekonomi, latar pendidikan yang berbeda, dan pola hidup yang berbeda. Perbedaan kelihatan di antara orang-orang yang mempunyai jenis kelamin yang sama, dan semakin nyata bila pria dibandingkan dengan wanita karena menua terjadi dengan laju yang berbeda pada masing-masing jenis kelamin.

  Pada waktu anak-anak mencapai remaja, mereka menilai lanjut usia dalam cara yang sama dengan penilaian orang dewasa, yaitu dalam hal penampilan diri, apa yang dapat dan tidak dapat dilakukannya. Dengan mengetahui bahwa hal tersebut merupakan dua kriteria yang amat umum untuk menilai usia mereka banyak orang berusia lanjut melakukan segala apa yang dapat mereka sembunyikan atau samarkan yang menyangkut tanda-tanda penuaan fisik dengan memakai pakaian yang biasa dipakai orang muda dan berpura-pura mempunyai tenaga muda. Inilah cara mereka untuk menutupi dan membuat ilusi bahwa mereka belum lanjut usia.

  d. Stereotipe pada orang lanjut usia Pendapat klise yang telah dikenal masyarakat tentang lanjut usia adalah pria dan wanita yang keadaan fisik dan mentalnya loyo, usang, sering pikun, jalannya membungkuk, dan sulit hidup bersama dengan siapa pun, karena hari-harinya yang penuh manfaat telah lewat, sehingga perlu dijauhkan dari orang-orang yang lebih muda.

  e. Sikap sosial terhadap lanjut usia Pendapat klise tentang usia lanjut mempunyai pengaruh yang besar terhadap usia lanjut maupun terhadap orang berusia lanjut dan kebanyakan pendapat klise tersebut tidak menyenangkan, maka sikap sosial tampaknya cenderung tidak menyenangkan.

  f. Menua membutuhkan perubahan peran

  Karena sikap sosial yang tidak menyenangkan bagi kaum lanjut usia, pujian yang mereka hasilkan dihubungkan dengan peran usia bukan dengan keberhasilan menumbuhkan rasa rendah diri dan kemarahan, yaitu suatu perasaan yang tidak menunjang proses penyesuaian sosial seseorang.

  g. Penyesuaian yang buruk merupakan ciri-ciri lanjut usia Karena sikap sosial yang tidak menyenangkan bagi kaum lanjut usia, yang nampak dalam cara orang memperlakukan mereka, maka tidak heran lagi kalau banyak orang usia mengembangkan konsep diri yang tidak menyenangkan. Hal ini cenderung diwujudkan dalam bentuk perilaku yang buruk dengan tingkat kekerasan yang berbeda pula. Mereka yang masa lalunya sulit dalam menyesuaikan diri cenderung untuk semakin jahat ketimbang mereka yang pada masa lalunya mudah dalam menyesuaikan diri.

  h. Keinginan menjadi muda kembali sangat kuat pada lanjut usia Dewasa ini berbagai cara dilakukan untuk menjadi muda kembali seperti obat- obatan telah mengambil alih tugas-tugas tersebut yang mencoba menahan ketuaan, tukang sihir, ilmu gaib digunakan untuk mencapai tujuan tersebut. Kemudian muncul orang-orang yang mempunyai kekuatan magis yang dipercayai untuk mengubah lanjut usia menjadi lebih muda lagi dan bisa membuat orang tetap awet muda,

4. Tugas perkembangan lansia

  Tugas perkembangan lansia lebih banyak berkaitan dengan kehidupan pribadi seseorang daripada kehidupan orang lain (Hurlock, 2006). Adapun tugas perkembangan lansia adalah:

  1. Menyesuaikan diri dengan menurunnya kekuatan fisik dan kesehatan

  2. Menyesuaikan diri dengan masa pensiun dan berkurangnya income (penghasilan)

  3. Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan hidup

  4. Membentuk hubungan dengan orang-orang seusia

  5. Membentuk pengaturan kehidupan fisik yang memuaskan

  6. Menyesuaikan dengan peran sosial secara luwes

5. Perubahan-Perubahan Pada Lansia

  a. Perubahan fisiologis pada lansia Akibat proses menua terdapat perubahan dalam tatacara pelayanan kesehatannya, yang penyebabnya dapat diakibatkan oleh berbagai hal, yakni (Kane, 1994 dalam Darmojo, 2006):

  1) Perubahan-perubahan anatomik/fisiologik akibat proses menua. Semakin tua usia seseorang maka kemungkinan terjadinya penurunan anatomik atas organ- organnya main besar. (Kane dalam Darmojo, 2006) menyebutkan bahwa fungsi organ akan menurun sebanyak satu persen setiap tahunnya setelah usia 30 tahun. Penurunan fungsional yang lebih nyata aka terlihat setelah usia 70 tahun. 2) Berbagai penyakit atau keadaan patologik sebagai akibat penuaan Penurunan anatomik dan fungsional pada organ akan menyebabkan lebih mudah timbulnya penyakit pada organ yang bersangkutan. 3) Pengaruh psiko-sosial pada fungsi organ. Pengaruh psiko sosial pada fungsi organ ini merupakan efek patologik dari penurunan fungsi organ seperti patologik ketulian yang dapat menyebabkan isolasi, curiga dan depresi. b. Perubahan Psikososial Perubahan psikososial menyebabkan rasa tidak aman, takut, merasa penyakit karena ketergantungan fisik dan sosial ekonomi. Ketergantungan sosial finansial pada waktu pensiun menyebabkan kehilangan rasa bangga, hubungan sosial, kewibawaan, dan sebagainya.

  c. Perubahan Emosi dan Kepribadian Setiap ada kesempatan lansia selalu melakukan instropeksi diri. Terjadi proses kematangan dan bahkan tidak jarang terjadi pemeranan gender yang terbalik. Para wanita lansia bisa lebih tegar dibandingkan lansia pria, apalagi dalam memperjuangkan hak mereka. Sebaliknya, bayak lansia pria yang tidak segan-segan memerankan peran yang 6sering wanita kerjakan, seperti mengasuh cucu, menyiapkan sarapan, membersihkan rumah dan sebagainya. Persepsi tentang kondisi kesehatan berpengaruh kepada kehidupan psikososial, dalam hal memilih bidang kegiatan yang sesuai dan cara menghadapi persoalan hidup.

  Perubahan yang terjadi akibat proses menua (Harlock, 2006) meliputi:

  1. Perubahan Fisik Perubahan dari tingkat sel sampai ke semua sistem organ tubuh, diantaranya sistem pernafasan, pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler, sistem pengaturan tubuh, muskuloskeletal, gastrointestinal, genito urinaria, endokrin dan integumen.

  2. Perubahan Kondisi Mental Pada umumnya lanjut usia mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Perubahan – perubahan mental ini erat sekali kaitannya dengan perubahan fisik, keadaan kesehatan, tingkat pendidikan atau pengetahuan serta situasi lingkungan. Dari segi mental emosional sering muncul perasaan pesimis, timbulnya akan timbulnya suatu penyakit atau takut di telantarkan karena tidak berguna lagi.

  3. Perubahan Psikososial Masalah–masalah ini serta reaksi individu terhadapnya akan sangat beragam, tergantung kepada kepribadian invidu yang bersangkutan. Pada saat ini orang yang telah menjalani kehidupannya dengan bekerja mendadak diharapkan untuk menyesuaikan dirinya dengan masa pensiun. Tetapi bagi banyak pekerja pensiun berarti terputus dari lingkungan dan teman–teman yang akrab dan disingkirkan untuk duduk–duduk dirumah dengan begitu dapat menimbulkan perasaan kesepian akibat pengasingan dari lingkungan sosial, kehilangan hubungan teman dan keluarga, perubahan mendadak dalam kehidupan rutin yang membuat mereka merasa kurang melakukan kegiatan yang berguna, antara lain:

  a. Minat Pada umumnya minat seseorang akan berubah kuantitas dan kualitasnya pada masa lanjut usia. Lazimnya minat dalam aktifitas fisik cenderung menurun dengan bertambahnya usia. Kendati perubahan minat pada usia lanjut jelas berhubungan dengan menurunnya kemampuan fisik, tidak dapat diragukan bahwa hal–hal tersebut dipengaruhi oleh faktor– faktor sosial.

  b. Isolasi dan kesepian Banyak faktor bergabung sehingga membuat orang lanjut usia terisolasi dari yang lain. Secara fisik, mereka kurang mampu mengikuti aktivitas yang melibatkan usaha.Makin menurunnya kualitas indera yang mengakibatkan ketulian, penglihatan yang makin kabur, dan sebagainya. Selanjutnya membuat orang lanjut usia merasa makin manjadi lebih parah adalah perubahan sosial, terutama mengendornya ikatan kekeluargaan. Bila orang lanjut usia tinggal bersama saudaranya, lansia bisa bersikap toleran terhadap mereka, sayangnya mereka jarang menghormatinya sehingga lansia tersebut terisolasi dan merasa hidup sendiri.

  c. Peranan iman Menurut proses fisik dan mental pada usia lanjut memungkinkan orang yang sudah tua tidak begitu membenci dan merasa kuatir dalam memandang akhir dari kehidupan dibanding orang yang lebih muda. Namun demikian, hampir tidak disangkal lagi bahwa iman yang teguh adalah senjata yang paling ampuh melawan rasa takut terhadap kematian. Usia lanjut memang merupakan masa dimana kesadaran religius dibangkitkan dan diperkuat.

  4. Perubahan Kognitif Perubahan pada fungsi kognitif diantaranya :

  a. Kemunduran umumnya terjadi pada tugas–tugas yang membutuhkan kecepatan dan tugas yang membutuhkan memori jangka pendek.

  b. Kemampuan intelektual tidak mengalami kemunduran.

  c. Kemampuan verbal dalam bidang kosakata akan menetap bila tidak ada penyakit.

  5. Perubahan Spiritual a. Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya. b. Lanjut usia makin matur dalam kehidupan keagamaannya, hal ini terlihat dalam berfikir dan bertindak dalam sehari – hari. pada tingkat ini adalah berfikir dan bertindak dengan cara memberikan contoh cara mencintai dan keadilan.

B. Sosialisasi

  Istilah sosialisasi sering diartikan sebagai kemampuan interaksi sosial dan penyesuaian diri seseorang. Sosialisasi adalah suatu proses mental dan tingkah laku yang mendorong seseorang untuk menyesuaikan diri sendiri sesuai dengan keinginan yang berasal dari dalam diri sendiri, yang dapat diterima oleh lingkungannya. Hali ini menunjukkan sosialisasi merupakan reaksi seseorang terhadap rangsangan-rangsangan dari dalam diri sendiri maupun reaksi seseorang terhadap situasi yang berasal dari lingkungannya (Hurlock, 2006).

  Menurut (Ridwan Efendi dkk, 2005), penuaan kesejahteraan lanjut usia adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial, baik material maupun spiritual, yang diliputi rasa keselamatan dan ketentraman lahir batin yang memungkinkan setiap lanjut usia untuk mengadakan pemenuhan kebutuhan jasmani, rohani dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga, serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak dan kewajiban asasi manusia.

  Sosialisasi adalah jika seseorang mampu menyesuaikan diri terhadap orang lain secara umum ataupun terhadap kelompoknya dan memperlihatkan sikap serta tingkah laku yang menyenangkan, untuk itu maka seseorang diterima oleh kelompok atau lingkungannya (Hurlock, 2006).

  Sosialisasi merupakan suatu proses yang berlangsung seumur hidup dimana individu secara kontinu merubah perilaku mereka sebagai respon terhadap situasi yang terpola secara Manusia berinteraksi dengan sesamanya dalam kehidupan untuk menghasilkan pergaulan hidup dalam suatu kelompok sosial. Pergaulan hidup semacam itu baru akan terjadi apabila manusia dalam hal ini orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia bekerja sama, saling berbicara dan sebagainya untuk mencapai tujuan bersama mengadakan persaingan, pertikaian, dan lain-lain. Maka dikatakan bahwa interaksi sosial adalah proses-proses sosial, yang menunjukan pada hubungan-hubungan sosial yang dinamis (Ridwan Efendi dkk, 2005).

  Menurut (Hurlock, 2006) ada empat kriteria sebagai ciri dari sosialisasi atau penyesuaian diri yang baik, yaitu : a. Melalui sikap dan tingkah laku yang nyata (overt performance) yang diperlihatkan seseorang sesuai dengan norma yang berlaku dalam kelompoknya. Berarti seseorang dapat memenuhi harapan dari anggota kelompoknya dan diterima menjadi anggota kelompok tersebut.

  b. Apabila seseorang dapat menyesuaikan diri dengan setiap kelompok yang dimasukinya.

  c. Seseorang memperlihatkan sikap yang menyenangkan terhadap orang lain, mau ikut berpartisipasi dan dapat menjalankan perannya dengan baik sebagai anggota kelompok.

  d. Adanya rasa puas dan bahagia karena dapat mengambil bagian dalam aktivitas kelompoknya.

1. Proses Sosialisasi

  Proses sosialisasi merupakan proses yang kompleks dan bervariasi. Proses dimana seseorang dapat mempelajari cara-cara dari lingkungan sosial sehingga orang tersebut dapat berfungsi di dalamnya. Hal ini menunjukkan proses interaksi sosial dalam sosialisasi. Dalam proses sosialisasi terdapat interaksi sosial antara seseorang dengan Proses sosialisasi dapat diartikan sebagai proses belajar seseorang anggota masyarakat untuk mengenal dan menghayati norma-norma serta nilai-nilai masyarakat tempat seorang menjadi anggota sehingga terjadi pembentukan sikap untuk berperilaku sesuai dengan tuntutan atau perilaku masyarakat (Nasution, 2008).

  Perkembangan sosial merupakan bagian dari berbagai perkembangan lainnya seperti: perkembangan fisik, motorik, emosi, dan penyesuaian sosial. Menurut (Hurlock, 2006) perkembangan sosial merupakan suatu proses sosialisasi untuk memperoleh kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial atau menjadi orang yang mampu bermasyarakat.

  Proses sosialisasi adalah belajar berperilaku yang dapat diterima secara sosial, memainkan peranan sosial yang dapat diterima dan perkembangan sikap sosial. Belajar berperilaku yang diterima secara sosial mempunyai pengertian bahwa setiap kelompok sosial mempunyai standar bagi para anggota mengenai perilaku yang diterima, walaupun harus menyesuaikan perilaku dengan patokan yang dapat diterima atau berlaku umum. Memainkan peran sosial yang dapat diterima bahwa setiap kelompok sosial mempunyai pola kebiasaan yang telah ditentukan dengan saksama oleh anggota dan menuntut untuk dipatuhi. Perkembangan sikap sosial adalah kemampuan untuk bermasyarakat atau bergaul dengan baik dan diterima sebagai anggota dimana mereka menggabungkan diri (Elly, dkk 2005).

  Menurut (Lutfi, 2011) bentuk umum proses-proses sosialisasi adalah interaksi sosial (yang dapat juga dinamakan proses sosial), oleh karena itu interaksi sosial merupakan merupakan bentuk-bentuk khusus dari sosialisasi. Apabila dua orang bertemu, interaksi dimulai : pada saat itu mereka saling menegur, berjabat tangan, saling berkomunikasi, saling memberikan perhatian atau bahkan berkelahi. Aktivitas-aktivitas semacam itu merupakan bentuk-bentuk dari sosialisasi. Hubungan interaksi sosial yang terjalin antara lansia dengan anggota keluarga, yaitu :

  1. Baik : saling bertegur sapa, berkomunikasi, dan saling memberikan perhatian apabila bertemu dengan anggota keluarga.

  2. Sedang : menegur jika ditegur 3. Buruk : tidak ada interaksi sosial yang dilakukan bila bertemu anggota keluarga.

  Interaksi sosial proses dimana orang-orang berkomunikasi saling mempengaruhi dalam pikiran dan tindakan. Seperti kita ketahui, bahwa manusia dalam kehidupannya sehari-hari tidaklah lepas dari hubungan satu dengan yang lain. Ada beberapa pengertian interaksi sosial yang ada di lingkungan masyarakat (Ridwan dkk,2005), diantaranya : a. Menurut H. Boner (1976) dalam bukunya Social Psikology, memberikan rumusan interaksi sosial, bahwa interaksi sosial adalah hubungan antara dua individu atau lebih, dimana kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan individu yang lain atau sebaliknya.

  b. Menurut Gillin dan Gillin (1954) yang menyatakan bahwa interaksi sosial adalah hubungan-hubungan antara orang-orang secara individual, antar kelompok orang, orang perorangan dengan kelompok. c. Interaksi sosial merupakan hubungan timbsl balik antara individu dengan individu, antar kelompok dengan kelompok, antara individu dengan kelompok (Elly dkk,

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Sosialisasi

  Menurut (Hurlock, 2006) ada beberapa faktor yang mempengaruhi sosialisasi, yaitu:

  a. Faktor keluarga Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan manusia dimana seseorang belajar dan menyatakan diri sebagai makhluk sosial di dalam hubungan interaksi dengan kelompoknya. Apabila interaksi sosial didalam keluarga tidak lancar, maka besar kemungkinannya bahwa interaksi sosialnya di masyarakat juga berlangsung dengan tidak lancar. Keluarga sangat berperan sebagai tempat manusia berkembang sebagai manusia sosial, terdapat pula peranan-peranan tertentu di dalam keluarga yang dapat mempengaruhi perkembangan individu sebagai makhluk sosial.

  b. Pengaruh teman Bersama teman sebaya seseorang belajar bergaul dengan sesamanya. Partisipasi dalam pergaulan dengan teman sebaya memberikan kesempatan yang besar bagi diri sendiri. Melalui pergaulan dengan teman sebaya seseorang mampu mempelajari peranan sosial di dalam masyarakat. Selain itu kelompok sosial berperan penting dalam mengembangkan sikap sosialbilita atau mengembangkan tingkah laku manusia.

  c. Penerimaan diri

  Hal ini mendasari tingkah laku yang mengarah pada penyesuaian yang baik. Orang yang bisa menerima dirinya akan bisa menerima orang lain, berminat kelamahan orang lain dan bersedia membantu mereka, karena dengan demikian kesempatan untuk diterima oleh lingkungan sosialnya akan meningkat.

  d. Lingkungan Dapat dikatakan bahwa lingkungan di masyarakat dimana individu tersebut tinggal dapat mempengaruhi tindakan atau perilakunya, sehingga ketika individu tersebut memasuki lingkungan yang baru harus mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungan sosialnya yang baru tersebut, karena jika tidak maka individu tersebut tidak akan dapat diterima di lingkungan tersebut.

3. Aspek Sosialisasi

  Perkembangan aspek sosialisasi adalah kemampuan untuk berinterkasi dan bersosialisasi dengan lingkungannya. Pada awalnya seseorang hanya mengenal orang- orang yang paling dekat dengan dirinya, kemudian tinggal serumah. Semakin bertambah usia maka akan semakin luas pergaulan yang telah dikembangkan. Seseorang sangat perlu berinteraksi sosial dengan teman sebaya, lingkungan, perlu diajar mengenai aturan- aturan, serta sopan santun. Perkembangan aspek sosialisasi akan optimal bila interkasi sosial dilakukan sesuai dengan kebutuhan seseorang pada berbagai thapa perkembangannya (Lutfi, 2011).

  Stuart dan Laraia (2008) juga mengemukakan bahwa masalah kesehatan mental pada lansia tergantung pada faktor fisiologis dan status psikologis, kepribadian, dukungan sistem sosial, sumber ekonomi dan gaya hidup. Pada masa lansia, individu dituntut untuk dapat bersosialisasi kembali dengan kelompok, lingkungan dan generasi kelompok sosialnya (Atchley & Barusch, 2004 dalam Anny dkk, 2012).

  Aspek personal sosial berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. Kematangan sosial merupakan suatu evolusi perkembangan perilaku, dimana nantinya seseorang dapat mengekspresikan pengalamannya secara utuh dan belajar secara bertahap untuk meningkatkan kemampuannya menjadi mandiri, bekerjasama dengan orang lain dan bertanggung jawab terhadap kelompoknya. Kemampuan perkembangan sosial yang normal ditunjukkan dengan kemampuan bersosialisasi dan berkomunikasi. Kesempatan untuk bersosialisasi dengan lingkungan akan memberikan pengaruh yang menguntungkan, karena melalui sosialisasi seseorang akan memeperoleh banyak stimulasi sosial yang bermanfaat bagi perkembangan sosialnya (Lutfi, 2011).

  Ada tiga aspek sosialisasi pada manusia menurut (Ridwan, dkk, 2005) yaitu :

  a. Aspek hubungan antar pribadi Aspek ini mengungkap bagaimana cara yang dilakukan individu untuk membangun dan menjalin hubungan dengan sesama, misalkan perialaku seseorang ketika bertemu dengan temannya, bagaimana memulai percakapan dengan orang lain.

  b. Aspek pengisian waktu luang

  Aspek ini mengungkapkan kegiatan yang dilakukan pada saat seseorang sedang ada waktu luang atau tidak ada kesibukan, berbincang-binacang dengan orang c. Aspek ketrampilan dalam menghadapi situasi

  Aspek ini menunjukkan seseorang akan rasa tanggung jawab dan kepekaan terhadap orang lain serta bagaimana menghadapi situsi sosial, misalkan seseorang meminta bantuan dan bagaiamana respon seseorang jika dalam situasi yang menyenangkan.

  Motivasi lanjut usia yang pokok adalah atas dasar ingin di hargai di masyarakat. Adapun pokok-pokok Social Exchange Theory menurut (Ridwan Efendi dkk, 2005) adalah sebagai berikut: a. Masyarakat terdiri dari aktor-aktor sosial yang berupaya mencapai tujuan masing- masing.

  b. Dalam upaya tersebut terjadi interaksi sosial yang memerlukan biaya dan waktu.

  c. Untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai, seseorang individu perlu mengeluarkan biaya.

  d. Aktor senatiasa berusaha mencari keuntungan dan mencegah kejadian mengalami kerugian. Hanya interaksi ekonomis saja yang dipertahankan.

C. Kesepian

1. Pengertian

  Kesepian merupakan perasaan tersisihkan, terpencil dari orang lain, karena merasa berbeda dengan orang lain sehingga individu cenderung mengisolasikan diri dari kerumunan orang-orang. Kesepian merupakan hal yang bersifat pribadi dan akan ditanggapi berbeda oleh setiap orang, bagi sebagian orang kesepian merupakan hal yang bisa diterima secara normal namun bagi sebagian orang kesepian bisa menjadi sebuah kesedihan yang mendalam. lebih sedikit dan lebih tidak memuaskan daripada yang diinginkan oleh orang tersebut (Peplau dan Perlman 1980 dalam Baron dan Bryne, 2005).

  Kesepian merupakan kondisi dimana orang merasa tersisih dari kelompoknya, tidak diakui eksistensinya, tidak diperhatikan oleh orang-orang sekitarnya, tidak ada tempat berbagi rasa, terisolasi dari lingkungan sehingga menimbulkan rasa sunyi, sepi, pedih dan tertekan (Hanum, 2008).

  Menurut (Brocklehurst-Allen,1987,dalam Darmojo 2009) kesepian atau loneliness, biasanya dialami oleh seseorang lanjut usia pada saat meninggalnya pasangan hidup atau teman dekat,terutama bila dirinya sendiri saat itu juga mengalami berbagai penurunan status kesehatan. Harus dibedakan antara kesepian dengan hidup sendiri. Banyak diantara lansia yang hidup sendiri tidak mengalami kesepian,karena aktivitas sosial yang masih tinggi tetapi dilain pihak terdapat lansia yang walaupun hidup di lingkungan yang beranggotakan cukup banyak,tetap mengalami kesepian (Darmojo,2009).

  Kesepian menurut Gierveld (1980 dalam Latifa, 2008) adalah kondisi isolasi sosial yang subyektif(subjective social isolation), dimana situasi yang dialami individu tersebut dirasa tidak menyenangkan dan tidak diragukan lagi terjadi kekurangan kualitas hubungan (lack of quality ofrelationship).

  Deaux, Dane dan Wrightsman (2002) menyimpulkan ada tiga elemen dari definisi kesepian yang dikemukakan oleh Peplau dan Perlman, yaitu:

  1. Merupakan pengalaman subjektif, yang mana tidak bisa diukur dengan observasi sederhana

  2. Kesepian merupakan perasaan yang tidak menyenangkan sosial.

2. Jenis Kesepian Perasaan kesepian dalam dua jenis yaitu kesepian emosional dan kesepian sosial.

  Dalam kesepian emosional, seseorang merasa tidak memiliki kedekatan dan perhatian dalam berhubungan sosial, merasa tidak ada satu orang pun yang peduli terhadapnya, sedangkan kesepian sosial muncul dari kurangnya jaringan sosial dan ikatan komunikasi atau dapat dijelaskan sebagai suatu respon dari tidak adanya ikatan dalam suatu jaringan sosial (Weiss dalam Sharma, 2002).

  Perasaan kesepian menurut Weiss (1997 dalam Sears, 2004) dapat dibedakan kedalam 2 (dua) tipe, yaitu : a. Kesepian Emosional (Emotional Loneliness)

  Kesepian ini terjadi karena tidak adanya figur kelekatan dalam hubungan intimnya, seperti anak yang tidak ada orang tuanya atau orang dewasa yang tidak memiliki pasangan atau teman dekat. menurut De Jong Gierveld & Van Tilburg, (2006) kesepian emosional adalah kurangnya kedekatan emosional dengan seseorang sehingga tidak dapat bergantung kepada siapapun, tidak adanya hubungan intim atau keterikatan emosional yang dekat, misalnya dengan pasangan atau sahabat. Kesepian emosional dapat terjadi karena tidak adanya hubungan dekat dengan orang lain, kurang adanya perhatian satu samalain. Jika individu merasakan hal ini, meskipun dia berinteraksi dengan orang banyak dia akan tetap merasa kesepian.

  Dalam kesepian emosional, seseorang merasa tidak memiliki kedekatan dan perhatian dalam berhubungan sosial, merasa tidak ada satu orang pun yang peduli terhadapnya, atau dapat dijelaskan sebagai suatu respon dari tidak adanya ikatan dalam suatu jaringan sosial (Juniarti dkk,2008).

  b. Kesepian Situasional (Situational Loneliness) Kesepian ini terjadi ketika sesorang kehilangan interaksi sosial atau komunitas yang didalamnya terdapat hubungan sosial. Kesepian ini disebabkan karena ketidakhadiran orang lain, sehingga tidak terjadi interaksi antara satu sama lain dan menyebabkan kesepian/kesunyian pada orang tersebut.

  Kesepian menurut Sadler (1996 dalam Latifa, 2007) terbagi menjadi lima jenis, yaitu : a. Interpersonal Loneliness Manakala individu merindukan seseorang yang dahulu pernah dekat dengannya dan melibatkan kesedihan yang mendalam sehingga individu mencari-cari orang baru untuk dicintai. Tapi jika menemukan orang yang potensial menjadi pasangan baru sebelum ia mampu mengatasi kesedihan terdahulu, maka individu akan takut atau menolak.

  b. Kesepian Sosial (Social Loneliness) Perasaan ketika individu tidak ingin terpisah dari kelompok sosial yang dianggap penting bagi kesejahteraannya dan tidak ada hal lain yang dapat ia lakukan untuk mengatasi hal itu sekarang.

  c. Culture Shock Terjadi ketika individu pindah ke suatu lingkungan kebudayaan baru.

  d. Kesepian Kosmik (Cosmic Loneliness) menjalin suatu hubungan yang sempurna dengan orang lain.

  e. Kesepian Psikologikal (Psychological Loneliness) Kesepian ini datang dari kedalaman hati individu, baik itu yang berasal dari situasi masa kini ataupun sebagai reaksi dari trauma masa lalu.

3. Ciri-ciri Kesepian

  Orang yang kesepian menurut Baron dan Bryne (2005) cenderung untuk menjadi tidak bahagia dan tidak puas dengan diri sendiri, tidak mau mendengar keterbukaan intim dari orang lain dan cenderung membuka diri mereka baik terlalu sedikit atau terlalu banyak, merasakan kesia-siaan (hopelessness), dan merasa putus asa.

  Orang yang kesepian menurut Robinson (2004) akan merasa terasing dari kelompoknya, tidak merasakan adanya cinta disekelilingnya, merasa tidak ada yang peduli dengan dirinya dan merasakan kesendirian, serta merasa sulit untuk mendapatkan teman.

  Orang yang kesepian menurut Myers (1990 dalam Martin , 2001) secara kronologis kelihatan terjebak di dalam lingkaran setan yang merupakan kegagalan diri dalam kognisi sosial dan perilaku sosial. Orang yang kesepian memiliki penjelasan yang negatif terhadap depresi yang dialami, menyalahkan diri sendiri atas hubungan sosial yang buruk dan berbagai hal yang berada di luar kendali (Anderson dan Snodgrass 1976 dalam McGhie, 2003). Pandangan negatif tersebut akan mempengaruhi keyakinannya dan akan menyebabkan orang yang mengalami kesepian kehilangan kepercayaan sosial dan menjadi pesimis terhadap orang lain, yang justru akan menghambatnya dalam mengurangi kesepian mereka.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesepian

  Faktor yang mempengaruhi kesepian (Middlebrook 1977 dalam Turnip, 2005) adalah sebagai berikut :

a. Faktor Psikologis

  1) Kesepian Eksistensial Keterbatasan manusia yang terpisah dari orang lain sehingga seseorang tersebuttidak mungkin berbagi perasaan dan pengalaman dengan orang lain dan seseorang tersebut harusmengambil keputusan sendiri dan menghadapai ketidakpastian.

  2) Pengalaman Traumatis Kehilangan seseorang yang sangat dekat secara tiba-tiba bisa menyebabkan orang merasa kesepian, tetapi akan lebih sanggup mentolerir kesepian bila sering mengalaminya atau orang itu sendiri yang mulai menjauh dari orang orang yang dekat padanya.

  3) Kurang dukungan dari lingkungan Seseorang bisa mengalami kesepian bila merasa tidak sesuai dengan lingkungannya, sehingga orang tersebut menganggap dirinya diabaikan dan ditolak oleh lingkungan. 4) Krisis dalam diri dan kegagalan

  Seseorang bisa kehilangan semangat dan menghindar dari lingkungannya bila merasa harga dirinya terganggu karena harapannya tidak terpenuhi, hal ini dapat 5) Kurangnya percaya diri

  Kesepian dapat terjadi bila seseorang kurang dapat mengungkapkan diri sepenuhnya dan hanya mampu berhubungan secara formil saja.Kalaupun bisa berhubungan sosial dengan cukup baik, tetap saja merasa kurang dilibatkan. 6) Kepribadian yang pemalu sesuai dengan lingkungan Orang-orang yang temperamen tertentu seperti pemalu dan yang tidak mampu berhubungan sosial akan menarik diri dari lingkungan. 7) Ketakutan menanggung resiko sosial

  Seseorang merasa takut untuk terlalu dekat dengan orang lain, karena khawatir akan ditolak. Kedekatan sosial dilihat sebagai sesuatu yang berbahaya dan penuh resiko.

b. Faktor Situasional

  1) Takut dikenal orang lain Seseorang yang takut dikenal secara mendalam oleh orang lain akan cenderung menghilangkan kesempatan untuk berhubungan dekat dengan orang lain, sehingga orang tersebut tidak punya teman berbagi rasa. 2) Nilai-nilai yang berlaku pada lingkungan sosial

  Nilai-nilai yang dianut seperti privasi dan kesuksesan dapat menyebabkan seseorang merasa kesepian karena ia merasa terikat oleh nilai tersebut.

  3) Kehidupan di luar rumah

  Rutinitas diluar rumah seperti kerja menyebabkan kurangnya kehangatan hubungan seseorang dengan orang-orang tertentu.

  4) Kehidupan di dalam rumah Rutinitas dirumah seperti adanya jam makan, tidur, mandi akan menyebabkan kejenuhan pada pelakunya.

  5) Perubahan pola-pola dalam keluarga Kehadiran orang lain dalam jangka panjang pada sebuah keluarga akan menyebabkan terganggunyahubungan antar anggota keluarga.

  6) Pindah tempat Seringnya pindah dari satu tempat ke tempat lain akan menyebabkan seseorang tidak dapat menjalin hubungan yang akrab dengan lingkungan baru, sehingga akan menimbulkan kesepian. 7) Desain arsitektur bangunan

  Bentuk bangunan yang canggih juga berpengaruh terhadap interaksi sosial.Hal ini mengingat bangunan-bangunan dapat menyebabkan interaksi sosial menjadi terbatas.

5. Penyebab Kesepian

  Penyebab kesepian pada lanjut usia (Hanum, 2008) ditinjau dari sudut sosiologis antara lain karena beberapa hal sebagai berikut: a. Teralienasi (Terasing)

  Perasaan dapat disebabkan oleh adanya perasaan terasing dalam kehidupan sosial sehingga merasa dirinya sendiri di dunia. Penderitaan akan kesepian ini semakin menyiksa karena merasa tidak mempunyai kawan untuk berbagi rasa dan terisolasi dari kehidupan bermasyarakat.

  Suatu situasi ketika terjadi suatu keadaan tanpa aturan, yaitu collective consciousness (kesadaran kolektif) tidak berfungsi.Kondisi seperti itu terjadi dalam suasana krisis, dimana kebutuhan-kebutuhan tidak terpenuhi dan bertemu dengan keadaan tidak berfungsinya aturan-aturan masyarakat pada akhirnya orang merasa kehilangan arah di dalam kehidupan sosialnya.Lanjut usia yang mengalami kesepian dan depresi dapat disebabkan ketidakmampuan dalam menyesuaikan diri (maladjustment) dengan kondisi lingkungannya. Mereka merasa kecewa dan frustasi dengan keadaan yang ada sehingga mendorong untuk menarik diri dari partisipasi di masyarakat.

  c. Perubahan pada pola kekerabatan Nilai kekerabatan dalam kehidupan keluarga semakin lemah. Mengarah pada bentuk keluarga inti, lanjut usia tidak jarang terpisah jauh dari anak cucu akibat proses urbanisasi. Lanjut usia ditinggalkan oleh anggota keluarga dan kurang diperhatikan, dan banyak diantara mereka hidup sendiri dan kesepian. Keterpisahan lanjut usia dari anggota keluarga menyebabkan mereka tidak intensif mendapat perhatian dan kesejahteraan. Oleh karena itu, perasaan sepi dan tertekan kerap mewarnai para lanjut usia yang ditinggalkan orang-orang yang dicintainya.

  Penyebab umum terjadinya kesepian menurut Martin dan Osborn (2001) ada tiga faktor, yaitu: 1. faktor psikologis

  Harga diri rendah pada lansia disertai dengan munculnya perasaan-perasaan negatif seperti perasaan takut, mengasihani diri sendiri dan berpusat pada diri sendiri.

  Terjadinya perubahan dalam tata cara hidup dan kultur budaya dimana keluarga yang menjadi basis perawatan bagi lansia kini banyak yang lebih menitipkan lansia ke panti dengan alasan kesibukan dan ketidakmampuan dalam merawat lansia. 3. faktor spiritual

  Agama seseorang dapat menghilangkan kecemasan seseorang dan kekosongan spiritual seringkali berakibat kesepian.

  Empat hal yang menyebabkan seseorang mengalami kesepian Menurut Brehm (2002), yaitu:

  a. Ketidakadekuatan dalam hubungan yang dimiliki seseorang Menurut Brehm (2002) hubungan seseorang yang tidak adekuat akan menyebabkan seseorang tidak puas akan hubungan yang dimiliki. Ada banyak alasan seseorang merasa tidak puas dengan hubungan (relationship) yang tidak adekuat. Rubenstein dan Shaver (1991 dalam Brehm 2002) menyimpulkan beberapa alasan yang banyak dikemukakan oleh orang yang kesepian sebagai berikut:

  1. Being unattached: tidak memiliki pasangan, tidak memiliki partner seksual, berpisah dengan pasangan atau kekasih.

  2. Alienation: merasa berbeda, merasa tidak dimengerti, tidak dibutuhkan dan tidak memiliki teman dekat.

  3. Being alone: pulang ke rumah tanpa ada yang menyambut, selalu sendiri.

  4. Forced isolation: dikurung di dalam rumah, dirawat inap di rumah sakit, tidak bisa kemana-mana. pindah rumah, sering melakukan perjalanan.

  b. Terjadi perubahan terhadap apa yang diinginkan seseorang dari suatu hubungan Menurut Brehm (2002) kesepian juga dapat muncul karena terjadi perubahan terhadap apa yang diinginkan seseorang dari suatu hubungan. Pada saat tertentu hubungan sosial yang dimiliki seseorang cukup memuaskan, sehingga orang tersebut tidak mengalami kesepian. Tetapi di saat lain hubungan tersebut tidak lagi memuaskan karena orang itu telah merubah apa yang diinginkannya dari hubungan tersebut. Menurut Peplau (1990 dalam Brehm, 2002), perubahan itu dapat muncul dari beberapa sumber, yaitu:

  1. Perubahan mood. Jenis hubungan yang diinginkan seseorang ketika sedangsenang akan berbeda dengan jenis hubungan yang diinginkan ketikasedang sedih. Bagi beberapa orang akan cenderung membutuhkan orang tuanya ketika sedang senang dan akan cenderung membutuhkan teman-temannya ketika sedang sedih.

  2. Usia. Seiring dengan bertambahnya usia, perkembangan seseorang membawa berbagai perubahan yang akan mempengaruhi harapan atau keinginan (desire) orang itu terhadap suatu hubungan. Jenis persahabatan yang cukup memuaskan ketika seseorang berusia 15 tahun mungkin tidak akan memuaskan ketika orang tersebut berusia 25 tahun.

  3. Perubahan situasi. Banyak orang tidak mau menjalin hubungan emosional yang dekat dengan orang lain ketika mereka sedang membina karir.Namun, ketika karir sudah mapan orang tersebut akan dihadapkan pada kebutuhan yang besar akan suatu hubungan yang memiliki komitmen secara emosional.

  Kesepian berhubungan dengan self-esteem yang rendah. Orang yang memiliki self-esteem yang rendah cenderung merasa tidak nyaman pada situasi yang berisiko secara sosial (misalnya berbicara di depan umum dan berada dikerumunan orang yang tidak dikenal). Dalam keadaan seperti ini orang tersebut akan menghindari kontak-kontak sosial tertentu secara terus-menerus akibatnya akan mengalami kesepian.

  d. Perilaku interpersonal Perilaku interpersonal seseorang yang kesepian akan menyelidiki orang itu untuk membangun suatu hubungan dengan orang lain. Dibandingkan dengan orang yang tidak mengalami kesepian, orang yang mengalami kesepian akan menilai orang lain secara negatif, mereka tidak begitu menyukai dan mempercayai orang lain, menginterpretasikan tindakan dan intensi (kecenderungan untuk berperilaku) orang lain secara negatif, dan cenderung memegang sikap-sikap yang bermusuhan (hostile).

  6. Dampak dari Kesepian dampak dari kesepian menurut Robinson (2004) yaitu : a. Mengalami rendah diri, bergantung pada teman untuk membangun harga dirinya.

  b. Menyalahkan diri sendiri.

  c. Tidak ingin berusaha untuk terlibat pada kegiatan sosial.

  d. Mempunyai kesulitan untuk memperlihatkan diri dalam berkelakuan dan takut untuk berkata ya atau tidak untuk hal yang tidak sesuai.

  e. Takut bertemu orang lain dan menghindari situasi baru. f. Mempunyai persepsi negative tentang diri sendiri.

  g. Merasakan keterasingan, kesendirian dan perasaan tidak bahagia terhadap lingkungan h. Seseorang yang kesepian cenderung menyalahkan diri sendiri atas kekurangan mereka.

  Sebagai contoh, mereka menunjukkan keterbukaan diri yang tidak tepat, perhatian untuk diri sendiri sebagai ganti perhatian terhadap pasangan atau ketidakmampuan untuk membangun keintiman yang nyaman (Frankel dan Prentice 1968 dalam Santrock, 2002). Perasaan ketika kesepian (Brehm, 2002) yaitu:

  a. Desperation , yaitu perasaan yang sangat menyedihkan, mampu melakukan tindakan yang nekat, disertai dengan indikator perilaku yaitu putus asa, tidak berdaya, takut, tidak punya harapan, merasa ditinggalkan serta mudah mendapat kecaman dari orang lain.

  b. Impatient Boredom, yaitu rasa bosan yang tidak tertahankan, jenuh, tidak suka menunggu lama, dengan indikator perilaku seperti tidak sabar, ingin berada di tempat lain, kesulitan menghadapi suatu keadaan, sering marah, serta tidak dapat berkonsentrasi.

  c. Self-Deprecation, yaitu perasaan dimana seseorang mengutuk serta menyalahkan diri sendiri, tidak mampu menyelesaikan masalahnya, dengan indikator perilaku seperti tidak atraktif, terpuruk, merasa bodoh, malu, serta merasa tidak aman.

  d. Depression, merupakan tahapan emosi yang ditandai dengan kesedihan yang mendalam, perasaan bersalah, menarik diri dari orang lain, kurang tidur, dengan indikator perilaku yaitu, sedih, tertekan, terisolasi, hampa, menyesali diri, mengasingkan diri, serta berharap memiliki seseorang yang spesial.

D. DEPRESI

  1. Pengertian Depresi Hawari (2001) mengungkapkan bahwa depresi adalah salah satu bentuk gangguan kelesuan, ketiadaan gairah hidup, perasaan tidak berguna dan putus asa. Santrock (2002) mengungkapkan bahwa depresi dapat terjadi secara tunggal dalam bentuk mayor depresi atau dalam bentuk gangguan tipe bipolar. Depresi mayor adalah suatu gangguan suasana hati atau mood yang membuat seseorang merasakan ketidakbahagiaan yang mendalam, kehilangan semangat, kehilangan nafsu makan, tidak bergairah, selalu mengasihani dirinya sendiri, dan selalu merasa bosan.

  Semiun (2006) mengungkapkan bahwa depresi merupakan salah satu diantara bentuk sindrom gangguan – gangguan keseimbangan mood (suasana perasaan). Mood adalah kondisi perasaan yang terus ada yang mewarnai kehidupan psikologis kita. Perasaan sedih atau depresi bukanlah hal yang abnormal dalam konteks peristiwa atau situasi yang penuh tekanan. Namun orang dengan gangguan mood (mood disorder) yang luar biasa parah atau berlangsung lama dan mengganggu kemampuan mereka untuk berfungsi dalam memenuhi tanggung jawab secara normal.

  Depresi dapat diartikan sebagai salah satu bentuk gangguan alam perasaan yang ditandai dengan perasaan sedih yang berlebihan, murung, tidak bersemangat, perasaan tidak berharga, merasa kosong, putus harapan, selalu merasa dirinya gagal, tidak berminat pada ADL sampai ada ide bunuh diri (Yosep, 2009).

  2. Tipe Depresi

  Menurut Durand dan Barlow (2003) kategorisasi depresi berdasarkan berat tidaknya gangguan ada dua yaitu; a. Depresi berat disebut episode depresi mayor Ini adalah depresi yang paling sering didiagnosis dan paling berat.

  Mengindikasikan keadaan suasana ekstrem yang berlangsung paling tidak selama 2 minggu dan meliputi gejala-gejala kognitif (perasaan tidak berharga dan tidak pasti) dan fungsi fisik yang terganggu (seperti perubahan pola tidur, perubahan pola makan, dan berat badan yang signifikan atau kehilangan banyak energi). Episode ini biasanya disertai dengan hilangnya interes secara umum terhadap berbagai hal dan ketidakmampuan mengalami kesenangan apapun dalam hidup.

  b. Mania Periode kegirangan atau eforia eksesif yang tidak normal yang berhubungan pada beberapa gangguan suasana perasaan.

  c. Hipomanic Episode Versi episode hipomanik yang tidak begitu berat yang tidak menyebabkan terjadinya hendaya berat pada fungsi sosial atau okupasional. Episode manik tidak selalu bersifat problematik, tetapi memberikan kontribusi pada penetapan beberapa gangguan suasana perasaan.

  d. Episode Manik Campuran

  Suatu kondisi dimana individu mengalami kegirangan dan depresi atau kecemasan di waktu yang sama. Juga dikenal dengan sebutan episode manik

  3. Ciri-ciri Depresi Menurut Nevid (2003) ciri-ciri umum dari seseorang yang mengalami depresi adalah: a. Perubahan pada kondisi emosional

  Perubahan pada kondisi mood (periode terus menerus dari perasaan terpuruk, depresi, sedih, atau muram). Penuh dengan air mata atau menangis serta meningkatnya iritabilitas (mudah tersinggung), kegelisahan atau kehilangan kesadaran.

  b. Perubahan dalam motivasi Perasaan tidak termotivasi atau memiliki kesulitan untuk memulai (kegiatan) di pagi hari atau bahkan sulit bangun dari tempat tidur. Menurunnya tingkat partisipasi sosial atau minat pada aktivitas sosial. Kehilangan kenikmatan atau minat dalam aktivitas yang menyenangkan. Menurunnya minat pada seks serta gagal untuk berespon pada pujian atau reward.