BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Lansia - MAR'ATUN SOLIKHAH BAB II
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Lansia Menurut (Maryam, et al2008) menjadi tua ditandai dengan adanya
kemunduran biologis yang terlihat sebagai gejala-gejala kemunduran fisik, antara lain kulit mulai mengendur, timbul keriput, rambut beruban, gigi mulai ompong, pendengaran dan penglihatan berkurang, mudah lelah, gerakan menjadi lamban dan kurang lincah, serta terjadi penimbunana lemak terutama diperut dan panggul. Kemunduran lain yang terjadi adalah kemampuan- kemampuan kognitif seperti suka lupa, kemunduran orientasi terhadap waktu, ruang, tempat, serta tidak mudah menerima hal/ide baru.
Menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-perlahan kemampun jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Constantinedes, 1994; dalam Martono, 2011). Manusia secara progresif akan kehilangan daya tahan terhadap infeksi dan akan menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan struktural yang disebut sebagai “penyakit degeneratif” (seperti hipertensi, aterosklerosis, diabetes mellitus dan kanker) yang akan menyebabkan kita menghadapi akhir hidup dengan episode terminal yang dramatik seperti stroke, infark miokard, koma asidotik, metastasis kanker dsb (Martono & Kris, 2011).
14
B. Diabetes Melitus 1. Definisi
Diabetes Mellitus (DM) adalah kumpulan penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia akibat adanya gangguan sekresi insulin, kerja insulin, ataupun keduanya. Hiperglikemia tersebut berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi, dan kegagalan berbagai organ terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah sehingga diperlukan upaya pencegahan (ADA, 2012). Faktor risiko DM
tipe 2 adalah riwayat keturunan, obesitas, pola makan tidak sehat, stress,
umur, hipertensi, etnis, rusaknya toleransi glukosa, riwayat Diabetes gestasional, kurang nutrisi selama hamil (International Diabetic Federation, 2014).
Diabetes Melitus (DM) atau kencing manis merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh jumlah hormon insulin yang tidak mencukupi atau tidak dapa bekerja secara normal, padahal hormon ini memiliki peran utama dalam mengatur kadar glukosa (gula) didalam darah (Fitria, 2009). Diabetes Melitus (DM) merupakan sekumpulan gangguan metabolik yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) akibat kerusakan pada sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya (Brunner & Suddarth, 2014).
Umur ternyata merupakan salah satu faktor bersifat mandiri dalam pengaruhnya terhadap perubahan toleransi tubuh terhadap glukosa.
Konsentrasi glukosa darah, sampai saat ini baik Diabetes usia lanjut yang diderita sejak muda atau timbul setelah tua, kriteria yang dipakai adalah konsentrasi glukosa darah puasa > 126 mg% menurut American Diabetes Association. Sedangkan menurut WHO konsentrasi glukosa darah puasa > 140% dan 2 jam sesudah makan > 200 mg%. Tua adalah suatu keadaan yang dapat dipandang dari tiga sisi, yaitu sisi kronologis, biologis, dan psikologis. WHO memberikan definisi bahwa seseorang disebut tua atau usia lanjut apabila orang tersebut secara kronologis telah berumur 65 tahun atau lebih (Rochman, 2014).
Diabetes Mellitus Tipe 2 adalah kondisi medis yang ditandai dengan ketidakcukupan atau gangguan fungsi insulin. Insulin adalah suatu hormon yang mengatur ambilan glukosa, sumber energi yang penting untuk tubuh. Tanpa insulin, glukosa tidak dapat memasuki sel dan tetap berada di dalam aliran darah, menyebabkan kadar glukosa darah tinggi (Persify, 2014).
Diabetes Melitus adalah penyakit metabolisme yang merupakan suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang karena adanya peningkatan kadar glukosa darah di atas nilai normal. Penyakit ini disebabkan gangguan metabolisme glukosa akibat kekurangan insulin baik secara absolut maupun relatif. Ada 2 tipe Diabetes Melitus yaitu diabetes tipe I/diabetes juvenile yaitu diabetes yang umumnya didapat sejak masa kanak-kanak dan Diabetes tipe II yaitu Diabetes yang didapat setelah dewasa (RISKESDAS, 2013).
2. Etiologi
Menurut Irianto (2014), DM berdasarkan penyebabnya, menurut
American Association/World Health Organization (ADA/WHO),
diklasifikasikan menjadi 4 macam yaitu :a. DM Tipe I
Disebabkan oleh kerusakan sel beta pankreas akibat reaksi autoimun. Pada tipe ini hormon insulin tidak diproduksi. Kerusakan sel beta tersebut dapat terjadi anak-anak maupun setelah dewasa. Penderita harus mendapat suntikan insulin setiap hari selama hidupnya sehingga dikenal dengan istilah Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM) atau DM yang tergantung pada insulin untuk mengatur metabolisme gula dalam darah. Berdasarkan kondisinya, tipe ini merupakan DM yang paling parah.
b. DM Tipe II
Disebabkan oleh resistensi hormon insulin, karena jumlahreseptor insulinpada permukaan sel berkurang, meskipum jumlah insulin tidak berkurang. Hal ini menyebabkan glukosa tidak dapat masuk kedalam sel insulin,walaupun telah tersedia. Kondisi ini disebabkan oleh obesitas terutama, diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat, kurang olahraga, serta faktor keturunan.
c. DM Tipe Spesifik
Disebabkan kelainan genetik spesifik, penyakit pankreas, gangguan endokrin lain, efek obat-obatan ,bahan kimia, infeksi virus dan lain-lain.
d. DM Kehamilan, terjadi pada saat hamil
3. Tanda dan Gejala Diabetes Melitus
Menurut Prasetyono (2013), Berikut beberapa tanda dan gejalan yang tampak pada penderita Diabetes Melitus , meskipun tidak semua dialami oleh penderita :
a. Adanya peningkatan kadar gula dalam tubuh ( bisa mencapai 160-180 mg/dl ), sehingga air seni penderita mengandung gula.
b. Jumlah urien yang dikeluarkan lebih banyak (polyuria)
c. Sering atau cepat merasa haus/ dahaga (polydipsia)
d. Merasa lapar yang berlebihan atau makan banyak (polyphagia)
e. Frekuensi urine meningkat/ kencing terus ( glysuria)
f. Kehilangan berat badan yang tidak jelas sebabnya
g. Sering kesemutan/mati rasa pada ujung syaraf ditelapak tangan dan kaki.
h. Cepat lelah dan lemah tiap waktu i. Mengalami rabun penglihatan secara tiba-tiba j. Apabila terluka/ tergores (korengan), lambat penyembuhannya k. Mudah terkena infeksi, terutama pada kulit
Kondisi kadar gula yang menurun drastis, menyebabkan seseorang tidak sadarkan diri, bahkan memmasuki tahapan koma.
Menurut Irianto (2014), DM tipe 2 biasanya terjadi pada mereka yang telah berusia diatas 40 tahun, meskipun saat ini prevalensinya pada remaja dan anak-anak semakin tinggi. Secara umum gejala-gejala DM yang telah menahun (kronis) antara lain sebagai berikut: a. Gangguan penglihatan, berupa pandangan yang kabur sehingga penderita sering ganti-ganti kacamata.
b. Gatal-gatal dan bisul. Gatal-gatal biasanya dirasakan pada lipatan kulit diketiak, payudara, dan alat kelamin c. Gangguan saraf tepi (perifer), berupa kesemutan, terutama pada kaki dan terjadi malam hari.
d. Rasa tebal pada kulit, sehingga kadang-kadang penderita lupa memakai sandal atau sepatu e. Gangguan fungsi seksual, berupa gangguan ereksi.
f. Keputihan pada penderita perempuan, akibat daya tahan menurun 4.
Komplikasi
Komplikasi pada DM, dapat berupa komplikasi akut dan komplikasi kronis. Komplikasi kronis, berupa komplikasi kronis vaskuler dan non vaskuler. Komplikasi akut sering terjadi:
a. Hipoglikemia Keadaan penurun kadar glukosa darah dengan gejala berupa gelisah, tekanan darah turun, lapar, mual, lemah, lesu, keringat dingin, gangguan menghitung sederhana, bibir dan tangan genetar, sampai terjadi koma. Kondisi ini harus segera diatasi, dengan diberi gula murni, minum sirup, permen atau makanan yang mengandung karbohidrat seperti roti.
b. Hiperglikemia Keadaan kelebihan gula darah yang biasanya disebabkan oleh gejalanya berupa penurunan kesadaran serta kekurangan cairan
(dehidrasi). c. Ketoasidosis diabetik Keadaan peningkatan senyawa keton yang bersifat asam dalam darah yang berrasal dari asam lemak bebas hasil pemecahan sel-sel lemak jaringan. Gejalan dan tandanya berupa nafsu makan turun, merasa haus, banyak minum, banyak kencing, mual dan muntah, nyeri perut, nadi cepat, pernapasan cepat dan dalam, napas berbau khas (keton), hipotensi, penurunan kesadaran, sampai koma.
Komplikasi kronis vaskuler dan non vaskuler adalah sebagai berikut : 1) Rasa tebal pada lidah, gigi dan gusi, yang mempengaruhi rasa pengecapan 2) Gangguan pendengaran, timbul rasa berdenging pada telinga 3) Gangguan saraf (neuropati diabetic ), berupa rasa teal pada kaki, kesemutan dan kram pada betis. Pada tahap lebih lanjut dapat terjadi gangguan saraf pusat sehingga mulut mencong, mata tertutup sebelah, kiri pincang dan lain sebagainya.
4) Gangguan pembuluh darah, berupa penyempitan pembuluh darah, yaitu miktoangiopati maupun makroangiopati. Mikroangiopati, berupa retinopati, gejala penglihatan kabur sampai buta, juga kelainan fungsi ginjal. Makroangiopati, berupa penyempitan pembuluh darah jantung dan otak dengan berbagai manifestasina. 5) Gangguan seksual
Biasanya berupa gangguan ereksi (disfungsi ereksi ) pada pria maupun impotensi.
6) Kelainan kulit Berupa bekas luka berwarna merah atan kehitaman terutama pada kaki akibat infeksi yang berulang atau luka sukar sembuh.
5. Faktor Resiko Diabetes Melitus
Faktor resiko dan cepat lambatnya seseorang terkena Diabetes Melitus dipengaruhi oleh teori dibawah ini:
a. Riwayat Keluarga Rahayu (2012), Diabetes Melitus dapat menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap penyakit Diabetes Melitus yang disebabkan oleh karena kelainan gen yang mengakibatkan tubuh tidak menghasilkan insulin dengan baik dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien yang memiliki riwayat keturunan Diabetes Melitus lebih banyak (54%) dibandingkan pasien yang tidak memiliki riwayat keturunan Diabetes Melitus (46%).
Sedangkan menurut Samreen Riaz (2009) menyatakan bahwa 25% Diabetes Melitus tipe 1 dan Diabetes Melitus tipe 2 terjadi juga karena faktor keturunan.
Resiko menderita DM bila salah satu orang tuanya menderita DM adalah sebesar 15%. Jika kedua orang tua memiliki DM maka resiko untuk menderita DM adalah 75% (Diabetes UK,2010). Resiko untuk mendapatkan DM dari ibu lebih besar 10-30% dari pada ayah dengan DM. hal ini dikarenakan penurunan gen sewaktu dalam kandungan lebih besar dari ibu. Jika saudara kandung menderita DM maka resiko untuk menderita DM adalah 10% dan 90% jika menderita adalah saudara kembar identik (Diabetes UK, 2010). b. Umur Umur adalah terhitung seorang individu lahir sampai saat berulang tahun terakhir. Umur adalah lamanya hidup dalam tahun yang dihitung sejak dilahirkan (Depkes RI,2008). Selain itu, studi yang dilakukan Sunjaya (2009), juga menemukan bahwa kelompok umur yang paling banyak menderita Diabetes Melitus adalah kelompok umur 45-52 tahun (47,5%). Peningkkatan Diabetes risiko Diabetes seiring dengan umur, khususnya pada usia tersebut mulai terjadi peningkatan intoleransi glukosa. Adanya proses penuaan menyebabkan berkurangnya kemampuan sel β pancreas dalam memproduksi insulin (Sunjaya, 2009). Selain itu pada individu yang berusia lebih tua terdapat penurunan aktifitas mitokondria di sel-sel otot sebesar 35 %. Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar lemak di otot sebesar 30 % dan memicu terjadinya resistensi insulin.
Pada orang-orang yang berumur fungsi organ tubuh semakin menurun, hal ini diakibatkan aktifitas sel beta pankreas untuk untuk menghasilkan insulin menjadi berkurang dan sensifitas sel-sel jaringan menurun sehingga tidak menerima insulin. Sedangkan pasda usia muda yang secara genetik sudah mempunyai Diabetes Melitus juga beresiko mengalami Diabetes Melitus juga beresiko mengalami Diabetes Melitus berkelanjutan jika tidak dapat mengatur pola hidup sehat (Hasdianah,2012).
Umumnya manusia mengalami perubahan fisiologis yang secara drastis menurun dengan cepat setelah usia 40 tahun. Diabetes sering muncul setelah seseorang memasuki usia rawan tersebut, terutama setelah usia 45 tahun pada mereka yang berat badannya berlebih, sehingga tubuhnya tidak peka lagi terhadap insulin.
Diabetes Melitus tipe 2 mengenai individu berusia ≥40 tahun atau ≥45 tahun. Risiko untuk menderita intoleransi glukosa meningkat seiring dengan meningkatnya usia. WHO menyebutkan bahwa tiap kenaikan satu dekade umur, kadar glukosa darah puasa akan naik sekitar 1-2 mg/dl dan 5,6-13 mg/dl pada 2 jam post prandial. Menurut Marrow dan Haller,patofisiologi gangguan intoleransi glukosa pada usia lanjut saat ini masihbelum jelas atau belum seluruhnya diketahui selain faktor intrinsik danekstrinsik seperti menurunnya ukuran masa tubuh dan naiknya lemak tubuh mengakibatkan kecenderungan timbulnya penurunan kerja insulin pada jaringan sasaran. Timbulnya gangguan toleransi glukosa pada usia lanjut semula diduga karena menurunnya sekresi insulin oleh sel beta pankreas.
Sementara ahli lain menemukan bahwa terjadi kenaikan kadar insulin pada 2 jam post prandial yang diduga disebabkan oleh karena adanya resistensi insulin. Goldberg dan Coon menyebutkan bahwa usia sangat erat kaitannya dengan terjadinya kenaikan glukosa darah sehingga pada golongan usia yangsemakin tua, prevalensi gangguan toleransi glukosa akan meningkat, demikian pula prevalensi Diabetes Melitus . c. Pekerjaan Penelitian yang dilakukan pada tahun 2013 mengemukakan bahwa jenis pekerjaan juga erat kaitannya dengan DM Tipe 2.
Pekerjaan sesesorang mempengaruhi tingkat aktifitas fisiknya. Dari analisis univariat, sebagian responden adalah kelompok tidak bekerja.
Berdasarkan analisis hubungan antara pekerjaan dengan kejadian DM Tipe 2, didapatkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pekerjaan dengan kejadian DM Tipe 2.
Analisis antara pekerjaan dengan kejadian DM tidak signifikan mungkin karena presentase anata kelompok bekerja dan tidak bekerja yang tidak seimbang. Kebanyakan responden adalah kelompok tidak bekerja dan juga berjenis kelamin perempuan.
Kelompok ini adalah ibu rumah tangga. Variabel pekerjaan ini memiliki kaitan dengan aktifitas fisik. Kelompok tidak bekerja belum tentu memiliki aktifitas fisik yang rendah. Ibu rumah tangga justru melakukan berbagai aktifitas adalah seperti menyapu, memasak dan mencuci.
d. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan memiliki pengaruh terhadap kejadian Diabetes Melitus tipe 2. Orang yang tinggkat pendidikannya tinggi biasanya akan memiliki banyak pengetahuan tentang kesehatan. Adanya pengetahuan orang akan memiliki kesaadarann dalam menjaga kesehatannya (Irawan, 2010). Dalam analisis, variabel pendidikan dibuat menjadi dua kategori yaitu rendah dan tinggi. Pendidikan rendah yaitu bila responden berpendidikan antara tidak pernah sekolah sampai tamat SMP. Sementara itu, pendidikan tinggi yaitu bila responden berpendidikan antara SMA sampai dengan perguruan tinggi. Dalam analisis univariat, terlihat bahwa sebagian responden berpendidikan rendah. Berdasarkan analisis hubungan anatar pendidikan dan kejadian DM tipe 2, dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan kejadian DM tipe 2.
e. Jenis Kelamin Diabetes Melitus tipe 2 sedikit lebih banyak pada perempuan usia tuadaripada laki-laki.Rodrigo P.A. Barroset al, (2006) mengemukakan bahwa yang mempengaruhi peningkatan prevalensi Diabetes Melitus tipe 2 pada jenis kelamin perempuan adalah kadar estrogen. Jenis kelamin perempuan, komposisi estradiol akan mengaktivasi ekspresi gen ERdan ER. Kedua gen ini akan bertanggungjawab dalam sensitivitas insulin dan peningkatan ambilan glukosa. Seiring dengan pertambahan usia, kadar estrogen dalam tubuh perempuan akan semakin menurun. Penurunan estrogen akan menurunkan aktivasi ekspresi gen ERdan ER sehingga sensitivitas insulin danambilan glukosa juga akan menurun.
Wanita lebih berisiko mengidap Diabetes karena secara fisik wanita memiliki peluang peningkatan indeks masa tubuh yang lebih besar. Sindrom asiklus bulanan (premenstrual syndrome), pasca- menopouse yang membuat distribusi lemak tubuh menjadi mudah terakumulasi akibat proses hormonal tersebut sehingga wanita berisiko menderita Diabetes Mellitus tipe 2 (Irawan, 2010).
f. Obesitas Obesitas adalah keadaan abnormal atau akumulasi lemak yang berlebihan yang menyebabkan timbulnya resiko terhadap kesehatan
(WHO, 2012). Obesitas, terutama obesitas sentral secara bermakna berhubungan dengan sindrom metabolik (dislipidemia, hiperglikemia, hipertensi), yang didasari oleh resistensi insulin. Sebagian besar pasien Diabetes Melitus tipe2 mengalami obesitas, danobesitas itu sendiri menyebabkan resistensi insulin. Namun,penderita Diabetes Melitus yang relatif tidak obesitas dapat mengalami hiperinsulinemia dan pengurangan kepekaan insulin, membuktikan bahwaobesitas bukan merupakan penyebab resistensi satu-satunya.
Apabila responden sebagian tidak mempunyai kebiasaan merokok dapat juga menderita DM, hal itu bias dipengaruhi oleh factor risiko yang lainnya, seperti obesitas. Obesitas merupakan factor risiko utama DM tipe 2. Obesitas tampaknya mendahului DM tipe 2 dan mungkin mempengaruhi DM dalam kecenderungan factor genetis. Obesitas berkaitan dengan resistensi insulin, maka kemungkinan besar gangguan toleransi glukosa dan DM tipe 2 merupakan akibat dari obesitas. Pengurangan berat badan seringkali dikaitkan dengan perbaikan dalam sensitivitas insulin dan pemulihan toleransi glukosa.
Berdasarkan Indeks Masa Tubuh (IMT) berat badan seseorang dibagi menjadi 3 kelompok yaitu normal, overweight (kelebihan berat badan) dan obesitas.
Tabel 2.1 Klasifikasi Nilai IMT (Indeks Masa Tubuh) Asia PasifikIMT Kategori <18.5 BB Kurang
18.5-22.9 BB Normal BB Lebih
≥ 23,0 23.0-24.9 Dengan Risiko
25,0-29,9 Obesitas 1 Obesitas 2
≥ 30 Sumber : Perkeni, 2011
Berdasarkan tabel 2.1 di atas, menunjukkan bahwa overweight dan obesitas merupakan sama-sama menunjukkan adanya penumpukan lemak yang berlebihan didalam tubuh, ditandai dengan peningkatan nilai masa indeks tubuh diatas normal, orang yang mengalami penumpukan lemak yang lebih banyak dalam jangka waktu yang lama akan menjadi risiko tinggi DM.
Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan rumus :
BB ( kg )
IMT 2 TB ( m ) Obesitas atau kegemukan adalah suatu kondisi dimana tubuh seseorang memiliki kadar lemak yang terlalu tinggi. Kadar lemak yang terlalu tinggi dalam tubuh dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan. Untuk mengetahui apakah seseorang obesitas atau tidak, kita bisa menggunakan indeks berat badan yang biasa disebut BMI (body mass index). BMI adalah angka yang menunjukkan
perbandingan antara berat badan (dalam satuan kilogram) terhadap tinggi badan (dalam satuan meter).
Salah satu resiko yang dihadapi oleh orang yang obesitas adalah penyakit Diabetes tipe 2. Menurut beberapa hasil penelitian, Diabetes tipe 2 sangat erat kaitannya dengan obesitas penderita Diabetes tipe 2, pankreasnya sebenarnya menghasilkan insulin dalam jumlah yang cukup untuk mempertahankan kadar glukosa darah pada tingkat normal, namun insulin tersebut tidak dapat bekerja maksimal membantu sel-sel tubuh menyerap glukosa karena terganggu oleh komplikasi-komplikasi obesitas, salah satunya adalah kadar lemak darah yang tinggi (terutama kolesterol dan trigliserida). Karena tidak efektifnya kerja insulin membantu penyerapan glukosaoleh sel-sel tubuh maka pankreas akan berusaha menghasilkan lebih banyak insulin, lama-kelamaan karena dipaksa untuk menghasilkan insulin secara berlebihan secara terus-menerus, akhirnya kemampuan pankreas untuk menghasilkan insulin semakin berkurang. Kondisi ini disebut resistensi insulin (insulin resistance). Resistensi insulin merupakan faktor resiko seseorang dapat mengalami diabetes tipe 2.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Mursyida (2012), Hasil penelitian menunjukkan dari 356 responden, sebesar 37,4% yang mengalami Diabetes mellitusdan 62,6% yang tidak mengalami Diabetes Mellitus. Dari analisis bivariat dengan uji statistikchi square
didapatkan ada hubungan yang bermakna antara obesitas dengan
kejadian Diabetes Melitus pvalue< α (0,009 < 0,05).g. Merokok
Responden yang merokok aktif dan pasif. Dari responden
yang merokok, sebagaimana besar adalah perokok pasif. Perokok pasif memungkinkan menghisap racun sama seperti perokok aktif.
Penelitian oleh Houston mendapatkan bahwa perokok aktif memiliki resiko 76% lebih tinggi untuk terserang DM Tipe 2 dibanding dengan yang tidak terpajan (Irawan, 2010).
Merokok dapat meningkatkan glukosa darah dan memicu resistensi insulin.Perokok berat (merokok ≥20 batang/hari) berisiko dua kali lipat menjadi Diabetes jika dibandingkan dengan bukan perokok. Penelitian yang dilakukan oleh Khusnul Khotimah pada tahun 2013 mengemukakan bahwa sebagian besar responden tidak mempunyai kebiasaan merokok dengan jumlah 23 responden (65,7%). Selain itu ada juga responden yang mempunyai kebiasaan merokok sebanyak 31,4% responden.
Kebiasaan merokok adalah perilaku seseorang yang terbiasa mengkonsumsi rokok sehari-hari. Merokok adalah salah satu faktor risiko terjadinya penyakit DM Tipe 2. Merokok dapat meningkatkan kadar gula darah, dan nikotin dapat merangsang kelenjar adrenal dan dapat meningkatkan kadar glukosa. Merokok juga merupakan faktor risiko terjadinya DM tipe 2. Merokok dapat menurunkan aksi insulin atau menyebabkan resistensi insulin. Menghentikan merokok akan menyebabkan peningkatan berat badan dan kemungkinan terjadi obesitas, dimana obesitas ini merupakan faktor risiko untuk terjadinya DM tipe 2. Walaupun menghentikan rokok mengakibatkan terjadinya peningkatan berat badan tetapi risiko lingkar pinggang dan pinggul menurun dibandingkan waktu merokok.
h. Pola Makan Makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang dibutuhkn oleh tubuh dapat memicu timbulnya Diabetes Melitus
. Konsumsi makanan yang berlebihan dan tidak diimbangi dengan sekresi insulin dalam jumlah yang memadai dapat menyebabkan kadar gula dalam darah meningkat dan pastinya akan menyebabkan Diabetes Melitus (Hasdianah, 2012).
Kurang gizi atau kelebihan berat badan keduanya meningkatkan resiko terkena Diabetes Mellitus. Kurang gizi (malnutrisi) dapat merusak pankreas, sedangkan berat badan lebih (obesitas) mengakibatkan gangguan kerja insulin (resistensi insulin).Teori menyebutkan bahwa seringnya mengonsumsi makanan/minuman manisakan meningkatkan resiko kejadian DM tipe karena meningkatkan konsentrasi glukosa dalam darah. Riwayat pola makan yang kurang baik juga menjadi faktor resiko penyebab terjadinya DM pada wanita usia produktif yang sering di ungkapkan oleh informan. Makanan yang di konsumsi diyakini menjadi penyebab meningkatnya gula darah. Perubahan diet, seperti mengkonsumsi makanan tinggi lemak menjadi penyebab terjadinya Diabetes, terutama di daerah daerah.
Penelitian yang dilakukan oleh Richardo Betteng pada tahun 2014 mengemukakan bahwa dari hasil wawancara, kesadaran akan penyakit Diabetes Melitus tipe 2 yang diderita oleh informan dapat dilihat dari pola makannya yang berubah, dimana mayoritas dari informan telah mengurangi waktu untuk makan, maupun mengurangi porsi makan itusendiri. Penambahan variasi sayur yang dikonsumsi dan konsumsi buah setiap hari juga merupakan modifikasi pola makan yang diterapkan para informan setelah terdiangnosis DM tipe
2.Semua penderita diabetes harus melakukan diet dengan pembatasan kalori, terlebih untuk penderita yang obesitas. Pemilihan makanan harus dilakukan secara bijak dengan melaksanakan pembatasan kalori, terutama pembatasan lemak total dan lemak jenuh untuk mencapai kadar glukosadan lipid darah yang normal. Secara umum komposisi menu yang di rekomendasikan oleh WHO tahun 1990 terdiri 50-65% karbohidrat, 25-30% lemak, dan 10-20% protein.
Cara yang logis untuk menurunkan berat badan yaitu mengurangi makan. Untuk setiap 3500 kalori kurang dari yang seseorang makan, ia akan kehilangan berta satu pon. Ini berarti bahwa jika seseorang mengurangi 500 kalori setiap hari, ia akan mampu menurunkan berat badannya satu pon satu pekan lebih kurang 2 kg dalam sebulan. Tampaknya seperti kemajuan yang sangat lambat, tetapi sebenarnya cara tersebutlah yangt paling aman untuk menurunkan berat badan ideal. i. Aktifitas Fisik
Aktifitas fisik dapat mengontrol gula darah. Glukosa akan diubah menjadi energi pada saat beraktifitas fisik. Aktifitas fisik mengakibatkan insulin semakin meningkat sehingga kadar gula dalam darah akan berkurang. Pada orang yang jarang berolahraga, zat makanan yang masuk kedalam tubuh tidak dibakar tetapi ditimbun dalam tubuh sebagai lemak dan gula. Jika insulin tidak mencukupi unruk mengubah glukosa menjadi energi maka akan timbul DM (Kemenkes,2010).
Setiap gerakan tubuh dengan tujuan meningkatkan dan mengeluarkan tenaga dan energi, yang biasa dilakukan atau aktifitas sehari-hari sesuai profesi atau pekerjaan, sedangkan faktor resiko penderita DM adalah mereka yang memiliki aktifitas minim sehingga pengeluaran tenaga dan energi hanya sedikit.
Penelitian yang dilakukan oleh Soedijono Setyorogo pada tahun 2013 mengemukakkan bahwa Aktifitas fisik dapat mengontrol gula darah. Glukosa akan diubah menjadi energy pada saat beraktifitas fisik. Aktifitas fisik mengakibatkan insulin semakin meningkat sehingga kadar gula dalam darah akan berkurang. Pada orang yang jarang berolahraga, zat makanan yang masuk kedalam tubuh tidak dibakar tetapi ditimbun dalam tubuh sebagai lemak dangula. Jika insulin tidak mencukupi untuk mengubah glukosa menjadi energy maka akan timbul DM (Kemenkes, 2010).
Hasil analisis univariat menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki aktifitas fisik sedang dan berat. Hasil analisis hubungan menunjukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara aktifitas fisik dengan kejadian DM Tipe 2. Orang yang aktifitas fisik sehari-harinya berat memiliki risiko lebih rendah untuk menderita DM Tipe 2 dibandingkan dengan orang yang aktifitas fisik sehari- harinya ringan.
1 C.
Kerangka Teori
Kesimpulan dan tinjauan pustaka yang berisi tentang konsep-konsep teori yang berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan(Syarifudin, 2010). Kerangka teori pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
Etiologi Tanda dan Gejala DM Diabetes Mellitus (DM) adalah kumpulan penyakit
1. DM Tipe I, disebabkan oleh metabolik yangditandai dengan a. Jumlah urien yang dikelurkan lebih Faktor risiko DM kerusakan sel beta pankreas hiperglikemia akibat adanya banyak (polyuria)
1. Riwayat Keluarga akibat reaksi autoimun. gangguan sekresi insulin,
b. Sering atau cepat merasa haus/ dahaga
2. Umur
2. DM Tipe 2, Disebabkan oleh kerjainsulin, ataupun keduanya.
(polydipsia)
3. Status Pekerjaan resistensi hormon insulin,
Hiperglikemia tersebut
c. Merasa lapar yang berlebihan atau
4. Tingkat pendidikan karena jumlah reseptor berhubungan dengan kerusakan makan banyak (polyphagia)
5. Aktivitas Fisik insulinpada permukaan sel jangka panjang, disfungsi, dan
d. Frekuensi urine meningkat/ kencing
6. Status Merokok berkurang, meskipum jumlah kegagalan berbagai organ terus ( glysuria)
7. Pola Makan insulin tidak berkurang. terutamamata, ginjal, saraf,
e. G angguan penglihatan, berupa
3. DM Tipe Spesifik jantung, dan pembuluh darah pandangan yang kabur sehingga Sumber : Rakhmadany
Disebabkan kelainan genetik sehingga diperlukan upaya penderita sering ganti-ganti kacamata.
(2010) spesifik, penyakit pankreas, pencegahan (ADA, 2012). f. Gatal-gatal dan bisul. Gatal-gatal gangguan endokrin lain, efek biasanya dirasakan pada lipatan kulit obat-obatan ,bahan kimia, Diabetes Mellitus Tipe 2 diketiak, payudara, dan alat kelamin.
Komplikasi : infeksi virus dan lain-lain. adalah kondisi medis yang ditandai
g. Gangguan saraf tepi (perifer), berupa
1. Hipoglikemia
4. DM Kehamilan, terjadi pada dengan ketidakcukupan atau kesemutan, terutama pada kaki dan
2. Hiperglikemia saat hamil gangguan fungsi insulin. Insulin terjadi malam hari.
3. Ketoasidosis adalah suatu hormon yang
h. Rasa tebal pada kulit, sehingga diabetik Sumber : Koes Irianto (2014). mengatur ambilan glukosa, sumber kadang-kadang penderita lupa energi yang penting untuk tubuh. memakai sandal atau sepatu
Tanpa insulin, glukosa tidak dapat i. Gangguan fungsi seksual, berupa memasuki sel dan tetap berada di gangguan ereksi. dalam aliran darah, menyebabkan j. Keputihan pada penderita perempuan, kadar glukosa darah tinggi akibat daya tahan menurun.
(Persify, 2014).
Sumber : Koes Irianto (2014), Dwi Sunar Prasetyono (2013).
34 Gambar 2.1 Bagan kerangka Teori Modifikasi Sumber : ADA (2012), Persify (2014),Koes Irianto (2014). ), Dwi Sunar Prasetyono (2013), Rakhmadany (2010)
Karakteristik Kejadian Diabetes..., Mar'atun Solikhah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
35 D.
Kerangka Konsep
Konsep adalah abstraksi dari suatu realitas agar dapat dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan antarvariabel (baik variabel yang diteliti maupun yang tidak diteliti). Kerangka konsep akan membantu peneliti menghubungkan hasil penemuan dengan teori (Nursalam, 2014).
Variabel Terikat Variabel Bebas
1. Riwayat keluarga
2. Umur
3. Status Merokok Kejadian Diabetes
4. Pola Makan Melitus Tipe 2
5. Aktivitas fisik
6. Status Pekerjaan
7. Tingkat Pendidikan
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian