BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Pengertian Kemandirian (Mandiri) - DIAN PRATIWI BAB II

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Pengertian Kemandirian (Mandiri) Kemandirian belajar siswa diperlukan agar mereka mempunyai

  tanggung jawab dalam mengatur dan mendisiplinkan dirinya, selain itu dalam mengembangkan kemampuan belajar atas kemauan sendiri.

  Menurut Erikson dalam Desmita (2009), menyatakan kemandirian adalah usaha untuk melepaskan diri dari orangtua dengan maksud untuk menemukan dirinya melalui proses mencari identitas ego, yaitu merupakan perkembangan ke arah individualitas yang mantap dan berdiri sendiri. Haris Mujiman mengemukakan bahwa “Kemandirian Belajar dapat diartikan sebagai sifat serta kemampuan yang dimiliki siswa untuk melakukan kegiatan belajar aktif, yang didorong oleh motif untuk menguasai suatu kompetensi, dan dibangun dengan bekal pengetahuan atau kompetensi yang telah dimiliki” (Mujiman, 2009:1).

  Kemandirian adalah sifat yang harus dibentuk oleh orang tua dalam membangun kepribadian anak-anak mereka. Anak yang mandiri adalah anak yang aktif, independen, kreatif, kompeten, dan spontan.( Mustari, 2011:2). Dengan demikian orang yang mandiri adalah orang yang cukup diri yaitu orang yang mampu berpikir dan berfungsi secara

  7 independen, tidak perlu bantuan orang lain, tidak menolak resiko dan bisa memecahkan masalah, bukan khawatir tentang masalah-masalah yang dihadapinya. (Mustari, 2011:2). Kata kunci dari Kemandirian Belajar yaitu tanggung jawab pribadi dalam belajar. Jadi tanggung jawab akan hasil belajar itu tidak diletakkan pada orang-orang diluar dirinya namun diletakkan pada diri siswa itu sendiri.

  Siswa dikatakan telah mampu belajar secara mandiri apabila telah mampu melakukan tugas belajar tanpa ketergantungan dengan orang lain.

  Pada dasarnya kemandirian merupakan perilaku individu yang mampu berinisiatif, mampu mengatasi hambatan/masalah, mempunyai rasa percaya diri dan tidak memerlukan pengarahan dari orang lain untuk melakukan kegiatan belajar.

  Menurut Fitri (2012:41) indikator kemandirian sebagai berikut:

Tabel 2.1 Indikator keberhasilan kemandirian Karakter Indikator

  Mandiri 1) Melatih belajar siswa agar mampu berkerja secara mandiri.

  2) Membangun kemandirian siswa melalui tugas- tugas yang bersifat individu.

  Berdasarkan definisi-definisi mandiri tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa kemandirian belajar adalah suatu aktivitas/kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa tanpa ketergantungan berlebih terhadap orang lain dan mempunyai rasa percaya diri dan tanggung jawab yang tinggi dalam menyelesaikan tugasnya.

2. Pengertian Prestasi Belajar a.

  Pengertian Prestasi Prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, baik secara individual maupun kelompok. Prestasi tidak akan pernah dihasilkan selama seseorang tidak melakukan kegiatan (Hamdani, 2011:137).

  W.J.S Purwadarminta dalam Hamdani berpendapat bahwa prestasi adalah hasil yang telah dicapai (dilakukan, dikerjakan, dan sebagainya). Sedangkan Qohar dalam Hamdani mengatakan bahwa prestasi sebagai hasil yang telah diciptakan, hasil pekerjaan, hasil yang menyenangkan hati yang diperoleh dengan jalan keuletan.

  b.

  Pengertian Belajar Belajar merupakan aktifitas yang sangat penting untuk mencapai tujuan pendidikan khususnya untuk mencapai prestasi belajar, sehingga tanpa belajar sesungguhnya tidak pernah ada pendidikan. Belajar adalah suatu kegiatan yang tidak terpisah dari kehidupan manusia. Sejak lahir manusia telah melakukan kegiatan belajar untuk memenuhi kebutuhan dan sekaligus mengembangkan dirinya (Tim MKDK IKIP Semarang, 1996:1)

  Belajar selalu mempunyai hubungan dengan arti perubahan, baik perubahan ini meliputi keseluruhan tingkah laku ataupun hanya terjadi beberapa aspek dari kepribadian orang yang belajar. Perubahan ini dalam tiap-tiap manusia dalam hidupnya sejak dilahirkan. Belajar mempunyai pengertian yang sangat umum dan luas, boleh dikatakan sepanjang hidupnya seseorang mengalami proses belajar dari pengalamannya. Sedangkan menurut Djamarah (2008;13),“ belajar adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan melibatkan dua unsur yaitu jiwa dan raga.” c.

  Pengertian Prestasi Belajar Prestasi belajar merupakan salah satu komponen yang biasa diukur untuk mengetahui keberhasilan dari proses atau kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan. Prestasi belajar siswa dapat diketahui melalui beberapa hal yang dapat dilakukan setelah kegiatan pembelajaran selesai dilaksanakan dalam beberapa waktu tertentu. Sesuatu yang didapat atau dicapai seseorang setelah mengalami proses belajar yang dinyatakan dengan berubahnya pengetahuan, tingkah laku, dan ketrampilan, Prestasi belajar yang dicapai oleh tiap-tiap anak setelah belajar atau usaha yang diandalkan oleh guru berupa angka-angka atau skala prestasi yang diperoleh murid berupa pengetahuan, ketrampilan, normatif watak murid yang dikembangkan di sekolah melalui sejumlah mata pelajaran.

  Sedangkan menurut Syah (2011:148), prestasi belajar adalah pengungkapan hasil belajar ideal meliputi segenap ranah psikologis yang berubah sebagai akibat pengalaman dan proses belajar siswa. Fungsi utama prestasi menurut Arifin (2011: 12) adalah sebagai berikut : 1)

  Prestasi belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah dikuasai peserta didik. 2)

  Prestasi belajar sebagai pemuasan hasrat ingin tahu. Para ahli psikologi biasanya menyebut hal ini sebagai “tendensi keingintahuan (couriosty) dan merupakan kebutuhan umum manusia”. 3)

  Prestasi belajar sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan. Asumsinya adalah prestasi belajar dapat dijadikan pendorong peserta didik dalam meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan berperan sebagai umpan balik (feedback) dalam meningkatkan mutu pendidikan. 4)

  Prestasi belajar sebagai indikator intern dan ekstern dari suatu institusi pendidikan. Indiaktor intern dalam arti bahwa prestasi belajar dapat dijadikan indikator tingkat produktivitas suatu institusi pendidikan. Asumsinya adalah kurikulum yang digunakan relevan dengan kebutuhn masyarakat dan anak didik. Indikator ekstren dalam arti bahwa tinggi rendahnya prestasi belajar dapatdijadikan indicator tingkat kesuksesan peserta didik di masyarakat. Asumsinya adalah kurikulum yang digunakan relevan pula dengan kebutuhan masyarakat. 5)

  Prestasi belajar dapat dijadikan indikator daya serap (kecerdasan) peserta didik. Dalam proses pembelajaran, peserta didik menjadi fokus utama yang harus diperhatiakn, karena peserta didiklah yang diharapkan dapat menyerap seluruh materi pelajaran.

  Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar ( Hamdani, 2011: 139)

  Untuk mencapai prestasi belajar siswa sebagaimana yang diharapkan, maka perlu diperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi belajar antara lain; faktor yang terdapat dalam diri siswa (faktor intern), dan faktor yang terdiri dari luar siswa (faktor ekstern). Faktor-faktor yang berasal dari dalam diri anak bersifat biologis sedangkan faktor yang berasal dari luar diri anak antara lain adalah faktor keluarga, sekolah, masyarakat dan sebagainya

  1) Faktor Intern

  Faktor intern adalah faktor yang timbul dari dalam diri individu itu sendiri, adapun yang dapat digolongkan ke dalam faktor intern yaitu kecedersan/intelegensi, bakat, minat dan motivasi.

  2) Faktor Ekstern

  Faktor ekstern adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar yang sifatnya di luar diri siswa, yaitu beberapa pengalaman-pengalaman, keadaan keluarga, lingkungan sekitarnya dan sebagainya.

  Dari pengertian prestasi dan belajar, dapat disimpulkan bahwa prestai belajar adalah hasil yang dicapai oleh siswa dari kegiatan pembelajaran yang melibatkan jiwa dan raga untuk memperoleh suatu perubahan.

3. Pembelajaran Matematika di SD berdasarkan KTSP a.

  Pengertian Matematika Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Mata pelajaran yang perlu diberikan kepada semua peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama.

  Istilah mathematics (Inggris), mathematik (Jerman), mathematique (Perancis), matematico (Itali), matematiceski (Rusia), atau mathematick (Belanda) berasal dari perkataan latin mathematica, yang mulanya diambil dari perkataan Yunani, mathematike, yang berarti “relating to learning”. Perkataan mathematike berhubungan sangat erat dengan sebuah kata lainnya yang serupa, yaitu mathanein yang mengandung arti belajar (berpikir). Jadi berdasarkan etimologis (Tinggih dalam Suherman, 2003:16), perkataan Matematika berarti “ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar”.

  Menurut Johson dan Rising (Suwangsih ,2006:4), Matematika adalah pola pikir, pola mengorganisasikan pembuktian yang logis, Matematika itu adalah bahasa bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat representasinya dengan symbol dan padat, lebih berupa bahasa symbol mengenai ide daripada mengenai bunyi.

  Berdasarkan pendapat di atas, maka disimpulkan bahwa ciri yang sangat penting dalam Matematika adalah disiplin berpikir yang didasarkan pada berpikir logis, konsisten, inovatif dan kreatif. 1)

  Pembelajaran Matematika di SD Belajar Matematika merupakan tentang konsep-konsep dan struktur abstrak yang terdapat dalam Matematika serta mencari hubungan antara konsep-konsep dan struktur

  Matematika. Belajar Matematika harus melalui proses yang bertahan dari konsep yang sederhana ke konsep yang lebih kompleks. Setiap konsep Matematika dapat dipahami dengan baik jika pertama-tama disajikan dalam bentuk konkrit.

  2) Tujuan pembelajaran Matematika di SD

  Dapat dilihat di dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan 2006 SD mata pelajaran Matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut,

  a) Memahami konsep Matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau logaritma, secara luwes, akurat, efesien, dan tepat dalam pemecahan masalah, b)

  Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi Matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan Matematika,

  c) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model Matematika, menyelesaikan model dan menafsirikan solusi yang diperoleh, d)

  Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, e) Memiliki sikap menghargai kegunaan Matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari Matematika sifat-sifat ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

  Selain tujuan umum yang menekankan pada penataan nalar dan pembentukan sikap siswa serta memberikan tekanan pada ketrampilan dalam penerapan Matematika juga memuat tujuan khusus Matematika SD yaitu: a)

  Menumbuhkan dan mengembangkan ketrampilan berhitung sebagai latihan dalam kehidupan sehari-hari, b)

  Menumbuhkan kemampuan siswa, yang dapat dialihgunakan melalui kegiatan Matematika, c)

  Mengembangkan kemampuan dasar Matematika sebagai bekal belajar lebih lanjut,

d) Membentuk sikap logis, kritis, cermat, kreatif dan disiplin.

  Langkah-langkah Pembelajaran Matematika di SD : (1)

  Penanaman konsep dasar ( Penanaman konsep), yaitu pembelajaran suatu konsep baru Matematika, ketika siswa belum pernah mempelajari konsep tersebut. (2)

  Pemahaman konsep, yaitu pembelajaran lanjutan dari penanaman konsep, yang bertujuan agar siswa lebih memahami suatu konsep Matematika. (3)

  Pembinaan ketrampilan, yaitu pembelajaran lanjutan dari penanaman konsep dan pemahaman konsep. Ciri-ciri Pembelajaran Matematika di SD ( Suwangsih, 2006:25) 1)

  Pembelajaran Matematika menggunakan metode spiral Pendekatan spiral dalam pembelajaran Matematika merupakan pendekatan dimana pembelajaran konsep atau suatu topik Matematika selalu mengaitkan atau menghubungkan dengan topik sebelumnya.

  2) Pembelajaran Matematika bertahap

  Materi pelajaran Matematika diajarkan secara bertahap yaitu dimulai dari konsep-konsep yang sederhana, menuju konsep yang lebih sulit, selain itu pembelajaran Matematika dimulai dari yang konkrit, ke semi konkrit dan akhirnya kepada konsep abstrak. 3)

  Pembelajaran Matematika menggunakan metode induktif Pembelajaran Matematika menggunakan metode induktif maksudnya pada materi pengenalan bangun-bangun ruang tidak dimulai dari definisi, tetapi dimulai dengan memperhatikan contoh-contoh dari bangun ruang tersebut sehingga didapat pemahaman konsep bangun-bangun ruang tersebut. 4)

  Pembelajaran Matematika menganut kebenaran konsisten Kebenaran Matematika merupakan kebenaran yang konsisten artinya tidak ada pertentangan antara kebenaran yang satu dengan kebenaaran yang lainnya.

  5) Pembelajaran Matematika hendaknya bermakna

  Pembelajaran secara bermakna merupakan cara mengajarkan materi pelajaran yang mengutamakan pengertian daripada hafalan.

  b.

  Silabus Matematika Silabus Matematika Kelas IV Semester I Berikut adalah SK dan KD Matematika kelas IV semester I.

Tabel 2.2 Silabus Matematika Kelas IV Semester I

  

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

Pengukuran

  4.

  4.1 Menentukan keliling dan luas Menggunakan konsep keliling dan luas jajargenjang dan segitiga. bangun datar

  4.2 Menyelesaikan masalah yang sederhana dalam berkaitan dengan keliling dan luas pemecahan masalah. jajargenjang dan segitiga.

4. Pendekatan Realistik (Realistic Mathematic Education) a.

  Pengertian Pendekatan Realistik (Realistik Mathematic education) Pendidikan Matematika Realistik (PMR) dikembangkan berdasarkan pemikiran Han Freudenthal yang berpendapat bahwa

  Matematika merupakan aktivitas insani (human activities) dan harus dikaitkan dengan realitas. Berdasarkan pemikiran tersebut PMR mempunyai ciri antara lain, bahwa dalam proses pembelajaran siswa harus diberikan kesempatan untuk menemukan kembali (to

  reintvent) Matematika melalui bimbingan guru dan bahwa penemuan

  kembali (reinvention) ide dan konsep Matematika tersebut harus dimulai dari penjelajahan berbagai situasi dan persoalan “dunia rill” (de Lange, 1995). (Munandar, 2009:149)

  Pengertian pendekatan realistik menurut Sofyan, (2007: 28) “sebuah pendekatan pendidikan yang berusaha menempatkan pendidikan pada hakiki dasar pendidikan itu sendiri”. Menurut Sudarman Benu, (2000: 405) “pendekatan realistik adalah pendekatan yang menggunakan masalah situasi dunia nyata atau suatu konsep sebagai titik tolak dalam belajar Matematika”. Matematika Realistik yang telah diterapkan dan dikembangkan di Belanda teorinya mengacu pada Matematika harus dikaitkan dengan realitas dan Matematika merupakan aktifitas manusia.

  Dalam pembelajaran melalui pendekatan realistik, strategi- strategi informasi siswa berkembang ketika mereka menyeleseikan masalah pada situasi-situasi biasa yang telah diakrabinya, dan keadaan itu yang dijadikannya titik awal pembelajaran pendekatan realistik atau Realistic Mathematic Education (RME) juga diberi pengertian “cara mengajar dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyelediki dan memahami konsep Matematika melalui suatu masalah dalam situasi yang nyata”. (Megawati, 2003: 4). Hal ini dimaksudkan agar pembelajaran bermakna bagi siswa.

  Realistic Mathematic Education (RME) adalah pendekatan

  pengajaran yang bertitik tolak pada hal-hal yang real bagi siswa

  (Zulkardi). Teori ini menekankan ketrampilan proses, berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri (Student Invonting), sebagai kebalikan dari guru member (Teaching Telling) dan pada akhirnya murid menggunakan Matematika itu untuk menyeleseikan masalah baik secara individual ataupun kelompok. Pada pendekatan Realistik peran guru tidak lebih dari seorang fasilitator, moderator atau evaluator. Sementara murid berfikir, mengkomunikasikan argumentnya, mengklasifikasikan jawaban mereka, serta melatih saling menghargai strategi atau pendapat orang lain.

  Dari beberapa pendapat diatas dapat dikatakan bahwa RME atau pendekatan Realistik adalah pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah sehari- hari sebagai sumber inspirasi dalam pembentukan konsep dan mengaplikasikan konsep- konsep tersebut atau bisa dikatakan suatu pembelajaran Matematika yang berdasarkan pada hal-hal nyata atau real bagi siswa dan mengacu pada konstruktivis sosial.

  b.

  

Karakteristik Pendekatan Realistik (Realistic Mathematic Education)

  Menurut Grafemeijer (dalam fitri, 2007: 13) ada 5 karakteristik pembelajaran Matematika realistik, yaitu sebagai berikut:

  1) Menggunakan masalah kontekstual

  Masalah konsektual berfungsi sebagai aplikasi dan sebagai titik tolak dari mana Matematika yang digunakan dapat muncul.

  Bagaimana masalah Matematika itu muncul (yang berhubungan dengan kehidupan sehari- hari).

  2) Menggunakan model atau jembatan

  Perhatian diarahkan kepada pengembangan model, skema, dan simbolisasi dari pada hanya mentrasfer rumus. Dengan menggunakan media pembelajaran siswa akan lebih faham dan mengerti tentang pembelajaran aritmatika sosial.

  3) Menggunakan kontribusi siswa

  Kontribusi yang besar pada saat proses belajar mengajar diharapkan dari konstruksi murid sendiri yang mengarahkan mereka dari metode informal ke arah metode yang lebih formal. Dalam kehidupan sehari-hari diharapkan siswa dapat membedakan pengunaan aritmatika sosial terutama pada jual beli. Contohnya: harga baju yang didiskon dengan harga baju yang tidak didiskon.

  4) Interaktivitas

  Negosiasi secara eksplisit, intervensi, dan evaluasi sesama murid dan guru adalah faktor penting dalam proses belajar secara konstruktif dimana strategi informal siswa digunakan sebagai jembatan untuk menncapai strategi formal. Secara berkelompok siswa diminta untuk membuat pertanyaan kemudian diminta mempresentasikan didepan kelas sedangkan kelompok yang lain menanggapinya. Disini guru bertindak sebagai fasilitator.

  5) Terintegrasi dengan topik pembelajaran lainnya (bersifat holistik)

  Aritmatika sosial tidak hanya terdapat pada pembelajaran Matematika saja, tetapi juga terdapat pada pembelajaran yang lainnya, misalnya pada akutansi, ekonomi, dan kehidupan sehari- hari.

  c.

  Langkah-Langkah Pelaksanaan Pendekatan Realistik ( Realistik

  Mathematic Education )

  Langkah-langkah Pembelajaran Matematika Realistik Berdasarkan prinsip dan karakteristik PMR serta dengan memperhatikan pendapat yang telah dikemukakan di atas, maka dapatlah disusun suatu langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan PMR yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut:

  Langkah 1: Memahami masalah kontekstual yaitu guru memberikan masalah kontekstual dalam kehidupan sehari-hari kepada siswa dan meminta siswa untuk memahami masalah tersebut,serta memberi kesempatan kepada siswa untuk menanyakan masalah yang belum di pahami. Karakteristik PMR yang muncul pada langkah ini adalah karakteristik pertama yaitu menggunakan masalah kontekstual sebagai titik tolak dalam pembelajaran, dan karakteristik keempat yaitu interaksi.

  Langkah 2: Menjelaskan masalah kontekstual jika dalam memahami masalah siswa mengalami kesulitan, maka guru menjelaskan situasi dan kondisi dari soal dengan cara memberikan petunjuk-petunjuk atau berupa saran seperlunya, terbatas pada bagian-bagian tertentu dari permasalahan yang belum dipahami

  Langkah 3 : Menyelesaikan masalah Siswa mendeskripsikan masalah kontekstual, melakukan interpretasi aspek Matematika yang ada pada masalah yang dimaksud, dan memikirkan strategi pemecahan masalah. Selanjutnya siswa bekerja menyelesaikan masalah dengan caranya sendiri berdasarkan pengetahuan awal yang dimilikinya, sehingga dimungkinkan adanya perbedaan penyelesaian siswa yang satu dengan yang lainnya. Guru mengamati, memotivasi, dan memberi bimbingan terbatas, sehingga siswa dapat memperoleh penyelesaian masalah-masalah tersebut. Karakteristik PMR yang muncul pada langkah ini yaitu karakteristik kedua menggunakan model.

  Langkah 4 : Membandingkan jawaban Guru meminta siswa membentuk kelompok secara berpasangan dengan teman sebangkunya, bekerja sama mendiskusikan penyelesaian masalah- masalah yang telah diselesaikan secara individu (negosiasi, membandingkan, dan berdiskusi). Guru mengamati kegiatan yang dilakukan siswa, dan memberi bantuan jika dibutuhkan.

  Dipilih kelompok berpasangan, dengan pertimbangan efisiensi waktu. Karena di sekolah tempat pelaksanaan ujicoba, menggunakan bangku panjang. Sehingga kelompok dengan jumlah anggota yang lebih banyak, membutuhkan waktu yang lebih lama dalam pembentukannya. Sedangkan kelompok berpasangan tidak membutuhkan waktu, karena siswa telah duduk dalam tatanan kelompok berpasangan. Setelah diskusi berpasangan dilakukan, guru menunjuk wakil-wakil kelompok untuk menuliskan masing-masing ide penyelesaian dan alasan dari jawabannya, kemudian guru sebagai fasilitator dan modarator mengarahkan siswa berdiskusi, membimbing siswa mengambil kesimpulan sampai pada rumusan konsep/prinsip berdasarkan Matematika formal (idealisasi, abstraksi). Karakteristik PMR yang muncul yaitu interaksi.

  Langkah 5: Menyimpulkan Dari hasil diskusi kelas, guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan suatu rumusan konsep/prinsip dari topik yang dipelajari. Karakteristik PMR yang muncul pada langkah ini adalah adanya interaksi antar siswa dengan guru.

  d.

  Kelebihan dan Kelemahan Pendekatan Realistik (Realistic

  Mathematic Education) Kelebihan dan kelemehan pembelajaran metematika realistik.

  Beberapa keunggulan dari pembelajaran metematika realistik antara lain: a.

  Pelajaran menjadi cukup menyenangkan bagi siswa dan suasana tegang tidak tampak.

  Sulit diterapkan dalam suatu kelas yang besar (40- 45 orang).

  Penelitian, menunjuk pada suatu kegiatan mencermati suatu objek dengan menggunakan cara dan aturan metodologi tertentu untuk

  a.

  isi yang terkandung didalamnya, yaitu sebuah kegiatan penelitian yang dilakukan dikelas.

  Classroom Action Research ( CAR). Dari namanya sudah menunjukkan

  Menurut Arikunto (2007:2) Istilah dalam bahasa Inggris adalah

  Siswa yang mempunyai kecerdasan sedang memerlukan waktu yang lebih lama untuk mampu memahami materi pelajaran.

  c.

  Dibutuhkan waktu yang lama untuk memahami materi pelajaran.

  b.

  Beberapa kelemahan dari pembelajaran metematika realistik antara lain: a.

  b.

  Siswa mempunyai kecerdasan cukup tinggi tampak semakin pandai.

  f.

  Guru menjadi lebih kreatif membuat alat peraga.

  e.

  Guru ditantang untuk mempelajari bahan.

  d.

  Alat peraga adalah benda yang berada di sekitar, sehingga mudah didapatkan.

  c.

  Materi dapat dipahami oleh sebagian besar siswa.

5. Pengertian Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

  memperoleh data atau informasi yang bermanfaat dalam meningkatkan mutu suatu hal yang menarik minat dan penting bagi peneliti.

  b.

  Tindakan, menunjuk pada sesuatu gerak kegiatan yang sengaja dilakukan dengan tujuan tertentu. Dalam penelitian berbentuk rangkaina siklus kegiatan untuk siswa.

  c.

  Kelas, dalam hal ini terikat pada pengertian ruang kelas atau sebuah ruanan tempat guru mengajar dan untuk siswa yang sedang belajar.

  Dengan menggabungkan batasan pengertian tiga kata inti, yaitu (1) Penelitian, (2) Tindakan, (3) Kelas, dapat disimpulkan bahwa penelitian tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang disengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama. Tindakan tersebut diberikan oleh guru atau dengan arahan dari guru yang dilakukan oleh siswa.

B. Hasil Penelitian Yang Relevan

  Menurut penelitian yang dilakukan oleh Tesi Tunjung Sari dengan judul “ Meningkatkan Hasil Belajar Matematika materi Operasi Bilangan Bulat Melalui Pembelajaran Matematika Realistik Di Kelas IV SD Negeri 2 Notog “. (Skripsi tahun 2011). Kesimpulan yang dapat kita diambil dari penelitian tersebut yaitu:

  1. Pembelajaran Matematika realistik dapat meningkatkan hasil belajar siswa aspek kognitif. Hal ini ditunjukan pada siklus I diperoleh nilai rata- rata 63,07 dengan ketuntasan belajar 40% dan pada siklus II diperoleh nilai rata-rata 78,7 dengan ketuntasan belajar 90%.

  2. Pembelajaran Matematika realistik dapat meningkatkan hasil belajar siswa afektif. Hal ini ditunjukan adanya peningkatan persentase hasil belajar siswa aspek afektif pada siklus I sebesar 66,85% dan siklus II sebesar 85,06%.

  3. Pembelajaran Matematika realistik dapat meningkatkan hasil belajar siswa aspek psikomotor. Hal ini ditunjukan adanya peningkatan persentase hasil belajar siswa aspek psikomotor pada siklus I sebesar 63,21% dan siklus II sebesar 85,26%.

  Menurut Jurnal Pendidikan yang dilakukan oleh Acmad dan Irmansyah dengan judul “Efektifitas Pembelajaran Matematika Melalui Model Pembelajaran Realistic Matematic Education (RME) Terhadap Peningkatan Pemahaman Konsep Matematika siswa SD” Vol 12, No. 1, Maret 2011. Penelitian yang dapat kita ambil dari penelitian tersebut: 1.

  Berkaitan dengan prospek pembelajaran RME selanjutnya, tampaknya ditanggapi positif oleh siswa. Dengan metode RME, 84% siswa menjawab berminat. Sisanya 16% siswa menjawab tidak berminat.

  2. Dilihat dari tes hasil belajar, persentase ketuntasan hasil belajar setelah diberikan pembelajaran RME adalah 75%. Hal ini menunjukan bahwa pembelajaran ini belum mencapai ketuntasan klasikal. Namun, jika dilihat dari ketuntasan sebelum diterapkan model pembelajaran RME telah terjadi ketuntasan belajar sebesar 57% menurut pendapat guru yang diobservasi.

C. Kerangka Berpikir

  Untuk meningkatkan prestasi belajar siswa dapat dilakukan dengan berbagai cara, strategi dan pendekatan, yang digunakan oleh guru guna mencapai tujuan dan sarana pendidikan. Salah satunya adalah dengan menerapkan pendekatan Realistik (Realistic Mathematic Education).

  Disamping ini metode ini juga diupayakan meningkatkan kemandirian siswa dalam mempelajari keliling dan Luas Bangun Datar.

  Permasalahan yang ada bahwa siswa kelas IV SD Negeri 3 Arcawinangun dalam mata pelajaran Matematika materi bangun datar, siswa kurang berhasil. Ini dapat dilihat dari rata-rata nilai pretest siswa. Pada proses pembelajaran yang dilakukan guru selama ini hanya menerangkan hal-hal yang bersifat abstrak. Guru belum sepenuhnya dalam menggunakan alat peraga. Akibatnya siswa sulit untuk memahami materi yang diajarkan oleh guru. Siswa kurang diberikan kesempatan untuk mengeluarkan kemampuannya dalam menyelesaikan sebuah permasalahan Matematika. Siswa hanya mengikuti cara-cara yang diberikan oleh guru. Dalam bertanya dan menjawab pertanyaan siswa juga kurang percaya diri dan kurang berani dalam mengeluarkan kemampuannya. Untuk itu perlu menggunakan pembelajaran lain yang dipandang lebih tepat, yakni: pembelajaran Matematika realistik. Penggunaan pembelajaran Matematika realistik ini diharapkan dapat meningkatkan kemandirian dan prestasi belajar siswa.

  Belum Kurangnya

  Menggunakan Kondisi Awal kemandirian dan model prestasi belajar pembelajaran siswa

  Menggunakan Siklus I pendekatan

  Tindakan Siklus II

  Realistik Melalui pendekatan realistik dapat meningkatkan sikap

  Kondisi Akhir mandiri dan prestasi belajar Matematika kelas IV

Gambar 2.1 Skema kerangka berfikir penelitian

  Berdasarkan skema kerangka berfikir di atas dapat di deskripsikan sebagai berikut: Panda kondisi awal peneliti belum menggunakan pendekatan realistik sehingga kemandirian dan prestasi belajar Matematika kurang. Pada siklus I dan siklus II peneliti melakukan tindakan dengan menggunakan pendekatan realistik maka sikap kemandirian dan prestasi belajar Matematika kelas IV menjadi meningkat.

D. Hipotesis Tindakan

  Berdasarkan analisis teoritis dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut:

  1. Penerapan pendekatan Matematika realistik dapat meningkatkan kemandirian belajar Matematika materi bangun datar (keliling dan luas) kelas IV SD Negeri 3 Arcawinangun.

  2. Penerapan pendekatan Matematika realistik dapat meningkatkan prestasi siswa dalam belajar Matematika materi bangun datar (keliling dan luas) kelas IV SD Negeri 3 Arcawinangun.