BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG - DESI RAKHMAWATI BAB I

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Lanjut usia (lansia) adalah kelompok penduduk yang berumur 60

  tahun atau lebih. Secara global pada tahun 2013 proporsi dari populasi penduduk berusia lebih dari 60 tahun adalah 11,7% dari total populasi dunia dan diperkirakan jumlah tersebut akan terus meningkat seiring dengan peningkatan usia harapan hidup. Data WHO menunjukan pada tahun 2000 usia harapan hidup orang didunia adalah 66 tahun, pada tahun 2012 naik menjadi 70 tahun dan pada tahun 2013 menjadi 71 tahun. Jumlah proporsi lansia di Indonesia juga bertambah setiap tahunnya. Data WHO pada tahun 2009 menunjukan lansia berjumlah 7,49% dari total populasi, tahun 2011 menjadi 7,69% dan pada tahun 2013 didapatkan proporsi lansia sebesar 8,1% dari total

  Seiring dengan bertambahnya usia harapan hidup, jumlah lansia di Indonesia cenderung meningkat. Data Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa penduduk lanjut usia di Indonesia pada tahun 2000 sebanyak 14.439.967 jiwa (7,18 persen), selanjutnya pada tahun 2010 meningkat menjadi 23.992.553 jiwa (9,77 persen). Pada tahun 2020 diprediksikan jumlah lanjut usia mencapai 28.822.879 jiwa (11,34 persen). Indonesia saat ini telah masuk sebagai negara yang berstruktur penduduk tua sebagaimana ketentuan badan dunia, karena jumlah penduduk lanjut usia telah mencapai lebih dari 7%.

  Indonesia juga menduduki rangking keempat di dunia dengan jumlah lansia 24 juta jiwa. Adapun provinsi di Indonesia yang paling banyak penduduk lanjut usia adalah: Di Yogyakarta (12,48 %), Jawa Timur (9,36 %), Jawa Tengah (9,26 %), Bali (8,77 %) dan Jawa Barat (7,09 %). Dari data tersebut, jumlah lanjut usia terlantar di Indonesia pada tahun 2008 sebanyak 1.644.002 jiwa, tahun 2009 sebanyak 2.994.330 jiwa dan tahun 2010 sebanyak 2.851.606 jiwa (Kemenkes RI, 2016).

  Berdasarkan data dari pemerintah Kabupaten Purbalingga pada tahun 2015 terdapat 115.062 lansia (12,74%) yang terdiri dari laki-laki sebanyak 56.500 lansia dan perempuan sejumlah 58.562 lansia. Data kependudukan Desa Karangpucung pada bulan September 2016 menunjukan jumlah penduduk Desa Karangpucung seluruhnya 2.545 jiwa yang terdiri dari penduduk laki

  • – laki 1.292 jiwa dan penduduk perempuan 1.253 jiwa dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 697 jiwa. Kemudian untuk Lansia di daerah
  • – laki 202 dan perempuan 173 dan lansia yang sudah meninggal dunia sekitar 67 jiwa. Terdapat jumlah lansia 210 jiwa atau 56 % yang tinggal sendiri tanpa keluarga dan jumlah lansia yang tinggal bersama keluarga sebanyak 96 jiwa atau 25,6 %.

  Lanjut usia merupakan istilah akhir dari proses penuaan. Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami proses penuaan secara terus menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya tahan tubuh fisik yaitu semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan serta sistem organ (Departemen Sosial, 2010).

  Secara umum kondisi fisik seseorang yang telah memasuki masa lanjut usia mengalami penurunan. Hal ini dapat dilihat dari beberapa perubahan seperti perubahan pada bagian wajah, tangan dan kulit. Perubahan bagian tubuh seperti sistem syaraf yaitu otak dan isi perut yaitu limpa. Perubahan panca indera penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa dan perubahan motorik antara lain berkurangnya kekuatan, kecepatan dan belajar keterampilan baru.

  Kemunduran fisik dan menurunnya fungsi organ dapat menyebabkan lansia menjadi tergantung kepada orang lain. Meskipun lansia secara alamiah mengalami penurunan dan kemunduran fisik, tetapi tidak menutup kemungkinan lansia dapat melakukan aktivitas dan pemenuhan kebutuhan sehari

  • –hari secara mandiri. Ketersediaan bantuan sepanjang waktu di rumah atau institusi layanan kesehatan atau rawatan rumah bersifat melindungi kemandiriannya selama mungkin (Friedman, 2010).

  Perubahan panca indera penglihatandapat dilihat dari kemampuan fungsional dari lansia terutama kemampuan untuk melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari seperti berpakaian, buang air kecil atau besar, makan, minum, mandi berjalan dan tidur, dari kemampuan tersebut maka dapat dilihat apakah lanjut usia mandiri atau bergantung pada orang lain. Dengan mengetahui kondisi tersebut maka orang lain dapat memberikan perlakuan sesuai dengan masalah yang menyebabkan orang lanjut usia tergantung pada oranglain. Kemandirian merupakan suatu keadaan dimana seorang individu memiliki kemauan dan kemampuan berupaya untuk memenuhi tuntutan kehidupannya secara sah, wajar dan bertanggungjawab terhadap segala hal yang dilakukannya, namun demikian tidak berarti bahwa orang yang mandiri bebas lepas tidak memiliki kaitan dengan orang lain. Untuk dapat hidup mandiri seseorang juga membutuhkan kesempatan, dukungan dan dorongan dari keluarga serta lingkungan di sekitarnya, agar dapat mencapai otonomi terhadap diri sendiri (Nugroho, 2010).

  Hasil penelitian yang dilakukan oleh Indrawati dan Fauziah (2011) menunjukan bahwa responden yang mengalami ketergantungan sebagian sebanyak 61 responden (70,9%), sebanyak 23 responden (26,7%) tingkat kemandirian dalam melakukan Activity Daily Living (ADL)secara mandiri, sebanyak 2 responden (2,3%) tingkat kemandirian ADL ketergantungan berat. Berdasarkan pengamatan peneliti, ketergantungan responden sangat

  Penurunan fungsi indera pada lansia berupa gangguan penglihatan dapat menjadi suatu kendala, sehingga bisa menjadi masalah dalam melakukan aktivitas sehari-harinya secara mandiri. Menyadari bahwa gangguan penglihatan dapat berpotensi mempengaruhi kemandirian dalam aktivitas sehari-hari maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan gangguan penglihatan dengan kemandirian dalam aktivitas sehari-hari pada lansia di Desa Karangpucung Kabupaten Purbalingga.

  B. RUMUSAN MASALAH

  Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan diatas bahwa gangguan penglihatan mempengaruhi kemandirian dalam aktivitas sehari-hari maka dapat dirumuskan masalah, “Adakah Hubungan Gangguan Penglihatan dengan Kemandirian dalam Aktivitas Sehari-hari Pada Lansia di Desa Karangpucung Kabupaten Purbalingga?”.

  C. TUJUAN PENELITIAN

  1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan gangguan penglihatan dengan kemandirian dalam aktivitas sehari-hari pada lansia di Desa Karangpucung Kabupaten

  Purbalingga.

  2. Tujuan Khusus

  a. Mengetahui gangguan penglihatan pada lansia di Desa Karangpucung Kabupaten Purbalingga.

  Kabupaten Purbalingga.

  c. Mengetahui tentang aktivitas sehari

  • – hari pada lansia di Desa Karangpucung Kabupaten Purbalingga.

  d. Mengetahui hubungan gangguan penglihatan dengan kemandirian pada lansia di Desa Karangpucung Kabupaten Purbalingga.

  e. Mengetahui hubungan gangguan penglihatan dengan aktivitas sehari-hari pada lansia di Desa Karangpucung Kabupaten Purbalingga.

D. MANFAAT PENELITIAN

  1. Bagi Peneliti Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan pengalaman dan wawasan dalam mengembangkan penelitian dan masalah

  • – masalah pada lansia khususnya tentang hubungan gangguan penglihatan dengan kemandirian dalam aktivitas sehari-hari pada lansia di Desa Karangpucung Kabupaten Purbalingga.

  2. Bagi Keluarga Penelitian ini bermanfaat bagi keluarga untuk memberikan pengetahuan dan pembelajaran pada anggota keluarga jika mengalami gangguan penglihatan dengan kemandirian dalam aktivitas sehari-hari pada lansia di Desa Karangpucung Kabupaten Purbalingga.

  3. Bagi Masyarakat Dapat memberikan pengetahuan pada masyarakat tentang hari pada lansia di Desa Karangpucung Kabupaten Purbalingga.

  4. Bagi Institusi Pendidikan Sebagai tambahan referensi dan pengembangan penelitian tentang hubungan gangguan penglihatan dengan kemandirian dalam aktivitas sehari- hari pada lansia di Desa Karangpucung Kabupaten Purbalingga, serta sebagai pedoman untuk melakukan intervensi pada keperawatan lansia.

  5. Bagi Pelayanan Kesehatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dalam pelayanan kesehatan gangguan penglihatan pada lansia di Desa

  Karangpucung Kabupaten Purbalingga, serta sebagai pedoman untuk melakukan intervensi pada keperawatan lansia.

E. PENELITIAN TERKAIT

  1. Judul : “Hubungan dukungan keluarga dengan kemandirian lansia dalam pemenuhan aktivitas sehari-hari di desa Batu Kecamatan Likupang Selatan

  Kabupaten Minahasa Utara”. Oleh :Indah, dkk (2015) Tujuan penelitian mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan kemandirian lansia dalam pemenuhan aktifitas sehari-hari di Desa Batu Kecamatan Likupang Selatan Kabupaten Minahasa Utara. Penelitian ini merupakan penelitian dengan Analitik Observasional pendekatan cross sampling sebanyak 172 responden. Analisa data dengan menggunakan uji

  chi square . Hasil uji chi square bahwa terdapat hubungan yang sangat nyata

  antara dukungan keluarga dengan kemandirian lansia dalam pemenuhan aktivitas sehari-hari. Hal tersebut ditunjukan dari dukungan keluarga berada pada kategori baik sebanyak 44 (69.8%) responden, dan kemandirian lansia yang sebagian besar termasuk dalam kategori baik yaitu 41 (65.1 %) responden.

  Persamaan : persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sama-sama meneliti kemandirian lansia dalam aktivitas sehari-hari.

  Perbedaan : perbedaan dalam penelitian ini adalah variabel independen yaitu gangguan penglihatan dantempat penelitian yang dilakukan di Desa Karangpucung Kabupaten Purbalingga.

  2. Judul: “Kemandirian aktivitas dasar sehari – hari deengan konsep diri pada lanjut usia di UPT Panti Wredha Mojopahit Mojokerto”.

  Oleh : Maulidia Alfiarista Sari, ( 2015 ). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan Kemandirian aktivitas dasar sehari

  • – hari pada lanjut usia di UPT Panti Wredha Mojopahit Mojokerto. Desain penelitian observasional dengan pendekatan

  

cross sectional . Populasi penelitian ini adalah lansia di UPT Panti Wredha

  Mojopahit Mojokerto dengan sampel berjumlah 33 orang yang dipilih secaraProbability Sampling atau Simple Random Sampling yang sesuai Barthel dan kuesioner konsep diri. Analisis data menggunakan uji statistic

  

chi square ( p< 0,05 ). Hasil penelitian menunjukan bahwa ketergantungan

  sangat berat sebanyak 4 orang ( 12,1%), ketergantungan berat 8 orang (24,2%), ketergantungan ringan sebanyak 6 orang (18,2%), mandiri 5 orang ( 45,5%). Sedangkan dengan konsep diri positif sebanyak 13 orang (39,4%) dan konsep diri negative sebanyak 20 orang ( 60,6%) . Uji statistic chi square menunjukan adanya hubungan antara kemandirian aktivitas dasar sehari hari dengan konsep diri pada lanjut usia.

  Persamaan : persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sama-sama meneliti kemandirian atau ketergantungan lansia.

  Perbedaan : perbedaan dalam penelitian inidengan sebelumnya adalah tempat penelitian dan variabel independent.

  3. Judul : “Hubungan Fungsi Kognitif dengan Kemandirian dalam Melakukan

  Aktivitas Sehari- hari pada Lansia di UPT PSLU Pasuruan”. Oleh :Najiyatul Fadhia, dkk (2012). Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan fungsi kognitif dengan kemandirian dalam melakukan ADL pada lansia di UPT PSLU Pasuruaan. Populasi target pada penelitian ini ialah lansia yang tinggal di UPT PSLU Pasuruan pada saat penelitian,yaitu sejumlah 95 orang dan populasi terjangkaunya dengan mengacu pada definisi lansia dari WHO yaitu 91 orang. Besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 33 orang dengan kriteria inklusi: 1) Tingkat pendidikan minimal sekolah dasar kooperatif dan dapat diajak berkomunikasi serta kriteria eksklusi: 1) Kecacatan ekstremitas atas dominan karena stroke, 2) Kelumpuhan ekstremitas atas dominan karena non-union, 3) Tuna netra atau tuna rungu dan 4) Gangguan jiwa. Variabel dalam penelitian ini adalah fungsi kognitif dan kemandirian dalam melakukan ADL. Pengumpulan data dalam penelitian ini melalui kuesioner dan observasi. Kuesioner Mini-mental State

  

Examination (MMSE) untuk memeriksa fungsi kognitif dan observasi

  langsung tingkat kemandirian responden melalui Indeks Katz. Analisis dengan menggunakan uji korelasi Pearson dilakukan untuk mengetahui kekuatan hubungan dan signifikansi antara fungsi kognitif dengan kemandirian dalam melakukan ADL pada lansia di UPT PSLU Pasuruan. Persamaan : persamaan dalam penelitian ini adalah pada variabel kemandirian dalam melakukan aktivitas sehari-hari pada lansia.

  Perbedaan :perbedaan dalam penelitian inidengan sebelumnya adalah tempat penelitian dan variabel independent yaitu gangguan penglihatan.

4. Judul :“The loss of independence in activities of daily living: The role of low normal cognitive function in elderly nuns”.

  Oleh :Greiner, dkk (2016) Dalam studi ini, hasil ujian negara Mini-Mental dikisaran normal rendah (24-27) dikaitkan dengan risiko kelebihan hilangnya kemandirian dalam kegiatan kehidupan sehari-hari. Banyak risiko kelebihan ini pada mereka dengan fungsi kognitif rendah normal muncul karena subset dari saudara normal yang rendah dapat dipandang sebagai pertanda kerusakan kognitif yang akan datang dan selanjutnya hilangnya fungsi fisik. Ada beberapa skenario kemungkinan yang bisa menjelaskan hubungan ini. Satu skenario adalah bahwa penurunan progresif dari rendah normal untuk gangguan fungsi kognitif karena dementing penyakit. Skenario ini, penurunan kognitif dimulai sebelum penilaian pertama, menempatkan individu dalam kisaran normal rendah di penilaian itu. Penurunan fungsi kognitif kemudian berlanjut melalui penilaian titik yang kedua, yang mana orang tersebut gangguan kognitif. Penurunan kognitif ini mendahului hilangnya kemandirian dalam kegiatan kehidupan sehari-hari. Tambahan kerugian kemerdekaan dalam kegiatan kehidupan sehari-hari bisa di antisipasi dan mungkin dicegah melalui penggunaan mekanisme bantuan sosial dan latihan fisik (33,34). Skenario lain adalah bahwa ada bersamaan penurunan fungsi kognitif dan fisik karena acara dahsyat atau secara dramatis progresif, seperti stroke. Disini, nilai rendah fungsi kognitif yang normal bisa mencerminkan kondisi penyakit sebelumnya, seperti microinfarctions, serangan iskemik transient atau penyakit vaskular sistemik. Penyakit- penyakit tersebut dapat mempengaruhi individu untuk stroke berikutnya.

  Persamaan: persamaan dalam penelitian ini adalah pada variabel kemandirian dalam melakukan aktivitas sehari-hari pada lansia.

  Perbedaan: perbedaan dalam penelitian inidengan sebelumnya adalah tempat penelitian dan variabel independent yaitu gangguan penglihatan.

  “Capability for daily activities in old people with rheumatoid arthritis: a population based study

  Oleh: M Kauppi (2010) Persentase orang-orang tua penduduk negara-negara Barat telah meningkat selama beberapa dekade dan kemajuan ini diperkirakan akan terus berlanjut.

  Proporsi orang berusia 75 tahun atau lebih pada populasi ini pada tahun 2008 adalah 5,3% dan itu mungkin akan 7,1% 2020 (resmi statistik kota Kuopio, Finlandia). Warga senior sering menderita kondisi kronis, terutama dari system.10 lokomotor 16-21 11 populasi berdasarkan data kapasitas fungsional tua orang sangat diperlukan dalam perencanaan sumber daya yang dibutuhkan dalam masyarakat untuk mengurus mereka di masa depan.

  Kemampuan untuk memimpin kehidupan yang independen meningkatkan akses lebih baik ke perawatan yang baik, tetapi berkurang secara dramatis bagi mereka dengan usia terkait menonaktifkan conditions. Meskipun kemajuan dalam pengobatan aktif rheumatoid arthritis, penyakit dan mungkin akan tetap penyebab utama dari beberapa tingkat kecacatan pada population. Studi ini melibatkan sekelompok 700 orang tua di kota Finlandia dengan populasi homogen. Hasil dapat dianggap mewakili populasi, persentase partisipasi (86%) dalam kelompok adalah tinggi dan subyek (601 orang) yang benar-benar diwawancarai dan belajar. Evaluasi ini termasuk catatan medis mereka. Kemampuan fungsional dievaluasi oleh ADL (Barthel indeks) dan IADL (Lawton dan Brody) skala, 13 14 yang umumnya digunakan dalam studi populasi tua dan juga dalam praktek arthritis pada populasi studi ini adalah 2,5%, dan bahwa JRA 0,16%, membawa prevalensi keseluruhan arthritis kronis (klinis rheumatoid arthritis) hingga 2,7%. Angka-angka dapat diterima ketika sifat kronis dan puncak insiden penyakit dan risiko kematian dini antara individu yang terkena diambil account. Namun, frekuensi yang sedikit lebih rendah (1,7%) sebelumnya telah dilaporkan dalam prevalensi rheumatoid arthritis di Oslo dilaporkan menjadi hanya 1,4% pada kelompok usia 70 sampai 79 tahun Finland.18 , tetapi angka-angka yang ada juga rendah antara muda people.

  Hal utama mencari disini adalah bahwa berarti kemampuan untuk kegiatan sehari-hari antara pasien dengan klinis rheumatoid arthritis tidak berbeda secara signifikan dari yang di seluruh penduduk. Namun, proporsi orang parah Cacat (Barthel indeks (25 poin) antara pasien dengan klinis rheumatoid arthritis adalah tinggi (19%), dan distribusi mereka di Barthel indeks dan nilai-nilai IADL adalah sedikit bipartit. Cacat parah tampaknya dikaitkan dengan prevalensi demensia. Mungkin orang-orang dengan cacat fisik rematik perlu kelembagaan perawatan pada keadaan sebelumnya demensia daripada non-rheumatoid orang dengan demensia. Prevalensi demensia tidak berbeda secara signifikan antara populasi berdasarkan kohort dalam studi kami; dalam beberapa penelitian lain, namun, penyakit Alzheimer telah ditemukan untuk menjadi kurang umum pada orang dengan rheumatoid arthritis. Hal ini juga mungkin terjadi dalam sampel kami, sebagai proporsi yang agak rendah (25%) dari rheumatoid pasien dengan pasien) telah dilaporkan sebelumnya (penyakit Alzheimer, 64 (47%); vaskular demensia, 32 (23%); Lewy tubuh penyakit, 30 (22%); dan lain, 10 (8%)) yang berarti Barthel indeks dan IADL. Skor nilai-nilai dari semua demensia pasien dalam seri yang 58 dan 4, respectively.

  Persamaan : persamaan dalam penelitian ini adalah pada variabel kemandirian dalam melakukan aktivitas sehari-hari pada lansia.

  Perbedaan : perbedaan dalam penelitian inidengan sebelumnya adalah tempat penelitian dan variabel independent yaitu gangguan penglihatan.

  6. Judul :

  “Qualitative evaluation of elderly home residents' fixed and removable prostheses in relation to the ADL index”.

  Ole009) Penyelidikan klinis dilakukan pada sekelompok 175 dilembagakan tua dengan catatan asuransi gigi yang dilacak untuk 20 tahun terakhir, bagian dari populasi lansia (n = 623) dari enam berbeda panti jompo. Kemampuan kognitif yang cukup untuk mengerti dan bersedia menawarkan persetujuan untuk studi yang kriteria inklusi, dilakukan oleh penduduk psikolog dari setiap panti jompo. Kelompok terdiri dari 66 jantan dan betina 109, dengan usia rata-rata 76,8 tahun (SD = 10.72). Evaluasi membutuhkan perawatan khusus dilakukan bekerjasama dengan psikolog penduduk menggunakan aktivitas sehari-hari hidup indeks 11 pada skala 1 (sepenuhnya bergantung pada perawatan) untuk 5 (independen perawatan) dengan kriteria sebagai berikut: kemampuan untuk memberi makan, mandi, berpakaian diri sendiri, Uji Reliabilitas dirancang untuk menilai keandalan dari enam dokter gigi berbeda. Dokter gigi memeriksa lima pokok dengan prostesis tetap dan lima pokok dengan prostesis yang dapat dilepas dari satu panti jompo, dan dievaluasi Karlsson 's12 dan diubah Nevalainen' s13 indeks, dua kali selama periode 1 bulan di mana tidak ada perawatan gigi dilakukan, dan tidak ada perubahan subyek rutinitas sehari-hari atau diet. Analisis statistik untuk examiner intra dan antar keandalan dilakukan menurut cara yang diusulkan oleh Slakter et al. 14 dan Fleiss et al.15. Intra-pemeriksa keandalan bervariasi dari 0,67 untuk 0,91, tergantung pada indeks diukur, sementara antar pemeriksa keandalan bervariasi dari 0,53 sampai 0.88. Dua paling konsisten penguji ditentukan oleh kesalahan standar terendah dalam pengukuran, kehandalan pemeriksa antar mereka adalah 0.85; maka mereka dilakukan penyelidikan lengkap. Persamaan : persamaan dalam penelitian ini adalah pada variabel kemandirian dalam melakukan aktivitas sehari-hari pada lansia.

  Perbedaan : perbedaan dalam penelitian inidengan sebelumnya adalah tempat penelitian dan variabel independent yaitu gangguan penglihatan.

  Hubungan Gangguan Penglihatan..., DESI RAKHMAWATI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017