BAB II TINJAUAN PUSTAKA - BAB II Reny Kristiyana

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Pneumonia

  1. Definisi Pneumonia Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru – paru

  (alveoli) dan mempunyai gejala batuk, sesak nafas, ronkhi, dan infiltrate pada foto rongten. Terjadinya pneumonia pada anak sering kali bersamaan dengan terjadinya proses infeksi akut pada bronkhus yang sering disebut bronchopneumonia (Direktorat jendaral P2PL, 2009).

  Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru – paru (alveoli). Selain gambaran umum diatas, pneumonia dapat dikenali berdasarkan pedoman – tanda klinis lainnya dan pemeriksaan penunjang (rongten,laboratorium) (Wilson, 2006).

  Pneumonia adalah salah satu bentuk infeksi saluran nafas bawah akut (ISNBA) yang tersering. Pneumonia merupakan peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkhiolus terminalis yang mencakup bronkhiolus respiratorius, dan alveoli serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran udara setempat (Dahlan,2007).

  Jadi pneumonia adalah penyakit infeksi saluran nafas bawah akut yang mengenai jaringan paru (alveoli) dan sering menyerang balita dengan gejala batuk, sesak nafas, ronkhi dan tampak infiltrate pada foto ringten.

  Gejala dari Pneumonia yang biasa ditemukan pada balita dengan pneumonia antara lain: demam, batuk dengan nafas cepat, crackles (ronkhi pada auskultasi), kepala terangguk-angguk, pernapasan cuping hidung, tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam, merintih (grunting), sianosis. Dalam program penanggulangan penyakit ISPA, pneumonia diklasifikasikan sebagai pneumonia sangat berat, pneumonia berat, pneumonia dan bukan pneumonia, berdasarkan ada atau tidaknya tanda bahaya, tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam dan frekwensi nafas, dan dengan pengobatan yang spesifik untuk masing – masing derajat penyakit. (WHO Indonesia, 2008)

  Pneumonia biasa disebabkan oleh virus atau bakteria. Sebagian besar episode yang serius disebabkan oleh bakteria. Biasanya sulit menentukan penyebab spesifik melalui gambaran klinis atau gambaran foto dada. (WHO Indonesia,2008). Dari sumber lain diperoleh bahawa sebagian besar mikroorganisme (virus/bakteri) dan sebagian kecil disebabkan oleh hal lain seperti aspirasi dan radiasi. Di negara berkembang, pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh bakteri. Bakteri yang menyebabkan pneumonia adalah Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenzae, dan Staphylococcus aureus (Said, 2008).

2. Etiologi Pneumonia

  Pneumonia yang ada dikalangan masyarakat umumnya disebabkan oleh bakteri, virus, mikroplasma ( bentuk peralihan bakteri dan virus) dan Protozoa. ( Djojodibroto, 2009) a.

  Bakteri Pneumonia yang dipicu bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai usia lanjut. Sebenarnya bakteri penyebab pneumonia yang paling umum adalah streptococcus pneumonia sudah ada di kerongkong manusia yang sehat. Begitu pertahanan tubuh menurun oleh sakit, usia tua atau malnutrisi, bakteri segera memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan. Balita yang terinfeksi dan menyebabkan kerusakan. Balita yang terinfeksi pneumonia akan panas tinggi, berkeringat, napas terengah – engah dan denyut jantungnya meningkat cepat.

  b.

  Virus Setengah kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus. Meskipun virus – virus ini kebanyakan menyerang saluran nafas bagian atas, pada balita gangguan ini bisa memicu pneumonia. Tetapi pada umumnya sebagian besar pneumonia jenis ini tidak berat dan dapat sembuh dalam waktu singkat. Namun bila infeksi terjadi bersamaan dengan dengan virus influenza, gangguan bisa berat dan kadang menyebabkan kematian. c.

  Mikroplasma Mikroplasma adalah agen terkecil di alam bebas yang menyebabkan penyakit pada manuasia. Mikroplasma tidak bisa diklasifikasikan sebagai virus sampai bakteri, meski memiliki karakteristik keduanya. Pneumonia yang dihasilkan biasanya berderajat ringan dan tersebar luas. Mikroplasma menyerang segala jenis usia, tetapi paling sering pada anak remaja dan usia muda. Angka kematian sangat rendah, bahkan juga pada yang tidak diobati.

  d.

  Protozoa Pneumonia yang disebabkan oleh protozoa sering disebut pneumonia pneumosistis. Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis

  Caranii Pneumonia ( PCP ). Pneumonia pneumosistis sering ditemukan pada bayi yang premature. Perjalanan penyakitnya dapat lambat dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan, tetapi juga dapat cepat dalam hitungan hari. Diagnosis pasti ditegakkan jika ditemukan P. Cranii pada jaringan paru atau specimen yang berasal dari paru.

  3. Faktor Resiko Pneumonia Hasil penelitian dari berbagai negara termasuk Indonesia dan berbagai publikasi ilmiah dilaporkan faktor resiko baik yang meningkatakan insiden

  (morbiditas) maupun kematian (mortalitas) akibat pneumonia (Direktorat jendral P2PL,2009), adalah sebagai berikut: a.

  Faktor resiko yang meningkatkan insiden pneumonia meliputi : Faktor resiko pasti (definite) : malnutrisi, BBLR, tidak ASI Eksklusif, tidak dapat imunisasi campak, polusi udara dalam rumah dan kepadatan penduduk, Faktor resiko hampir pasti (likely) : asap rokok, defisiensi zinc, kemampuan ibu merawat, penyakit penyerta (diare dan asma), Kemungkinan faktor resiko (Possible): pendidikan ibu, kelembapan, udara dingin, defisiensi vitamin A, Polusi udara luar, urutan kelahiran dalam keluarga, kemiskinan.

  b.

  Faktor resiko yang meningkatkan angka kematian pneumonia.

  Faktor resiko yang meningkatkan angka kematian pneumonia ini perlu mendapatkan perhatian kita semua agar upaya penurunan kematian karena pneumonia dapat dicapai. Faktor resiko ini merupakan gabungan faktor resiko insidens seperti tersebut diatas ditambah dengan faktor tata laksana pelayanan kesehatan yaitu : Ketersediaan pedoman tata laksana, Ketersediaan tenaga kesehatan terlatih yang memadai, Kepatuhan tenaga kesehatan terhadap pedoman, Ketersediaan fasilitas yang diperlukan untuk tata laksanan pneumonia (obat, oksigen,perawatan intensif), Prasarana dan sistem rujukan.

  4. Klasifikasi Pneumonia ( Depkes RI, Dirjen P2PL, 2009)

  Kelompok Umur Klasifikasi Tanda Penyerta selain batuk atau sukar bernafas 2 bulan -<5 tahun Pneumonia Berat Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (Chest indrawing) Pneumonia Nafas cepat sesuai dengan golongan umur. ( 2 bulan - <1 tahun : 50 kali atau lebih/menit, 1 - <5tahun : 40 kali atau lebih/menit) Bukan Pneumonia Tidak nafas cepat dan tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam <2 bulan Pneumonia Berat Nafas cepat >60 kali atau lebih/menit, atau tarikan kuat dinding dada bagian bawah ke dalam (Chest indrawing) Tidak ada nafas cepat dan

  Bukan Pneumonia tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam.

  5. Gejala Klinis dan Tanda Pneumonia a.

  Gejala Gejala penyakit pneumonia biasanya didahului dengan infeksi saluran napas atas akut selama beberapa hari. Selain didapatkan demam, menggigil suhu tubuh meningkat dapat mencapai 40°C, sesak napas, nyeri dada dan batuk dengan dahak kental, terkadang dapat berwarna kuning hingga hijau. Pada sebagian penderita juga ditemui gejala lain seperti nyeri perut, kurang nafsu makan, dan sakit kepala. b.

  Tanda Menurut Misnadiarly (2008), tanda – tanda penyakit pneumonia pada balita antar lain : batuk nonproduktif, ingus (nasal discharge), suara yang lemah, penggunaan otot bantu nafas, demam, cyanosis (kebiruan), thorax photo menunjukkan infiltrasi melebar, sakit kepala, kekauan dan nyeri otot, sesak napas, menggigil, berkeringat, lelah, terkadang kulit menjadi lembab, mual dan muntah.

6. Cara Penularan

  Pada umumnya pneumonia termasuk ke dalam penyakit menular yang ditularkan melalui udara. Sumber penularan adalah penderita pneumonia yang menyebarkan kuman ke udara pada saat batuk atau bersin dalam bentuk droplet. Inhalasi merupakan cara terpenting masuknya kuman penyebab pneumonia kedalam saluran nafas yaitu bersama udara yang dihirup, disamping itu terdapat juga cara penularan langsung yaitu melalui percikan droplet yang dikeluarkan oleh penderita saat batuk, bersin dan berbicara kepada orang di sekitar penderita, transmisi langsung juga bisa melalui ciuman, memegang dan menggunakan benda yang telah terkena sekresi saluran pernapasan penderita (Azwar,2002).

7. Pencegahan Pneumonia

  Mengingat pneumonia adalah penyakit beresiko tinggi yang tanda awalnya sangat mirip dengan flu, alangkah baiknya para orang tua tetap waspada dengan memperhatikan cara berikut ini ( misnadiarly,2008) : a.

  Menghindarkan bayi atau anak dari paparan asap rokok, polusi udara, dan tempat keramaian yang berpotensi penularan.

  b.

  Menghindarkan bayi atau anak dari kontak dengan penderita ISPA.

  c.

  Membiasakan memberikan ASI.

  d.

  Segera berobat jika mendapati anak mengalami panas, batuk, pilek.

  Terlebih jika disertai suara serak, sesak nafas, dan adanya tarikan pada otot diantara rusuk (retraksi).

  e.

  Periksakan kembali jika dalam dua hari belum menampakkan perbaikan, dan segera ke rumah sakit jika kondisi anak memburuk.

  f.

  Imunisasi, untuk meningkatkan kekebalan tubuh terhadap penyakit infeksi seperti imunisasi DPT.

  8. Diagnosis Pneumonia.

  Berdasarkan pedoman diagnois dan tatalaksanan pneumonia yang diajukan oleh WHO di dalam buku Mansjoer (2008), Pneumonia dibedakan atas : a.

  Pneumonia sangat berat : bila ada sianosis dan tidak sanggup minum, harus dirawat di RS dan diberi antibiotic.

  b.

  Pneumonia berat : bila ada retraksi, tanpa cianosis dan masih sanggup minum, harus dirawat di RS dan diberi antibiotik.

  c.

  Pneumonia : bila tidak ada retraksi tapi nafas cepat : Lebih dari 60 kali/menit pada bayi kurang dari 2 bulan, lebih dari 50 kali/menit pada anak 2 bulan sampai dengan satu tahu, lebih dari 40 kali/mnt pada anak 1 – 5 tahun.

  d.

  Bukan pneumonia : hanya batuk tanpa tanda dan gejala seperti diatas, tidak perlu dirawat, tidak perlu antibiotik.

  9. Perawatan pneumonia pada balita di rumah Perawatan dirumah yang dapat dilakukan pada bayi atau anak balita yang menderita pneumonia antara lain (Direktorat Jenderal P2PL, 2010): a. Mengatasi demam

  Untuk anak usia dua bulan sampai lima tahun, demam dapat diatasi dengan memberikan parasetamol atau dengan kompres, bayi dibawah dua bulan dengan demam harus segera dirujuk. Paracetamol diberikan sehari empat kali setiap enam jam untuk waktu dua hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan. Memberikan kompres, dengan menggunakan kain bersih dengan cara lain dicelupkan dalam air (tidak perlu menambahkan air es). Menurut Susanti (2012), pemakaian kompres hangat efektif untuk mengatasi demam memicu vasodilatasi yang dapat meningkatkan pengeluaran panas tubuh.

  Pemakaian kompres hangat dianjurkan sebagai terapi kombinasi dengan antipiretik untuk membantu menurunkan temperatur tubuh.

  b.

  Mengatasi batuk Dianjurkan untuk memberikan obat batuk yang aman misalnya ramuan tradisional yaitu jeruk nipis setengah sendok teh dicampur dengan kecap atau madu setengah sendok teh dan diberikan tiga kali sehari. Menurut Cohen, et al (2012), menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan setelah dilakukan intervensi dengan pemberian tiga jenis madu (madu kayu putih, madu jeruk, dan madu labiatae) dibandingkan dengan pemberian placebo.

  c. Pemberian makanan sering Dianjurkan memberikan makanan yang cukup gizi, sedikit sedikit tetapi berulang – ulang yaitu sering dari biasanya, lebih lebih jika terjadi muntah. Pemberian ASI pada bayi yang menyusu tetap diteruskan. d. Pemberian minuman.

  Diusahakan memberikan cairan ( air putih, air buah, dan sebagainya) lebih banyak dari biasanya. Hal ini akan membantu mengencerkan dahak, selain itu kekurangan cairan akan menambah parah sakit yang diderita.

  e. Lain – lain Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu tebal atau rapat, lebih – lebih pada anak yang demam. Membersihkan hidung pada saat pilek akan berguna untuk mempercepat kesembuhan dan menghindari komplikasi yang lebih parah. Diusahakan lingkungan tempat tinggal yang sehat yaitu berventilasi cukup dan tidak berasap. Apabila selama perawatan dirumah keadaan anak memburuk maka dianjurkan untuk membawa ke dokter atau pengawas kesehatan. Untuk penderita yang mendapat obat antibiotik, selain tindakan diatas diusahakan agar obat yang diperoleh tersebut diberikan dengan benar selama lima hari penuh dan setelah dua hari anak perlu dibawa kembali ke petugas kesehatan untuk pemeriksaan ulang.

  B. Konsep Keluarga 1.

  Pengertian Keluarga Marilyn M Frieddman ( 1998 ) yang menyatakan bahwa keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan dan emosional dimana individu mempunyai peran masing – masing yang merupakan bagian dari keluarga.

  Salvicion G.Bailon dan Arcelis Maglaya ( 1978) menjelaskan bahwa keluarga adalah dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan, atau adopsi. Mereka saling berinteraksi sata sama lainnya, mempunyai peran masing – masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu budaya.

2. Fungsi keluarga

  Fungsi – fungsi dasar keluarga adalah memenuhi kebutuhan – kebutuhan anggota keluarga dan masyarakat yang lebih luas. Lima fungsi keluarga menurut friedman (1988) adalah : a.

  Fungsi affektif Berhubungan dengan fungsi internal keluarga, yang merupakan basis kekuatan keluarga. Fungsi affektif berguna untuk menemukan kebutuhan psiokososial. Keberhasilan melakukan fungsi afektif tampak pada kebahagiaan dan kegembiraan dari seluruh anggota keluarga. Tiap anggota keluarga saling mempertahankan iklim yang positif, perasaan memiliki, perasaan yang berarti dan merupakan sumber kasih sayang dan reinforcement. Hal tersebut dipelajari dan dikembangkan melalui interakasi dan berhubungan dalam keluarga. Dengan demikian keluarga yang berhasil melaksanakan fungsi affektif seluruh anggota keluarga dapat mengembangkan konsep diri yang positif. Fungsi afektif merupakan sumber energy yang menetukan kebahagiaan keluarga. Perceraian, kenakalan anak atau masalah keluarga yang sering timbul sebagai akibat tidak terpenuhinya fungsi afektif. Tidak terkecuali bagi keluarga dengan balita yang menderita pneumonia, apabila fungsi afektif berjalan dengan baik seorang ibu terutamanya akan dapat merawat balitanya dengan baik.

  b. Fungsi sosialisasi dan tempat bersosialisasi (socialization and social placement function) Fungsi sosialisasi keluarga bagi keluarga dengan balita pneumonia sangat menentukan apakah keluarga akan menunda balitanya yang sakit ke fasilitas kesehatan, ke dukun, atau bahkan tidak kemanapun yang akan berakibat fatal. (Rasmussen, Pio, Enarson, 2000)

  c. Fungsi reproduksi Pada keluarga dengan usia subur, memiliki kesempatan yang besar untuk memiliki anak lagi, oleh sebab itu perlu dianjurkan untuk

  KB agar lebih intensif dalam merawat balitanya, sehingga tidak mudah terserang ISPA dan atau pneumonia. (Notosiwoyo, Martomijoyo, Supardi, Riyadina, 2003) d. Fungsi ekonomi Kondisi ekonomi keluarga sangat berpengaruh pada kemampuan keluarga dalam memenuhi gizi dan mendatangi fasilitas pelayanan kesehatan, dimana status gizi sangat berpengaruh dengan kejadian pneumonia (Sulistiyoningsih, Rustandi, 2010).

  e. Fungsi perawatan dan pemeliharaan kesehatan Keluarga memberikan keamanan dan kenyamanan lingkungan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan dan istirahat untuk penyembuhan dari sakit.

  C. Pelaksanaan Fungsi Perawatan Keluarga

  1. Pengertian Perawatan Keluarga Perawatan kesehatan keluarga adalah tingkatan keperawatan kesehatan masyarakat yang dipusatkan pada keluarga sebagai unit satu kesatuan yang dirawat dengan sehat sebagai tujuan pelayanan dan perawatan sebagai upaya mencegah penyakit. Sedangkan keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan perkembangan fisik, mental, emosional serta sosial dari anggota keluarga. Keluarga adalah unit pelayanan kesehatan dan merupakan kumpulan dua orang atau lebih yang ada dan tidak ada hubungan secara hukum akan tetapi berperan sebagai keluarga atau siapapun yang dikatakan klien sebagai keluarganya (Friedman,1998).

  Perawatan keluarga yang komprehensif merupakan suatu proses yang rumit, sehingga memerlukan suatu pendekatan yang logis dan sistematis untuk bekerja dengan keluarga dan anggota keluarga. Pendekatan ini disebut proses keperawatan, dimana proses adalah suatu aksi gerak yang dilakukan dengan sengaja dan sadar dari suatu titik ke titik yang lain menuju pencapaian tujuan. Pada dasarnya, proses keperawatan merupakan suatu proses pemecahan masalah yang sistematis yang digunakan ketika bekerja dengan individu, keluarga, kelompok atau komunitas. Salah satu aspek terpenting dari keperawatan adalah penekanan pada keluarga, keluarga bersama inividu, kelompok dan komunitas adalah klien atau resipien keperawatan. Secara empiris, disadari bahwa kesehatan para anggota keluarga dan kualitas kesehatan keluarga mempunyai hubungan yang erat. Akan tetapi, hingga saat ini sangat sedikit yang diberikan perhatian pada keluarga sebagai obyek dari studi yang sistematis dalam bidang keperawatan (Friedman,1998).

2. Fungsi keluarga

  Fungsi keperawatan keluarga merupakan hal penting dalam pengkajian keluarga. Sejauh mana masing – masing anggota keluarga melaksanakan fungsinya antara lain termasuk fungsi afektif dalam menyelesaikan masalahnya, fungsi sosialisasi dalam melakukan interaksi baik sesama anggota keluarga maupun dengan orang lain, fungsi kesehatan seperti yang dikemukakan oleh friedman antara lain dalam mengenali masalah, mengambil keputusan, merawat anggota keluarga yang sakit, memelihara dan memodifikasi lingkungan dan menggunakan sumber dimasyarakat. Fungsi kesehatan keluarga juga mengenai kebiasaan diet keluarga mempengaruhi status gizi sebagai faktor pendukung, pola istirahat dan tidur mempengaruhi status ketahanan tubuh, kebiasaan mengkonsumsi obat atau zat aditif mempengaruhi berhasil atau tidaknya pengobatan, pola perawatan diri mempengaruhi proses penularan dan hygiene seseorang, lingkungan dan riwayat kesehatan keluarga berpengaruh dalam bertambah parah atau tidak masalah kesehatan yang dialami keluarga (Friedman,1998).

3. Tugas Pelaksanaan Perawatan Kesehatan Keluarga

  Terdapat beberapa tugas dalam pelaksanaan perawatan kesehatan keluarga, yaitu (Friedman,1998) : a.

  Mengenal masalah kesehatan keluarga Mengenal masalah kesehatan keluarga yaitu sejauh mana keluarga mengenal fakta – fakta dari masalah kesehatan yang meliputi pengertian tanda dan gejala, penyebab dan yang mempengaruhi serta persepsi keluarga terhadap masalah. Dalam hal ini memerlukan data umum keluarga yaitu nama keluarga, alamat, komposis keluarga, tipe keluarga, suku, agama, status sosial ekonomi keluarga dan aktivitas rekreasi keluarga. Kemampuan keluarga dalam mengenal adanya tanda dan gejala bahaya pada balita dengan pneumonia akan membantu keluarga untuk mengambil keputusan yang tepat dalm merawat balita dengan pneumonia.

  Pendidikan kesehatan tentang pneumonia mempengaruhi ibu dalam bertindak merawat balita dengan pneumonia (Murhayati, 2010).

  b.

  Membuat keputusan mengenai tindakan kesehatan yang tepat Mengambil sebuah keputusan kesehatan keluarga merupakan langkah sejauh mana keluarga mengerti mengenai sifat dan luasnya masalah apakah masalah dirasakan, menyerah terhadap masalah yang dihadapai, takut akan akibat dari tindakan penyakit, mempunyai sikap negatif terhadap masalah kesehatan, dapat menjangkau fasilitas yang ada, kurang percaya terhadap tenaga kesehatan dan mendapat informasi yang salah terhadap tindakan dalam mengatasi masalah. Dalam hal ini yang dikaji berupa akibat dan keputusan keluarga yang diambil. Perawatan sederhana dengan melakukan cara – cara perawatan yang sudah dilakukan keluarga dan cara pencegahannya.

  Intervensi untuk mengurangi hospitalisasi dari kejadian perawatan dirumah dengan penyakit pneumonia sangat konsisten dengan preferensi anggota keluarga dalam memutuskan pencarian pelayanan kesehatan terhadap balitanya yang terkena pneumonia.(Curasone, Loeb, & Lohfeld, 2006).

  c. Merawat anggota keluarga yang mengalami maslah kesehatan Anggota keluarga mengetahui keadaan penyakitnya, mengetahui sifat dan perkembangan perawatan yang dibutuhkan, mengetahui sumber – sumber yang ada dalam keluarga (anggota keluarga yang bertanggung jawab, keuangan, fasilitas fisik, psikososial), mengetahui keberadaan fisik yang diperlukan untuk perawatan dan sikap keluarga terhadap yang sakit. Perawatan keluarga dengan melakukan perawatan sederhana sesuai dengan kemamapuan, dimana perawatan keluarga yang bisa dilakukan dan cara pencegahannya seminimal mungkin.

  d.

  Memodifikasi lingkungan atau menciptakan suasana rumah yang sehat.

  Sejauh mana mengetahui sumber-sumber keluarga yang dimiliki, keuntungan atau manfaat pemeliharaan lingkungan mengetahui pentingnya hygiene sanitasi dan kekompakan antara anggota keluarga. Dengan memodifikasi lingkungan dapat membantu dalam melakukan perawatan pada anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan, dalam bentuk kebersihan rumah dan menciptakan kenyamanan agar anak dapat beristirahat dengan tenang tanpa adanya gangguan dari luar.

  Pengaruh lingkungan dan jenis rumah yang ditinggali serta kondisi rumah balita dengan pneumonia sangat berpengaruh terhadap kejadian balita dengan pneumonia, perlu meningkatkan kondisi lingkungan fisik rumah seperti genting kaca pada atap rumah. (Noviana, 2013).

  e.

  Merujuk pada fasilitas kesehatan masyarakat Dimana keluarga mengetahui apakah keberadaan fasilitas kesehatan, memahami keuntungan yang diperoleh dari fasilitas kesehatan, tingkat kepercayaan keluarga terhadap petugas kesehatan dan fasilitas tersebut terjangkau oleh keluarga. Dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan, dimana biasa mengunjungi pelayan kesehatan yang biasa dikunjungi dan cenderung yang paling dekat misalnya posyandu, puskesmas maupun rumah sakit. Hal ini dilakukan dengan alasan lebih efisien waktu dan merasa cocok.

  D. Teori Perilaku Masalah kesehatan masyarakat, terutama di negara – negara berkembang pada dasarnya menyangkut dua aspek fisik, misalnya tersedianya sarana kesehatan dan pengobatan penyakit, sedangkan yang kedua adalah aspek non fisik yang menyangkut perilaku kesehatan. Faktor perilaku ini mempunyai pengaruh yang besar terhadap status kesehatan individu masupun masyarakat

  Perilaku manusia merupakan hasil daripada segala macam pengalamannya serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahun, sikap dan tindakan (Sarwono,1977). Perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang (organism) terhadap stimulus atau obyek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan makanan dan minuman serta lingkungan (Notoatmodjo,2003)

  Ada bebrapa penelitian yang mengaitkan dengan peran keluarga dalam perilaku mencari bantuan kesehatan, menurut penelitian D’sauza (2003), meneliti tentang peran dari perilaku mencari bantuan kesehatan terhadap kematian anak di perkampungan miskin Karachi, Pakistan berdasarkan hasil penelitian bahwa pemilihan pelayanan kesehatan yang tepat oleh keluarga dapat menentukan apakah anak dapat bertahan hidup atau meninggal akibat penyakit yang diderita.

  Penilaian individu terhadap status kesehatannya ini merupakan salah satu faktor yang menentukan prilakunya, yaitu perilaku sehat jika dia menganggap dirinya sehat, dan perilaku sakit jika merasa dirinya sakit (Sarwono,1977). Menurut Green yang dikutip oleh sarwono (1977) mengatakan bahwa kesehatan individu atau masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yaitu faktor perilaku dan faktor diluar perilaku. Faktor perilaku ditentukan oleh tiga kelompok faktor yaitu : predispossing faktor, enabling faktor dan reinforcing faktor.

  a.

  Predisposing faktor: Mencakup pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, norma social dan unsur unsur lain yang terdapat dalam diri individu dan masyarakat.

  Pada seseorang dengan pengetahuan rendah dan berdampak pada perilaku pada balita pneumonia, sedangkan sesorang dengan pengetahuan yang cukup tinggi tentang perilaku perawatan pneumonia dan pencegahan maka keluarga tersebut akan bersikap positif dan menuruti aturan pengobatan disertai munculnya keyakinan untuk sembuh, tetapi terkadang masih ada yang percaya pengobatan alternatif bukan medis yang dipengaruhi oleh kebiasaan masyarakat yang sudah membudaya. b.

  Enabling faktor Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat. Upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan diwujudkan dalam satu wadah pelayanan kesehatan yang disebut sarana kesehatan. Menurut Notoatmodjo (2003), upaya penyelenggaraan pelayanan kesehatan pada umumnya dibedakan menjadi tiga yaitu : Sarana pemeliharaan kesehatan tingkat pertama merupakan sarana yang paling pertama menyentuh masalah kesehatan di masyarakat. Sarana pemeliharaan kesehatan tingkat dua merupakan sarana pelayanan kesehatan yang menangani kasus yang tidak atau belum ditangani oleh sarana kesehatan primer karena peralatan atau keahlian belum ada dan saranan pemeliharaan kesehatan tingkat tiga merupakan saranan pelayanan kesehatan primer dan pelayanan kesehatan sekunder.

  c.

  Reinforcing faktor Adalah faktor – faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku antara lain :

1. Keaktifan petugas dan motivasi

  Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan,peningkatan (promotif), pencegahan penyakit

  (preventif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksananakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan.

  Motivasi adalah upaya untuk menimbulkan rangsangan dorongan dan pembangkit tenaga pada seseorang ataupun sekelompok masyarakat tersebut mau berbuat dan bekerja sama secara optimal melaksanakan sesuatu yang telah direncanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Azwar,1998).

  Kunjungan rumah perawat dengan penyuluhan kepada keluarga penderita pneumonia memberikan motivasi kepatuhan pasien/keluarga penderita dalam mematuhi anjuran petugas kesehatan,salah satunya adalah kepatuhan minum obat pada penderita pneumonia.(Triasih, Istiawan, Riyadi, 2007) 2. Kedisiplinan petugas klinik

  Arti disiplin adalah kepatuhan kepada peraturan (tata tertib) dalam melaksanankan tugasnya petugas kesehatan harus sesuai dengan mutu pelayanan. Pengertian mutu pelayanan untuk petugas kesehatan berarti bebas melakukan segala sesuatu secara professional untuk meningkatkan derajat kesehatan pasien dan masyarakat sesuai dengan ilmu pengetahuan dan ketrampilan yang maju, mutu peralatan yang baik dan memenuhi standar yang baik (state of the art). Komitmen dan motivasi petugas tergantung dari kemampuan mereka untuk melaksanakan tugas mereka secara optimal. E.

  Tinjauan Umum Tentang Variabel Penelitian

  1. Kekambuhan Pneumonia Pneummonia adalah masalah utama pada anak-anak , terutama yang lebih muda dari 5 tahun, terdapat 5 juta kematian / 1000 balita di Negara berkembang di Amerika Utara setiap tahunnya, pada usia dibawah 5 tahun kejadian pneumonia sekitar 30-45 kasus per 1000 anak balita. Pada usia yang lebih dari 5 tahun terdapat 16 sampai 22 kasus per 1000 anak balita, sebuah subkelompok anak-anak menderita pneumonia berulang, menimbulkan pertanyaan apakah ada penyakit yang mendasari predisposisi mereka untuk kekambuhan pneumonia tersebut .

  Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan penyakit yang mendasari anak dengan pneumonia berulang dirawat di perawatan tersier rumah sakit anak . Dari data tersebut, serangkaian investigasi untuk anak dengan pneumonia berulang diusulkan .(Owayed, Campbell, Wang, 2000) 2. Pengetahuan Ibu

  Pengetahuan merupakan hasil “tahu”, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indera manusia, yakni: indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Menurut penelitian Roger (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku (berperilaku baru), didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni: a.

  Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

  b.

  Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut, disini sikap objek sudah mulai timbul.

  c.

  Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

  d.

  Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.

  e.

  Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

  Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior).

  Menurut Notoatmodjo (2003) menyebutkan bahwa pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkat yaitu: a.

  Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalaman pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap segala sesuatu yang bersifat spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, “tahu” ini adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain: menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.

  b.

  Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan menginterpretasi materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

  c.

  Aplikasi (Aplication) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya).

  Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum- hukum, rumus metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

  d.

  Analisa Analisa adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalaman komponen – komponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lainnya.

  e.

  Sintesis (Synthesis) Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian – bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formasi baru dari formulasi – formulasi yang sudah ada.

  f.

  Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk menentukan penilaian suatu materi atau objek sesuai kriteria – kriteria yang ada.

  Menurut Notoatmodjo (2003) pengukuran atau penilaian pengetahuan dapat dikategorikan menjadi 3 (tiga), yaitu: (1) : 61-100%

  Pengetahuan baik

  (2) : 31-60% Pengetahuan cukup baik

  (3) : 0-30% Pengetahuan tidak baik Pengetahuan ibu tentang pneumonia dapat diperoleh baik pengalaman sendiri maupun dari pengalaman orang lain. Pengetahuan yang mencakup cara mengenal pneumonia dan mencegah pneumonia akan berpengaruh menurunkan angka kesakitan dan angka kematian akibat penyakit pneumonia.

3. Perilaku Ibu

  Notoatmodjo (2003:121) mengemukakan secara lebih rinci perilaku kesehatan yaitu : perilaku seseorang terhadap sakit atau penyakit, yaitu bagaimana manusia berespons, baik secara pasif (mengetahui, bersikap, dan mempersepsi penyakit dan rasa sakit yang ada pada dirinya dan di luar dirinya, maupun aktif (tindakan) yang dilakukan sehubungan dengan penyakit dan sakit tersebut. Perilaku terhadap sakit dan penyakit ini dengan sendiirnya sesuai dengan tingkat-tingkat pencegahan penyakit yaitu : a.

  Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan (health promotion behavior), misalnya makan makanan yang bergizi, olah raga dan sebagainya; b.

  Perilaku pencegahan penyakit (health prevention behavior) adalah respons untuk melakukan pencegahan penyakit, misalnya : tidur memakai kelambu untuk mencegah gigitan nyamuk malaria, dan sebagainya. Termasuk juga perilaku untuk tidak menularkan penyakit kepada orang lain c.

  Perilaku sehubungan dengan pencaharian pengobatan (health seeking

  behavior ), yaitu perilaku untuk melakukan atau mencari pengobatan,

  misalnya : usaha-usaha mengobati sendiri penyakitnya atau mencari pengbatan ke fasilitas-fasilitas kesehatan modern (puskesmas, mantri, dokter prakatek, dan sebagainya), maupun ke fasilitas kesehatan tradisional (dukun, sinshe, dan sebagainya).

  d.

  Perilaku sehubungan dengan pemulihan kesehatan (health

  rehabilitation behavior ) yaitu perilaku yang berhubungan dengan

  usaha-usaha pemulihan kesehatan setelah sembuh dari suatu penyakit seperti : mematuhi anjuran-anjuan dokter dalam rangka pemulihan kesehatannya .

  Tindakan ibu bayi/anak Balita adalah pernyataan ibu bayi/anak Balita tentang tindakan yang diambil apabila anaknya menderita ISPA (Notosiwoyo,et al, 2003)

  Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan perilaku kesehatan masyarakat adalah respons masyarakat sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatannya, respons untuk melakukan pencegahan penyakit atau mencari pengobatan serta respons yang berhubungan dengan usaha-usaha pemulihan kesehatan.

4. Sarana Pelayanan Kesehatan

  Pengertian pelayanan banyak macamnya, menurut Levey dan Loomba dalam Azwar (1996) pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan dan mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat.

  Bentuk pelayanan kesehatan yang dianut oleh tiap negara tidaklah sama namun secara umum berbagai bentuk ini dapat dikelompokkan menjadi tiga macam yakni (Azwar, 1996): a.

  Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama Yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan tingkat pertama

  (primary health services) adalah pelayanan kesehatan yang bersifat pokok (basic health services), yang dibutuhkan oleh sebagian besar masyarakat serta mempunyai nilai strategis untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Pada umumnya pelayanan kesehatan tingkat pertama ini bersifat pelayanan rawat jalan.

  b.

  Pelayanan Kesehatan Tingkat Dua Yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan tingkat kedua

  (secondary health services) adalah pelayanan kesehatan lebih lanjut, telah bersifat rawat inap dan untuk menyelenggarakannya dibutuhkan tersedianya tenaga-tenaga spesialis. c.

  Pelayanan Kesehatan Tingkat Tiga Yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan kesehatan tingkat

  (tertiary health services) adalah pelayanan kesehatan bersifat lebih komplek dan umumnya diselenggarakan oleh tenaga-tenaga sub spesialis.

  Upaya pencarian pengobatan merupakan tindakan yang dilakukan seseorang yang mengalami sakit untuk memilih pengobatan profesional atau tidak. Pengobatan profesional adalah pengobatan yang berdasarkan ilmu kedokteran. Pencarian pengobatan dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu antara lain faktor demografi, struktur sosial, kepercayaan, pendapatan keluarga, akses terhadap pelayanan kesehatan, rasio tenaga dan fasilitas kesehatan terhadap penderita, persepsi individu terhadap penyakitnya dan jumlah hari sakit. Persentase perilaku pencarian pengobatan terbanyak ke Puskesmas (28,5%), selanjutnya ke praktik petugas kesehatan (14,5%) dan dokter (14,7%). Menurut tempat tinggal, di perkotaan ataupun di Jawa-Bali lebih banyak ibu membawa berobat anaknya ke praktik dokter, sedangkan di pedesaan atau di luar Jawa-Bali lebih banyak yang berobat ke puskesmas atau praktik petugas kesehatan. (Djaja, Ariawan, Afifah, 2001)

  5. Dukungan petugas kesehatan

  Dukungan petugas kesehatan sangat besar pengaruhnya terhadap penurunan angka kesakitan maupun angka kematian balita yang menderita pneumonia. Dimana dukungan petugas kesehatan ini bisa dilakukan pada masyarakat terutama ibu balita yang anaknya menderita pneumonia supaya diberikan penyuluhan kesehatan tentang pencegahan dan perawatan pada balita dengan pneumonia, sehingga diharapkan keluarga lebih mengerti dan termotivasi untuk melakukan tindakan pencegahan dan perawatan pada balita dengan pneumonia, sehingga diharapkan dapat mengurangi resiko terjadinya pneumonia pada balita (Direktorat jendral P2PL, 2006)

  Dari jurnal lain diperoleh data bahwa prosentase terbesar ibu bayi/anak balita memilih penyuluhan diberikan oleh petugas Puskesmas (50,5%), kemudian melalui Posyandu (40,9%). Mereka memilih petugas kesehatan Puskesmas sebagai tenaga penyuluh mungkin karena tenaga inilah yang dianggap mampu dan sesuai dengan bidangnya serta yang sering mereka temui bila pergi berobat.(Notosiswoyo et al, 2003)

2. Balita

  Balita atau anak umur lima tahun adalah anak usia kurang dari lima tahun. Namun faal (kerja alat tubuh semestinya) bagi usia dibawah satu tahun tidak termasuk ke dalam golongan ini. Anak usia 1-5 tahun dapat pula dikatakan mulai disapih atau selepas menyusui sampai dengan pra sekolah.

  Sesuai dengan pertumbuhan badan dan perkembangan kecerdasannya, faal tubuhnya juga mengalami perkembangan sehingga jenis makanan dan cara pemberiannya pun harus disesuaikan dengan keadaanya. Berdasarkan karakteristiknya balita usia 1-5 tahun dapat dibedakan menjadi dua, yaitu anak yang berumur 1-3 tahun yang dikenal dengan batita merupakn konsumen pasif, usia prasekolah lebih dikenal sebagai konsumen aktif (Direktorat Jendral P2PL, 2006)

  Salah satu faktor penyebab kematian maupun yang berperan dalam proses tumbuh kembang balita yaitu pneumonia, penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Untuk itu kegiatan yang dilakukan terhadap balita antara pemeriksaan perkembangan kecerdasan, pemeriksaan penyakit infeksi, imunisasi, perbaikan gizi dan pendidikan kesehatan pada orang tua (Direktorat Jendral P2PL, 2006). G. Kerangka Teori

  

Gambar 1. Kerangka Teori

(Faktor yang mempengaruhi kemampuan keluarga dalam merawat balita dengan

kekambuhan pneumonia)

Djojodibroto(2009), Dirjen P2PL(2009), Friedman(1998), Notoatmodjo(2003), L Green

dalam Sarwono (1977)

a.

  Faktor Resiko Pneumonia yang meningkatkan insiden pneumonia

  1.Faktor Resiko pasti

  2.Faktor resiko hampir pasti

  3.Kemungkinan factor resiko b. Faktor Resiko yang meningkatkan angka kematian pneumonia

  Bakteri,Virus,Mikroplasma ,Pneumonia Pneumonia Fungsi keluarga dalam perawatan atau pemeliharaan kesehatan

  Faktor – factor Perilaku : a.

  Predisposing factors (Pengetahuan Ibu, Sikap Ibu, Perilaku Ibu, Kepercayaan,tradisi,norma social) b. Enabling Factors(Sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan) c.

  Reinforcing Factors(Keaktifan petugas dalam memotivasi,kedisplinan petugas klinik, Dukungan Petugas Kesehatan)

  Kekambuhan Pneumonia G. Kerangka Konsep

  Variabel Independent : Variabel dependent : Pengetahuan Ibu kekambuhan pneumonia Perilaku Ibu Dukungan Petugas kesehatan Sarana Pelayanan Kesehatan

  

Gambar 2 Kerangka Konsep

( Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan keluarga dalam merawat balita dengan

kekambuhan pneumonia)

  H. Hipotesis Penelitian Hipotesis dalam penelitian ini adalah: 1. Ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan kekambuhan Pneumonia 2. Ada hubungan antara perilaku ibu dengan kekambuhan Pneumonia.

  3. Ada hubungan antara dukungan petugas kesehatan dengan kekambuhan Pneumonia.

  4. Ada hubungan antara sarana pelayanan dengan kekambuhan Pneumonia.