PERANAN KOPERASI JASA KEUANGAN SYARIAH (KJKS) DALAM PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH (UMKM) (Analisis Pada Produk Pembiayaan Musyarakah di KJKS BMT Mitra Mentari Mersi) - repository perpustakaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) 1. Pengertian Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS)

  a. Koperasi Secara harfiah kata koperasi berasal dari kata cooperation

  (Latin) atau cooperation (Inggris) atau co-operatie (Belanda) dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai bekerja bersama, atau bekerja sama, atau kerjasama. (Edilius, 1992:1). Dalam kamus populer yang diterbitkan Tulus Jaya Surabaya koperasi diartikan sebagai badan perkumpulan yang bertujuan mengadakan kerjasama dalam hal mengatur kebutuhan bersama. Para anggotanya membentuk modal bersama melalui simpanan-simpanan wajib dan sukarela dengan modal mana didatangkan baranng-barang keperluan para anggota (bersama).

  Keuntungan yang diperoleh setiap tahun dibagikan kepada para anggota dan secara kemufakatan bersama sebagian dieruntukkan dana- dana guna menggerakkan koperasi lebih lanjut. (Kartasapoetra, 2001:2)

  Dr. G. Mladenata didalam bukunya “Histoire Desdactrines

  Cooperative

  ” mengemukakan bahwa koperasi terdiri atas produsen- produsen yang bergabung secara sukarela untuk mencapai tujuann bersama, dengan mengerjakan summber-sumber yang disumbanngkan

  7 oleh anggota. (Subandi, 2009:19). Dari berbagai penngertian di atas dapat disimpulkan bahwa koperasi adalah suatu perkumpulan yang beranggotakan orang-orang atau badan-badan yang memberikan kebebasan masuk dan keluar sebagai anggota dan bekerja sama secara kekeluargaan, menjalankan usaha untuk mempertinggi kesejahteraan jasmaniah para anggotanya. (Widiyanti, 1988:1) b. Jasa

  Dalam Kamus lengkap Bahasa Indonesia, jasa berarti perbuatan baik atau berguna, uang, jarum, bonus, hadiah, pensiun, bunga uang, upah dan sebagainya. (Budiono, 2005:219)

  c. Keuangan Keuangan adalah sebuah lingkup yang mempelajari cara seseorang, bisnis, dan organisasi mengatur, mengalokasikan, dan menggunakan sumber daya keuangan dari waktu ke waktu dengan memperhatikan resiko-resiko dalam proyek mereka. Definisi k euangan adalah administrasi yang mengurusi keluar masuknya uang dalam suatu lembaga. (bahaskeuangan.com/definisi-keuangan diakses pada tanggal

  5 Juli 2014 pukul 11:13)

  d. Syariah Syariah dalam pengertian masa awal adalah agama Islamyakni segala ketentuan Allah yang disyariatkan kepada hamba-hamba-Nya, baik menyangkut aqidah, ibadah, akhlaq dan muamalah. Namun dalam perkembangan selanjutnya kata syariah lebih ditujukan penggunaannya untuk hukum islam yang bersifat praktis (

  ‘amali). Syariah adalah titah

  Allah yang berhubungan dengan perbuatan para mukallaf, baik berupa tuntutan (untuk melaksanakan atau meninggalkan), pilihan, maupun berupa wadh’i (syarat, sebab, halangan, sah, batal dan rukhsah). (Jamaluddin, 2011:2)

  Syariah juga dapat diartikan sebagai panduan bagi tindakan manusia, yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia dan karena itu menyucikan serta memberikan signifikasi religius kepada aktivitas yang tampak biasa saja. (Iqbal, 2008:17) Dalam peraturan menteri negara koperasi dan usaha mikro kecil dan menengah Republik Indonesia Nomor: 35.3/Per/M.KUKM/X/2007 menyebutkan Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) merupakan lembaga koperasi yang melakukan kegiatan usaha pembiayaan, investasi, dan simpanan berdasarkan pola syariah yang perlu dikelola secara profesional sesuai dengan prinsip kehati-hatian dan kesehatan, sehingga dapat meningkatkan kepercayaan dan memberikan manfaat yang sebesar- besarnya kepada anggota dan masyarakat sekitarnya.

  a. Visi Visi Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) atau dalam hal ini termasuk bagian dari Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS), harus mengarah pada upaya untuk mewujudkan Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) menjadi lembaga yang mampu meningkatkan kualitas ibadah anggota

  (ibadah dalam arti yang luas), sehingga mampu berperan sebagai wakil pengabdi Allah SWT, memakmurkan kehidupan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. (Ridwan, 2004:127)

  Titik tekan perumusan visi Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) adalah mewujudkan lembaga yang profesional dan dapat meningkatkan kualitas ibadah. Ibadah harus dipahami dalam arti yang luas, yakni tidak saja mencakup aspek ritual peribadatan seperti shalat misalnya, tetapi lebih luas mencakup segala aspek kehidupan. Sehingga setiap kegiatan Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) harus berorientasi pada upaya mewujudkan ekonomi yang adil dan makmur. (Ridwan, 2004:127)

  Masing-masing Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) dapat saja merumuskan visinya sendiri. Karena visi sangat dipengaruhi oleh lingkungan bisnisnya, latar belakang masyarakatnya, serta visi para pendirinya. Namun demikian, prinsip perumusan visi harus sama dan tetap dipegang teguh. Karena visi sifatnya jangka panjang, maka perumusannya harus dilakukan dengan sungguh-sungguh. Pendirian tidak dapat begitusaja mengabaikan aspek ini. (Ridwan, 2004:127)

  b. Misi Misi Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) adalah membangun dan mengembangkan tatanan perekonomian dan struktur masyarakat madani yang adil berkemakmuran berkemajuan, serta makmur maju berkeadilan berlandaskan syariah dan ridho Allah SWT. (Ridwan, 2004:127)

  Dari pengertian tersebut diatas, dapat dipahami bahwa misi Baitul

  Maal Wa Tamwil (BMT) bukan semata-mata mencari keuntungan dan

  penumpukan laba modal pada segolongan orang kaya saja, tetapi lebih berorientasi pada pendistribusian laba yang merata dan adil, sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi Islam. Masyarakat ekonomi kelas bawah mikro harus didorong untuk berpartisipasi dalam modal melalui simpanan penyertaan modal, sehingga mereka dapat menikmati hasil- hasil Baitul Maal Wa Tamwil (BMT). (Ridwan, 2004:127)

  Struktur masyarakat madani yang adil merupakan cerminan dari struktur masyarakat yang dibbangun pada masa Nabi Muhammad SAW di Madinah. Pada masa ini kehidupan umat (Islam dan non Islam) dapat berjalan secara damai. Hubungan masyarakatnya berjalan di bawah kendali Nabi. Kehidupan ekonominya dapat berkembang.

  Zakat yang menjadi kewajiban ummmat Islam serta jizyah, yang menjadi beban warga non muslim dapat berjalan dengan baik.

  Pendisribusian keuangan negara dapat dilaksanakan secara merata dan adil. (Ridwan, 2004:127)

  Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) merupakan bagian dari Koperasi Jasa

  Keuangan Syariah (KJKS). Didirikannya Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) bertujuan meningkatkan kualitas usaha ekonomi untuk kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Pengertian tersebut dapat dipahami bahwa Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) berorientasi pada upaya peningkatan kesejahteraan anggota dan masyarakat. Anggota harus diberdayakan (empowering) supaya dapat mandiri. Dengan sendirinya, tidak dapat dibenarkan jika para anggota dan masyarakat menjadi sangat tergantung pada Baitul Maal Wa Tamwil (BMT). Dengan menjadi anggota Baitul Maal Wa Tamwil (BMT), masyarakat dapat meningkatkan taraf hidup melalui peningkatan usahanya.

  (Ridwan, 2004:128) Pemberian mdal pinjaman sedapat mungkin dapat memandirikan ekonomi para peminjam. Oleh sebab itu sangat perlu dilakukan pendampingan. Dalam pelemparan pembiayaan, Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) harus dapat menciptakan suasana keterbukaan, sehingga dapat mendeteksi berbagai kemungkinan yang timbul dari pembiayaan. Untuk mempermudah pendampingan, pendekatan pola kelompok menjadi sangat penting. Anggota dikelompokkan berdasarkan usaha yang sejenis atau kedekatan tempat tinggal, sehingga Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) dapat dengan mudah melakukan pendampingan. (Ridwan, 2004:128)

  Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) atau Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) bersifat usaha bisnis, mandiri ditumbuhkembangkan secara swadaya dan dikelola secara profesional. Sifat usaha Baitul Maal Wa

  

Tamwil (BMT) yang berorientasi pada bisnis (bisnis oriented)

  dimaksudkan supaya pengelolaan Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) menjadi kunci sukses mengembangkan Baitul Maal Wa Tamwil (BMT). Dari sinilah Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) akan mampu memberikan bagi hasil yang kompetitif kepada para deposannya serta mampu meningkatkan kesejahteraan para pengelolanya sejajar dengan lembaga lain. (Ridwan, 2004:129)

  Sedangkan aspek sosial Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) berorientasi pada peningkatan kehidupan anggota yang tidak mungkin dijangkau dengan prinsip bisnis. Pada tahap awal, kelompok anggota ini diberdayakan dengan stimulan dana zakat, infaq dan sedekah, kemudian setelah dinilai mampu harus dikembangkan usahanya dengan dana bisnis/komersial. Dana zakat hanya bersifat sementara. Dengan pola ini, penerima manfaat dana zakat akan terus bertambah. (Ridwan, 2004:129) 5.

Asas dan Landasan Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS)

  Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) atau Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) berasaskan pancasila dan UUD 1945 serta berlandaskan prinsip syariah Islam, keimanan, keterpaduan (kaffah), kekeluargaan,/koperasi, kebersamaan, kemandirian dan profesionalisme. (Ridwan, 2004:130)

  Dengan demikian keberadaan Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) atau Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) menjadi organisasi yang syah dan legal. Sebagai lembaga keuangan syariah, Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) atau Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) harus berpegang teguh pada prinsip-prinsip syariah. Keimanan menjadi landasan atas keyakinan untuk mau tumbuh dn berkembang. Keterpaduan mengisyaratkan adanya harapan untuk mencapai kesuksesan di dunia dan akhirat juga keterpaduan antara sisi sosial dan bisnis. Kekeluargaan dan kebersamaan berarti upaya untuk mencapai kesusksesan tersebut diraih secara bersama. Kemandirian berarti Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) atau Baitul Maal Wa

  

Tamwil (BMT) tidak dapat hidup hanya dengan bergantung pada uluran

  tangan pemerintah, tetapi harus berkembang dari meningkatnya partisipasi anggota dan masyarakat, untuk itulah pola penngelolaannya harus profesional. (Ridwan, 2004:130) 6.

Prinsip-Prinsip Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS)

  Prinsip-prinsip pelaksanaan Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) atau Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) sesuai dengan Undang-Undang Koperasi Nomor 25 Tahun 1992 adalah sebagai berikut: 1) Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) atau Baitul Maal Wa Tamwil

  (BMT) merupakan badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi yang menjadikan sistem syariah sebagai landasan operasional. 2) Tujuan pengembangan Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) atau

  Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) adalah untuk :

  a) Meningkatkan program pemberdayaan ekonomi, khususnya di kalangan usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi melalui sistem syariah.

  b) Mendorong kehidupan ekonomi syariah dalam kegiatan usha mikro, kecil dan menengah khususnya dan ekonomi Indonesia pada umumnya. c) Meningkatkan semangat dan peran serta anggota masyarakat dalam kegiatan koperasi Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) atau

  Baitul Maal Wa Tamwil (BMT).

  3) Koperasi Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) atau Baitul Maal

  

Wa Tamwil (BMT) berfungsi untuk membangun dan mengembangkan

  potensi dan kemampuan ekonomi anggota dan masyarakat, dan berperan secara aktif mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat. 4) Keanggotaan koperasi Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) atau

  (BMT) bersifat sukarela dan terbuka dan

  Baitul Maal Wa Tamwil dikelola secara demokratis dan Islami.

  5) Substansi anggatan dasar koperasi Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) atau Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) minimal memuat daftar nama pendiri, nama dan tempat kedudukan, maksud dan tujuan, ketentuann mengenai keanggotaan, rapat dan anggota, penngelolaan dan permodalan, jangka waktu berdiri, pembaggian sisa hasil usaha (SHU) dan sanksi. 6) Ketentuan tentang keanggotaan dapat berupa anggota biasa, angggota luar biasa dan calon anggota. Kesemuanya dinyatakan dalam daftar buku anggota biasa, anggota luar biasa dan calon anggota. Ketenttuan hak dan kewajiban masing-masing dinyatakan dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.

  7) Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) atau Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) wajib menyelenggarakan rapat anggota tahunan (RAT) minimal satu kali dalam satu tahun. RAT merupakan kekuasaan tertinggi yang penjelasan rincinya juga diatur dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga. RAT menetapkan: a) Anggaran dasar

  b) Kebijakan umum manajemen organisasi, keuangan dan usaha

  c) Memilih, mengangkat, memmberhentikan pengurus, pengawas dan anggota.

  d) Menetapkan rencana kerja , anggaran pendapatan dan belanja, serta mengesahkan laporan keuangan.

  e) Mengesahkann laopran pertanggungjawaban pengurus dan pengawas dalam pelaksanaan tugas.

  f) Pembagian sisa hasil usaha, penggabungan, peleburan dan pembubaran. Penggambilan keputusan dalam RAT didasarkan pada musyawarah mufakat. 8) Masa jabatan pengurus Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) atau

  

Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) paling lama 5 tahun dan dapat dipilih

  kembali. Sedangkan pengurus bertugas untuk: a) Mengelola organisasi, usaha, serta aset dan administrasi.

  b) Mengajukan rencana kerja, anggaran belanja dan pendapatan.

  c) Menyelenggarakan RAT. d) Menyampaikan laporan keuangan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas.

  e) Menyelenggarakan administrasi dan pembukuan keuangan dan inventaris secara tertib.

  f) Memelihara daftar buku anggota dan inventaris. 9) Pengawas koperasi Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) atau

  

Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) harus dipilih dari dan oleh anggota

  koperasi Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) atau Baitul Maal

  

Wa Tamwil (BMT) dalam rapat anggota. Pengawas bertanggungjawab

  kepada rapat anggota. Persyaratan untuk dapat dipilih dan diangkat sebagai anggota pengawas ditetapkan dalam anggaran dasar. Pengawas bertugas:

  a) melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijaksanaan dan pengelolaan koperasi.

  b) Membuat laporan tertulis tentang hasil pengawasannya. Pengawas berwenang: a) Meneliti catatan yang ada pada koperasi.

  b) Mendapatkan segala keterangan yang diperlukan. Pengawas harus merahasiakan hasil pngawasannya terhadap pihak ketiga.

  10) Modal koperasi Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) atau Baitul

  

Maal Wa Tamwil (BMT) terdiri dari modal sendiri dan modal

  pinjaman. Modal sendiri dapat berasa dari: a) Simpanan pokok. b) Simpanan wajib.

  c) Dana cadangan.

  d) Hibah. Modal pinjaman berasal dari: a) Anggota.

  b) Koperasi lainnya dan/atau anggotanya.

  c) Bank dan lembaga keuangan lainnya.

  d) Penerbitan obligasi dan surat utang lainnya.

  e) Sumber lain yang sah. Selain modal sebagaimana dimaksud dalam pasal 41, Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) atau Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) dapat pula melakukan penumpukan modal yang berasal dari modal penyertaan yang ketentuan mengenai penumpukan modal yang berasal dari modal penyertaan diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

B. Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah

  Dalam Kamus Bahasa Indonesia, pemberdayaan berasal dari kata daya yang berarti kemampuan untuk melakukan sesuatu atau kemampuan untuk bertindak. Sementara pemberdayaan adalah proses, cara, perbuatan untuk memberdayakan. Dalam Undang-Undang Nomor

  20 Tahun 2008 pemberdayaan adalah upaya yang dilakukan Pemerintah, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, dan masyarakat secara sinergis dalam bentuk penumbuhan iklim dan pengembangan usaha terhadap Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah sehingga mampu tumbuh dan berkembang menjadi usaha yang tangguh dan mandiri.

  Prinsip pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) adalah sebagai berikut: a. Penumbuhan kemandirian, kebersamaan, dan kewirausahaan Usaha

  Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) untuk berkarya dengan prakarsa sendiri.

  b. Perwujudan kebijakan publik yang transparan, akuntabel dan berkeadilan.

  c. Pengembangan usaha berbasis potensi daerah dan berorientasi pasar sesuai dengan kompetensi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).

  d. Peningkatan daya saing Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dan

  e. Penyelenggaraan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian secara terpadu. (Tambunan, 2012: 17) Sedangkan tujuan pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah

  (UMKM) adalah sebagai berikut:

  a. Mewujudkan struktur perekonomian nasional yang seimbang, berkembang, dan berkeadilan.

  b. Menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi usaha yang tangguh dan mandiri c. Meningkatkan peran Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dalam pembangunan daerah, penciptaan lapangan kerja, pemerataan pendapatan, pertumbuhan ekonomi, dan pengentasan rakyat dari kemiskinan. (Tambunan, 2012:17)

C. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)

  Usaha atau bisnis adalah pertukaran barang jasa atau uang yang saling menguntungkan atau memberikan manfaat (Skinner, 1992 dalam Anoraga, 2002:178). Usaha Mikro Kecil dan Menengah adalah unit usaha produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha di semua sektor ekonomi. (Tambunan, 2012:11). Dalam penelitian mengenai pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) melalui pembiayaan dengan prinsip bagi hasil oleh Lembaga Keuangan Syariah dikatakan bahwa Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) bukan hanya yang bergerak di bidang industri yang membutuhkan bantuan modal, namun dengan besarnya jumlah penduduk maka yang berpotensi untuk diberdayakan juga adalah para pedagang kaki lima, misalnya saja penjual makanan, minuman, kebutuhan pokok, dan lain sebagainya.

D. Pembiayaan pada Lembaga Keuangan Syariah 1. Pembiayaan

  Berdasarkan UU No 7 tahun 1992, yang dimaksud pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan atau yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan tujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu ditambah dengan sejumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil. Sebagai upaya untuk memperoleh pendapatan yang semaksimal mungkin, aktivitas pembiayaan BMT juga menganut asaz syariah yakni dapat berupa bagi hasil, keuntungan maupun jasa manajemen. (Ridwan, 2004:163).

  Berbagai produk pembiayaan yang ada pada perbankan islam menurut Al Harran (1996) dalam Ascarya (2007, 122) pada dasarnya dibagi tiga yaitu: a. Return bearing financing, yaitu bentuk pembiayaan yang secara komersial bersifat menguntungkan, yaitu ketika pemilik modal mau memberikan keuntungan.

  b. Return free finanncing, yaitu bentuk pembiayaan yang ditujukan tidak hanya untuk mencari keuntungan, akan tetapi lebih ditujukan kepada pihak-pihak yang membutuhkan.

  c. Charity financing, yaitu bentuk pembiayaan yang memang diberikan kepada orang yang miskin dan membutuhkannya, sehingga dalam pembiayaan model ini sama sekali tidak ada pokok pembiayaan dan juga keuntungan yang diambil. (Huda, 2010:40)

  Dalam Standar Operasional Prosedur (SOP) Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) dan Unit Jasa Keuangan Syariah (UJKS) layanan penyaluran dana terdiri dari beberapa jenis, yaitu syirkah

  (kerjasama berbagi hasil), buyu’ (jual beli), ijarah (sewa) maupun qardh (pinjaman). Transaksi penyaluran dana berdasarkan akad bagi hasil dilakukan dengan 2 jenis transaksi, yakni Mudharabah dan Musyarakah.

  Transaksi penyaluran dana berdasarkan akad jual beli di antaranya adalah Murabahah, Salam dan Istishna. Transaksi penyaluran dana berdasarkan akad sewa di antaranya adalah Ijarah dan Ijarah Muntahiya Bittamlik.

  Sementara transaksi berdasarkan akad pinjaman dilakukan dengan akad Qardh.

  Macam-macam pembiayaan:

  a. Pembiayaan Mudharabah

  Mudharabah berasal dari kata dharb, artinya memukul atau

  berjalan. Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang memukulkan kakinya dengan menjalankan usaha.

  (Rivai dan Viethzal, 2008:123).

  Secara istilah

  Mudharabah

  adalah akad kerjasama usaha/perniagaan antara pihak pemilik dana (shahibul maal) sebagai pihak yang menyediakan modal dana sebesar 100% dengan pihak pengelola modal (mudharib), untuk diusahakan dengan porsi keuntungan akan dibagi bersama (nisbah) sesuai dengan kesepakatan di muka dari kedua belah pihak. Sedangkan kerugian (jika ada) akan ditanggung pemilik modal, kecuali jika ditemukan adanya kelalaian atau kesalahan oleh pihak pengelola dana (mudharib), seperti penyelewengan, kecurangan, dan penyalahgunaan dana.

  1) Rukun Mudharabah:

  a) Pihak yang berakad: (1) Pemilik Modal (Shahibul Maal) (2) Pengelola Modal (Mudharib)

  b) Obyek yang diakadkan: (1) Modal (2) Kegiatan Usaha/Kerja (3) Keuntungan

  c) Sighat/Akad: (1) Serah (2) Terima

  2) Syarat Mudharabah:

  a) Pihak yang berakad, kedua belah pihak harus mempunyai kemampuan dan kemauan untuk bekerjasama mudharabah.

  b) Obyek yang diakadkan: (1) Harus dinyatakan dalam jumlah/nominal yang jelas.

  (2) Jenis pekerjaan yang dibiayai, dan jangka waktu kerjasama pengelolaan dananya.

  (3) Nisbah (porsi) pembagian keuntungan telah disepakati bersama, dan ditentukan tata cara pembayarannya

  3) Sighat/Akad: a) Pihak-pihak yang berakad harus jelas dan disebutkan.

  b) Materi akad yang berkaitan dengan modal, kegiatan usaha/kerja dan nisbah telah disepakati bersama saat perjanjian (akad).

  c) Risiko usaha yang timbul dari proses kerjasama ini harus diperjelas pada saat ijab qabul, yakni bila terjadi kerugian usaha maka akan ditanggung oleh pemilik modal dan pengelola tidak mendapatkan keuntungan dari usaha yang telah dilakukan.

  d) Untuk memperkecil risiko terjadinya kerugian usaha pemilik modal dapat menyertakan persyaratan kepada pengelola dalam menjalankan usahanya dan harus disepakati secara bersama. 4) Akad kerjasama Mudharabah dibedakan dalam 2 jenis:

  a) Mudharabah Muthlaqah, akad ini adalah perjanjian mudharabah yang tidak mensyaratkan perjanjian tertentu (investasi tidak terikat), misalnya dalam ijab si pemilik modal tidak mensyaratkan kegiatan usaha apa yang harus dilakukan dan ketentuan-ketentuan lainnya, yang pada intinya memberikan kebebasan kepada pengelola dana untuk melakukan pengelolaan investasinya.

  b) Mudharabah Muqayyadah, akad ini mencantumkan persyaratan-persyaratan tertentu yang harus dipenuhi dan dijalankan oleh si pengelola dana yang berkaitan dengan tempat usaha, tata cara usaha, dan obyek investasinya (investasi yang terikat). Sebagai contoh pengelola dana dipersyaratkan dalamkerjasama untuk melakukan hal-hal sebagai berikut: (1) Tidak mencampurkan dana mudharabah yang diterima dengan dana lainnya.

  (2) Tidak melakukan investasi pada kegiatan usaha yang bersifat sistem jual beli cicilan, tanpa adanya penjamin dan atau tanpa jaminan. (3) Si pengelola dana harus melakukan sendiri kegiatan usahanya dan tidak diwakilkan kepada pihak ketiga.

  5) Tata Cara Penyelenggaraan Produk Mudharabah: Pihak pengelola sebagai pemilik proyek dapat mengajukan permohonan pembiayaan kepada KJKS atau UJKS Koperasi.

  Kebutuhan dana tersebut dapat digunakan untuk pembiayaan yang bersifat modal kerja dan atau investasi. (Standar Operasional Prosedur Koperasi Jasa Keuangan Syariah dan Unit Jasa Keuangan Syariah, 2007:83-84).

  b. Pembiayaan Musyarakah

  Musyarakah berasal dari kata syirkah yang berarti bersekutu,

  berserikat. (Yunus, 2007:196). Idris Ahmad menyebutkan syirkah sama dengan syarikat dagang, yakni dua orang atau lebih sama-sama berjanji akan bekerja sama dalam dagang, dengan menyerahkan modal masing-masing, dimana keuntungan dan kerugian diperhitungkan menurut besar kecilnya modal masing-masing. (Suhendi, 2013: 126- 127). Syirkah adalah keikutsertaan dua orang atau lebih dalam suatu usaha tertentu dengan sejumlah modal yang telah ditetapkan berdasarkan perjanjian untuk bersama-sama menjalankan suatu usaha dan pembagian keuntungan dan kerugian dalam bagian yang ditentukan. (Siddiqi, 2001: 8).

  Secara teknis, akad syirkah/musyarakah (sebagaimana yang dijelaskan oleh para ulama) adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk menjalankan usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusinya (baik berupa dana atau keahlian) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. (Munir, 2007: 167-168).

  Pembiayaan Musyarakah (syirkah), adalah suatu bentuk akad kerjasama perniagaan antara beberapa pemilik modal untuk menyertakan modalnya dalam suatu usaha, di mana masing-masing pihak mempunyai hak untuk ikut serta dalam pelaksanaan manajemen usaha tersebut. Keuntungan dibagi menurut proporsi penyertaan modal atau berdasarkan kesepakatan bersama. Musyarakah dapat diartikan pula sebagai pencampuran dana untuk tujuan pembagian keuntungan. 1) Rukun Musyarakah:

  (a) Pihak yang berakad (para mitra) (b) Obyek yang diakadkan:

  (1) Modal

  (2) Kegiatan Usaha/Kerja (3) Keuntungan

  (c) Sighat: (1) Serah (2) Terima

  2) Syarat Musyarakah (a) Pihak yang berakad:

  (1) Para pihak yang melakukan akad musyarakah harus dalam kondisi cakap hukum.

  (2) Kompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan perwakilan.

  (b) Obyek yang diakadkan: (1) Modal diberikan dalam bentuk uang tunai, emas, perak atau yang nilainya sama.

  (2) Modal dapat pula berupa aset perdagangan, yakni barang- barang, property, perlengkapan dan sebagainya termasuk pula asset tidak berwujud, hak paten dan lisensi. (3) Partisipasi para mitra dalam pekerjaan musyarakah adalah sebuah hukum dasar, dan tidak diperkenankan bagi salah satu dari mereka untuk mencantumkan ketidakikutsertaan mitra lainnya, namun demikian terhadap kesamaan kerja bukanlah syarat utama. Dibolehkan seorang mitra melaksanakan porsi pekerjaan yang lebih besar dan banyak dibandingkan dengan mitra lainnya, sehingga dalam hal ini mitra tersebut dapat mensyaratkan bagian keuntungan tambahan bagi dirinya. (c) Sighat: (1) Berbentuk pengucapan yang menunjukkan tujuan.

  (2) Akad dianggap sah jika diucapkan secara verbal, atau dilakukan secara tertulis dan disaksikan. (Standar Operasional Prosedur Koperasi Jasa Keuangan Syariah dan Unit Jasa Keuangan Syariah, 2007:84-85).

  3) Macam-macam musyarakah Secara garis besar, musyarakah dikategorikan menjadi dua jenis, yakni musyarakah kepemilikan (syirkah al amlak) dan

  musyarakah akad ( syirkah al ‘aqd). Musyarakah kepemilikan

  tercipta karena adanya warisan, wasiat, atau kondisi lainnya yang mengakibatkan pemilikan satu aset oleh dua orang atau lebih.

  Dalam musyarakah ini, kepemilikan dua orang atau lebih berbagi dalam sebuah aset nyata, dan berbagi pula dari keuntungan yanng dihasilkan aset tersebut.

  Musyarakah akad tercipta dengan cara kesepakatan, dimana

  dua orang atau lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan kontribusi modal musyarakah, merekapun sepakat berbagi keuntungan dan kerugian. Musyarakah akad terbagi menjadi : syirkah al i

  nan, al mufawadhah, al a’maal, dan syirkah

  

al wujuh. (Zuhaili, 1989, jilid IV, hal. 796 dalam Djuwaini, 2008:

211).

  (a) Syirkah Al Inan

  Syirkah Al Inan adalah kontrak antara dua orang atau lebih,

  setiap pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan modal dan berpartisipasi dalam kerja. Semua pihak berbagi keuntungan dan kerugian sebagaimana disepakati diantara mereka, namun porsi masing-masing pihak (baik dalam kontribusi modal, kerja ataupun bagi hasil) tidaklah harus sama dan identik, tapi sesuai dengan kesepakatan mereka. (Zuhaili, jilid IV, hal. 797 dalam Djuwaini, 2008: 211). (b) Syirkah al Mufawadhah

  Syirkah al Mufawadhah adalah kontrak kerjasama antara

  dua orang atau lebih, setiap pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan dan dan berpartisipasi dalam kerja. Setiap pihak membagi keuntungan dan kerugian secara sama. Dengan demikian syarat utama dari jenis musyarakah ini adalah kesamaan dana yang diberikan, kerja, tanggung jawab dan beban hutang dibagi oleh masing-masing pihak secara sama.

  Madzhab Hanafi dan Maliki membolehkan jenis musyarakah ini, tetapi dengan memberikan banyak batasan terhadapnya.

  (Zuhaili, 1989, jilid IV, hal. 798 dalam Djuwaini, 2008: 212).

  (c) Syirkah al a’maal Syirkah al a’maal adalah kontrak kerjasama dua orang

  seprofesi untuk menerima pekerjaan secara bersama dan berbagi keuntungan dari pekerjaan itu. (Zuhaili, 1989, jilid IV, hal. 803 dalam Djuwaini, 2008: 212).

  (d) Syirkah al wujuh Syirkah al wujuh adalah kontrak kerjasama antara dua

  orang atau lebih yanng memiliki reputasi dan prestise yanng baik serta ahli dalam bisnis. Mereka membeli barang secara kredit dari suatu perusahaan tanpa adanya uang cash, dan kemudian menjual barang tersebut secara tunai. Mereka berbagi dalam keuntungan dan kerugian. Jenis musyarakah ini tidak memerlukan modal, karena pembellian barang dilakukan secara kredit dan berdasarkan jaminan orang yang bersekutu. (Zuhaili, 1989, jilid IV, hal. 801 dalam Djuwaini, 2008: 213). 4) Tata Cara Penyelenggaraan Produk Musyarakah.

  Dari jenis atau variasi produk musyarakah, syirkah Al Inan yang paling tepat untuk diimplementasikan ke dalam produk pembiayaan KJKS atau UJKS Koperasi. Syirkah Al-Inan ini biasanya diperuntukkan untuk pembiayaan proyek di mana mitra dan KJKS atau UJKS Koperasi sama-sama menyediakan modal untuk membiayai proyek tersebut. Setelah proyek selesai mitra mengembalikan dana tersebut berikut bagi hasil yang telah disepakati bersama. (Standar Operasional Prosedur Koperasi Jasa Keuangan Syariah dan Unit Jasa Keuangan Syariah, 2007: 85).

  c. Piutang Murabahah

  Murabahah adalah menjual dengan modal asli bersama tambahan

  keuntungan yang jelas. Murabahah merupakan salah satu produk penyaluran dana yang cukup digemari oleh Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) karena karakteristiknya yang profitable, mudah dalam penerapan dan dengan resiko yang ringan untuk diperhitungkan. (Sumiyanto, 2008: 154-155).

  Dalam Standar Operasional Prosedur (SOP) Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) dan Unit Jasa Keuangan Syariah (UJKS)

  

murabahah adalah jual beli barang pada harga asal (harga perolehan)

  dengan tambahan keuntungan (marjin) yang disepakati oleh kedua belah pihak (Penjual dan Pembeli). Karakteristiknya adalah penjual harus memberitahu berapa harga produk yang dibeli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya. Cara pembayaran dan jangka waktu disepakati bersama, dapat secara lumpsum ataupun secara angsuran. Murabahah dengan pembayaran secara angsuran ini disebut dengan Bai’ Bitsaman Ajil.

  1) Rukun Murabahah (a) Pihak yang berakad:

  (1) Penjual (2) Pembeli

  (b) Obyek yang diakadkan: (1) Barang yang diperjualbelikan (2) Harga

  (c) Sighat/Akad: (1) Serah (Ijab) (2) Terima (qabul)

  2) Syarat Murabahah: (a) Pihak yang berakad:

  (1) Sebagai keabsahan suatu perjanjian (akad) para pihak harus cakap hukum.

  (2) Sukarela dan tidak di bawah tekanan (terpaksa/dipaksa) (b) Obyek yang diperjualbelikan:

  (1) Barang yang diperjualbelikan tidak termasuk barang yang dilarang (haram), dan bermanfaat serta tidak menyembunyikan adanya cacat barang. (2) Merupakan hak milik penuh pihak yang berakad. (3) Sesuai spesifikasinya antara yang diserahkan penjual dan yang diterima pembeli.

  (4) Penyerahan dari penjual ke pembeli dapat dilakukan (c) Sighat:

  (1) Harus jelas secara spesifik (siapa) para pihak yang berakad.

  (2) Antara ijab qabul harus selaras dan transparan baik dalam spesifikasi barang (penjelasan fisik barang) maupun harga yang disepakati (memberitahu biaya modal kepada pembeli).

  (3) Tidak mengandung klausul yang bersifat menggantungkan keabsahan transaksi pada kejadian yang akan datang.

  3. Tata Cara Penyelenggaraan Produk Murabahah Dari pengertian di atas, maka KJKS dan UJKS Koperasi dapat mengimplementasikan pada produk penyaluran dana, yakni untuk penjualan barang-barang investasi dengan kontrak jangka pendek dengan sekali akad. Model ini paling banyak dipergunakan dalam KJKS dan UJKS Koperasi oleh karena setting administrasinya yang sederhana. (Di dalam lembaga keuangan konvensional layanan ini dikenal dengan istilah kredit investasi). Di dalam praktek kita jumpai KJKS dan UJKS Koperasi menggunakan sistem murabahah ini untuk kebutuhan modal kerja.

  Sehingga konsekuensinya diketemukan beberapa akad murabahah yang diperpanjang bahkan sampai menjadi berkepanjangan/berkelanjutan (evergreen) karena sifat dari modal kerja sendiri yang merupakan kebutuhan rutin dalam kegiatan usaha. (Standar Operasional Prosedur Koperasi Jasa Keuangan Syariah dan Unit Jasa Keuangan Syariah, 2007: 86-87). d. Piutang Salam Salam (salaf) adalah akad pembelian (jual-beli) yang dilakukan dengan cara, pembeli melakukan pemesanan pembelian terlebih dahulu atas barang yang dipesan/diinginkan dan melakukan pembayaran di muka atas barang tersebut, baik dengan cara pembayaran sekaligus ataupun dengan cara mencicil, yang keduanya harus diselesaikan pembayarannya (dilunasi) sebelum barang yang dipesan/diinginkan diterima kemudian. (Penghantaran barang/delivery dilakukan dengan cara ditangguhkan).

  1) Rukun Salam: (a) Pihak yang berakad:

  (1) Pembeli/Pemesan (2) Penjual

  (b) Obyek yang diakadkan: (1) Barang yang diperjualbelikan (2) Harga/modal salam

  (c) Sighat/Akad: (1) Serah (2) Terima

  2) Syarat Salam (a) Pihak yang berakad: (1) Harus cakap hokum.

  (2) Sukarela (ridha) dan tidak dalam keadaan dipaksa/terpaksa/berada di bawah tekanan.

  (b) Obyek yang diakadkan: (1) Barang yang diperjualbelikan: Tidak termasuk barang yang diharamkan (dilarang).

  Spesifikasi barang harus dapat diidentifikasi, jenis, type, kualitas, warna dan sifat lainnya.

  Ukuran barang dapat diidentifikasi sesuai dengan alat ukurnya timbangan, takaran, berat, panjang dan lainnya.

  Harus berupa barang berwujud agar dapat diakui sebagai hutang. Boleh menentukan tanggal dan tempat pengiriman. (2) Harga/modal salam: Jumlah harga (modal) yang disepakati harus jelas.

  Kesepakatan mengenai pembayaran modal harus diserahkan pada saat akad dengan cara tunai.

  (c) Pembayaran salam: Pembayaran oleh pembeli tidak diperbolehkan dengan cara hutang, karena akan menimbulkan akad jual beli hutang dengan hutang, atau

  Pembayaran tidak diperbolehkan dengan cara kompensasi berupa pembebasan hutang si penjual kepada pembeli, karena bisa menimbulkan praktek riba.

  (d) Sighat/Akad: Harus jelas dan disebutkan dengan siapa berakad.

  Proses ijab qabul (serah terima) harus selaras baik dalam spesifikasi barang maupun harga yang telah disepakati.

  Akad tidak mengandung hal-hal yang bersifat menggantungkan keabsahan transaksi pada peristiwa/kejadian yang akan datang. 3) Tata Cara Penyelenggaraan Produk Salam

  Dipergunakan untuk membiayai produk (terutama) pertanian dengan jangka waktu pendek (kurang atau sama dengan 6 bulan), namun di dalam praktek terhadap barang-barang yang mempunyai spesifikasi jelas (kuantitas dan kualitas) dapat juga dibiayai dengan produk salam ini, seperti produk garment (pembuatan pakaian jadi)

  4) Salam Paralel (1) Salam paralel berarti melaksanakan dua transaksi salam yang berbeda kepada para pihak yang bertransaksi. (Standar

  Operasional Prosedur Koperasi Jasa Keuangan Syariah dan Unit Jasa Keuangan Syariah, 2007: 87-88).

  e. Piutang Istishna

  

  Istishna adalah akad bersama pembuat (produsen) untuk suatu pekerjaan tertentu dalam tanggungan, atau akad jual beli suatu barang yang akan dibuat terlebih dahulu oleh pembuat (produsen) yang juga sekaligus menyediakan kebutuhan bahan baku barangnya. Jika bahan baku disediakan oleh pemesan, akad ini menjadi akad Ujrah (Upah).

  1) Rukun Istishna

  a) Para Pihak yang Berakad: (1) Pembuat atau Penjual atau Produsen (2) Pemesan atau Pembeli.

  b) Obyek yang diakadkan: (1) Barang/Proyek yang dipesan dengan kriteria yang jelas.

  (2) Kesepakatan atas Harga Jual

  c) Sighat: (1) Serah (2) Terima

  2) Syarat Istishna:

  a) Para pihak yang melakukan akad istihna harus dalam kondisi cakap hokum.

  b) Obyek yang dipesan jelas spesifikasinya, yakni penjelasan jenis, macam, ukuran, dan sifat barang, serta barang tersebut merupakan barang yang biasa berlaku pada hubungan antar manusia.

  c) Pembuat (Produsen) mampu memenuhi persyaratan pesanan.

  d) Harga jual ditetapkan sebesar harga pemesanan ditambah keuntungan.

  e) Harga jual tetap selama jangka waktu pemesanan. f) Jangka waktu pembuatan disepakati bersama. 3) Tata Cara Penyelenggaraan Produk Istishna:

  Produk Istishna dapat diimplementasikan untuk transaksi jual-beli yang prosesnya dilakukan dengan cara pemesanan barang terlebih dahulu (pembeli menugasi penjual untuk membuat barang sesuai spesifikasi tertentu, seperti pada proyek konstruksi) dan pembayaran dapat dilakukan di muka, cicilan, atau ditangguhkan sampai jangka waktu tertentu.

  4) Istishna Paralel: (1) Jika KJKS atau UJKS Koperasi bertindak sebagai penjual kemudian memesan kepada pihak lain (sub-kontraktor) untuk menyediakan barang pesanan dengan cara istishna, maka hal ini disebut dengan Istishna paralel. (Standar Operasional Prosedur Koperasi Jasa Keuangan Syariah dan Unit Jasa Keuangan Syariah, 2007: 88-89).

  f. Ijarah

  Ijarah adalah pemilikan hak atas manfaat dari penggunaan sebuah

  asset sebagai ganti pembayaran. Pengertian Sewa (Ijarah) adalah sewa atas manfaat dari sebuah asset, sedangkan sewa-beli (Ijarah wan

  

Iqtina ) atau disebut juga Ijarah Muntahiya bi tamlik adalah sewa yang

diakhiri dengan pemindahan kepemilikan.

  1) Rukun Ijarah

  a) Pihak yang berakad: (1) Penyewa (2) Pemilik barang yang disewa

  b) Obyek yang diakadkan: (1) Obyek yang disewakan.

  (2) Harga sewa yang disepakati ke-2 belah pihak.

  c) Sighat: (1) Serah (2) Terima

  2) Syarat Ijarah:

  a) Para pihak yang berakad (1) Para pihak yang berakad harus dalam kondisi cakap hokum.

  (2) Sukarela (ridha) dan tidak dalam keadaan dipaksa/terpaksa/berada di bawah tekanan.

  (3) Kesepakatan kedua belah pihak untuk melakukan penyewaan.

  b) Obyek yang disewakan (1) Obyek ijarah adalah manfaat (penggunaan) asset dan sewa.

  (2) Barang yang disewa bukan barang haram. (3) Harga sewa harus terukur c) Sighat: (1) Serah, dan terima yang merupakan niat dari kedua belah pihak.

  (2) Tidak mengandung klausul yang bersifat menggantungkan keabsahan transaksi pada kejadian yang akan datang atau pada sebuah syarat. 3) Tata Cara Penyelenggaraan Produk Ijarah:

  Di dalam transaksi Ijarah yang menjadi obyek adalah penggunaan manfaat atas sebuah asset, dan salah satu rukun ijarah adalah harga sewa. Dengan demikian Ijarah sesungguhnya bukan kelompok dari jual beli. Di dalam implementasi produk ijarah, KJKS dan UJKS Koperasi banyak menerapkan produk Ijara

  Muntahiya Bit Tamlik / Wa Iqtina dan mengelompokkan produk ini

  ke dalam akad jual-beli, karena memberikan pilihan kepada penyewa untuk membeli asset yang disewa pada akhir masa sewa.

  Hal ini disebabkan untuk proses kemudahan di sisi operasional KJKS dan UJKS Koperasi dalam hal pemeliharaan asset pada masa atau sesudah sewa. (Standar Operasional Prosedur Koperasi Jasa Keuangan Syariah dan Unit Jasa Keuangan Syariah, 2007: 89-90).

  g. Qardh Pinjaman Kebajikan (Qardh) adalah jenis pembiayaan melalui peminjaman harta kepada orang lain tanpa mengharapkan imbalan.

  Dalam literatur Fiqh, Qardh dikategorikan sebagai aqd tathawwu yaitu akad saling membantu dan bukan transaksi komersial. Dalam rangka mewujudkan tanggung-jawab sosial, KJKS dan UJKS Koperasi dapat memberikan fasilitas yang disebut Al-Qardhul Hasan, yaitu penyediaan pinjaman dana kepada pihak yang layak untuk mendapatkannya. Secara syariah peminjam hanya berkewajiban membayar kembali pokok pinjamannya, walaupun syariah membolehkan peminjam untuk memberikan imbalan sesuai kerelaannya, tetapi KJKS dan UJKS Koperasi pemberi Qardh tidak diperkenankan untuk meminta imbalan apapun. 1) Rukun Qardh:

  a) Ada peminjam

  b) Ada pemberi pinjaman

  c) Ada dana

  d) Ada serah terima 2) Syarat Qardh: a) Dana yang digunakan bermanfaat.

  b) Adanya kesepakatan kedua belah pihak. 3) Tata Cara Penyelenggaraan Produk Pinjaman Qardh dan Al

  Qardhul Hasan:

  a) Pinjaman Qardh, sebagai produk pelengkap untuk memenuhi kebutuhan dana mendesak, dan atau untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan lain yang tidak bersifat komersial. Pinjaman Qardh diberikan dengan jangka waktu yang sangat pendek. Sumber dana Pinjaman Qardh ini diperoleh dari modal KJKS atau UJKS Koperasi sendiri. Penyajian Pinjaman Qardh dilakukan dalam Aktiva Lain-lain.

  b) Al-Qardhul Hasan, untuk memenuhi kebutuhan bersifat sosial.

  Sumber dana diperoleh dari dana ekstern dan bukan berasal dari dana KJKS atau UJKS Koperasi sendiri. Dana Al-Qardhul

  Hasan diperoleh dari dana kebajikan seperti Zakat, Infaq dan

  Shadaqah. Pinjaman Al-Qardhul hasan tidak dibukukan dalam Neraca KJKS dan UJKS Koperasi, tetapi dilaporkan dalam Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Al Qardhul Hasan.

  (Standar Operasional Prosedur Koperasi Jasa Keuangan Syariah dan Unit Jasa Keuangan Syariah, 2007: 90-91).

  h. Rahn Menurut etimologi ar rahn berarti atsubuutu wa Dawamu artinya tetap dan kekal, atau al habsu wa luzumu artinya pengekangan dan keharusan dan juga bisa berarti jaminan. Jadi ar rahn adalah menjadikan barang berharga sebagi jaminan utang. Dengan begitu jaminan tersebut berkaitan erat dengan utang piutang dan timbul dari padanya. (Ghazaly dkk, 2010: 265)

  Berikut yang termasuk rukun Ar Rahn: 1) Pihak yang menggadaikan (rahin) 2) Pihak yang menerima gadai (murtahin) 3) Objek yang digadaikan (marhun)

  4) Hutang (marhun bih) 5) Ijab qabul (sighat). (Standar Operasional Prosedur Koperasi Jasa Keuangan Syariah dan Unit Jasa Keuangan Syariah, 2007: 91).

E. Penelitian Terdahulu

  1. Analisis Pembiayaan Musyarakah di BMT Tumang Cabang Cepogo oleh Laela Mukaromah. Hasil penelitian:

Dokumen yang terkait

KINERJA DINAS KOPERASI DAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH KABUPATEN BOYOLALI DALAM PEMBERDAYAAN UKM PRODUK UNGGULAN

0 6 148

PERSEPSI NASABAH USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH (UMKM) PERBANKAN SYARIAH TERHADAP BENTUK-BENTUK PEMBINAAN NASABAH

0 0 74

PENCATATAN KEUANGAN MENURUT PEMAHAMAN PELAKU USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH (UMKM) DI SURABAYA - Perbanas Institutional Repository

0 0 28

PERAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH (UMKM) DALAM LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARIAH (LKMS) DI JAWA TIMUR UNTUK KEBIJAKAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENGANGGURAN - Repository Universitas Muhammadiyah Sidoarjo

0 0 8

PERANAN PEMBIAYAAN MURABAHAH DALAM PENINGKATAN OMZET PENJUALAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH (UMKM) (Studi Pada Koperasi Simpan Pinjam Pembiayaan Baitut Tamwil Muhammadiyah BiMU Bandar Lampung) - Raden Intan Repository

0 3 121

PERAN PEMBIAYAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARIAH (LKMS) DALAM MEMBERDAYAKAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH (UMKM) MASYARAKAT PERDESAAN DI KABUPATEN PRINGSEWU (Studi pada KJKS BMT El Ihsan Kabupaten Pringsewu) - Raden Intan Repository

0 0 11

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - PERAN PEMBIAYAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARIAH (LKMS) DALAM MEMBERDAYAKAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH (UMKM) MASYARAKAT PERDESAAN DI KABUPATEN PRINGSEWU (Studi pada KJKS BMT El Ihsan Kabupaten Pringsewu) -

0 0 14

BAB II LANDASAN TEORI A. Dasar-Dasar Lembaga Keuangan Mikro Syariah - PERAN PEMBIAYAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARIAH (LKMS) DALAM MEMBERDAYAKAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH (UMKM) MASYARAKAT PERDESAAN DI KABUPATEN PRINGSEWU (Studi pada KJKS BMT El Ihsa

0 0 52

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISA DATA A. Penyajian Data 1. Geografi - PERAN PEMBIAYAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARIAH (LKMS) DALAM MEMBERDAYAKAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH (UMKM) MASYARAKAT PERDESAAN DI KABUPATEN PRINGSEWU (Studi pada KJKS BMT El Ihsan Ka

0 0 53

PERAN PEMBIAYAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARIAH (LKMS) DALAM MEMBERDAYAKAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH (UMKM) MASYARAKAT PERDESAAN DI KABUPATEN PRINGSEWU (Studi pada KJKS BMT El Ihsan Kabupaten Pringsewu) - Raden Intan Repository

0 1 6