BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - SUGENG HARYADI BAB I
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kurikulum 2013 diberlakukan secara bertahap mulai tahun ajaran
2013-2014. Pada tahap pertama Kurikulum 2013 dilaksanakan secara terbatas untuk kelas I dan IV Sekolah Dasar/Madrasah Ibtida’iyah (SD/MI), kelas VII Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), dan kelas X Sekolah Menengah Atas/Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah (SMA/SMK/MA/MAK). Selanjutnya, pada tahun ajaran 2014/2015 Kurtilas diberlakukan untuk semua sekolah di seluruh wilayah Indonesia. Itupun baru untuk Kelas I, II, IV, dan V pada jenjang Sekolah Dasar, kelas VII, VIII, dan IX pada jenjang SMP, serta Kelas X, XI dan XII untuk jenjang SMA/SMK.
Tujuan Kurikulum 2013 (Kurtilas) sebagaimana dinyatakan dalam Lampiran Permendikbud Nomor 67 Tahun 2013 adalah untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia.
Dengan adanya perubahan kurikulum, maka mempengaruhi pola pikir Kurtilas. Pola pikir Kurtilas sebagaimana pada Modul Materi Pelatihan Guru (2013: 24) disebutkan bahwa: 1) pembelajaran disusun seimbang mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan. 2) keterampilan
1 ditekankan pada keterampilan berfikir menuju terbentuknya kreativitas. 3) kemampuan psikomotorik adalah penunjang keterampilan. 4) pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik, pembelajaran yang terdiri atas kegiatan mengamati (untuk mengidentifikasi hal-hal yang ingin diketahui), merumuskan pertanyaan (dan merumuskan hipotesis), mencoba/mengumpulkan data (informasi) dengan berbagai teknik, mengasosiasi/menganalisis/mengolah data (informasi) dan menarik kesimpulan serta mengkomunikasikan hasil yang terdiri dari kesimpulan untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap. Langkah-langkah tersebut dapat dilanjutkan dengan kegiatan mencipta. 5) model pembelajaran meliputi Discovery learning, Project based learning, dan Collaborative learning.
Mata pelajaran pada Kurtilas ada 8 mata pelajaran inti yaitu: Agama, PKn, Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS, SBdP, dan PJOK. Pendidikan Agama diajarkan oleh Guru Agama, sedangkan mata pelajaran lain pembelajarannya dilakukan secara tematik-terpadu. Materi pelajaran tidak disajikan dalam buku-buku mata pelajaran tetapi dalam bentuk buku tema-tema pelajaran. Pembelajaran dirancang terkait satu dengan yang lain dan memiliki Kompetensi Dasar yang diikat oleh Kompetensi Inti tiap kelas. Semua mata pelajaran diajarkan dengan pendekatan yang sama yaitu saintifik.
Komponen proses pembelajaran dengan pendekatan saintifik menurut Ridwan (2015: 51) meliputi: 1) mengamati; 2) menanya; 3) mencoba/mengumpulkan informasi; 4) menalar/asosiasi; dan 5) membentuk jejaring (melakukan komunikasi). Tahap aktivitas belajar yang dilakukan dalam pembelajaran saintifik tidak harus dilakukan mengikuti prosedur yang kaku, namun dapat disesuaikan dengan pengetahuan yang hendak dipelajari.
Kedudukan Bahasa Indonesia pada Kurtilas menjadi momentum yang mulia yaitu sebagai penghela ilmu pengetahuan (carrier of knowledge).
Semua tema pelajaran ditulis dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Indonesia tidak semata diajarkan sebagai ilmu pengetahuan tetapi dipraktikkan sebagai penghela ilmu pengetahuan.
Ruang lingkup mata pelajaran Bahasa Indonesia dalam Permendiknas Nomor 22 (2006: 318) mencakup komponen kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra yang meliputi aspek-aspek sebagai berikut: 1) mendengarkan; 2) berbicara; 3) membaca; dan 4) menulis. Berbicara dan mendengarkan adalah dua jenis keterampilan berbahasa lisan. Sedangkan menulis dan membaca keduanya merupakan jenis keterampilan berbahasa ragam tulis.
Berbicara tentang pendekatan saintifik para ahli meyakini bahwa melalui pendekatan saintifik/ilmiah, selain dapat menjadikan siswa lebih aktif dalam mengkonstruksi pengetahuan dan keterampilannya, juga dapat mendorong siswa untuk melakukan penyelidikan guna menemukan fakta- fakta dari suatu fenomena atau kejadian. Artinya, dalam proses pembelajaran, siswa dibelajarkan dan dibiasakan untuk menemukan kebenaran ilmiah, bukan diajak untuk beropini apalagi fitnah dalam melihat suatu fenomena. Mereka dilatih untuk mampu berfikir logis, runut dan sistematis, dengan menggunakan kapasistas berfikir tingkat tinggi (Akhmad Sudrajat, 2013)
Hasil penelitian I Nyoman Sumayasa tahun 2015, menunjukkan bahwa: 1) terdapat pengaruh motivasi belajar Bahasa Indonesia antara siswa yang mengikuti pelajaran dengan pendekatan saintifik dan siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas VI Gugus VI Kecamatan Abang, Karangasem. Motivasi belajar siswa yang mengikuti model pembelajaran saintifik (kelompok eksperimen) hasilnya lebih baik daripada motivasi belajar siswa yang mengikuti model pembelajaran konvensional (kelompok kontrol). 2) hasil belajar siswa yang mengikuti model pembelajaran saintifik (kelompok eksperimen) hasilnya lebih baik daripada hasil belajar siswa yang mengikuti model pembelajaran konvensional (kelompok kontrol). 3) motivasi dan hasil belajar siswa yang mengikuti model pembelajaran saintifik (kelompok eksperimen) hasilnya lebih baik daripada motivasi dan hasil belajar siswa yang mengikuti model pembelajaran konvensional (kelompok kontrol).
Demikian halnya hasil penelitian Rokhis Setiawati (2015: 73) menyatakan bahwa pembelajaran pendekatan Scientific Learning pada materi konsep dan pengelolaan koperasi mendapat respon positif dari siswa, mencapai hasil belajar yang baik dan efektif terhadap hasil belajar siswa.
Meskipun hasil penerapan pendekatan saintifik pada kedua penelitian yang telah dilakukan oleh Nyoman Sumayasa dan Rokhis Setiawati dirasa baik, akan tetapi realita yang ada bahwa Kepala Sekolah masih ragu- ragu untuk memberlakukan Kurtilas. Hal ini dibuktikan ketika Dinas Pendidikan Kabupaten Cilacap mengusulkan 25% sekolah pada tahun
2016/2017 akan menggunakan Kurtilas dan menyerahkan kepada masing- masing UPT untuk menawarkan kepada sekolah di wilayahnya, tidak ada Kepala Sekolah yang sanggup dengan segera untuk melaksanakan Kurtilas di sekolahnya (Rapat KKKS 9 Februari 2016). Mereka mempunyai berbagai alasan, diantaranya: 1) guru dipandang belum mampu melaksanakan Kurtilas, terlebih sistem penilaian yang teralu komplek. 2) masih banyak guru yang belum menguasai IT untuk mendukung kinerjanya. 3) sekolah belum mampu memenuhi sarana prasarana yang diperlukan.
Seperti penelitian Budi dkk 2015, bahwa persepsi guru terhadap penerapan Kurtilas adalah: 1) keterkaitan antar tema dalam materi terlalu dangkal. 2) contoh-contoh yang disajikan dalam buku pegangan siswa ada yang belum kontekstual sehingga menyulitkan siswa untuk memahami materi pelajaran yang disampaikan. 3) pembelajaran dengan pendekatan Saintifik masih dirasa belum dapat memenuhi tujuan secara optimal. 4) penilaian yang sangat kompleks menyebabkan kesulitan bagi guru. 5) kesulitan dalam pembuatan laporan (raport).
Dari uraian di atas tampak bahwa ketidaksanggupan Kepala Sekolah di Kabupaten Cilacap untuk melaksanakan Kurtilas. Pertanyaan lain adalah tentang pemahaman guru terhadap pendekatan saintifik, apakah sudah optimal atau belum. Selanjutnya, mengenai bagaimana implematasi pendekatan saintifik pada mata pelajaran Bahasa Indonesia yang sudah sesuai dengan tujuan pelaksanaan Kurtilas ataukah belum.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka perlu adanya penelitian tentang pemahaman dan implementasi pendekatan saintifik guru sekolah dasar untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia se-Kabupaten Cilacap.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dapat diuraikan sebagai berikut.
1. Seberapa baik pemahaman pendekatan saintifik guru sekolah dasar untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia se-Kabupaten Cilacap?
2. Bagaimanakah implementasi pendekatan saintifik guru sekolah dasar untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia se-Kabupaten Cilacap?
3. Adakah hubungan antara pemahaman pendekatan saintifik dengan implementasi pendekatan saintifik guru sekolah dasar untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia se-Kabupaten Cilacap? C.
Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1. pemahaman pendekatan saintifik guru sekolah dasar untuk mata pelajaran
Bahasa Indonesia se-Kabupaten Cilacap; 2. implementasi pendekatan saintifik guru sekolah dasar untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia se-Kabupaten Cilacap; dan
3. hubungan antara pemahaman pendekatan saintifik dengan implementasi pendekatan saintifik guru sekolah dasar untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia se-Kabupaten Cilacap.
D. Manfaat Penelitian
Dari tujuan penelitian yang telah diuraikan, maka manfaat penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut.
1. Manfaat Teoretis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang pelaksanaan Kurtilas yang menggunakan pendekatan saintifik terutama dalam pembelajaran.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi bagi peneliti selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi guru Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan untuk guru mengenai pelaksanaan Kurtilas yang menggunakan pendekatan saintifik dalam pembelajaran.
b. Bagi sekolah Hasil penelitian ini dapat memberikan pengaruh atau dampak positif untuk meningkatkan kualitas proses kegiatan belajar mengajar terkait dengan penggunaan kurikulum yang tepat dan baik. c. Bagi lembaga pendidikan Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan sekaligus pengaruh positif untuk lembaga pendidikan (tim penyusun kurikulum) supaya dapat menciptakan sebuah sistem pembelajaran yang lebih tepat dan baik sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.