BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Hanung Dimas Prahara BAB I
menarik, karena mereka mempunyai karakteristik yang menarik berdasarkan latar belakang historisnya. Demikian dengan kepemimpinan yang dilakukan kepala desa atau orang yang memimpin desa di seluruh penjuru di Indonesia. Kepemimpinan selalu menciptakan sebuah sejarah atau cerita di masa depan, tentunya sejarah bagi masyarakat desa tersebut pada khususnya. Peraturan mengenai kepemimpinan desa atau kepala desa dan pemerintahan desa yang pernah ada dan berlaku di Indonesia selalu bertransformasi dan menyesuaikan dengan politik pemerintahan Indonesia yang sedang dijalankan atau yang sedang terjadi.
Tema mengenai desa dan kepemimpinan desa yang pernah dilakukan selalu berhubungan erat dengan sejarah, karena setiap kepemimpinan yang pernah dilakukan selalu meninggalkan cerita atau membuat cerita sejarah. Cerita sejarah suatu daerah sangat penting untuk dipahami oleh masyarakat yang berasal dari daerah tersebut, karena sejarah suatu daerah atau sejarah lokal dari suatu daerah memiliki sumbangan bagi sejarah nasional dari bangsa tersebut. Sejarah nasional adalah sejarah yang membahas atau menceritakan mengenai kejadian-kejadian yang terjadi pada masa lampau dalam cakupan suatu negara. Tidak mungkin jika suatu negara tidak memiliki sutu kisah atau
1 cerita perjalanan dari sebelum negara tersebut berdiri sampai negara tersebut telah berdiri. Sejarah Nasional adalah kumpulan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada beberapa daerah-daerah yang berada dalam cakupan wilayah negara, hal ini berarti sejarah nasional dapat berupa sebagai kumpulan- kumpulan dari beberapa kisah dari beberapa daerah yang disatukan yang tentunya harus memiliki sutu kecocokan satu dengan lainnya. Pada prinsipnya, semua peristiwa pada SNI (Sejarah Nasional Indonesia) adalah peristiwa sejarah lokal (Priyadi, 2011:30). Maksudnya adalah, Sejarah Nasional tentu mengungkap tentang sejarah dari suatu daerah yang dikumpulkan dan dimuat dalam cakupan wilayah nasional. SNI (Sejarah Nasional Indonesia) sering mengangkat peristiwa-peristiwa lokal menjadi peristiwa-peristiwa nasional (Pryadi, 2011:31). Hal ini menunjukan mengenai pentingnya sejarah lokal atau peristiwa penting yang terjadi pada daerah demi mendukung kelengkapan dari sejarah nasional.
Sejarah lokal dari berbagai daerah di seluruh Indonesia sendiri terkadang masih kurang dimengerti atau diketahui oleh warga dari daerahnya masing-masing. Hal ini menunjukan bahwa sejarah lokal masih dianggap sebagai ilmu atau pengetahuan yang kurang penting dikalangan masyarakat Indonesia.
Berbicara mengenai kepemimpinan desa, desa, dan sejarah lokal, peneliti menyoroti pada sejarah dinamika kepemimpinan desa yang pernah terjadi di Desa Gelang. Desa Gelang terdapat di Negara Indonesia, yang tepatnya yaitu ada di Kecamatan Rakit Kabupatan Banjarnegara Provinsi Jawa Tengah. Dalam sejarahnya, pemimpin di desa Gelang dipilih melalui Pilkades atau Pemilihan Kepala Desa yang dilakukan di Desa Gelang Kecamatan Rakit Kabupaten Banjarnegara. Dalam sejarahnya pula, pilkades atau Pemilihan Kepala Desa Gelang pernah dilakukan sebanyak 6 (enam) kali dari masa ke masa, yaitu dari Pilkades atau Pemilihan Kepala Desa yang pertama pada tahun 1959 sampai dengan Pilkades atau Pemilihan Kepala Desa yang yang terakhir kali dilakukan pada tahun 2013. Hal tersebut dapat kita lihat dari daftar nama yang pernah dan sedang menjabat sebagai Kepala Desa dari tahun 1959 sampai dengan tahun 2013. Desa Gelang Kecamatan Rakit Kabupaten Banjarnegara memiliki teori yang sangat menarik untuk dikaji mengenai sejarah yang pernah terjadi pada masa lalu yaitu mengenai kepala desa yang pernah menjabat. Berikut ini adalah daftar Kepala Desa yang pernah menjabat di Desa Gelang Kecamatan Rakit Kabupaten Banjarnegara sejak tahun 1959-2013 :
Tabel 1.1 : Daftar Kepala Desa Gelang Kecamatan Rakit Kabupaten Banjarnegara Tahun 1959-2014.No. Nama Kepala Desa Periode Jabatan
1. Madrokhim 1949-1959
2. Anwari 1959-1966
3. Siswo Miharjo 1966-1969
4. Adrongi 1969-1989
5. Imam Supardi 1990-1998
6. Ikhsanudin 1999-2007
7. Edhie Wibowo 2007-2013
8. Imam Supardi 2013-Sekarang Sumber : Arsip Desa Gelang Kecamatan Rakit Kabupaten Banjarnegara.
Dimulai dari tahun setelah Indonesia merdeka yaitu tahun 1945, yang pernah memimpin Desa Gelang adalah Madrokhim. Madrokhim memimpin Desa Gelang dari tahun 1945 hingga tahun 1959 yang kemudian pada periode selanjutnya yang dimulai tahun 1959 sampai dengan tahun 1966, Kepala Desa yang pernah menjabat adalah Anwari yang menjabat Kepala Desa Gelang. Desa Gelang selanjutnya dipimpin oleh Siswo Miharjo yang memenangkan Pemilihan Kepala Desa Gelang Kecamatan Rakit Kabupaten Banjarnegara pada tahun 1966. Siswo Miharjo memimpin Desa Gelang Kecamatan Rakit Kabupaten Banjarnegara selama tiga tahun dan menyelesaikan jabatannya sebagai Kepala Desa pada tahun 1969 atau Dengan kata lain Siswo Miharjo menjabat sebagai Kepala Desa Gelang hanya selama 3 tahun.
Kepala desa yang menjabat pada tahun 1969 adalah Akhmad Adrongi yang selesai jabatannya sebagai Kepala Desa Gelang Kecamatan Rakit Kabupaten Banjarnegara sampai dengan tahun 1990, dengan kata lain Akhmad Adrongi pernah menjabat sebagai Kepala Desa Gelang selama 20 tahun, sebab pada tahun 1966 sampai dengan tahun 1990 adalah masih masa pemerintahan Orde Baru, dimana Presiden Indonesia saja dijabat oleh Soeharto selama 32 tahun dari tahun 1966 hingga tahun 1998. Jabatan yang begitu lama dirasakan sebagai Presiden yang dijabat Soeharto ini sama halnya ketika Akhmad Adrongi menjabat sebagai kepala Desa Gelang yang menjabat selama 20 tahun yang mengawali jabatannya sebagai Kepala Desa Gelang pada tahun 1969 sampai dengan tahun 1989. Jabatan yang begitu lama tersebut, dipengaruhi oleh pemerintahan yang sedang berlangsung di Republik Indonesia yang membuat peraturan mengenai pemimpin desa yang dapat memimpin hingga dapat memimpin desa selama 20 tahun.
Sampai masa jabatan Akhmad Adrongi selesai di Desa Gelang yaitu pada tahun 1989, kemudian diadakan pemilihan Kepala Desa Gelang kembali untuk memilih kepala desa yang akan memimpin desa diperiode kepemimpinan desa yang selanjutnya, yang akhirnya dimenangkan oleh Supardi. Supardi menjabat sebagai kepala desa selama 8 tahun hingga tahun 1998.
Pada tahun 1999 diadakan pemilihan kepala desa kembali untuk memilih kepala desa yang akan memimpin Desa Gelang periode berikutnya yaitu periode kepemimpinan tahun 2000 hingga tahun 2007. Dan yang memenangkan pemungutan suara dalam rangka pemilihan kepela desa tersebut adalah Iksanudin, yang menjabat sebagai kepala desa Gelang hingga tahun 2007.
Selanjutnya Kepala Desa Gelang yang menjabat adalah Edie Wibowo yang menjabat sebagai kepala desa dari tahun 2008 hingga tahun 2013. Karena Edi Wibowo dapat memenangkan pilkades yang diadakan pada tahun 2007. Setelah Edi Wibowo selesai masa jabatannya sebagai kepala desa yaitu pada tahun 2013, Supardi dapat menjabat kembali sebagai Kepala Desa Gelang setelah periode yang pertama yaitu pada tahun 1990 dan berakhir tahun 1998, Imam supardi dapat terpilih kembali menjadi Kepala Desa Gelang Kecamatan Rakit Kabupaten Banjarnegara periode tahun 2013 hingga sekarang.
Apabila dilihat secara berurutan dari masa ke masa, kepemimpinan Desa Gelang Kecamatan Rakit Kabupaten Banjarnegara memiliki keunikan mengenai kepemimpinan kepala desanya yang mungkin sangat khas dan mungkin berbeda dengan desa-desa lain yang ada di dunia. Setiap periode kepemimpin yang pernah terjadi di Desa Gelang Kecamatan Rakit Kabupaten Banjarnegara akan memiliki certa yang berbeda antara periode kepemimpinan yang satu dengan periode kepemimpinan yang lain. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka peneliti sangat tertarik untuk meneliti dinamika kepemimpinan yang pernah terjadi di Desa Gelang Kabupaten Banjarnera sejak tahun 1990 sampai dengan tahun 2013.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka permasalahan yang dapat peneliti kemukakan adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana kondisi umum Desa Gelang Kecamatan Rakit Kabupaten Banjarnegara?
2. Bagaimana dinamika kepemimpinan di Desa Gelang Kecamatan Rakit
Kabupaten Banjarnegara sejak tahun 1990 sampai dengan tahun 2013?
3. Bagaimana peran Kepala Desa Gelang Kecamatan Rakit Kabupaten Banjarnegara dalam pembangunan di Desa Gelang Kecamatan Rakit Kabupaten Banjarnegara sejak tahun 1990 sampai dengan tahun 2013?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas penelitian ini memiliki beberpa tujuan, diantaranya adalah :
1. Mengetahui kondisi umum Desa Gelang Kecamatan Rakit Kabupaten Banjarnegara.
2. Mengetahui dinamika kepemimpinan yang pernah terjadi di Desa Gelang Kecamatan Rakit Kabupaten Banjarnegara sejak tahun 1990 sampai dengan tahun 2013.
3. Mengetahui peran Kepala Desa Gelang Kecamatan Rakit Kabupaten Banjarnegara dalam pembangunan sejak tahun 1990 sampai dengan tahun 2013.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian merupakan cara dalam mencapai hubungan kesulitan dari suatu ilmu pengetahuan dengan cara menggunakan metode ilmiah, karena dalam melakukan penelitian sosial pasti diperlukan subyek yaitu peneliti itu dan obyek yaitu masyarakat. Sedangkan untuk menghubungkan antara subyek dengan obyek adalah adanya ilmu pengetahuan, dan Ilmu pengetahuan tentu memiliki manfaat bagi kehidupan manusia.
Dalam penelitian ini memiliki beberapa manfaat yang diantaranya adalah manfaat teoritis dan manfaat praktis. Adapun manfaat-manfaat tersebut adalah :
1. Manfaat Teoretis Dengan adanya penelitian ilmiah ini maka diharapkan akan menemukan masalah-masalah baru serta cara pemecahannya yang dapat berguna bagi ilmu pengetahuan antara lain :
a) Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan di bidang sejarah desa dan di bidang sejarah politik pada umumnya serta ilmu pengetahuan sosial pada khususnya dalam pendidikan masyarakat.
b) Sebagai langkah dari kegiatan penelitian untuk meningkatkan wawasan penulis.
c) Untuk mengumpulkan data-data dan untuk memperoleh informasi tentang fenomena-fenomena yang ada dalam masyarakat, dalam rangka penyusunan skripsi ini sehingga dapat digunakan sebagai referensi yang dapat dibaca oleh mahasiswa pada khususnya atau pembaca lainnya pada umumnya.
2. Manfaat Praktis
a) Bagi Pejabat Desa Dengan melalui penelitian ilmiah ini, maka dapat diketahui dengan pasti sejarah kepemimpinan Desa Gelang Kecamatan Rakit Kabupaten Banjarnegara yang pernah terjadi dan sedang terjadi, sehingga akan diketahui akibat-akibat atau pengaruh-pengaruhnya di Desa Gelang Kecamatan Rakit Kabupaten Banjarnegara sehingga hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai rujukan atau pedoman dalam pengambilan keputusan atau kebijakan Pemerintahan Desa Gelang Kecamatan Rakit Kabupaten Banjarnegara pada khususnya dan desa lain pada umumnya.
b) Bagi Masyarakat Dengan melalui penelitian ilmiah ini, maka dapat diketahui dengan pasti kisah-kisah yang ada dalam sejarah kepemimpinan Desa Gelang Kecamatan Rakit Kabupaten Banjarnegara yang pernah terjadi dan sedang terjadi di Desa Gelang Kecamatan Rakit Kabupaten Banjarnegara yang berguna bagi seluruh masyarakat Desa Gelang Kecamatan Rakit Kabupaten Banjarnegara pada khususnya dan berguna bagi masyarakat desa lain pada umumnya, sehingga akan diketahui akibat-akibat atau pengaruh-pengaruhnya. Selain itu hasil penelitian ini juga dapat digunakan sebagai referansi masyarakat desa ketika akan memilih kepala desa dimasa mendatang. c) Bagi Pemerintah Daerah Dengan melalui penelitian ilmiah ini, maka dapat diketahui dengan pasti sejarah dalam kepemimpinan Desa Gelang
Kecamatan Rakit Kabupaten Banjarnegara yang pernah terjadi sehingga dapat digunakan sebagai referensi dalam pengambilan keputusan atau kebijakan mengenai pemerintahan desa, dan masyarakat desa bagi pemerintah daerah Kabupaten Banjarnegara pada khususnya dan pemerintah daerah kabupaten lain pada umumnya.
1. Dinamika Kepemimpinan Dinamika dapat diartikan sebuah gerakan atau kekuatan yang dimilki oleh sekumpulan orang di masyarakat yang dapat menimbulkan perubahan dalan tata hidup masyarakat yang bersangkutan. Menurut Hollander (dalam www.wikipedia.org yang diakses pada tanggal 28 Februari 2014), kata "dinamika" menunjuk pada keadaan yang berubah- ubah yang menggambarkan fluktuasi atau pasang surut, sekaligus melukiskan aktivitas dan sistem sosial yang tidak statis yang bergerak menuju perubahan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dinamika adalah keadaan yang berubah-ubah atau naik turunnya suatu keadaan.
Pemimpin adalah individu yang memiliki program/rencana dan bersama anggota kelompok bergerak untuk mencapai tujuan dengan cara yang pasti. Pemimpin adalah figur sentral yang mempersatukan kelompok, oleh karena itu jabatan sebagai pemimpin tidak dapat dipisahkan dari suatu kelompok akan tetapi dapat dikatakan dan dapat dipandang sebagai suatu posisi dengan potensi tinggi yang ada di lapangan. Dalam Bahasa Indonesia, pemimpin sering disebut sebagai penghulu, pemuka, pelopor, pembina, penutan, pembimbing, atau pengurus.
Kepemimpinan sering kali menjadi bahan pembicaraan banyak sekali orang dengan latar belakang dan kepentingan politis yang berbeda- beda. Orang-orang yang selalu mengkaitkan beberapa hal dengan kepemimpinan yang sedang dan akan terjadi, apalagi pada saat akan adanya pemilu entah itu pemilu presiden, pilkada, pilkades, dan lain-lain. Terdapat banyak sekali tokoh atau ilmuan yang mendefinisikan mengenai arti dari kata kepemimpinan.
Menurut Tod, Terry, Hoyt (“kepemimpinan” dalam http//www.wikipedeia.org diakses pada tanggal 17 November 2013), bahwa kepemimpinan sebagai kegiatan atau seni mempengaruhi orang lain agar mau bekerjasama yang didasarkan pada kemampuan orang tersebut untuk membimbing orang lain dalam mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan kelompok.
Gelombang kepemimpinan dari beberapa pemimpin yang pernah memimpin pada periodenya masing-masing yang terjadi pada suatu wilayah dan dalam kurun waktu tertentu itulah yang disebut dengan dinamika kepemimpinan. Masing-masing wilayah tentu saja memiliki dinamika kepemimpinan yang hampir berbeda anatara wilayah yang satu dengan wilayah lainnya menurut atau sesuai dengan karakter pemimpin yang pernah memipin di wilayah tersebut yang pernah memimpin padaperiodenya masing-masing.
2. Pemerintahan Desa Desa sering diartikan sebagai wilayah yang letaknya jauh dari keramaian kota, wilayahnya masih alami, dan sebagian besar arealnya dimanfaatkan untuk persawahan, ladang, perumahan, atau kebun penduduk. Sebagian besar penduduk desa bekerja di sektor pertanian.
Istilah desa di berbagai daerah berbeda-beda. Di Jawa Tengah desa dinamakan Dusun, di daerah Sunda disebut Kampung, sedangkan di Padang dinamakan Nagari, di Aceh dinamakan Gampong, masyarakat Batak di Sumatra Utara menyebutnya dengan Huta, dan di Sulawesi Utara masyarakat menyebutnya Wanus, serta di beberapa daerah lainnya yang memiliki sebutan yang berbeda-beda antara daerah yang satu dengan daerah yang lain (“Desa” dalam www.wikipedeia.org yang diakses pada tanggal 15 November 2013).
Sementara itu, suatu daerah dapat dikatakan desa jika masih memiliki ciri khas yang dapat dibedakan dengan daerah lain disekitarnya. Berdasarkan pengertian dari Direktorat Jenderal Pembangunan Desa atau yang lebih kita kenal dengan Dirjen Bangdes (yang dikutip dari http//www.dirjenbangdes.com di akses pada tanggal
20 Oktober 2013), desa memiliki empat ciri: a) Perbandingan lahan dengan manusia cukup besar.
b) Lapangan kerja yang dominan adalah sektor pertanian (agraris).
c) Hubungan antar warga desa masih sangat akrab.
d) Sifat-sifat masyarakatnya masih memegang teguh tradisi yang berlaku.
Desa menurut Peraturan Pemerintah Nomor 5 tahun 1979 Tentang Pemerintahan Desa (http//www.kemendagri.com yang diakses pada tanggal 17 November 2013) adalah suatu wilyah yang ditempati sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terrendah langsung dibawah Camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonsia.
Desa menurut Peraturan Pemerintah Nomor 22 tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah (http//www.kemendagri.com yang diakses pada tanggal 17 November 2013) adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di daerah kabupaten.
Sementara desa menurut Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 Tentang Desa (http//www.kemendagri.com yang diakses pada tanggal 17 November 2013) menegaskan desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia, selain itu juga terdapat tiga unsur desa, yaitu :
a) Penduduk Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memahami suatu desa, yang kaitannya dengan penduduk antara lain adalah jumlah tingkat kelahiran, tingkat kematian, persebaran penduduk, kepadatan penduduk, pertumbuhan penduduk, perbandingan jenis kelamin, mata pencaharian dan struktur penduduk.
Menurut Bintarto (“Desa” dalam www.wikipedeia.org yang diakses pada tanggal 15 November 2013), masyarakat desa atau penduduk desa adalah sekumpulan orang yang hidup bersama pada suatu tempat yang disebut sebagai desa dengan ikatan aturan yang berlaku di desa tersebut, atau bisa dikatakan pula sebagai segolongan orang-orang yg mempunyai kesamaan tertentu.
Menurut Bintarto (“Desa” dalam www.wikipedeia.org yang diakses pada tanggal 15 November 2013) jika dilihat dari jenis mata pencaharian masyarakatnya, masyarakat desa dapat digolongkan ke dalam tiga jenis, yaitu desa agraris, desa industri, dan desa nelayan.
1) Desa Agraris Desa Agraris adalah desa yang mayoritas mata pencaharian penduduknya berasal dari sektor agraris atau pertanian. Faktor yang menentukan terbentuknya desa agraris adalah iklim yang berpengaruh pada kesuburan tanah.
2) Desa Industri Desa Industri terbentuk karena sebagian besar penduduk desa tersebut melakukan kegiatan industri kecil, terutama yang berhubungan dengan kegiatan pertanian. 3) Desa Nelayan
Desa nelayan terbentuk dari kondisi geografis dari desa tersebut yang berada memanjang di sepanjang pantai.
Sehingga penduduknya sebagian besar memiliki mata pencaharian sebagai nelayan atau mereka hidup dari melaut atau dari hasil budidaya laut dan rumput laut.
b) Wilayah Menurut Adisasmita (dalam http://parmadiseme.com yang diakses pada tanggal 28 Februari 2014) wilayah diartikan sebagai suatu permukaan yang luas yang dihuni oleh manusia yang melakukan interaksi kegiatan dengan sumberdaya alam, sumberdaya modal, sumberdaya teknologi, sumberdaya kelembagaan dan sumberdaya pembangunan lainnya, untuk mencapai tingkat kesejahteraan ekonomi dan sosial bagi masyarakat yang mempunyai batas dan ditetapkan oleh peraturan pemerintah. Hal ini berarti suatu wilayah pedesaan memiliki wilayah tersendiri dengan berbagai aspeknya seperti lokasi, luasan, bentuk lahan, keadaan tanah, keadaan tata air, dan sebagainya.
Dengan kata lain wilayah pedesaan selalu berhubungan dengan kondisi geografis suatu desa.
c) Tata Kehidupan Tata kehidupan berkaitan dengan adat istiadat, norma- norma yang berlaku di desa tersebut, pengaturan sistem pergaulan warga masyarakat, dan pola-pola budaya desa tersebut (Bintarto, “Desa” dalam www.wikipedeia.org yang diakses pada tanggal 15 November 2013).
Sejak adanya otonomi daerah di Indonesia desa memiliki pemerintahan sendiri, artinya bahwa desa bukanlah bawahan dari kecamatan, karena kecamatan merupakan bagian dari perangkat daerah Kabupaten atau Kota, dan desa bukan merupakan dari perangkat daerah. Hal ini berbeda dengan Kelurahan, Desa memiliki hak mengatur wilayahnya lebih luas. Selain itu, dalam perkembangannya sebuah desa dapat menjadi kelurahan.
Peraturan Nomor 72 tahun 2005 Tentang Desa (http//www.kemendagri.com yang diakses pada tanggal 16 November 2013) mejelaskan, Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Adapun kewenangan yang dimiliki oleh Desa itu sendiri adalah :
1) Menyelenggarakan urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkah hak asal-usul desa.
2) Menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten atau kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa, yakni urusan pemerintahan yang secara langsung dapat meningkatkan pelayanan masyarakat.
3) Tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten atau kota.
4) Urusan pemerintah lainnya yang diserahkan kepada desa.
5)
Sementara susunan pemerintah desa menurut Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 Tentang Desa di atas berbeda dengan susunan pemerintah menurut Undang-undang nomor 32 tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah (http//www.kemendagri.com yang diakses pada tanggal 16 November 2013), yang menyatakan Pemerintah desa terdiri atas kepala desa dan perangkat desa ( pasal 202 ayat 1). Perangkat desa terdiri dari sekretaris desa dan perangkat desa lainnya (pasal 202 ayat 2). Dalam Undang-undang nomer 32 tahun 2004 Pemerintahan Desa, Badan permusyawaratan Desa atau sering disingkat menjadi BPD tidak dimasukan ke dalam pemerintahan desa walaupun memiliki fungsi yang sama yaitu menetapkan peraturan desa bersama kepala desa dan menyalurkan aspirasi rakyat.
Kepala Desa atau Pemimpin Desa adalah pemimpin pemerintahan tingkat terkecil di Indonesia yang memiliki masa jabatan selama 6 tahun setelah dan mendapat satu kali perpanjangan masa jabatan berikutnya sesuai dengan yang ada pada Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 Tentang Desa dan Undang-undang nomer 32 tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Artinya, di dalam pemerintahannya Kepala Desa tidak memiliki tanggung jawab terhadap pemimpin pemerintahan tingkat kecamatan yaitu Camat, melainkan Kepala Desa hanya dikordinasikan saja oleh Camat. Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 Tentang Desa (http//www.kemendagri.com yang diakses pada tanggal 16 November 2013) menegaskan Pemerintah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah Kepala Desa dan Perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa. Kepala Desa dipilih langsung melalui Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) oleh penduduk desa setempat. Adapun Syarat-syarat menjadi calon kepala desa sebagai berikut :
1) Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. 2) Setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-undang 1945 dan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
3) Berpendidikan paling rendah SLTP atau sederajat. 4) Berusia paling rendah 25 tahun. 5) Bersedia dicalonkan menjadi Kepala Desa. 6) Penduduk desa setempat. 7) Tidak pernah dihukum karena melakukan tindakan pidana kejahatan dengan hukuman paling singkat 5 tahun.
8) Tidak dicabut hak pilihnya. 9) Belum pernah menjabat Kepala Desa paling lama 10 tahun atau dua kali masa jabatan.
10) Memenuhi syarat lain yang diatur Peraturan Daerah atau Kabupaten Kota.
Kemudian wewenang yang dimiliki oleh seorang yang sedang menjabat sebagai Kepala Desa tertulis di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa (http//www.kemendagri.com yang diakses pada tanggal 16 November 2013), yaitu :
1) Memimpin penyelenggaraan pemerintah desa berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama Badan Permusyawaratan Desa atau disingkat BPD. 2) Mengajukan rencana peraturan desa. 3) Menetapkan peraturan desa yang telah mendapat persetujuan bersama BPD.
4) Menyusun dan mengajukan rancangan peraturan desa mengenai Anggaran pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa) untuk dibahas dan ditetapkan bersama BPD.
Dari hal di atas dapat disimpulkan bahwa desa adalah suatu wilayah dalam negara Indonesia yang memiliki batas dan memiliki masyarakat yang dilindungi oleh hukum dan terdapat adat istiadat serta pemerintahan yang di dalamnya dipimpin oleh Kepala Desa dan dibantu oleh Perangkat Desa serta Badan Permusyawaratan Desa (BPD).
3. Penelitian Yang Relevan Menurut Triasti Anggrayanti (1998:7) dalam skripsinya yang berjudul “Perbandingan Antara Sikap Masyarakat Yang Berpendidikan
Dasar Dengan Masyarakat Yang Berpendidikan Menengah Ke Atas
Terhadap Pemilihan Kepala Desa Buayan Kecamatan Buayan Kabupaten Kebumen Tahun 1997” mengatakan, kepala desa adalah
kepala atau pemimpin yang diangkat oleh Bupati atau Walikota Madya kepala daerah tingkat II atas nama Gubernur kepala daerah tinkat I dari calon terpilih sebagai administrator pembangunan dan administrator tingkat desa.
Menurut Triasti Anggrayanti (1998:7)“Pola Kepemimpinan
Kepala Desa Pakuncen Kecamatan Bobotsari Kabupaten Purbalingga Dalam pelaksanaan Pembangunan Periode 1994-2002”, dalam
pemilihan kepala desa, sikap masyarakat yang berpendidikan dasar masih berpedoman pada keturunan. Mereka mengesampingkan pendidikan si calon, sikap si calon, apalagi visi dan misi si calon, tetapi lebih memandang siapa pendahulu si calon. Apabila pendahulunya pernah menjadi/menjabat maka masyarakat desa yang berpendidikan dasar akan lebih condong untuk memilihnya.
Calon Kepala desa yang diprediksi akan terpilih menjadi kepala desa juga dapat dilihat dari rata-rata pendidikan terakhir masyarakat desa yang memiliki hak pilih dalam pemilihan kepala desa atau pilkades tersebut. Masyarakat dengan desa yang mayoritas penduduknya berpendidikan rendah akan cenderung melihat calon dari segi sejarah keluarga atau pohon keluarga dari calon kepala desa ketimbang untuk melihat dari segi bagaimana si calon yang mereka akan pilih ketika telah terpilih menjadi Kepala Desa.
Menurut Ririn Puspitasari (2013:11) dalam skripsinya yang berjudul Persaingan Elite Politik Dalam Pemilihan Kepala Desa (Studi
Kasus Pemilihan Kepala Desa di Desa Klapagading Wangon Kabupaten Banyamas Tahun 2007 dan 2013) mengemukakan,
persaingan elite politik dalam pemilihan kepala desa lebih pada persaingan kedudukan dan peran. Para calon kepala desa biasanya dari kelas menengah keatas, sehingga persaingan elite politik tidak berhubungan dengan persaingan ekonomi para calon kepala desa. Para calon kepala desa tidak mengandalkan jabatan kepala desa untuk memenuhi kebutuhan ekonominya, tetapi calon kepala desa mencalonkan diri sebagai kepala desa untuk mendapat pengakuan dari masyarakat sebagai orang yang memiliki kedudukan serta peranan yang terpandang.
Penelitian yang pernah dilakukan mengenai desa dan kepemimpinan telah banyak dilkukan dalam berbagai karya tulis dan skripsi, tetapi penelitian yang di lakukan hanya meneliti tentang kepemimpinan suatu wilayah dalam satu periode kepemimpinan saja, Di dalam penelitian yang dilakukan oleh penulis dalam skripsi ini memiliki perbedaan dari penelitian dan karya ilmiah yang pernah ada, karena dalam skripsi ini penulis tidak hanya meneliti tentang kepemimpinan suatu wilayah dalam satu periode kepemimpinan saja, tetapi juga meneliti kepemimpinan suatu wilayah dalam beberapa periode.
1. Teori Kepemimpinan Pengertian kepemimpinan menurut Young (“kepemimpinan” dalam http//www.wikipedeia.org diakses pada tanggal 17 November
2013) adalah bentuk dominasi yang didasari atas kemampuan pribadi yang sanggup mendorong atau mengajak orang lain untuk berbuat sesuatu yang berdasarkan penerimaan kelompoknya, dan memiliki keahlian khusus yang tepat bagi situasi yang khusus.
Sri Wintala Achmad (2013:23) dalam bukunya yang berjudul “Falsafah Kepemimpinan Jawa”, Swansburg mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah proses untuk mempengaruhi aktivitas suatu kelompok yang terorganisir dalam usaha mencapai penetapan dan pencapaian tujuan.
Kepemimpinan yang baik itu sendiri memiliki nilai dan pola relatif dalam persepsi masyarakat. Seperti contohnya pemimpin yang baik menurut Orang Jawa belum tentu cocok atau baik dirasakan bagi Orang Bali, Orang Papua, Orang Batak/Suamatra Utara dan orang dari daerah lain diluar dari daerah Jawa. Dalam Studi kasus ini, pemimpin yang baik adalah pemimpin yang dinilai baik oleh Orang Jawa karena studi kasus dalam penelitian dan penelitian ini dilaksanakan di sekup desa yang berada di Jawa.
Kepemimpinan itu sendiri selalu dihubungkan dengan falsafah- falsafah kepemimpinan. Sri Winatala Achmad (2013:67) mengemukakan Ki Hajar Dewantara sebagai Pahlawan Nasional adalah pencetus dari slogan ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tutwuri
handayani. Adapun penjabarannya atau pengertiannya adalah sebagai
berikut :
a) Ing ngarsa sung tuladha
Ing ngarsa sung tuladha mengandung makna bahwa seorang
pemimpin yang baik adalah selalu tampil di depan dan harus memberikan tauladan yang baik bagi rakyatnya atau yang dipimpinnya. Seorang pemimpin yang melakukan korupsi dan nepotisme atau tindakan-tindakan yang tidak terpuji bakal dihujat oleh seluruh rakyatnya atau yang dipimpinnya. Pada akhirnya, kewibawaannya sebagai pemimpin akan hacur berantakan.
b) Ing madya mangun karsa Memiliki makna bahwa seorang pemimpin harus berada di tengah- tengah rakyatnya untuk memberikan spirit serta motifasi agar hidup menjadi lebih sejahtera melalui perjuangan nyata. Disamping itu, Seorang pemimpin harus mampu memberikan inspirasi pada seluruh rakyatnya agar termotifasi untuk mencanangkan cita-citanya ke langit, belajar lebih giat, bekerja lebih keras, dan menjadi lebih dari orang lain. Hanya dengan cara demikian, cita-cita bangsa didalam mewujudkan kesejahteraan di dalam negaranya akan dapat terealisasi dengan segera.
c) Tutwuri handayani Bermakna bahwa seorang pemimpin harus mengikuti pendapat atau tujuan yang telah disepakati bersama. Apabila terdapat suatu kendala yang mnghambat tujuan tersebut, maka seorang pemimpin dalam memberikan jalan keluar atau solusi harus berdasarkan msyawarah bersama.
Dalam Sri Winatala Achmad (2013:64), Falsafah kepemimpinan dari Gajah Mada yang merupakan seorang patih dari kerajaan Majapahit juga memiliki falsafah kepemimpinan, yaitu Tri Dharma yang terdiri dari tiga dimensi (dimensi spiritual, dimensi moral, dan dimensi menejerial), penjelasan dari Tri Dharma di atas adalah :
a) Dimensi Spiritual Dalam dimensi spiritual, seorang pemimpin harus memiliki beberapa prinsip utama, yaitu tenang, sabar, bijaksana, mencintai alam semesta dan, hidup dan bersikap sederhana.
b) Dimensi Moral Dalam dimensi moral, seorang pemimpin harus memiliki beberapa prinsip utama, yaitu berani membela dan menegakan kebenaran serta keadilan, memiliki sikap rendah hati, tidak pilih kasih, bersikap tegas, jujur, bersih, dan berwibawa, mencintai seluruh rakyat, serta mengutamakan kepentingan negara diatas kepentingan pribadi, golongan, dan keluarga.
c) Dimensi Manajerial Dalam dimensi manajerial seorang pemimpin harus memiliki sembilan prinsip utama, yaitu Mendapat dan menjaga kepercayaan masyarakat, setia kepada nusa dan bangsa, pandai berbicara dengan sopan, pandai dalam berdiplomasi, strategi, dan siasat, tekun bekerja dan mengabdi pada kepentingan umum, lapang dada dan bersedia menerima pendapat orang lain, menguasai musuh dari dalam dan luar, pandai menentukan prioritas utama, serta waspada dan instrospeksi untuk melakukan perbaikan.
Seseorang akan menjadi seorang pemimpin yang efektif apabila :
a) Seseorang secara genetika telah memiliki bakat-bakat kepemimpinan.
b) Bakat-bakat tersebut dipupuk dan dikembangkan melalui kesempatan untuk menduduki jabatan kepemimpinannya.
c) Ditopang oleh pengetahuan teoritikal yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan, baik yang bersifat umum maupun yang menyangkut teori kepemimpinan.
Soerjono Soekamto (1987:267) dalam bukunya yang berjudul “Sosiologi Suatu Pengantar Edisi Baru Ketiga” menyatakan, kepemimpinan yang berhasil menurut Asta Brata. Asta Brata terdiri atas
Indra-brata, yama-brata, surya-brata, caci-brata, bayu-brata, dhana-
brata, paca-brata, dan agni-brata. Adapun pengertianya adalah sebagai
berikut: a) Indra-brata, berarti dapat memberi kesenangan dalam jasmani.
b) Yama-brata, berarti dapat menunjuk pada keahlian dan kepastiah hukum.
c) Surya-brata, berarti dapat menggerakan bawahan dengan mengajak mereka untuk bekerja persuasion.
d) Caci-brata, berarti dapat memberi kesenangan rohaniah.
e) Bayu-brata, berarti dapat menunjukan keteguhan pendidikan dan rasa tidak segan-segan untuk turut merasakan kesukaran-kesukaran dari pengikut-pengikutnya.
f) Dhana-brata, berarti dapat menunjukan pada suatu sikap yang patut untuk dihormati.
g) Paca-brata, berarti dapat menunjukan kelebihan dalam ilmu pengetahuan, kepandaian, dan ketrampilan.
h) Agni-brata, berarti dapat sifat memberikan semangat pada anak buah.
Kepemimpinan terbagi dalam beberapa jenis yang berbeda. Menurut Kartini Kartono (1982:69) membagi tipe kepemimpinan menjadi 8 (delapan) tipe, yaitu tipe kharismatis, tipe paternalistis, tipe militeristis, tipe otokratis, tipe laissez faire, tipe populistis, tipe administratif atau eksekutif, dan tipe demokratik. Masing-masing dari tipe pemimpin tersebut memiliki karakteristik dan ciri-ciri yang berbeda- beda antara satu tipe dengan tipe yang lain, yaitu:
a) Tipe Kharismatis Tipe pemimpin kharismatis ini memiliki kekuatan energi, daya-tarik dan pembawaan luar biasa untuk mempengaruhi orang lain, sehingga ia memiliki pengikut yang sangat besar jumlahnya dan pengawal-pengawal yang bisa dipercaya. Sampai sekarang orang tidak mengetahui sebab-sebabnya, mengapa seorang itu memiliki jumlah pengikut yang besar. Dia dianggap memiliki kekuatan
supernatural, dan kemampuan-kemampuan superhuman, yang
diperolehnya sebagai karunia dari Yang Maha Kuasa. Banyak memiliki inspirasi, keberanian, dan berkeyakinan teguh pada pendiriaan diri sendiri. Totalitas kepribadian pemimpin itu memancarkan pengaruh dan daya-tarik yang teramat besar.
b) Tipe Paternalistis Tipe pemimpin paternalistis hanya terdapat di lingkungan masyarakat yang bersifat tradisional, umumnya adalah di masyarakat agraris. Salah satu ciri utama masyarakat tradisional adalah rasa hormat yang tinggi yang ditunjukan oleh para anggota masyarakat kepada orang tua atau seseorang yang dituakan. Pemimpin seperti ini kebapakan, sebagai tauladan atau panutan masyarakat. Biasanya tokoh-tokoh adat, para ulama, dan guru. Pemimpin ini sangat mengembangkan dan mengedepankan sikap kebersamaan. Sifat-sifat pemimpin bertipe paternalistis yaitu :
1) Menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak/belum dewasa, atau anak sendiri yang perlu dikembangkan.
2) Bersikap terlalu melindungi. 3) Jarang memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengambil keputusan sendiri.
4) Hampir tidak pernah memberi kesempatan pada bawahan untuk berinisiatif.
5) Tidak memberikan atau hampir tidak pernah memberikan kesempatan kepada pengikut atau bawahan untuk mengembangkan imajinasi dan kreatifitas mereka sendiri. 6) Selalu bersikap maha tahu dan maha benar.
c) Tipe Militeristis Pemimpin dengan tipe ini gaya luarnya mencontoh militer. Adapun sifat-sifat pemimpin yang militeristis yaitu : 1) Lebih banyak menggunakan sistem komando/perintah terhadap bawahannya.
2) Menghendaki kepatuhan mutlak dari bawahannya. 3) Sangat menyenangi formalitas, upacara-upacara ritual dan tanda-tanda kebesaran yang berlebih-lebihan.
4) Menuntut adanya disiplin keras dari bawahan-bawahannya. 5) Tidak menghendaki saran, usul, sugesti-sugesti, dan kritikan- kritikan dari bawahannya.
6) Komunikasi hanya berlangsung satu arah saja.
d) Tipe Otokratis Banyak orang memahami segi kepemimpinan otokratis adalah pemimpin yang tergolong atau dipandang pemimpin yang memiliki karakteristik yang negatif. Dilihat dari persepsinya seorang pemimpin yang otokratis adalah seseorang yang sangat egois.
Seorang pemimpin yang otoriter akan menujukan sikap yang menonjolkan keakuhannya, antara lain dalam bentuk: 1) Kecenderungan memperlakukan para bawahannya sama dengan alat-alat lain dalam organisasi, seperti mesin, dan dengan demikian kurang menghargai harkat dan martabat mereka
2) Pengutamaan orientasi terhadap pelaksanaan dan penyelesaian tugas tanpa mengkaitkan pelaksanaan tugas itu dengan kepentingan dan kebutuhan para bawahannya. 3) Pengabaian peranan para bawahan dalam proses pengambilan keputusan.
Karakteristik gaya kepemimpinan yang dipergunakan pemimpin yang otokratis antara lain: 1) Menuntut ketaatan penuh dari para bawahannya.
2) Dalam menegakkan disiplin menunjukkan keakuhannya. 3) Bernada keras dalam memberi perintah atau instruksi. 4) Menggunakan pendekatan punitif dalam hal terjadinya penyimpangan oleh bawahan.
e) Tipe Laissez Faire Pemimpin ini berpandangan bahwa umumnya organisasi akan berjalan lancar dengan sendirinya karena para anggota organisasi terdiri dari orang-orang yang sudah dewasa yang mengetahui apa yang menjadi tujuan organisasi, sasaran-sasaran apa yang ingin dicapai, tugas apa yang harus ditunaikan oleh masing- masing anggota, dan pemimpin dengan tipe gaya kepemimpinan ini tidak terlalu sering intervensi. Adapun karakteristik dan gaya kepemimpinan tipe ini adalah : 1) Pendelegasian wewenang terjadi secara ekstensif. 2) Pengambilan keputusan diserahkan kepada para pejabat pimpinan yang lebih rendah dan kepada petugas operasional, kecuali dalam hal-hal tertentu yang menuntut keterlibatannya langsung.
3) Status quo organisasional tidak terganggu. 4) Penumbuhkembangan kemampuan berpikir dan bertindak yang inovatif diserahkan kepada para anggota organisasi yang bersangkutan sendiri. Sepanjang dan selama para anggota organisasi menunjukkan perilaku dan prestasi kerja yang memadai, intervensi pimpinan dalam organisasi berada pada tingkat yang minimum.
f) Tipe Populistis Tipe kepemimpinan ini selalu berpegang teguh pada nilai- nilai masyarakat yang tradisional dankurang mempercayai dukungan serta bantuan dari luar. Kepemimpinan jenis ini selalu mengutamakan penghidupan (kembali) nasionalisme. Tipe kepemimpinan ini sering dikaitkan dengan modernitas tradisional.
g) Tipe Administratif atau eksekutif Tipe kepemimpinan ini mampu menyelenggarakan tugas- tugas administrasi secara efektif. Pemimpinnya terdiri dari teknokrat dan administratur-administratur yang yang mampu menggerakan dinamika modernisasi dan pembangunan.
h) Tipe Demokratik 1) Pemimpin yang demokratik biasanya memandang peranannya selaku kordinator dan integrator dari berbagai unsur dan komponen organisasi. 2) Menyadari bahwa mau tidak mau organisasi harus disusun sedemikian rupa sehingga menggambarkan secara jelas aneka ragam tugas dan kegiatan yang tidak bisa dan tidak harus dilakukan demi tercapainya tujuan.
3) Melihat kecenderungan adanya pembagian peranan sesuai dengan tingkatnya.
4) Memperlakukan manusia dengan cara yang manusiawi dan menjunjung harkat dan martabat manusia.
5) Seorang pemimpin demokratik disegani bukannya ditakuti.
Setiap jabatan dan peran pasti memiliki peran yang penting dalam organisasi, badan hukum, kelompok, dan lain-lain, begitu pula dengan pemimpin. Pemimpin memiliki peran yang penting dalam instansinya masing-masing. Adapun peranan seorang pemimpin yaitu : a) Peran hubungan antar perorangan, dalam kasus ini fungsinya sebagai pemimpin yang dicontoh, pembangun tim, pelatih, direktur, mentor konsultasi.
b) Fungsi Peran informal sebagai monitor, penyebar informasi dan juru bicara.
c) Peran Pembuat keputusan, berfungsi sebagai pengusaha, penanganan gangguan, sumber alokasi, dan negosiator.
Setelah membaca teori-teori di atas, dapat disimpulkan bahwa setiap individu/seorang pemimpin atau pimpinan dalam melaksanakan jabatannya sebagai seorang pemimpin, kepemipinanya dapat dicirikan dan dikategorikan berdasarkan karakter kepemimpinan yang sedang dan atau telah dijalankannya. Hal ini dapat dibuktikan pada pemerintahan dengan wilayah yang lebih luas yaitu dalam sekup suatu negara. Suatu negara memiliki karakteristik dan cerita sejarah politik yang berbeda- beda antara suatu periode dengan periode lainnya tergantung pada pemimpin yang sedang berkuasa. Demikian pula yang dialami oleh wilayah yang lebih kecil dari sebuah negara yaitu pada wilayah pedesaan pada khususnya adalah yang terjadi di Desa Gelang Kecamatan Rakit Kabupaten Banjarnegara yang memiliki cerita sejarah pada dinamika kepemimpinannya.
Perbedaan karakteristik dan pola kepemimpinan dari beberapa pemimpin yang pernah memimpin atau memiliki kedudukan sebagai pemimpin/ketua/kepala pada suatu wilayah tertentu pada periodenya masing-masing inilah yang disebut dengan dinamika kepemimpinan.
2. Pendekatan Pendekatan dalam suatu penelitian akan memberikan karakteristik yang ilmiah kepada sejarah dan penggunaan berbagai konsep disiplin ilmu yang memungkinkan dapat dilihat dari berbagai dimensi sehingga pemahaman tantang suatu masalah baik keluasan maupun kedalamannya akan semakin jelas. Dalam Penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa pendekatan dengan ilmu lain diantaranya adalah ilmu politik dan ilmu sosiologi.
a) Ilmu Politik Sejarah selalu dekat dengan politik, karena didalam sejarah selulu menceritakan aktor atau kelompok yang memiliki tujuan dan cara dalam setiap interaksi yang dilakukan. Sartono kartodirdjo (148 ;1993) mengatakan “Politik adalah sejarah masa kini dan sejarah adalah politik masa lampu.”. Dalam penelitian ini, akan menyajikan masalah kepemimpinan, dimana kepemimpinan itu sendiri merupakan salah satu unsur utama dalam sebuah politik, karena ada beberapa unsur utama yang selalu dijumpai dalam politik, yaitu otoritas, ideologi, organisasi, kepemimpinan dan lain- lain. Penelitian ini menyajikan dinamika kepemimpinan di suatu wilayah pada tahun 1990 hingga tahun 2013.
b) Ilmu Sosiologi Pendekatan ilmu sosiologi digunakan karena dalam penelitian ini mencakup konsep dan teori sosiologis yang antara lain menyajikan mengenai struktur sosial dalam masyarakat, kelas sosial, pola kelakuan masyarakat atau idividu dan atau interaksi sosial.