BAB II TINJAUAN PUSTAKA - BAB II MUHAMMAD FAJRUSH SW GEOGRAFI'17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori

  1. Komposisi dan Perilaku Gas Buang Kendaraan Bermotor Emisi kendaraan bermotor mengandung berbagai senyawa kimia. Komposisi dari kandungan senyawa kimianya tergantung dari kondisi mengemudi, jenis mesin, alat pengendali emisi bahan bakar, suhu operasi dan faktor lain yang semuanya ini membuat pola emisi menjadi rumit (Kidd dan Kidd, 1988).

  Jenis bahan bakar pencemar yang dikeluarkan oleh mesin dengan bahan bakar bensin maupun bahan bakar solar sebenarnya sama saja, hanya berbeda proporsinya karena perbedaan cara operasi mesin. Secara visual selalu terlihat asap dari knalpot kendaraan bermotor dengan bahan bakar solar, yang umumnya tidak terlihat pada kendaraan bermotor dengan bahan bakar bensin ( Sastrawijaya, 1991).

  Walaupun gas buang kendaraan bermotor terutama terdiri dari senyawa yang tidak berbahaya seperti nitrogen, karbon dioksida dan uap air, tetapi didalamnya terkandung juga senyawa lain dengan jumlah yang cukup besar yang dapat membahayakan membahayakan kesehatan maupun lingkungan. Bahan pencemar yang terutama terdapat didalam gas buang buang kendaraan bermotor adalah karbon monoksida (CO

  ₂), nitrogen dioksida (NO₂), sulfur (SO₂), dan hidrogen sulfida (H ₂S) (Sastrawijaya, 1991).

  Setelah berada di udara, beberapa senyawa yang terkandung dalam gas buang kendaraan bermotor dapat berubah karena terjadinya suatu reaksi, misalnya dengan sinar matahari dan uap air, atau juga antara senyawa-senyawa tersebut satu sama lain. Proses reaksi tersebut ada yang berlangsung cepat dan terjadi saat itu juga di lingkungan jalan raya, dan adapula yang berlangsung dengan lambat. Reaksi kimia di atmosfer kadangkala berlangsung dalam suatu rantai reaksi yang panjang dan rumit, dan menghasilkan produk akhir yang dapat lebih aktif atau lebih lemah dibandingkan senyawa aslinya. Sebagai contoh, adanya reaksi di udara yang mengubah nitrogen monoksida (NO) yang terkandung di dalam gas buang kendaraan bermotor menjadi nitrogen dioksida (NO

  ₂) yang lebih reaktif, dan reaksi kimia antara berbagai oksida nitrogen dengan senyawa hidrokarbon yang menghasilkan ozon dan oksida lain, yang dapat menyebabkan asap awan fotokimi (photochemical smog) (Sastrawijaya, 1991).

  Untuk bahan pencemar yang sifatnya lebih stabil sperti limbah (Pb), beberapa hidrokarbon-halogen dan hidrokarbon poliaromatik, dapat jatuh ke tanah bersama air hujan atau mengendap bersama debu, dan mengkontaminasi tanah dan air. Senyawa tersebut selanjutnya juga dapat masuk ke dalam rantai makanan yang pada akhirnya masuk ke dalam tubuh manusia melalui sayuran, susu ternak, dan produk lainnya dari ternak hewan. Karena banyak industri makanan saat ini akan dapat memberikan dampak yang tidak diinginkan pada masyarakat kota maupun desa (Teologi Lingkungan Hidup Kementrian Lingkungan Hidup).

  Emisi gas buang kendaraan bermotor juga cenderung membuat kondisi tanah dan air menjadi asam. Pengalaman di negara maju membuktikan bahwa kondisi seperti ini dapat menyebabkan terlepasnya ikatan tanah atau sedimen dengan beberapa mineral/logam, sehingga logam tersebut dapat mencemari lingkungan (Sastrawijaya, 1991).

  2. Udara Ambient Udara ambient adalah udara bebas di permukaan bumi pada lapisan troposfer yang berada di dalam wilayah yuridiksi Republik Indonesia yang dibutuhkan dan mempengaruhi kesehatan manusia, makhluk hidup dan unsur lingkungan hidup lainnya (Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara).

  Pada tahun 2009-2011, parameter NO meningkat setiap tahunnya.

  2 Peningkatan sebagian besar disebabkan oleh bertambahnya jumlah kendaraan

  yang menghasilkan gas buang NO

  2 . Jumlah kendaraan di kota Bekasi terutama

  adalah kendaraan yang berbahan bakar solar. Gas NO lebih banyak dihasilkan

  2

  oleh kendaraan berbahan bakar solar. Meskipun demikian, secara keseluruhan nilai NO dari tahun 2009, 2010, dan 2011 masih berada di bawah baku mutu

  2 yang ditetapkan (Wibowo, 2012).

  Dari hasil penelitian yang dilakukan Nahlan Kamal di Kota Makassar tahun 2015, menyatakan bahwa kawasan mall Panakukang memiliki konsentrasi SO

  ₂ 66,245 μg/m3 dengan baku mutu 900μg/Nm3, NO₂ 66,105 μg/m3 dengan baku mutu standar 400 μg/Nm3 , CO 13,55 μg/m3 dengan baku mutu 30.000

  μg/Nm3, Cl2 31,03 μg/m3 dengan baku mutu 150 Nμg/m3 keempat polutan tersebut tidak melewati ambang batas baku mutu udara ambien. Sedangkan hasil polutan yang tidak terdapat pada baku mutu udara ambien adalah H

  ₂ 0,051 μg/m3, H ₂S 52,92 μg/m3,dan CO₂ 7,62 μg/m3 ( Nahlan Kamal, 2015).

  Dari penelitian yang dilakukan Huboyo Hadiwidodo di Semarang pada tahun 2002, besarnya emisi NO2 adalah 0,001445 ton/tahun dengan kontribusi terbanyak dihasilkan oleh sumber transportasi yaitu sekitar 91,68 %, sektor industri sebesar 8,31 %, dan sisanya adalah sektor domestik yaitu sekitar 0,01 %. Hasil simulasi program dan hasil pengkonversian dengan konstanta 0,0881 maka konsentrasi NO

  ₂ ambien tertinggi terdapat di daerah Tambakrejo yaitu 300 μg/m3, nilai tersebut tidak aman untuk ditinggali karena konsentrasi diatas batas standar baku mutu yaitu sebesar 150 μg/m3. Hasil simulasi program ISCST3 tersebut menunjukkan bahwa konsentrasi gas NO

  ₂ ambien jauh lebih kecil bila dibandingkan pengukuran primer dengan persentase kesalahan yang bervariasi dari 37 - 93 %, ada beberapa hal yang membuat bervariasinya nilai E tersebut (Huboyo, 2002).

  Suhu dapat menyebabkan polutan dalam atmosfir yang lebih rendah dan tidak menyebar. Peningkatan suhu dapat menjadi Catalysator atau membantu mempercepat reaksi kimia perubahan suatu polutan udara. Pada musim kemarau dimana keadaan udara lebih kering dengan suhu cenderung meningkat serta angin yang bertiup lambat disbanding dengan keadaan hujan maka polutan udara pada keadaan musim kemarau cenderung tinggi karena tidak terjadi pengenceran polutan di udara (Purnomo, 2014).

  Penelitian ini menggunakan data regional China pada 27 provinsi selama 2004-2013 untuk mengidentifikasi faktor-faktor utama yang menyebabkan peningkatan polusi udara. Kami menyelidiki peran kekuatan ekonomi (tekanan penduduk perkotaan, pendapatan per kapita, produksi listrik, dan kenaikan kepemilikan kendaraan) dalam memberikan kontribusi untuk peningkatan tingkat polusi udara ambien yang diukur dengan PM, SO

  ₂ dan NO₂. Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa pendapatan per kapita memiliki efek yang berbeda pada polutan yang berbeda. Efek negatif itu pada PM menyiratkan bahwa China telah mencapai titik balik pada EKC yang mewakili hubungan antara PM dan pendapatan per kapita. Namun, peningkatan pendapatan per kapita cenderung masih meningkatkan SO

  ₂ dan NO₂, yang mungkin menunjukkan bahwa Cina belum mencapai namun titik balik untuk polutan ini (Shostya, 2016). Berapa polutan - seperti sulfur dioksida - hasil dari pembangkit listrik dan industri dan tetap cukup konsisten, variable lain bervariasi menurut musim dan waktu hari. Karbon monoksida, misalnya, terutama berasal dari knalpot mobil, sehingga tingkat yang lebih tinggi saat pagi dan sore hari jam sibuk. Karena cuaca dingin menghambat sistem kontrol emisi mobil, tingkat karbon monoksida juga lebih tinggi di musim dingin. Tingkat ozon tanah, bagaimanapun, terbentuk ketika polutan yang dipancarkan oleh mobil, pembangkit listrik, industri boiler, dan tertinggi ozon cenderung terjadi selama sore hari musim panas (Klotter, 2005).

Tabel 2.1. Baku mutu udara ambient

  No. Parameter Waktu Pengukuran Baku Mutu 3

  1. NO (Nitrogen Dioksida) 2

  1 Jam 400 ug/Nm 3

  2. SO (Sulfur Dioksida) 2

  1 Jam 900 ug/Nm 3

  3. CO (Karbon Monoksida)

  1 Jam 30.000 ug/Nm

  Sumber : Peraturan Pemerintah No.41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara

  3. Dampak Pencemaran Terhadap Kesehatan Manusia

a. Karbon Monoksida (CO ₂).

  Gas ini sangat berbahaya, tidak berwama dan tidak berbau, berat jenis sedikit lebih ringan dari udara (menguap secara perlahan ke udara), CO tidak stabil dan membentuk CO2 untuk mencapai kestabilan phasa gasnya. CO berbahaya karena bereaksi dengan haemoglobin darah membentuk Carboxy haemoglobin (CO-Hb). Akibatnya fungsi Hb membawa oksigen ke sel- sel tubuh terhalangi, sehingga gejala keracunan sesak nafas dan penderita pucat (Kidd dan Kidd, 1988).

  Penurunan kesadaran sehingga terjadi banyak kecelakaan, fungsi sistem kontrol syaraf turun serta fungsi jantung dan paru-paru menurun bahkan dapat menyebabkan kematian. Waktu tinggal CO dalam atmosfer lebih kurang 4 bulan.

  CO dapat dioksidasi menjadi CO2 dalam atmosfer adalah HO dan HO2 radikal, atau oksigen dan ozon. Mikroorganisme tanah merupakan bahan yang dapat menghilangkan CO dari atmosfer (Kidd dan Kidd, 1988).

b. Nitrogen Dioksida (NO ₂).

  Ada dua cara untuk menghindari pembakaran tidak sempurna, maka dilakukan 2 proses pembakaran yaitu : (Kidd dan Kidd 1988) 1) Bahan bakar dibakar pada temperatur tinggi dengan sejumlah udara sesuai dengan persarnaan stoikiometri, misalnya dengan 90 -95% udara. Pembakaran

  NO ₂ dibatasi tidak dengan adanya kelebihan udara. berlebih. Suhu rendah menghindarkan pembentukan NO

  ₂. Kedua proses ini menurunkan pembentukan NO ₂ sarnpai 90%.

  c. Sulfur Dioksida (SO 2 ).

  SO mempunyai ciri bau yang tajam, bersifat korosif (penyebab karat),

  2 beracun karena selalu mengikat oksigen untuk mencapai kestabilan phasa gasnya.

  SO 2 menimbulkan gangguan sitem pernafasan (Kidd dan Kidd 1988).

  B. Penelitian yang relevan Penelitian yang hampir sama pernah dilakukan oleh Yanismai ( 2003 ) dalam penelitiannya yang berjudul “Hubungan Antara Kepadatan Lalu Lintas

  Dengan Kualitas Udara di Kota Padang”

  a. Tujuan penelitian 1) Mengetahui kondisi kualitas udara di Kota Padang

  2) Mengetahui hubungan kepadatan lalu lintas dengan kualitas udara di Kota Padang.

  sam pai 111 μg/Nm

  C. Hipotesis Udara ambient di lingkungan Universitas Muhammadiyah Purwokerto tercemar gas gas sisa pembakaran kendaraan bermotor seperti Karbon monoksida,

  2 , CO, HC, NO, Pb serta debu di udara.

  2. Kepadatan lalu lintas pada jalan Khatib Sulaiman, Ki Mangunsarkoro, Ahmad yani serta Veteran di kota padang tidak melihatkan hubungan yang signifikan dengan kadar SO

  . Nilai semua parameter yang diamati masih di bawah Nilai Ambang Batas (NAB) sesuai dengan Baku Mutu Udara Ambient Nasional PP. RI. No. 41 th 1999 untuk Kota Padang.

  3

  sampai 214,4 μg/Nm

  3

  , Debu berkisar dari 107,9 μg/Nm

  3

  sampai 0,359 μg/Nm

  3

  , Timbal berkisar dari 0,336 μg/Nm

  3

  3

  b. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan Analisis deskriptif untuk menjelaskan kondisi kualitas udara di lokasi penelitian, yaitu dengan membandingkan hasil pengukuran di lapangan dengan baku mutu udara ambient.

  , Nitrogen Oksida berkisar dari 16,7 μg/Nm

  3

  sampai 50,01 μg/Nm

  3

  , Hidrokarbon berkisar dari 14,29 μg/Nm

  3

  sampai 480,25 μg/Nm

  3

  , Karbonmonoksida berkisar dari 77,97 μg/Nm

  3

  sampai 416 μg/Nm

  3

  1. Kondisi Kualitas Udara di Kota Padang masih cukup baik dimana dari empat lokasi yang diamati Kadar Sulfurdioksida berkisar dari 52 μg/Nm

  c. Hasil Dari hasil penelitian terhadap pengaruh kepadatan lalu lintas terhadap kualitas udara di Kota Padang dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

  Nitrogen oksida, dan Sulfur oksida namun masih dibawah Nilai Ambang Batas.

  D. Kerangka Pikir

Gambar 2.1 Kerangka Pikir

  Asap dari sisa pembakaran bahan bakar kendaraan bermotor Kendaraan bermotor di Universitas Muhammadiyah Purwokerto

  Komposisi gas CO, NOx, Sox di dalam udara ambient Universitas Muhammadiyah Purwokerto Pencemaran Udara

  Jenis bahan bakar E. Langkah Penelitian

Gambar 2.2 Langkah Penelitian

  Saran atau Rekomendasi Pengamatan lapangan Menentukan variabel penelitian Menentukan metode penelitian Merumuskan masalah Mencari teori pendukung Menentukan objek penelitian Analisis Data Hasil penelitian Kesimpulan Pembahasan hasil penelitian