Kebertahanan Bahasa Ibu di Tengah Derasnya Arus Globalisasi.

KEBERTAHANAN BAHASA IBU DI TENGAH DERASNYA ARUS GLOBALISASI

PUTU AYU ASTY SENJA PRATIWI, S.S,M.HUM
198601252010122002

FAKULTAS SASTRA DAN BUDAYA
UNIVERSITAS UDAYANA
2016

1

KEBERTAHANAN BAHASA IBU DI TENGAH DERASNYA ARUS
GLOBALISASI

Abstrak
Pesatnya arus globalisasi membawa dampak baik positif maupun negatif pada
bidang politik, ekonomi, sosial budaya dan bahasa. Kebudayaan lokal termasuk bahasa
ibu akan ditelan oleh kekuatan budaya besar atau kekuatan budaya global. Melihat
sejarah perkembangan bahasa, bahasa ibu berkembang sangat jauh sebelum disahkannya
bahasa Indonesia menjadi bahasa resmi bangsa Indonesia yaitu pada tanggal 28 Oktober
1928. Bahkan, posisi bahasa ibu sangat berperan penting dalam menentukan

perkembangan bahasa Indonesia.

Kata Kunci: Globalisasi, Bahasa Ibu, Perkembangan Bahasa

I. GLOBALISASI DAN BAHASA IBU
Dalam kehidupan sehari-hari mulai dari interaksi intrapersonal, interpersonal,
maupun yang meluas pada kehidupan berbangsa dan bertanah air, bahasa memegang
peran utama. Peran tersebut meliputi bagaimana proses mulai dari tingkat individu hingga
suatu masyarakat yang luas memahami diri dan lingkungannya. Sehingga pada saat inilah
fungsi bahasa secara umum, yaitu sebagai alat untuk berekspresi, berkomunikasi, dan alat
untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial, memberikan perannya.
Pesatnya arus globalisasi membawa dampak baik positif maupun negatif pada
bidang politik, ekonomi, sosial budaya dan bahasa. Kebudayaan lokal termasuk bahasa
ibu akan ditelan oleh kekuatan budaya besar atau kekuatan budaya global. Melihat
sejarah perkembangan bahasa, bahasa ibu berkembang sangat jauh sebelum disahkannya
2

bahasa Indonesia menjadi bahasa resmi bangsa Indonesia yaitu pada tanggal 28 Oktober
1928. Bahkan, posisi bahasa ibu sangat berperan penting dalam menentukan
perkembangan bahasa Indonesia.


II. BAHASA IBU SEBAGAI BAHASA PERTAMA
Bahasa ibu sering disebut juga sebagai bahasa asli, adalah bahasa pertama yang
dipelajari oleh seseorang yang dasar-dasar bahasa pertamanya berasal dari keluarga.
Bahasa ibu berperan sebagai medium pendidikan dan pewarisan nilai-nilai
kultural dan sebagai medium untuk menguasai bahasa-bahasa lainnya (bahasa kedua) dan
seterusnya. Bahasa ibu atau mother tongue atau native tongue adalah bahasa yang
pertama dikuasai anak dan lazimnya menjadi alat komunikasi dan alat pikiran secara
alami. Melalui bahasa ibu konsep-konsep awal dicerna. Secara pikologis bahasa ibu
adalah simbol identitas habitatnya atau jati diri kelompoknya. Bahasa ibu diperoleh
dalam lingkungan primer sedangkan bahasa kedua lazimnya diperoleh dari lingkungan
sekunder. Penggunaan pun mencerminkan hubunga sosial yakni hubungan primer atau
sekunder. Untuk mempelajari nilai-nilai kultural, bahasa ibu jauh lebih efektif untuk
digunakan. Dalam kehidupan sehari-hari, banyak sekali orang-orang berkomunikasi
dengan bahasa daerah sebagai bahasa ibu mereka di daerah mereka masing-masing.
Hanya sekitar 7% dari penduduk Indonesia yang memakai Bahasa Indonesia sebagai
bahasa ibu atau bahasa pertama. Untuk sebagian besar lainnya bahasa Indonesia adalah
bahasa kedua.
Tingkat kemantapan bahasa ibu dapat diamati melalui empat faktor yaitu:
3


1. Faktor jumlah penuturnya
2. Faktor budaya atau tradisi tulisnya
3. Faktor pemakaian dalam bidang pendidikan
4. Faktor peranannya sebagai sarana penukung kebudayaan daerah

yang

bersangkutan.

III. Tantangan dan Upaya Pelestariannya
Bahasa daerah yang menjadi bahasa ibu bagi sebagian warga Indonesia terancam
punah sehingga perlu perlindungan. Kepunahan bahasa sekaligus menandai hilangnya
sebagian budaya dan peradaban. Hal tersebut juga berarti hilangnya sebagian kebudayaan
dan nilai serta kearifan lokal yang terkandung di dalamnya. Sekitar 50 persen dari 6.700
bahasa di dunia mengalami kepunahan dalam satu abad terakhir. Hal tersebut merupakan
sebuah fenomena yang menakutkan bagi kita Bangsa Indonesia yang memiliki begitu
banyak pulau dan suku dengan 700 bahasa daerahnya masing-masing. Kecenderungan
menurunnya penggunaan bahasa daerah sebagai bahasa ibu disebabkan oleh kuatnya
pengaruh globalisasi yang membuat anak-anak muda cenderung memilih mempeajari dan

menggunakan bahasa asing kemudian meninggalkan bahasa ibunya karena dianggap
tidak prestise dan mencerminkan sifat-sifat dan gaya hidup modern. Peran media yang
semakin luas tidak diimbangi oleh usaha sosialisasi bahasa Indonesia yang baik dan benar
membuat masyarakat kini lebih merespon stimulasi dari asing serta semakin jauh dari
kaidah berbahasa yang benar.

4

Terdapat sebuah fenomena baru juga di masyarakat Indonesia dimana para orang
tua cenderung menggunakan bahasa Indonesia bahkan Bahasa asing seperti Bahasa
Inggris dan Bahasa Mandarin daripada menggunakan bahasa ibu atau bahasa daerah.
Maka dari itu kini sekolah internasional dan sekolah yang menawarkan program
pembelajaran menggunakan bahasa asing tengah mewabah bak jamur di musim hujan.
Tanpa disadari hal tersebut akan membuat kesadaran masyarakat Indonesia untuk
menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa ibu semakin berkurang.
Sesungguhnya, dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, Bahasa ibu
digunakan sebagai bahasa pengantar dalam pendidikan secara resmi. Seperti yang
tercantum sebagai berikut”Bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar
dalam tahap awal pendidikan dan sejauh diperlukan dalam penyampaian pengetahuan dan
keterampilan tertentu”. Namun pada kenyataannya Undang-undang tersebut tidak

terealisasi. Kalaupun ada sekolah atau institusi yang memiliki program untuk
menggunakan bahasa ibu pada hari-hari tertentu baik pada saat kegiatan belajar mengajar
di kelas dan juga saat berinteraksi di luar kelas, program tersebut tidaklah berjalan secara
efektif. Kendala-kendala yang dihadapi dalam penggunaan bahasa ibu sebagai bahasa
pengantar di dunia pendidikan adalah sebagai berikut:
1. Jumlah Kosa Kata
Jumlah kosa kata bahasa Inggris lebih besar daripada bahasa Indonesia apalagi
kosa kata bahasa ibu jauh di bawah jika dibandingkan kedua bahasa itu.
2. Materi Pendidikan

5

Kesulitan besar yang dihadapi dalam penggunaan bahasa daerah sebagai bahasa
pengantar adalah sedikitnya bahan ajar yang ditulis dalam bahasa daerah.
Persoalan ini cukup rumit namun ada tiga alasan yaitu: (1) Dana yang tidak
mencukupi untuk menyediakan bahan yang mencukupi untuk semua siswa,
(2) kurangya jumlah penulis, penerjemah,ilustrator dan profesi penunjang lain
untuk menghasilkan bahan ajar.
3. Keberadaan bahasa-bahasa lain
Di beberapa sekolah terutama di kota-kota besar ditemukan berbagai etnis dengan

bahasa daerah yang beragam. Situasi multilingual menyulitkan pemakaian bahan
ajar dalam bahasa daerah.
4. Guru
Guru yang selama ini dididik untuk mengajar dalam bahasa kedua akan mendapat
kesulitan mengajar bahasa daerah karena beberapa kemungkinan: (1) kebiasaan
berpikir dalam bahasa kedua tidak mudah ditrasfer ke dalam bahasa ibu, (2) tidak
adanya bahan ajar dalam bahasa ibu. Dengan demikian, perlu adanya upaya yang
sungguh-sungguh untuk memberdayakan guru agar mampu berbahasa daerah.
5. Keengganan menggunakan bahasa daerah
Keengganan menggunakan bahasa ibu dikarenakan tidak adanya padanan kata
yang tepat untuk mendeskripsikan sesuatu, sehingga terlihat lebih mudah apabila
menggunakan bahasa lain daripada menggunakan bahasa ibu. Hal lain yang
menimbulkan keengganan untuk menggunakan bahasa daerah adalah seringnya
muncul anggapan dari masyarakat bahwa bahasa ibu adalah bahasa yang
6

ketinggalan jaman dan tidak mencerminkan kemodernan. Apabila keengganan
menggunakan bahasa ibu terus berlanjut pada setiap orang maka tidaklah mustahil
bahwa suatu saat nanti bahasa ibu akan punah karena ditinggalkan oleh
penuturnya.

Untuk dapat memberdayakan bahasa ibu, penutur haruslah dapat menunjukkan
Secara umum sebuah bahasa menjadi dominan (penting, bergengsi, bermanfaat) apabila
menunjukkan keunggulan internal dan eksternal. Keunggulan internal merujuk antara lain
pada kekayaan linguistik, misalnya kosakata yang luas untuk mengekspresikan gagasan,
baik nyata atau abstrak. Keunggulan eksternal merujuk pada aspek-aspek di luar bahasa
yang dapat meningkatkan kualitas bahasa ibu. Indikasi penggunaan bahas tampak juga
pada penggunaan bahasa itu oleh berbagai kalangan dalam berbagai ranah ujaran,
peristiwa tuturan dan tindak tuturan. Semakin beragam kalangan dan semakin besar
jumlah pemakai dalam bernagai ranah, peritiwa dan tindak tuturan semakin besar
dominasi bahasa (derajat keunggulan) bahasa itu.
Pemberdayaan bahasa ibu pun ditempuh melalui berbagai jalur yaitu:
1. Jalur formal yang dilakukan di sekolah baik sebagai mata ajar maupun sebagai
bahasa pengantar
2. Jalur nonformal seperti dalam media massa dan kegiatan sosial budaya pada
umumnya. Kedua jalur ini sama pentingnya dan harus diperankan oleh pegiat
yang profesional dalam bidangnya masing-masing.
Selain peran aktif dari penutur dengan terus menggunakan bahasa ibu dalam
kehidupan sehari-hari, peran yang sangat penting dalam mengantisipasi musnahnya

7


bahasa ibu adalah pemerintah. Dalam hal ini, kebijakan-kebijakan strategis pemerintah
terhadap upaya pelestarian bahasa-bahasa ibu di Indonesia, menjadi kata kuncinya.
Sebagai pengatur regulasi, pemerintah harus bisa memopulerkan kembali pemakaian
bahasa ibu kepada masyarakat penuturnya. Konteks politik otonomi daerah bisa menjadi
daya dorong upaya demikian.
Salah satu cara yang ampuh adalah menjadikan bahasa ibu menjadi bahasa resmi
di tiap daerah-daerah. Pemerintah juga terus melakukan pengajaran kepada masyarakat
tentang bahasa ibu karena pengajaran bahasa ibu dapat meningkatkan penguatan identitas
lokal dan melindungi budaya-budaya daerah serta mengembangkan dan meningkatkan
konsep pluralisme serta toleransi masyarakat. Pelajaran penting dari pengalaman, hal ini
tak bisa dilakukan sebatas menerbitkan peraturan daerah (perda) tentang bahasa ibu.
Dibutuhkan kerja aplikatif dan implementatif untuk mewujudkan perda itu dalam "bahasa
praktik" sehari-hari.
IV. KESIMPULAN
Bahasa menjadi unsur yang memperkuat rasa kebangsaan. Seharusnya kehadiran
bahasa asing tidak menjadi sebuah ancaman sebaliknya justru akan memperkaya. Untuk
dapat melestarikan bahasa ibu, maka sikap mental penuturnyalah yang harus diperbaiki
terlebih dahulu. Menumbuhkan rasa cinta dan bangga terhadap bahasa ibu sangat perlu
agar nantinya tidak ada rasa malu dan keengganan untuk menggunakan bahasa ibu.

Peran pemerintah juga sangat diperlukan. Undang-Undang yang mengatur tentang
penggunaan bahasa ibu sebagai pengantar di dunia pendidikan juga perlu direalisasikan.
Sehingga pelestarian bahasa ibu dapat lebih optimal.

8