PANCASILA SEBAGAI “SCREENING BOARD” DALAM MEMBANGUN HUKUM DI TENGAH ARUS GLOBALISASI DUNIA YANG MULTIDIMENSIONAL

PANCASILA SEBAGAI “SCREENING BOARD” DALAM MEMBANGUN HUKUM DI TENGAH ARUS GLOBALISASI DUNIA YANG MULTIDIMENSIONAL

Kuat Puji Prayitno

Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto E-mail: kuatunsoed@yahoo.com

Abstract

Globalization implies a deep and occurs in all aspects of life. Faced with the problems of globali- zation, the development of national law must be put Pancasila as the "margin of appreciation" or even "screening board" which will have implications in the formation of legal theory and practice of law in Indonesia. The challenge is how a nation capable of protecting its national interests (national interest) in the middle of the global atmosphere and make the local values as "screening board" in the institutionalization of universal values. Five Principles for the Indonesian nation is the core philosophy, which is a local genius and local wisdom of Indonesia. Therefore Pancasila as a source of value to the legal system. Thus, Pancasila is also an ideal law (rechts idee) is understood as the legal construction of thought that leads to the desired goal.

Keywords: Pancasila, grundnorm, globalization

Abstrak

Globalisasi mengandung makna yang dalam dan terjadi di segala aspek kehidupan. Dihadapkan pada persoalan globalisasi, maka pembangunan hukum nasional harus meletakkan Pancasila sebagai “margin of appreciation” atau bahkan “screening board” yang akan berimplikasi dalam pembentukan teori hukum dan praktik hukum di Indonesia. Tantangannya adalah bagaimana suatu bangsa mampu melindungi kepentingan nasionalnya (national interest) di tengah suasana global dan menjadikan nilai-nilai lokal sebagai “screening board” dalam pelembagaan nilai-nilai universal. Pancasila bagi bangsa Indonesia merupakan core philosophy, sehingga merupakan suatu local genius dan local wisdom bangsa Indonesia. Oleh karena itu Pancasila merupa-kan sumber nilai bagi adanya sistem hukum. Dengan demikian Pancasila juga merupakan cita hukum (rechts idee) yang dipahami sebagai konstruksi pikir yang mengarahkan hukum pada cita-cita yang diinginkan.

Kata kunci: Pancasila, grundnorm, globalisasi

Pendahuluan

pihak.

Globalisasi dipahami sebagai suatu ta- Pada sisi lain banyak negara-negara ber- tanan masyarakat baru yang didalamnya ti-

kembang tidak mampu bersaing yang memang dak lagi membicarakan hal-hal yang sifatnya

diciptakan oleh negara-negara maju, dan pada lokal. Transformasi global telah merambah ke

gilirannya globalisasi justru menghambat peme- seluruh dunia, yang mana tidak ada lagi ba-

rintah negara-negara berkembang menjalan-kan tas-batas yang jelas dalam suatu negara, bu-

kebijakan apabila tidak sesuai dengan norma daya, transformasi, ekonomi, hukum dan bah-

yang berlaku secara global. Munculah pan- kan perilaku masyarakat. Dinamika global ini

dangan pengkategorian negara-negara dalam diwarnai oleh pemikiran ekonomi dunia dengan

beberapa posisi yang menunjukkan kekuatan kekuatan pasar bebas yang mengendalikannya.

negara tersebut dalam percaturan dunia. Pem- Dengan globalisasi, perkembangan dan pe-

bagian posisi tersebut adalah dominance ngaruhnya muncul pula pandangan-pandangan

(Amerika Serikat, Eropa Barat, Australia, dan baik yang pro maupun kontra. Landasan-lan-

Jepang); strong (New Industries Countries yaitu: dasan kultural, ekonomi, sosial, politik dan lain-

Singapura, Korea, Hongkong); neutral (Cina, nya menjadi dasar pemikiran kedua belah

Malaysia, Thailand); weak (salah satunya Indo-

Pancasila sebagai “Screening Board” dalam Membangun Hukum … 151

nesia; dan Unknown/Unnotice (negara-negara pemilkiran ini harus ditempuh karena Pancasila terbelakang). 1 bagi bangsa Indonesia adalah sebagai dasar

Globalisasi menurut teori-teori sesung- filosofis, pandangan hidup dan dasar negara guhnya mengandung fenomena sebagai berikut.

yang melandasi pembangunan hukum. Pertama, homogenisasi. Fenomena yang dise-

Dihadapkan pada persoalan globalisasi, babkan oleh kemajuan teknologi komunikasi

maka pembangunan hukum nasional harus me- sehingga terjadi homogenisasi masyarakat glo-

letakkan Pancasila sebagai “margin of appre- bal. Nilai-nilai budaya setempat akan diuji dan

ciation” atau bahkan “screening board” yang terdistorsi oleh kehadiran nilai-nilai global.

akan berimplikasi dalam pembentukan teori Kedua, ketergantungan. Negara-negara maju

hukum dan praktik hukum di Indonesia. sebagai pelopor globalisasi menciptakan keter-

Terjadi apa yang disebut sebagai kondisio gantungan negara-negara di dunia, sehingga

“open system” mengingat besarnya pengaruh banyak negara berkembang tidak dapat berbuat

lingkungan terhadap orde politik, ekonomi, banyak. Ketiga, keterbukaan dan integrasi. Ke-

sosial dan hukum. Oleh karena itu yang menjadi majuan di bidang teknologi komunikasi dan

tantangan adalah bagaimana suatu bangsa informasi menjadi dunia semakin terbuka dan

mampu melindungi kepentingan nasionalnya terintegrasi. Batas-batas wilayah geografi suatu

(national interest) di tengah suasana global dan negara tidak begitu penting lagi. 2 menjadikan nilai-nilai lokal sebagai “screening

Globalisasi mengandung makna yang da- board” dalam pelembagaan nilai-nilai univer- lam dan terjadi di segala aspek kehidupan

sal.

seperti ekonomi, sosial budaya, poilitik, ilmu Pancasila bagi bangsa Indonesia merupa- pengetahuan dan teknologi, hukum dan seba-

kan core philosophy, sehingga merupakan suatu gainya. Menurut Muladi globalisasi yang ditan-

local genius dan local wisdom bangsa Indo- dai dengan revolusi informasi menuntut nilai-

nesia. 5 Kedudukan Pancasila bagi bangsa Indo- nilai dan norma-norma baru dalam kehidupan

nesia dengan demikian dapat dikatakan meru- skala nasional maupun internasional. 3 pakan Grundnorm atau basic norm, yang me-

Proses globalisasi akan terus berlangsung nurut Hans Kelsen “basic norm’s as the source tanpa ada kendali dan siapapun tidak akan

of validity and as the source of unity of legal mampu menghentikannya karena globalisasi

systems”. 6 Oleh karena itu Pancasila merupa- adalah sebuah idiologi yang tampaknya sudah

kan sumber nilai bagi adanya sistem hukum. disiapkan oleh negara-negara industri maju

Dengan demikian Pancasila juga merupakan agar semua negara di dunia terinkorporasi ke

cita hukum (rechts idee) yang dipahami sebagai dalam masyarakat dunia yang tunggal, masya- rakat global dengan kapitalisme dan liberalisme sebagai panglimanya. 4

Strategi pembangunan hukum nasional diletakkan pada nilai dasar pembangunan hu-

kum yaitu Pancasila dan UUD 1945. Konsistensi 5 Kaelan, 2006, Pancasila Sebagai Dasar Orientasi Pengembangan Ilmu Hukum, Jakarta, hlm. 6.

Bandingkan persoalan kearifan lokal ini atau local

genius ini dengan tulisannya FX. Adji Samekto, “Kajian Miyasto, 2007, Bahan Kuliah/Matrikulasi Transformasi

Studi Hukum Kritis: Implikasi Yuridis “Ketidak-Ilmiahan” Global (Ekonomi), PDIH UNDIP, Semarang

Pengetahuan Tradisional dalam Pengelolaan Keaneka- 2 Adolf, Huala dam Agus Irianto, 2007, Globalisasi dan

ragaman Hayati”, Jurnal Hukum Pro Justitia Tahun XIII Dampaknya Terhadap Sistem Regulasi Bidang Investasi

No. 1 Januari 2005 FH Unpar Bandung, hlm. 1-7. Lihat Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah, Yogyakarta: Genta

dan bandingkan pula dengan tulisan Imam Koeswahyo- 3 Press, hlm. 347.

no, “Mempertemukan dan Membumikan Pandangan Muladi, tanpa tahun, Menjamin Kepastian, Ketertiban,

Teoritik dan Praktik: Suatu Upaya Pembaruan Hukum, Penegakkan dan Perlindungan Hukum Dalam Era

Jurnal Hukum Jentera Edisi 10 Tahun III Oktober 2005, 4 Globalisasi, Makalah, hlm. 4.

hlm. 114-116.

Joni Emirzon, 2007, “Strategi

6 Kaelan, op.cit. Lihat juga pemikiran Hans Kelsen ini Pembangunan Hukum Ekonomi Indonesia di Era

Hukum Dalam

dalam Suadamara Ananda, “Tentang Kaidah”, Jurnal Globalisasi”, Jurnal Hukum Progresif, PDIH UNDIP, Vol.

Hukum Pro Justitia Vol 26 No. 1 Januari 2008 FH Unpar 2 No. 2 hlm. 120.

Bandung, hlm. 68-78.

152 Jurnal Dinamika Hukum Vol. 11 Edisi Khusus Februari 2011

konstruksi pikir yang mengarahkan hukum pada Kita mesti membangun Indonesia baru, cita-cita yang diinginkan. 7 remaking Indonesia, rebirth of a nation. Oleh Permasalahan yang hendak dibahas dalam

karena itu, dalam konteks itu, muncul sejumlah artikel ini adalah mengenai posisi Pancasila

kecenderungan. Secara sosiologis, kita menge- sebagai pandangan hidup bangsa (way of life)

tahui satu kerawanan dalam masa transisi ya- atau (Weltanschauung), dan sebagai dasar ne-

itu; nilai dan tatanan lama telah ditinggalkan, gara (Staatsfundamentalnoorm) dalam pemba-

sementara nilai dan tatanan baru belum ter- ngunan hukum di tengah arus Globalisasi yang

wujud. Bahkan barangkali, kita belum mem- multidimensional.

bangun konsensus baru bagi terbangunnya nilai dan tatanan dalam reformasi ini, tanpa me-

Pembahasan

ninggalkan fundamental consensus yang telah

Pengaruh Globalisasi Dunia dan Tantangan

diletakkan oleh para Pendiri Republik.

Pembangunan Hukum Nasional

Transisi yang kita lakukan ini, justru Globalisasi sudah merupakan keniscayaan

berada dalam lingkungan global yang juga terus sebagai konsekuensi majunya teknologi. Dengan

berubah. Dunia yang menghadirkan gerak globalisasi terjadi peningkatan makna dan pe-

globalisasi dan universalisasi yang luar biasa ristiwa yang terjadi di seluruh dunia yang me-

dampaknya bagi semua bangsa di dunia, ter- nyebar dengan cepat untuk membentuk suatu

masuk negara kita. Kita mengalami sejumlah dunia yang tunggal, terintegrasi secara ekono-

tonggak sejarah. Tonggak pertama, 1945. Kita mi, sosial, budaya, teknologi, bisnis dan pe-

melakukan perubahan dan pembaharuan dalam ngaruh lainnya yang menembus batas dan sekat

dunia yang ditandai era dekolonisasi. Tonggak tradisional seperti bangsabangsa, kebudayaan

kedua, 1966, kita menata kembali kehidupan

bernegara kita dalam suasana era perang di- sendiri sebagai penyebaran kebiasaan-kebiasa-

nasional, ruang, waktu. 8 Definisi Globalisasi itu

ngin. Sekarang ini, 1998 ke depan, kita ingin an yang mendunia, ekspansi hubungan yang

mengkonstruksikan kembali negara kita dalam melintasi batas negara/benua, organisasi dari

era globalisasi dan demokratisasi sejagad. kehidupan sosial pada skala global, dan per-

Pandangan bahwa nation state tidak re- tumbuhan dari se-buah kesadaran global

levan lagi di dalam globalisasi, dalam dunia bersama. 9 yang borderless. Paham borderless world ini

Bangsa yang cerdas dalam era globalisasi, tentu banyak ditentang oleh negara-negara bukan bangsa yang terus mengeluh, menyerah,

yang lemah, namun didukung oleh negara-ne- dan marah, tetapi bangsa yang secara cerdas

gara kuat yang memelihara hegemonisme dan mampu mengalirkan sumber-sumber kesejah-

predatorisme. 10 Pelaku dan korban “pembodoh- teraan yang tersedia di arena global itu. Apa-

an sosial” ini tak terkecuali pula sebagian dari kah teknologi, apakah modal, apakah infor-

kaum intelektual kita, yang sama-sama ter- masi, yang akhirnya kita gunakan dengan baik

makan oleh pola pikir atau mindset asing yang untuk meningkatkan kesejahteraan kita, me- ningkatkan kepentingan kita. Sering dikatakan, don’t be a loser, jangan mau jadi orang yang kalah. Mari kita menjadi pemenang, to be a winner dalam globalisasi ini.

10 Untuk paham nasionalisme dan dinamikanya, lihat tulisan Leah Greenfeld, 2001, The Spirit of Capitalism:

Nationalism and Economic Growth, Cambridge, Mass.: Sholehuddin, 2004, Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana,

Harvard University Press; tulisan Ian S. Lustick, “The Ide Dasar Double Track System & Implementasinya,

Riddle of Nationalism: The Dialectic of Religion and 8 Jakarta: Raja Grafindo Persada, hlm. 23.

Nationalism in the Middle East”, Logos, Vol. One Issue Barbara Parker dalam Ade Maman Suherman, 2005,

Three, Summer 2002; tulisan Benedict Anderson, 1983, Aspek Hukum Dalam Ekonomi Global, Ciawi Bogor:

Imagined Communities: Reflection on the Origin and 9 Ghalia Indonesia, hlm. 15.

Spread of Nationalism, Wonder: Verso. Mengenai hege- Frank Lechner dalam George Ritzer, 2006, The

monisme dan predatorisme, lihat tulisan James Petras Globalization of Nothing, Yogyakarta: Universitas

dan Henry Veltmeyer, 2001, Globalization Unmasked: Atmajaya, hlm. 96.

Imperialism in the 20 th Century. London: Zed Books,.

Pancasila sebagai “Screening Board” dalam Membangun Hukum … 153

dengan sengaja ingin menempatkan bangsa kita yang sudah ultimate dan definitif, sekaligus pada posisi subordinasi. 11 merupakan refleksi dari reaksi persoalan-per-

Strategi pembangunan hukum nasional di soalan bangsa secara riil, 12 termasuk ketika tengah arus globalisasi yang multi dimensional

menghadapi fenomen globalisasi dunia. dengan demikian harus tetap terkendali dengan Pancasila sebagai ”Margin of Appreciation dan

Reformasi Hukum Sebagai Upaya Menata

Screening Board”. Pokok-pokok pikiran yang

Hukum Nasional

harus menjadi acuan pembangunan hukum ada- Hakekat reformasi adalah “pembaharu- lah sebagai berikut. Pertama, hukum itu ber-

an” dan juga “back-to-basics”, dalam arti me- watak mengayomi/melindungi segenap bangsa

luruskan yang keliru dan keluar jalur. Kemajuan dan tumpah darah Indonesia, berdasarkan per-

peradaban tidak terlepas dari proses pem- satuan dalam rangka mewujudkan keadilan

belajaran makna sejarah sebagai acuan untuk sosial bagi seluruh rakyat Indonesia; kedua,

membangun masa depan.

hukum harus mampu mewujudkan keadilan Reformasi (reform movement) yang ber- sosial bagi seluruh rakyat Indonesia; ketiga,

gulir di awal tahun 1988, harus diartikan se- hukum berasal dari rakyat dan mempunyai sifat

bagai langkah strategis bangsa dan rakyat Indo- kerakyatan atau dengan kata lain adanya

nesia untuk mengaktualisasikan kembali secara prinsip kedaulatan rakyat; dan keempat, hukum

sistematis nilai-nilai dasar (core values) atau berdasarkan nilai Ketuhanan Yang Maha Esa,

indexs (indices) dari demokrasi. Di era reforma- yang memberikan dasar pengaturan terhadap

si justru nilai-nilai dasar inilah yang diaktuali- adanya hukum-hukum Tuhan, di samping mem-

sasikan dengan pendekatan “accelerated evo- perhatikan nilai-nilai kemanusiaan, nilai-nilai

lution”. 13

moral, dan budi pekerti yang luhur. Menurut Muladi 14 ”Law Reform” harus Muladi berpendapat bahwa Pancasila pa-

mengandung makna-makna sebagai proses de-

da dasarnya merupakan kristalisasi pelbagai kolonisasi hukum; proses demokratisasi hukum; “common denominators” yang merupakan ja-

proses harmonisasi hukum terhadap instrumen- waban atas akar permasalahan (root cause),

instrumen internasional; proses penggunaan merupakan sistem nilai luhur bangsa Indonesia

hukum sebagai sarana perobahan peradaban; proses konsolidasi hukum untuk menata kem-

bali hukum dalam kerangka asas-asas hukum Kaum intelektual kita tersebut tidak sadar bahwa dalam

posisi subordinasi itu, kita tidak bisa memusatkan diri yang utuh; dan proses untuk menjadikan ideo- untuk menolong bangsa kita sendiri dari keterpurukan

logi Pancasila sebagai ”Margin of Appreciation” sosial-ekonomi yang sedang dialaminya. Bahkan se-

bagian di antara kaum intelektual kita itu cenderung

dalam reformasi hukum.

menjadi “corong” bagi intrusi dalam rangka strategi Oleh karena itu permasalahan pokok kekuatan asing yang ingin menguasai (overheersen) ta-

nah air dan bangsa kita sebagai kecenderungan (ins- politik pembangunan hukum nasional antara tinct) hegemonisme dan predatorisme, dari segi eko- nomi, sosial dan budaya, melalui cara-cara yang

lain sebagai berikut. Pertama, memperbarui canggih dan seringkali sangat terselubung. Dengan kata

atau mengganti peraturan hukum dari masa ko- lain, adalah suatu absurditas bahwa mindset rendah diri (minder) terbentuk di kalangan sejumlah kaum intelek-

lonial yang masih berlaku; dan kedua, mencip- tual kita, yang mewajarkan globalisasi sebagai proses

takan hukum baru yang secara utuh bersumber subordinasi nasional, dan yang mewajarkan gagasan bahwa tidaklah penting bagi kita untuk menjaga ke-

pada Pancasila dan UUD 1945 sesuai dengan pentingan nasional, kedaulatan nasional dan integritas

tuntutan dan perkembangan masyarakat pada teritorial, pada saat mereka menerima doktrin superordinasi tentang the borderless world seperti tersebut di atas. Tidaklah berarti bahwa nasionalisme Indonesia harus mengabaikan tanggung jawab global,

12 Muladi, 2006, Pancasila Sebagai Dasar Pengembangan namun sebaliknya, kita harus menghormati tanggung

Ilmu Hukum Indonesia, hlm. 4. jawab global dengan tetap mengutamakan dan

13 Muladi, 2005, “Menggali Kembali Pancasila Sebagai membela kepentingan nasional kita sendiri. Lihat

Dasar Pengembangan Ilmu Hukum Indonesia”, Jurnal tulisan James Retras dan Henny Veltmeyer, op. cit.,

Hukum Progresif, Volume I/Nomor 1/April 2005. dan tulisan J.W. Smith, 2000, Economic Democracy: The

14 Muladi, 2007, Reformasi Hukum Dalam Kerangka Pem- Political Struggle of the Twenty-First Century, New

bangunan Sistem Hukum Nasional, Jakarta: LEMHAN- York: M.E. Sharpe.

NAS, hlm. 3.

154 Jurnal Dinamika Hukum Vol. 11 Edisi Khusus Februari 2011

tingkat lokal, nasional, regional, dan inter- Pancasila dengan benar. Sebab Pancasila ada- nasional dalam era globalisasi. 15 lah falsafah, dasar negara dan ideologi terbuka.

Proses dekolonisasi hukum secara men- Open ideology, living ideology. Bukan dogma dasar tidak hanya berarti usaha mengganti per-

yang statis dan menakutkan. Pancasila kita undang-undangan warisasn kolonial, tetapi juga

letakkan secara terhormat. Sebagaimana saya merubah paradigma pendidikan hukum di Indo-

katakan, menjadi sumber pencerahan, menjadi nesia. Pendidikan hukum yang menggunakan

sumber inspirasi, dan sekaligus sumber solusi tradisi Civil Law dari Eropa Kontinental yang

atas masalah-masalah yang hendak kita pecah- cenderung mengajarkan positivisasi hukum yang

kan. Kita ingin menata kembali kerangka ke- memberlakukan hukum sebagai kaidah-kaidah

hidupan bernegara berdasarkan Pancasila. positif, bersifat yuridis normatif disertai pena-

Terkait dengan transformasi global, kita laran formal deduktif. Pendekatan semacam ini

bukan untuk sekedar mengikuti arus globalisasi sangat bermanfaat untuk menciptakan pem-

secara otomatis, akan tetapi justru untuk dapat benaran (justification) atau legitimasi, bukan

memilih secara sadar kaedah-kaedah asing, in-

ternasional, atau transnasional yang mana, ngan sistem pendidikan hukum semacam ini

kebenaran (truth) yang bersifat empiris. 16 De-

yang baik atau boleh kita terima dan yang ma- hukum cenderung sebagai alat kekuasaan se-

na seyogyanya tidak kita terima ke dalam mata-mata (Law as the command of the sove-

sistem hukum nasional kita, atau bahkan harus reign).

kita tolak demi pelestarian jati diri dan ke- Mengapa kita harus bicara kembali

pribadian bangsa Indonesia. 17 tentang Pancasila? Ini pertanyaan fundamental

Reformasi, hakikatnya adalah perubahan yang mesti kita jawab bersama. Kita merasa-

dan kesinambungan, continuity and change. kan, di tengah-tengah gerak reformasi dan

Oleh karena itu, kalau kita mengangkat kembali demokratisasi yang berlangsung di negeri kita,

hari ini, tentang hakikat dan makna Pancasila, terkadang kita kurang berani, kita menahan

mestilah kita letakan dalam konteks makna diri, untuk mengucapkan kata-kata semacam

sejati dari reformasi yang tengah kita lakukan Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, NKRI,

dewasa in. Hal-hal yang masih baik, tepat dan Bhinneka Tunggal Ika, Wawasan Kebangsaan,

relevan, dan justru merupakan nilai, jati diri Stabilitas, Pembangunan, Kemajemukan dan

dan konsensus-konsensus dasar, harus terus kita lain-lain. Oleh karena bisa-bisa dianggap tidak

lanjutkan. Sementara, sesuatu yang tidak se- sejalan dengan gerak reformasi dan demokrati-

suai lagi, yang tidak tepat lagi pada jamannya, sasi. Bisa-bisa dianggap tidak reformis

mesti bersama-sama kita lakukan perubahan Kita ingin meletakkan Pancasila sebagai

dan pembaharuan.

rujukan, sumber inspirasi dan jendela solusi Oleh karena itu, pada saat generasi pe- untuk menjawab tantangan nasional menuju

nerus dan cendekiawan kita masa kini belum Indonesia yang kita cita-citakan bersama,

mampu menyusun suatu pedoman acuan lain sesungguhnya kita bersyukur kepada Allah SWT,

yang dianggap dapat mengungguli Pancasila dan karena kita telah meletakkan dan menggunakan

Undang-Undang Dasar 1945 untuk menjaga per- satuan bangsa, mensejahterakan rakyat Indo-

15 Satya Arinanto, “Politik Pembangunan Hukum Nasional Dalam Era Pasca Reformasi”, Jurnal Konstitusi, Volume

nesia dan menjaga keutuhan tanah air kita, 3 Nomor 3, 2006, hlm. 92.

maka pada saat ini, niat untuk menghapus Pan- 16 Lihat dan baca persoalan hukum yang normatif ini pada

FX. Adji Samekto, “Kajian Hukum: Antara Studi casila itulah yang harus ditanggalkan dari min-

Normatif dan Keilmuan”, Jurnal Hukum Progresif Vol 2 dset kita. Sebaliknya, distorsi terhadap mindset No. 2 Oktober 2005 PDIH Undip Semarang, hlm. 55-68;

perlu diluruskan dengan cara memahami Panca- Paulus Hadisuprapto, “Ilmu Hukum dan Pendekatan-

nya”, Jurnal Hukum Progresif Vol 2 No. 2 Oktober 2005 sila yang sebenarnya. Hal ini merupakan suatu PDIH Undip Semarang, hlm. 35-54. Lihat juga Muchyar

Yara, “Teori Hukum (Suatu Tinjauan Singkat tentang Posisi, Sejarah Perkembangan dan Ruang Lingkupnya”,

17 Sunaryati Hartono, 1991, Pembinaan Hukum Nasional Jurnal Hukum dan Pembangunan No. 1-3 Tahun XXVIII

Dalam Suasanan Globalisasi Masyarakat Dunia, Pidato Januari-Juni 1998 FH UI Jakarta, hlm. 1-20.

Pengukuhan Guru Besar, UNPAD, Bandung

Pancasila sebagai “Screening Board” dalam Membangun Hukum … 155

tindakan yang dilandasi oleh suatu urgensi un- dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. tuk menghindarkan bangsa kita dari ketidak-

Dengan dasar negara itu maka bangsa ini me- adilan yang menyebabkan kekacauan, ketidak-

miliki pegangan dan rujukan, tidak “ela-elo” rukunan, makin luasnya disintegrasi sosial,

(Sastro Gending di zaman Sultan Agung yang serta koyaknya keutuhan negara. 18 menggambarkan porak-porandanya bangsa ini,

Sunaryati Hartono menyebutkan ada lima seakan kehilangan pegangan, jati diri, harga belas komponen yang diperlukan dalam meru-

diri dan percaya diri). 20

muskan perencanaan dan implementasi pem- bangunan hukum nasional, satu diantaranya

Penegakkan Hukum sebagai “Searching The

adalah filsafat dan asas-asas hukum nasional

Truth and Justice”

yang tidak lain adalah Pancasila. Kelimabelas Secara teoritis maupun praktis hukum komponen itu adalah sebagai berikut: filsafat

sebagai sebuah disiplin hendaknya memiliki dan asas-asas hukum nasional; wawasan dan

model analisis dan mampu menyelesaikan ra- pendekatan pembinaan hukum nasional; kai-

gam persoalan. Satu hal yang telah mapan dan dah-kaidah hukum (termasuk yurisprudensi dan

dirasakan dirasakan sangat mengganggu adalah hukum kebiasaan); pranata-pranata hukum;

terlalu sempitnya lingkup batasan hukum yang lembaga-lembaga hukum; kesadaran hukum

dikemukakan para teoritisi konvensional. Hu- nasional; sikap dan perilaku hukum; proses dan

kum digambarkan sebagai suatu wilayah yang prosedur, cara dan mekanisme hukum; moni-

steril dan tertutup, terkerangkeng dalam wila- toring, analisis dan evaluasi, pengkajian dan

yah logika saja. Akibatnya keterbatasan meto- penelitian hukum; sistem pendididkan hukum

dologi tidak dapat dihindari, hukum mengalami (formal, non-formal dan informal); ilmu hukum

kesulitan untuk melakukan terobosan analisis nasional; profesi hukum, para penegak hukum

bahkan kesulitan membentuk disain analisisnya dan pejabat/petugas pelayanan hukum; penye-

sendiri.

dia data, bahan, kepustakaan dan informasi hu- Analisis hukum berakhir pada apa yang kum; sarana dan prasarana fisik dan non fisik;

disebut sebagai dominasi wilayah yang sempit, dan rencana-rencana pembangunan hukum. 19 yaitu klaim bahwa analisis yuridis adalah wila-

Persoalan pembangunan hukum yang yah aturan, kaidah dan sanksi. Kekuatan hukum menggunakan Pancasila sebagai batu pijakan-

hanya nampak pada prosedur dan formalisme. nya (a corner stone) atau kaidah penuntun

Hegemoni pandangan sempit ini sangat kuat (guiding principle) di arus globalisasi dunia

dan tidak ayal teori hukum, metodologi, pen- sekaligus dapat berfungsi sebagai kaidah eva-

didikan hukum dan praktik hukum merupakan luasi. Kelima butir Pancasila itu merupakan

bentuk nyata dari pandangan ini. Suatu analisis refleksi buah pikiran yang telah secara tulus

hanya akan dianggap analisis hukum apabila ikhlas dipersiapkan secara serius dan mendalam

analisis itu sangat logis, berada dalam logika oleh para pendiri negara kita menjelang Pro- klamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, kemudian dimatangkan (dalam

20 Lihat tulisan S.E. Swasono yang menggambarkan wadah Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan

kekacauan dan porak-porandanya bangsa ini dengan Kemerdekaan Indonesia, disingkat BPUPKI) un-

mengacu kepada isi senandung Sastro Gending di zaman Sultan Agung Mataram, “Ela-elo …”, yang pada

tuk menjadi pedoman berperilaku nasional dasarnya melukiskan kekacauan jati diri, harga diri dan percaya diri, yang berlanjut terus sehingga sekedar

menjadi koelie, memperoleh “cap” het zachte volk ter Susilo Bambang Yudoyono, 2006, Menata Kembali

aarde, een koelie onder de volkeren (bangsa paling Kehidupan Bernegara Berdasarkan Pancasila, Pidato

lemah di muka bumi, kuli dari segala bangsa), dan Presiden Dalam Rangka Memperingati Hari Lahir

bangsa inlander (pribumi yang mengandung konotasi 19 Pancasila, 1 Juni 2006

klas bawah yang terbelakang) dan kehilangan semangat Sunaryati Hartono, dalam B. Arief Sidharta, 2000,

juang dalam membela harga dirinya. S.E. Swasono, Refleksi Tentang Struktur Ilmu Hukum Sebuah

“Pluralisme, Mutualisme dan Semangat Bersatu: Penelitian Tentang Fondasi Kefilsafatan dan Sifat

Mempertanyakan Jatidiri Bangsa”, makalah diajukan Keilmuan Ilmu Hukum Sebagai Landasan Pembangunan

pada Dies Natalis ke-57 Fakultas Ilmu Budaya UGM, Ilmu Hukum Nasional Indonesia, Mandar Maju, Bandung

Yogyakarta 25 Februari 2003).

156 Jurnal Dinamika Hukum Vol. 11 Edisi Khusus Februari 2011

sistem hukum dan menggunakan term yang bersifat variatif dan kompleks sehingga tidak dikenal dalam keilmuan hukum.

dapat diselesaikan melalui cara-cara yang finite Hukum menurut pandangan yang steril

dan kaku. Maka disarankan digunakannya “so- ini, secara filososfis atau metodologis harus

cial science strategy” atau “developmental terpisah dari ilmu-ilmu lain. Meski tidak lang-

model”. 23

sung gagasan ini adalah contoh dari hegemoni Alan Hunt dalam studinya mengemukakan (dominasi) filsafat Cartesian-Newtonian, suatu

bahwa Memahami hukum tidak bisa dipisahkan disiplin selalu haris bersifat jelas dan terpilah-

dari entitas masyarakatnya. Ilmu hukum hen- pilah (distincy and cleary). 21 daknya lebih ditarik kearah sosial (the social

Mewarisi pemikiran abad ke sembilan be- movement in law) agar mampu melayani pe- las yang bersifat dikotomis, memisahkan manu-

nyelesian dengan lebih memuaskan. 24 sia berhadap-hadapan dengan alam sebagai

Gugatan terhadap cara-cara orang mem- obyek sains dan kemudian menggarapnya de-

pelajari hukum yang bersifat klasik juga muncul ngan rasio dan logika, maka hukum dihadapi

dari Brian Z. Tamanaha dengan ilmunya “A Ge- oleh para penstudi sebagai entitas terpisah,

neral Jurisprudence of Law and Society” yang yang harus disoroti, diiris-iris (dissection), de-

membahas keterkaitan erat antara hukum dan ngan bantuan logika. Sama dengan apa yang

masyarakatnya mengemukakan bahwa hukum terjadi pada fisika, maka hasilnya adalah potret

merefleksikan atau cermin/mencerminkan ma- hukum yang tidak utuh, melainkan mengalami

syarakatnya (law is reflection –a ‘mirror’- of atomisasi dalam bentuk bangunan dan sistem

society). 25

peraturan. Gugatan yang tidak kalah pentingnya ada- Kritik terhadap cara-cara orang mempe-

lah dalam rangka mendekatkan pada realitas lajari hukum yang klasik atau tradisional itu

perubahan sosial yang terjadi rupanya hukum bermunculan antara lain dari Satjipto Rahardjo

sebagai skema yang rampung (finite schema) yang mengatakan bahwa Ilmu hukum yang de-

tidak mampu untuk berkompetisi dengan pe- mikian itu dikenal sebagai “rechtsdogmatiek”

rubahan dalam masyarakat. atau “analytical jurisprudence”. Dengan ter-

Berdasarkan hal tersebut, gagasan-gagas- paku pada hukum perundang-undangan, maka

an tentang hukum khususnya pandangan kon- studi hukum menjadi semakin terasing (alie-

vensional/sempit/dan steril wajib mengalami nated) dari realitas dalam masyarakat. Ilmu

perumusan ulang. Selain mentradisikan hukum hukum semakin menjadi ilmu pengetahuan

sebagai legal science, ilmu hukum ditempatkan tentang skeleton hukum daripada yang utuh,

sejajar dengan garis depan sains (tidak me- tidak hanya kerangka, tetapi juga “darah

ngisolasi diri dari perkembangan ilmu penge- daging hukum itu”. 22 tahuan pada umumnya). Hukum juga harus

Studi yang dilakukan oleh Nonet & Selz- ditata secara holistik yang tidak melihat hukum nick tahun 1978, menunjukan bahwa ilmu hu-

sebagai skema-skema artifisial yang finite, kum klasik atau tradisional, yang banyak ber-

melainkan sebagai bangunan yang tertanam tumpu pada skema hukum, prosedur hukum,

dan berakar pada masyarakatnya. 26 logika hukum, kurang berhasil menyelesaikan berbagai persoalan masyarakat. Kenyataan yang terjadi adalah menyelesaikan persoalan

23 Ibid, hlm. 17

masyarakat lebih mengedepankan logika hukum 24 25 Ibid, hlm. 16 Tamanaha, Brian Z., 2006, A General Jurisprudence Of dan mengabaikan logika sosial. Problema sosial

Law And Society, New York: Oxford University Press, 26 hlm. 1.

Lihat mengenai pendekatan holistik terhadap hukum Otje Salman dan Anton F. Susanto, 2004, Teori Hukum

pada Satjipto Rahardjo, “Pendekatan Holistik terhadap (Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka Kembali),

Hukum”, Jurnal Hukum Progresif Vol. 1 No. 2 Oktober 22 Bandung: Refika Aditama, hlm. 12-13

2005, PDIH Undip Semarang, hlm. 1-4; dan Metode Satjipto Rahardjo, 2006, Pancasila, Hukum dan Ilmu

Holistik, Suatu Revolusi Epistemologis”, Jurnal Hukum Hukum, Makalah, UGM-Universitas Pancasila, Jakarta,

Progresif Vol. 2 No. 2 Oktober 2006, PDIH Undip hlm.14-15.

Semarang, hlm. 1-34.

Pancasila sebagai “Screening Board” dalam Membangun Hukum … 157

Sebagai wilayah yang terbuka hukum menjadi domain bagi telaah disiplin lain (mul- ti). Pengajaran hukum, paradigma hukum me- ngalami perombakan karena secara filosofis dan metodologis hukum mengalami perubahan dari tatanan yang steril menjadi tatanan multi (pluralis) kultural. Satjipto Rahardjo katakana bahwa ilmu hukum berkembang dari yang

terkotak-kotak menuju holistik. 27 Model ini me-

nawarkan semacam integrasi menuju kesatuan konseptual dalam ilmu pengetahuan.

Consilience adalah suatu lompatan dalam hal pengetahuan dengan jalan mempertalikan fakta diseluruh disiplin ilmu, guna menciptakan suatu dasar penalaran atau alasan yang sama untuk

memberikan keterangan-keterangan. Bahwa ilmu hukum tidak bisa dibicarakan ter- lepas dari apa yang terjadi dalam dunia ilmu pengetahuan pada umumnya

Pembalikan paradigmatik (revolusioner) dalam dunia pendidikan hukum perlu dilakuan. Satjipto Rahardjo dalam setiap perkuliahan di Program Doktor Ilmu Hukum UNDIP selalu me- ngingatkan kepada muridnya akan kedudukan hukum sebagai obyek ilmu dan mengokohkan eksistensi tentang program keilmuan. Para il- muwan hukum diajak untuk menjelajah hukum secara luas yang intinya tidak lain adalah “Searching for Truth” (pencarian kebenaran). Pencarian kebenaran inilah sebenarnya disebut- nya sebagai proses pemaknaan terhadap hu- kum, dan ini pula merupakan kesadaran visio- ner, bahwa tugas ilmuwan adalah mencerahkan masyarakat, sehingga dunia pendidikan mem- berikan kontribusi dan tidak melakukan pem- borosan apalagi pengkhianatan. Untuk melihat lebih jelas persoalan di atas, Satjipto Rahardjo memberikan gambaran tentang kajian dua domain ilmu hukum yang berbeda itu seperti ragaan berikut.

Mendasarkan dari pemikiran Satjipto Rahardjo, maka implikasinya ke dalam ilmu hu- kum adalah sebagai berikut. Pertama, sikap il- muwan yan harus senantiasa menyikapi ilmu sebagai sesuatu yang terus berubah, bergerak

27 Satjipto Rahardjo, 2000, Mengajarkan Keteraturan Menemukan Ketidak Teraturan (Teaching Order Finding

Disorder), Pidato Emeritus FH UNDIP

dan mengalir, demikian pula ilmu hukum (the changing frontier of science), dan ini pula yang disebutnya dengan “the state of the arts in sci- ence”.

SEBENAR ILMU Science Genuine Science: What is a law? Credo: in search for the truth, the truth about law Pencarian, Pembebasan, dan Pencerahan Indevinitive: batas-batasnya kabur Orientasi: Komunitas dunia ilmu Kesadaran: Pencarian kebenaran

ILMU PRAKTIS Ilmu Hukum Positif; what should be considers as law ?

a. praktis

b. ketrampilan/skill hukum positif

c. profesional study; lawyers law-law for the lawyers Credo: Rules and logic Concern: What to do? How to do? Mempertahankan hukum positif final definitif

Kedua, hukum sebagai wilayah terbuka harus memiliki pandangan holistik dalam ilmu hukum yang memberikan kesadaran visioner bahwa sesuatu dalam tatanan tertentu memiliki bagian yang saling berkaitan baik dengan ba- gian lainnya atau dengan keseluruhannya; ke- tiga, ilmuwan hukum mesti menjelajah hukum secara luas yang memberikan pemaknaan ter- hadap hukum sebagai pencarian kebenaran (searching for truth); dan keempat, semangat pencarian, pembebasan dan pencerahan yang merupakan hakikat pemikiran hukum progresif melihat transformasi hukum mengalami “bifur- cation” (pencabangan) dari corak hukum yang bersifat formalism, rasional dan bertumpu pada prosedur (formal justic atau legal justice), ke arah pemikiran yang lebih mengedepankan “substansial justice”. 28

28 Lihat tentang pemikiran hukum progresif ini pada Satjipto Rahardjo, “Hukum Progresif: Hukum yang

Membebaskan”, Jurnal Hukum Progresif Vol. 1 No. 1 April 2005 PDIH Undip Semarang, hlm. 1-24; Umbu Lily Pekuweli, “Memaknai Hukum dalam Keutuhan Onto- loginya (Suatu Kajian Historis)”, Jurnal Hukum Pro Jus- titia Vol 26 No. 1 Januari 2008 FH Unpar Bandung, hlm. 79-90; Al. Wisnubroto, “Pendekatan Hukum Progresif dalam Mengantisipasi Perkembangan Kejahatan Berbasis

158 Jurnal Dinamika Hukum Vol. 11 Edisi Khusus Februari 2011

Berbicara tentang pembinaan lembaga Pemahaman holistik itu melihat hukum dan pranata hukum agar sesuai yang diharapkan

sebagai khasanah normatif merupakan bangun- hakikatnya terkait dengan masalah sistem hu-

an yang tertanam dan berakar pada masya- kum, dan pembangunan sistem hukum sangat

rakatnya (normatieve maatschappij weten- terkait dan bahkan harus dimulai dari pemba-

schap). Dengan demikian ilmu hukum dan studi ngunan ilmu hukumnya. Ibarat hukum sebagai

hukum di Indonesia perlu menanamkan atau produk teknologi agar bisa beroperasi dengan

mengakarkan diri pada masyarakatnya. Pada baik diperlukan pemahaman ilmunya yang baik

saat itulah Pancasila akan muncul sebagai pula.

realitas dan karena itu, sebagai suatu disiplin Kita menyadari bahwa pendidikan ilmu

sains, ilmu hukum memerlukan pembicaraan hukum yang diselenggarakan di sebagaian besar

dan pembahasan yang mendalam tentang tem- Fakultas Hukum umumnya masih terfokus pada

pat Pancasila dalam ilmu hukum. tradisi transfer of knowledge tentang hukum

Untuk mencapai derajat keadilan, maka dan pelatihan ketrampilan (skill) dalam men-

langkah strategis yang perlu ditempuh adalah jalankan hukum saja (practical science/meka-

dengan menanamkan nilai-nilai Pancasila se- nis-prosedural), dan belum merupakan ilmu

bagai dasar pengembangan ilmu hukum Indo- yang berburu kebenaran dan keadilan sejati.

nesia. Mengembangkan core philosophy Panca- Ilmu yang mengandung muatan nilainilai (va-

sila sebagai suatu filsafat bangsa Indonesia lues), pengetahuan (knowledge) dan ketram-

yang revitalisasi dan reaktualisasi nilai-nilainya pilan (skill) secara proporsional.

ke dalam hukum merupakan suatu imperative Berdasarkan pemikiran tentang Consilien-

yuridis.

ce dari Edward O. Wilson, maka ilmu-ilmu itu mesti menyatu dalam satu kesinambungan. Pa-

Peran Pancasila sebagai Penguatan Struktur

da waktu kita berbicara tentang hukum sebagai

Hukum, Kultur Hukum dan Substansi Hukum

tata perilaku manusia, 29 maka hal tersebut di

Nasional.

dasarkan pada kaitan antara ilmu hukum dan Persoalan pembangunan hukum nasional ilmu masyarakatnya. Indonesia sebagai suatu

di era globalisasi harus diletakkan pada konsep “peculiar form of social life” maka Pancasila

penguatan sistem hukum yang meliputi aspek muncul. Dengan paradigma consilience maka

struktural, kultural dan subsatantif. Elemen hukum mesti harus mendasarkan pada basic va-

struktur (structure) sistem hukum oleh Fried- lue masyarakat yang tidak lain adalah Panca-

mann dirumuskan sebagai berikut. sila.

The structure of a legal system consists Gerald Turkel mengemukakan bahwa

of elements of this kind: the number and “law is constructed by people and is a condi-

size of courts, their yurisdiction (that is, what kind of cases they hear. And how

tion of their lives. The law should express a and why), and modes of appeal from one common morality that is based on a deeply

court to another. Structure also means held consensus of what is right and wrong”. 30 how the legislature is organized, how

Dalam konteks Indonesia Pancasila adalah pan- many members sit on the Federal Trade dangan hidup (way of life), moralitas dan sis-

Commission, what a president can (legal) do or not do, what procedures the police

tem filsafat bangsa Indonesia. Oleh karenanya department follows, and so on. 31 Pancasila mesti sebagai paradigma ilmu hukum

dan hukum di Indonesia. Mengacu pada rumusan di atas, maka pengadilan beserta organisasiya dan Dewan Perwakilan Rakyat merupakan elemen struktur

Teknologi”, Jurnal Hukum Progresif Vol. 1 No. 2 hukum. Demikian juga lembaga eksekutif dan 29 Oktober 2005 PDIH Undip Semarang, hlm. 97-122. Hans Kelsen, 2006, Terjemahan dari Pure Theory of Law, Bandung: Nusamedia, hlm. 34.

Gayus Lumbuun, 2007, Aktualisasi Struktur Hukum Gerald Turkel, 1996, Law And Society: Critical

Dalam Sistem Hukum Pancasila, Makalah Fak. Hukum Approaches, University of Delaware, USA, hlm. 7-11.

UGM, Yogyakarta

Pancasila sebagai “Screening Board” dalam Membangun Hukum … 159

yudikatif. Mahkamah Agung (MA) dan lembaga rasional, diabdikan untuk dan terbuka kepada peradilan lainnya, Mahkamah Konstitusi (MK),

masyarakat.

Komisi Yudisuial (KY) merupakan aspek struktur Terkait dengan penguatan kultur hukum, hukum di Indonesia. Demikian pula lembaga

Friedman mengungkapkan bahwa “legal culture eksekutif sesungguhnya merupakan bagian dari

refers, as we have said, to ideas, attitudes, struktur hukum, karena lembaga-lembaga ter-

expectations and opinions about law, held by sebut seperti Kepolisian Republik Indonesia, Ke-

people in some given society”. Dalam hal ini jaksaan Republik Indonesia merupakan elemen

kesamaan cita, pikiran, sikap, harapan dan penting dalam sistem hukum.

pandangan tentang hukum manusia Indonesia Aktualisasi nilai-nilai Pancasila dalam

yang dibangun di atas pondasi Pancasila sebagai struktur hukum lebih menekankan pada spirit,

falsafah dan dasar negara. motivasi, ajaran bagi para pemegang amanah

Kultur hukum Pancasila yang hendak di- dalam rangka mewujudkan negara hukum di

bangun setidaknya memiliki cara pikir, cara Indonesia yang diabdikan untuk sebesar-besar

pandang, sikap dan perilaku yang mengakui, kemakmuran rakyat. 32 menerima dan menghormati agama dan ke-

Dari perspektif nilai-nilai Pancasila, re- percayaan yang berbeda-beda, serta kebebasan formasi ketatalaksanaan (birokrasi) dimaksud-

untuk memilih, memeluk dan melaksanakan kan agar melahirkan suatu birokrasi yang ber-

ibadahnya; mengakui, menghormati, menjun- orientasi pada kepentingan akyat, birokrasi

jung tinggi dan menjaga hak-hak asasi manusia; yang peka terhadap kontrol sosial, birokrasi

mengakui dan menghormati perbedaan sebagai yang menjaga persatuan dan kesatuan nasional,

kesatuan untuk dibangun dan disejahterakan birokrasi yang menjunjung tinggi profesiona-

bersama; menjunjung tinggi prinsip kedaulatan lisme dan kualitas pelayanan kepada masyara-

rakyat dan demokrasi, dengan mengutamakan kat. Reformasi birokrasi juga mengarah pada

musyawarah dalam proses pengambilan ke- konsep pemerintahan yang bersih dan berwi-

putusan; dan menjadikan keadilan sosial se- bawa, yang menjunjung tinggi dan mendasar-

bagai cita-cita bersama.

kan pada “Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Di bidang hukum, permasalahan hukum Baik”.

kontemporer saat ini digambarkan dalam ren- Ada tiga prinsip penting untuk menjamin

cana pembangunan 2004-2009 mencakup se- terlaksanannya “clean and good governance”.

luruh elemen sistem hukum, antara lain ter- Pertama, prinsip partisipasi publik penyeleng-

jadinya degradasi budaya hukum di kalangan garaan administrasi pemerintahan (public par-

masyarakat. Pancasila adalah peradaban Bang- ticipation); kedua, akuntabiltas pelaksanaan

sa Indonesia, maka kultur hukum Pancasila ha- administrasi pemerintahan, dan mekanisme

rus ditumbuhkan, harus ada dan kuat, sehingga kontrol menyangkut putusan kepentingan pub-

keberadaan peradaban itu terjamin khususnya lik; dan ketiga, prinsip transparansi (transpa-

dalam kehidupan hukum.

rency) atau proses pengambilan keputusan yang Wacana Pancasila akan selalu hidup atau tidak pernah mati selama Indonesia sebagai sebuah bangsa masih eksis. Dikatakan Buda-

32 Lihat penjelasan negara hukum ini pada Marjanne Termorshuizen-Art, “The Concept Rule of Law”, Jurnal

yawan Mochtar Pobottinggi bahwa Hukum Jentera Edisi 3 Tahun II November 2004, hlm.

“Tiap sila dalam Pancasila mustahil di 77-120; B. Arief Sidharta, “Kajian Kefilsafatan tentang

bekukan, apalagi perpaduan dan kohe- Negara Hukum”, Jurnal Hukum Jentera Edisi 3 Tahun II November 2004, hlm. 121-129. Bandingkan pemahaman

rensi dari kelima-limanya. Sebagai ke- negara hukum ini dengan pemikiran Soepomo pada

satuan yang utuh, ia menantang manusia- Daniel Hutagalung, “Menapaki Jejak Pemikiran Soe-

manusia Indonesia kini dan nanti untuk pomo tentang Negara Indonesia”, Jurnal Hukum

terus menyusun dan melaksanakan rang- Jentera Edisi 10 Tahun III Oktober 2005, hlm. 114-117;

kaian demi rangkaian agenda politik yang Tristam Pascal Moeliono, “Negara Hukum Indonesia:

Antara Gagasan dan Kenyataan”, Jurnal Hukum Pro subtil, cerdas, dan prograsif. Tak satupun Justitia Vol. 26 No. 3 Juli 2008 FH Unpar Bandung, hlm.

kontrak politik lainnya sejak proklamasi 249-262.

160 Jurnal Dinamika Hukum Vol. 11 Edisi Khusus Februari 2011

kemerdekaan kita hingga kini yang bisa antara lain mendorong kekuasaan melewati disesejajarkan dengan Pancasila. 33 perbatasan nasional ke arah regional dan do-

main global; menarik kekuasaan dari pemerin- Cara efektif untuk membangun dan me-

tah kearah peran masyarakat sipil (non state wujudkan kultur hukum adalah melalui pendi-

actors); internasionalisasi konflik yang sering- dikan yaitu dengan penguasaan dan pengem-

kali bersifat multidemensional serta dinamik; bangan ilmu hukum dengan mengaktualisasikan bermunculan permasalahan yang berkaitan pemahaman dan pemaknaan Pancasila. Pe- dengan HAM, keamanan, kejahatan, demokrasi, nguatan kultur hukum Pancasila dalam kegiatan masalah lingkungan dan lain sebagainya; dan penegakkan hukum antara lain dengan tidak nilai-nilai global, kebiasaan-kebiasaan dan kon- melakukan diskriminatif, bersikap taat dan vensi internasional dalam pembangunan hukum adil, menjunjung tinggi etika profesi dan mo- nasional menjadi bagian yang harus diper- ral. Terkait dengan substansi hukum, Pancasila

hatikan.

berperan sebagai sumber dan kaidah pe-nuntun Konsep “ketahanan hukum nasional” ha-

hukum, dalam hal ini Pancasila menjadi cita rus tetap diperhatikan untuk tetap menjadikan

hukum (rechtsidee) yang harus dijadikan dasar

34 dan tujuan setiap hukum di Indonesia. hukum nasional sebagai upaya melindungi ke- pentingan nasional. Upaya untuk “membentuk”

Oleh sebab itu setiap hukum yang lahir di suatu mindset kebersamaan dan kerjasama Indonesia harus berdasar pada Pancasila dengan sinergis bangsa Indonesia dan membangun rasa memuat konsistensi isi mulai dari yang paling kekeluargaan (brotherhood, bukan kinship), atas sampai yang paling rendah hirakinya. Hu- perasaan saling memiliki (shared intrerest dan kum-hukum di Indonesia juga harus ditujukan common property) 35 perlu dikembangkan, baik untuk mencapai tujuan negara sebagaimana yang berada di tingkat keluarga, ketetangga- tertuang dalam Pembukaan UUD 1945. Sehingga an, 36 masyarakat luas hingga ke tingkat negara. politik hukum haruslah dipandang sebagai upa- Demikian pula halnya, orientasi mutualisme ya menjadikan hukum sebagai alat pencapaian dan kerjasama sinergis sebagai jiwa dalam UUD tujuan negara dari waktu kewaktu sesuai de- 1945 itu harus menjadi titik-tolak dan landasan ngan tahaptahap perkembangan masyarakat. bagi penyusunan program-program pembangun-

an nasional secara luas.

Pancasila sebagai “Screening Board” ter-

Apabila dikaitkan dengan proses pemben-

hadap Nilai-Nilai Universal dan Paradigma

tukan tingkah laku manusia, maka proses

Membangun Hukum Nasional

globalisasi membawa tiga kemungkinan, yaitu Globalisasi dengan segala parameternya

terjadi peningkatan interaksi, interdependensi tidak hanya merupakan fenomena pasar atau

dan saling pengaruh; terbuka pilihan pengem- transaksi finansial global semata, tatapi secara bangan diri yang memerlukan penyesuaian global telah menyebar luaskan paradigma poli- prioritas tindakan secara terus menerus sesuai tik, pola budaya dan pemikiran sosial yang dengan keinginan dan kebutuhannya; dan se- mengandung standarisasi dalam berbagai hal.

Globalisasi telah lebih jauh berpengaruh ter- hadap kedaaulatan negara dan struktur politik, 35 Lihat tulisan M.F.H. Swasono, Generasi Muda Minang-

kabau di Jakarta: Masalah Identitas Sukubangsa. Skripsi ekonomi, serta sosial yang ada.

Sarjana. Jakarta: Fakultas Sastra Universitas Indonesia,

36 Berbagai dampak globalisasi akan muncul 1974. Di tingkat keluarga dan ketetanggaan, prinsip keber- baik di sektor politik, ekonomi maupun sosial

samaan dapat menggalang pertolongan dan perlin- dungan, dalam menghadapi tantangan kehidupan yang berat, tidak saja di bidang ekonomi tetapi juga di

bidang kesehatan, pekerjaan, dan lain-lain. Perawatan Mochtar Pabottinggi, “Mengapa Tetp Pancasila”, Maja-

sosial, kepedulian dan perlindungan sosial yang menen- 34 lah Tempo, Edisi 17/XXXV/19-25 2006

teramkan batin dan mendorong kesehatan mental yang Moh. Mahfud MD, 2007, Penuangan Pancasila Dalam

baik dapat digalang dan dikemas dalam landasan keber- Peraturan Perundang-undangan, Seminar Nasional, UII

samaan ini bagi warga masyarakat yang mengalami Yogyakarta, hlm. 2.

penderitaan.

Pancasila sebagai “Screening Board” dalam Membangun Hukum … 161

cara psikologis terjadi perubahan kognitif, digma dan “Margin Of Appreciation” atau bah- perubahan kebutuhan, yang kemudian mem-

kan “screening board” yang akan berimplikasi bawa pembentukan nilai (pemberian skala prio-

dalam pembentukan teori hukum dan praktik ritas) terhadap hal-hal yang dianggap bermakna

hukum di Indonesia adalah sebagai berikut. dalam hidupnya. Era globalisasi yang semakin

Pertama, tidak boleh bertentangan dengan terasa denyutnya memerlukan penampilan ma-

prinsip prinsip ketuhanan Yang Maha Esa yang nusia Indonesia yang berkualitas tinggi, sehing-

menghormati ketertiban hidup beragama, rasa

ga dapat mengikuti perkembangan dunia, yang keagamaan dan melihat agama sebagai kepen- selanjutnya akan dapat menghasilkan peran

tingan hukum yang besar; kedua, menghormati serta aktif di berbagai bidang (pertanian, per-

nilai nilai Hak Asasi Manusia (HAM) baik hak hak dagangan, perindustrian, teknologi, kesehatan,

sipil dan politik maupun hak hak ekonomi, pendidikan, hukum, dan sebagainya).

sosial dan budaya serta Kam; ketiga, harus Elemen “psychological” yang terdiri atas

menghargai ”Civic Nasionalism” yang meng- “national will and morale, national character

apresiasikan pluralisme; keempat, harus meng- and degree of national integration”, dalam

hargai Indeks atau ”Core values of Democracy”; mendayagunakan konsep ketahanan hukum

dan kelima, harus menempatkan ”Legal Jus- nasional 37 merupakan filter dalam mentrans-

tice”dalam kerangka keadilan sosial. Dengan formasikan nilai-nilai global dalam kehidupan

menempatkan Pancasila sebagai paradigma il- nasional. Dalam hal ini Pancasila berperan se-

mu (ilmu hukum), maka upaya membangun bagai elemen karakter psikologis bangsa

bangsa melalui ilmu menjadi jelas arahnya, (national character).

yakni diabdikan untuk kepentingan nasional dan Pendekatan “transformasionalis” adalah

kemaslahatan seluruh umat dalam naungan paling tepat dan bukan menerima bulat-bulat

ridha Tuhan Yang Maha Esa. globalisasi atau menolaknya. Untuk itu ideologi

Paradigma pendidikan hukum di Indonesia Pancasila jelas akan sangat dibutuhkan untuk

yang menggunakan tradisi Civil Law dari Eropa menentukan posisi dan arah kebijakan pem-

Kontinental yang cenderung mengajarkan posi- bangunannya. Dalam hal ini Pancasila akan

tivisasi hukum yang memberlakukan hukum se- menjadi rujukan “political willand moral” da-

bagai kaidah-kaidah positif, bersifat yuridis lam menghadapi dan usaha mengatasi kondisi

normatif disertai penalaran formal deduktif. nasional dan global. Pancasila adalah ideologi

Pendekatan semacam ini sangat bermanfaat nasional bangsa Indonesia. Dasar Negara Re-

untuk menciptakan pembenaran (justification) publik Indonesia. Falsafah bangsa: welthan-

atau legitimasi, bukan kebenaran (truth) yang schaung. Pandangan hidup bangsa (way of life).

bersifat empiris. Dengan sistem pendidikan Jati diri bangsa. Perekat dan pemersatu

hukum semacam ini hukum cenderung sebagai bangsa.

alat kekuasaan semata-mata (law as the com- Muladi menyebutnya sebagai “margin of

mand of the sovereign).