RINGKASAN - TEATER POSTMODERN INDONESIA: KASUS JALAN LURUS KARYA WISRAN HADI(KAJIAN CULTURAL STUDIES).

RINGKASAN

TEATER POSTMODERN INDONESIA:
KASUS JALAN LURUS KARYA WISRAN HADI
(KAJIAN CULTURAL STUDIES)
Syafril

Teater Indonesia selama ini tidak ada. Yang ada hanyalah teater modern
Barat Indonesia. Akan tetapi, justeru produk sekaligus praktik seni dan budaya
modern Barat itu selama ini yang dianggap dan diterima sebagai teater Indonesia,
dengan menyebutnya teater modern Indonesia. Di samping kekurangcermatan
penerimaan, kekuranglengkapan data pengetahuan dan perkembangan, kenyataan
itu terutama disebabkan ketidaktepatan perspektif keilmuan dalam memandang
dan menerima keberadaan dan perkembangan teater Indonesia.
Teater Indonesia sebagai teater yang benar-benar Indonesia, beridentitas
seni dan budaya Indonesia, merupakan produk sistem cipta dan penciptaan seni
dan budaya Indonesia, baik sebagai fakta seni dan budaya itu sendiri maupun
estetika, sosial, dan politik Indonesia, baru ada sejak munculnya teater
postmodern Indonesia, tepatnya sejak munculnya pertunjukan teater Jalan Lurus
karya Wisran Hadi produksi Bumi Teater (Padang, Sumatera Barat) yang
dipentaskan di TIM (Taman Ismail Marzuki) Jakarta pada tahun 1993.

Bagaimanakah teater Indonesia tepatnya teater postmodern Indonesia pada
karya pertunjukan teater Jalan Lurus, itu yang menjadi kasus penelitian ini.

1

Melalui perspektif keilmuan kajian budaya (cultural studies) yang tidak
saja dipandang tepat akan tetapi juga dinilai sebagai model kajian yang dapat
mencermati data pengetahuan dan perkembangan teater Indonesia secara lebih
lengkap dan sempurna baik secara sinkronis maupun historis (diakronis), dan
relevan dengan model keilmuan khas kajian budaya Universitas Udayana,
masalah penelitian terfokus pada bentuk, fungsi, dan makna teater postmodern
Indonesia pada karya teater Jalan Lurus. Di samping secara umum bertujuan
mengetahui dan memahami realitas budaya Indonesia, secara khusus penelitian ini
bertujuan mengetahui bentuk, fungsi, dan makna teater postmodern Indonesia
pada karya pertunjukan teater Jalan Lurus.
Secara paradigmatis—sebagaimana kecenderungan cultural studies—
penelitian ini berada dalam paradigma keilmuan postmodernisme. Walau
demikian, karena diterima dan diperlakukan secara khas Indonesia—menurut
nilai-nilai Indonesia—paradigma itu diterapkan secara kontekstual sebagai
postmodernisme


Indonesia.

Dalam

formulasi

paradigma

postmodernisme

Indonesia itu keseluruhan teori postmodern yang dipergunakan, diterapkan untuk
meneliti teater postmodern Indonesia pada karya teater Jalan Lurus. Teori-teori
yang dipergunakan itu adalah teori dekonstruksi (Derrida), estetika resepsi
(Jauzz), multikultural (Storey), intertekstualisme (Kristeva), hipersemiotik atau
hiperealitas (Baudrillard), hegemoni dan dominasi (Gramsci), dan teori
postkolonial

(Said).


Secara

metodologis,

dalam

formulasi

paradigma

postmodernisme Indonesia itu pula penelitian teater postmodern Indonesia dengan
kasus karya pertunjukan teater Jalan Lurus ini diterapkan dengan metode

2

kualitatif, sifat pendekatan sinkronis-diakronis, melalui teknik analisis dokumen,
rekonstruksi, dan dilengkapi dengan wawancara.
Pertama, penelitian ini menghasilkan dekonstruksi Indonesia sebagai
bentuk teater postmodern Indonesia pada karya pertunjukan teater Jalan Lurus.
Bentuk dekonstruksi Indonesia itu adalah bentuk seni, estetika, sosial,

budaya, dan politik teater postmodern Indonesia pada karya pertunjukan teater
Jalan Lurus yang: di satu sisi mendekonstruksi bentuk seni, estetika, sosial,
budaya, dan politik teater modern Indonesia baik sebagai bentuk seni, estetika,
sosial, budaya, dan politik teater modern Barat Indonesia maupun sebagai bentuk
seni, estetika, sosial, budaya, dan politik modern Barat dan sekaligus modernisme
umumnya; sedangkan di sisi lain mewujudkan dirinya menjadi (konstruksi)
bentuk dekonstruksi Indonesia itu sendiri.
Bentuk dekonstruksi Indonesia itu meliputi: (1) dekonstruksi teknik
Indonesia, dan (2) dekonstruksi sosial Indonesia. Yang pertama, dekonstruksi
teknik Indonesia, meliputi: (a) dekonstruksi teknik permainan panjat pinang, (b)
dekonstruksi teknik peristiwa, adegan, dan plot, (c) dekonstruksi latar, (d)
dekonstruksi teknik tokoh, peran, dan lakuan, (e) dekonstruksi teknik dialog dan
gaya bahasa, (f) dekonstruksi teknik konflik, (g) dekonstruksi suasana, dan (h)
dekonstruksi teknik gagasan. Sedangkan yang kedua, dekonstruksi sosial
Indonesia, meliputi: (a) dekonstruksi hegemoni Indonesia, (b) dekonstruksi
neokolonialisme (dan kolonialisme) Indonesia, dan (c) dekonstruksi hiperealitas
sosial Indonesia.

3


Kedua, penelitian ini juga menghasilkan fungsi perlawanan dan
perjuangan Indonesia sebagai fungsi teater postmodern Indonesia pada karya
pertunjukan teater Jalan Lurus.
Fungsi perlawanan dan perjuangan Indonesia itu adalah fungsi teater
postmodern Indonesia pada karya pertunjukan teater Jalan Lurus yang: di satu sisi
merupakan fungsi perlawanan estetis, seni, sosial, budaya, dan politik postmodern
dan postmodernisme Indonesia sebagai aksi membongkar, mengungkap,
memaparkan, menolak, dan menghentikan estetika, seni, sosial, budaya, dan
politik modern Indonesia, modern Barat dan sekaligus modernisme; sedangkan di
sisi lain sekaligus merupakan fungsi perjuangan estetis, seni, sosial, budaya, dan
politik postmodern dan postmodernisme Indonesia sebagai usaha perjuangan
menciptakan wujud estetika, seni, sosial, budaya, dan politik Indonesia.
Fungsi perlawanan dan perjuangan Indonesia itu meliputi: (1) fungsi
media estetis perlawanan dan perjuangan Indonesia, yang mencakup (a) media
kreatif (representasi seni), (b) media komunikasi, (c) media imajinasi dan
imajinerisasi, (d) media kesadaran, (e) media alternatif, dan (f) media hiburan
representatif; (2) fungsi perlawanan dan perjuangan seni Indonesia; (3) fungsi
perlawanan dan perjuangan budaya Indonesia; (4) fungsi perlawanan dan
perjuangan sosial Indonesia; dan (5) fungsi perlawanan dan perjuangan politik
Indonesia.

Ketiga, penelitian ini sekaligus menghasilkan makna post Indonesia
sebagai makna teater postmodern Indonesia pada pertunjukan teater Jalan Lurus.
Makna post Indonesia itu adalah makna menciptakan estetisme, seni,

4

multikulturalisme, pluralisme, dan postdemokratisme Indonesia sebagai makna
Indonesia yang benar-benar merupakan wujud dan manifestasi postmodernitas
sekaligus postmodernisme Indonesia, tepatnya Indonesia yang sesungguhnya.
Makna post Indonesia tersebut meliputi: (1) makna estetisme Indonesia,
yang mencakup (a) estetisme religius Indonesia, (b) estetisme kemanusiaan
Indonesia, (c) estetistme kebangsaan Indonesia, (d) estetisme demokratis
Indonesia, dan (e) estetisme sosial Indonesia; (2) makna seni Indonesia; (3) makna
multikulturalisme Indonesia; (4) makna pluralisme Indonesia; dan (5) makna
postdemokratisme Indonesia.
Penelitian ini menyimpulkan lima hal sebagai berikut.
Pertama, teater postmodern Indonesia pada Jalan Lurus merupakan teater
postmodern Indonesia yang memiliki bentuk dekonstruksi Indonesia, fungsi
perlawanan dan perjuangan Indonesia, dan makna post Indonesia.
Kedua, teater postmodern Indonesia khususnya karya teater Jalan Lurus,

merupakan teater Indonesia yang benar-benar Indonesia, baik sebagai fakta seni,
estetika, sosial, budaya, maupun politik Indonesia.
Ketiga, karya teater Jalan Lurus merupakan karya teater postmodern
Indonesia yang pertama sekali muncul dalam perkembangan teater postmodern
Indonesia, sekaligus merupakan karya teater Indonesia yang pertama sekali ada
dalam perkembangan teater Indonesia, sebagai perkembangan teater yang benarbenar Indonesia. Karya teater Jalan Lurus dapat dipandang sebagai perintis
sekaligus pelopor teater postmodern Indonesia, sekaligus dalam arti perintis dan
pelopor teater Indonesia—yang benar-benar Indonesia.

5

Keempat, Wisran Hadi sebagai sutradara (seniman pencipta) karya teater
Jalan Lurus, dengan demikian dapat dipandang sebagai perintis sekaligus pelopor
teater postmodern Indonesia, atau teater Indonesia, dan Bumi Teater sebagai grup
teater yang menjadi media representasi dan produksi karya teater Jalan Lurus,
dapat dipandang sebagai grup yang pertama sekali merintis dan mempelopori
perkembangan teater postmodern Indonesia, atau teater Indonesia yang benarbenar Indonesia.
Menyadari bahwa penelitian ini relatif memiliki keterbatasan, antara lain
karena hanya menggunakan satu kasus semata, dipandang perlu menyarakan agar
penelitian yang sama juga dilakukan, bahkan dilanjutkan, untuk kasus yang lain,

yang tentu pula diikuti teori-teori yang lebih kualifikatif di samping kuantifikatif
dibanding teori yang dipergunakan penelitian ini.
Dengan memperhatikan kekurangan yang relatif ada, yang teramat penting
disarankan adalah dilakukannya penelitian postmodernisme terutama dalam
khasanah keilmuan kajian budaya (cultural studies) sebagai penelitian
postmodernisme Indonesia. Sebagaimana dimulai pertama sekali oleh penelitian
ini,

melalui

postmodernisme

Indonesia,

tidak

saja

diharapkan


akan

terwujudkannya produk penelitian yang relatif benar-benar menghasilkan fakta
pengetahuan yang bernilai Indonesia—terutama dalam arti terbebas dari hegemoni
dan dominasi (minimal kontaminasi) pengetahuan (modern) Barat—tetapi juga
suatu metode keilmuan kajian budaya yang berparadigma Indonesia sehingga
sebagai suatu disiplin keilmuan postmodernisme Indonesia dapat disebut Kajian
Budaya Indonesia (Indonesia Cultural Studies).

6