Menunggu Godot Hukum yang Berkeadilan?

Pikiran Rakyat
o Sen;n
1

17

2

18

3

di)

0

Selasa
567

4


20

21

0

.

Rabu

22

8
23

OJan OPeb o Mar OApr o Me;

Kam;s 0 Jumat
9
10

11
24
25
26

Ojun

OJul

0 Ags

o

Sabtu

12

13
27


OSep

0

Mlnggu

14
28

15
29

OOkt

16
30

.Nav

31


ODes

Menunggu Godot Hukum'
yang Berkeadilan?
~.-'..

Resensi i3uku

K

ETIKA banyak orang
membungkam sebab takut
akan pembalasan, dan
lebih banyak lagiyang munafIk
dan menjilat dengan harapan selamat dan bahkan memperoleh hadiah, ia justru memilih untuk terus
berjuang. Ia tidak takut. Uang
tidak berhasil menggodanya. Ancaman tidak membuatnya gentar.
Bahkan, kekuasaan tidak membuatnya terpesona. Tekad utamanya
hanyalah mengembalikan kebebasan pada negerinya (Hakim Isagani Cruz dalam kepurusan

Mahkamah Agung Filipina tanggal
22 September 1986).
Prolog di atas terasa begitu representatif mewakili kondisi riil
menyangkut kinerja lembaga penegakan hukum di negeri ini belakangan ini. Terlebih dengan
mencuatnya kasus (seolah adanya)
rivalitas antara lembaga penegak
hukum yang sudah normatif, kepolisian dan kejaksaan dengan

lembaga ekstrayudisial yang belakangan memiliki kewenangan superbody, yakni Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Secara kasatrnata, melalui
tayangan
publik
. ,. langsung
-- --- televisi,
~~-. ,.....

Kliping
- ---

Humas


Unpad

,.

disodori rekaman pembicaraan
telefon yang niscaya kian membelalakkan mata. Betapa temyata
adanya mafIaperadilan, kolusi
dalam penegakan hukum, temyata
memang menggejala. Terlepas,
apakah rekaman pembicaraan itu
nantinya diputuskan kebenaran
atau tidaknya di muka pengadilan.
Dalam konteks demikian, terasa
benar ekspektasi akan hadimya
sosok yang dipersonifIkasikanoleh
Hakim IsaganiCruz yang
menggambarkan sosok nyata seorang yang temyata bisa memunculkan kemanusiaan sejati di
lingkungan yang korup dan kolutif.
Sosok-sosokyang mungkin bagi sementara orang disebut "santo",

"malaikat", atau mungkin "absurd",
tetapi sejatinya menjadi harapan
bagi semua anggota rnasyarakat
yangmerindukanhadimyakeadilandalam hukum dan komitmen
aparat dalam upaya penegakan
hukum.
Padahal, sejatinya, apa yang
menjadi cita-cita sebuah negara
hukum adalah bonum commune,
dalam arti terciptanya sistem sosial
politik yang menjamin pemenuhan dasar kebutuhan sege-

2009

..

nap warga negara secara adil (hIm.
231). Cita-cita ini hanya mungkin
terwujud jika orde hukum yang
diciptakan dalam masyarakat

adalah orde hukum yang menjunjung tinggi kepastian hukum (formal-legal) sebagai jalan untuk
mewujudkan keadilan dalam
aI1inyayang sesungguhnya. Persis
di sinilah subjudul buku ini tepat
mendefinisikan dirinya: "membangun hukum, membela keadilan."
Dan memang betul demikian,
karena hukum tanpa keadilan
hanya akan menjadi alat penindas
di tangan penguasa, sementara
keadilan tanpa hukum tidak lebih
dari seruan moral tanpa kekuatan
pemaksa.
ltulah sesungguhnyapersoalan
yang membelit sistem hukum di
negeri ini. Untuk terciptanya
penegakan hukum yang baik, proses dan keputusan hukum tidak
hanya berdasarkan hukum formal
dan materiil semata, tetapi harus
didasarkan kepada semangat dan
asasterciptanya peraturan hukum

I itu sendiri dan rasakeadilan
masyarakat. Oleh karena itu, para
ahli, penegak hukum, dan badanbadan yang menciptakan peraturan

hukum, harus sungguh-sungguh
memperhatikan setiap peristiwa
hulqIm, dan di mana perlu memperbaiki dan meluruskan hukum
yang berlaku. Untuk maksud ini
perlu kecerdasan, tanggung-jawab
profesi,disiplin ilmu, dan usaha
yang tetap memperbaiki, memperbarui. dan mengoreksiperaturanperaturan agar sesuaidenga
memenuhi kebutuhan masyarakat
setiap saat. Keinginan claniktikad
untuk terns meningkatkan kemampuan intelektualitas adalah salah
satu prasyarat. Membaca adalah
kuncinya.
Buku ini memberi tekanan
pokok pada pemahaman mengenai
haki~t hukum, khususnya hakikat
hukum dari perspektif mazhab teori

hukum kodrat dan mazhab positivisme hukum. Pilihan pada kedua
mazhab ini dimaksudkan membantu menjembatani kesenjangan
konseptual sebagaimana dapat kita
saksikan melalui berbagai debat
hukum di mana pendekatan yuridis
formal sering mendapat tekanan
belebihan sehingga mengesankan
pendekatan substansial terhadap
hukum justru diabaikan. (Siska S.,
mahasiswaUnpad) *** ~___ _