Pemerintah Sunda Masa Lampau.
Pikiran Rakyat
o Sen;n
123
17
o Selasa 0 Rabu 0
4
18
OJan
19
OPeb
5
20
6
7
22
21
o Mar OApr
0 Jumat . Sabtu 0 M;nggu
Kam;s
8
23
9
o Me; OJun
10
24
12
11
13
14
27
28
OJul 0 Ags OSep
.Okt
25
26
15
29
16
30
OHov
31
ODes
Pemerintahan
Masa
Lampau
- - - - - - -- Sunda
- - --Oleh EUS SURYANIN.S.
A
NDAIKAN di era globalisasi saat ini masih
terbesit hasrat untuk
melirik sejarah dan kearifan 10kal budaya masa silam, itu merupakan sikap yang wajar dan
eukup arif. Salah satu sumber
informasi budaya masa lampau
yang sangat penting adalah
naskah yang dapat dipandang
sebagai dokumen budaya karena berisi berbagai data dan informasi ide, pikiran, perasaan,
dan pengetahuan sejarah, serta
budaya dari bangsa atau sekelompok sosial budaya tertentu.
Dapat dipastikan bahwa naskah-naskah buhun termasuk
salah satu unsur budaya yang
erat kaitannya dengan kehidupan sosial budaya masyarakat yang melahirkan dan mendukungnya, yang ditulis pada
kertas, daun lontar, kulit kayu,
bilahan bambu, atau rotan.
Kita tidak bisa memungkiri
dan menutup mata bahwa
orang yang awam terhadap
naskah, kebanyakan menganggap bahwa pengetahuan yang
muneol dan berkembang masa
kini merupakan produk atau
berasal dari orang asing. Salah
satu eontoh, istilah eksekutif,
legeslatif, dan yudikatif yang dipopulerkan Montesque serta
digunakan dalam sistem peQ1erintahan sekarang. Sebenarnya,
istilah tersebut dikenal masyarakat Sunda sejak abad ke-16
Masehi, sebagaimana tertuang
dalam naskah fragmen Carita
Parahyangan yang mengupas
sistem pemerintahan kerajaan,
Sunda pada masa itu yang diken~ d~ngan istilah hi!.angtu
di buana, tiga unsur penentu
kehidupan di dunia yang terdiri atas prebu, rama, dan resi.
Naskah fragmen Carita Parahyangan termasuk salah satu naskah Sunda buhun bernuansa historis dari abad ke-16
Masehi yang berada dalam kropak 406 bersama dengan naskah Carita parahyangan yang
kini tersimpan di Bagian Koleksi Naskah Perpustakaan Nasional Jakarta. Jumlah lempir halaman keseluruhan terdiri atas
47 buah yang masing-masing
berukuran 21 x 3 em. Secara
garis besar menyajikan gambaran sistem pemerintahan kerajaan Sunda yang berpusat di
ibu kota Pakuan Pajajaran. Sedikitnya, ada tiga kisah utama
penguasa kerajaan Sunda yang
terpenting dalam teks fragmen
ini. (1) Tiga orang pendahulu
Maharaja Trarusbawa sebagai
perin tis berdirinya kerajaan
Sunda di Pakuan Pajajaran,
masing-masing Bagawat Angga
Sunyia dari Windupepet, Bagawat 6nAa ~!e~~~dari
Hu-
Kllplng
Humas
Unpad
jung Galuh, dan Bagawat Angga Brama dari Pueung. (2) Maharaja Trarusbawa penguasa
Pakuan Pajajaran yang bertakhta di keraton Sri-Bima
Punta Narayana Madura Suradipati. (3) Rakeyan Darmasiksa
penguasa dari Saunggalah yang
mewarisi keraton di Pakuan
Pajajaran.
Trarusbawa merupakan tokoh sentral. Dialah yang memperbaiki sekaligus memindahkan lokasi keraton Srj-Bima
Punta Narayana Madura Suradipati dari sekitar Raneamaya
ke sebuah perbukitan di holu
Cipakaneilan atas saran Bujangga Sedamanah. Semenjak
itu, Pakuan menjadi pusat pemerintahan Kerajaan Sunda di
bawah Maharaja Trarusbawa.
Trarusbawa sendiri sebagai
prebu (pemimpin roda pemerintahan pusat ) membawahi
beberapa penguasa wilayah
yang diangkat atas kesepakatan
bersama dengan rama (tokoh
masyarakat wakil rakyat) dan
resi (penentu kebijakan hukum). Sistem pembagian kekuasaan seperti itu dikenal dengan sebutan tri tangtu di buana. Prebu adalah pemimpin roda pemerintahan (eksekutif,
dalam hal ini presiden) yang
harusngaguratbatu,berwatak
teguh. Rama adalah golongan
yang dituakan sebagai wakil
rakyat (legislatif atau Dewan
Perwakilan Rakyat) yang harus
ngagurat lemah, berwatak menentukan hal yang mesti dipijak. Resi adalah golongan
yang bertugas memberdayakan
hukum agama dan darigama
atau negara (yudikatif atau
Mahkamah Agung) yang harus
1!f1..agurat_ca~
berwatak II1!nye-
2009
jukkan dalam peradilan.
Maharaja Trarusbawa sebagai prebu, atas kesepakatan rama dan resi mengatur persoalan yang berkaitan dengan
pangwereg (ketentuan berupa
hak) bagi para penguasa wilayah di kerajaan Sunda, serta
pamwatan (kewajiban mempersembahkan produk potensi
alam) dari penguasa wilayah ke
ibu kota Pakuan setiap tahun.
Produk tersebut berupa hasil
pertanian dan peternakan, serta hasil industri masyarakat.
Pemerintahan selanjutnya diteruskan secara bergantian mulai
dari Maharaja Harisdarma, Rahyang Tamperan, Rahyang Banga, Rahyangta Wuwus, Prebu
Sanghyang, Sang Lumahing
Rana, Sang Lumahing Tasik
Panjang, Sang Winduraja, sampai akhirnya kepada Rakeyan
Darmasiksa. Berkat kepemimpinannya yang bijak, beliau
mampu ngertakeun urang rea
(menyejahterakan kehidupan
rakyat banyak). Rakeyan Darmasiksa selanjutnya bertakhta
di keraton Sri-Bima Punta Narayana Madura Suradipati di
Pakuan Pajajaran.
Sistem pemerintahan yang
tercermin dalam naskah fragmen Carita Parahyangan, saat
ini bisa kita lihat melalui sistem
pemerintahan masyarakat Baduy (Kanekes) yang dipimpin
tiga kepuunan, yakni Puun Cikeusik, Puun Cikartawana, dan
Puun Cibeo. Sistem pembagian
kekuasaan tri tangtu di buana
ini, dalam pemerintahan Baduy, unsur prebu dipegang
oleh Puun Cibeo. Rama sebagai
golongan yang dituakanOegislatiO dipegang Puun Cikartawa_na.:.Sem!!ltara resi yang bertu-
gas memberdayakan hukum
agama dan darigama (negara)
(yudikatif) dipegang Puun Cikeusik.
Dengan demikian, sistem pemerintahan komunitas Baduy
merupakan salah satu penjelmaan dari sistem pemerintahan masyarakat Sunda masa
lampau. Hal ini sebagaimana
tercermin dalam naskah fragmen Carita Parahyangan yang
mampu memberikan sebagian
gambaran bahwa masyarakat
Sunda di masa silam telah memiliki satu taraf kehidupan sosial yang cukup teratur. Sistem
pemerintahan masyarakat Baduy telah mewarisi sesuatu di
luar perhitungan dan perkiraan
kita di era modernisasi dan globalisasi saat ini. Hal ini disebabkan kurangnya pengenalan
dan pengetahuan kita terhadap
khazanah pernaskahan bangsa
sendiri.
Pembeberan informasi naskah fragmen Carita Parahyangan ini diharapkan menjadi
penarik perhatian bagi generasi muda, setidaknya untuk dapat mencermati kearifan lokal
budaya Sunda yang tercermin
dalam naskah yang secara tidak
langsung tidak hanya akan
memberikan kebanggaan dan
jati diri masyarakat Sunda, tetapi juga keteguhan untuk memelihara, melestarikan, dan
mengolah nilai-nilai luhur kearifan lokal budaya masa silam
yang sangat berharga serta tidak bisa diukur dan dinilai dengan materi semata. ***
Penulis, dosen dan mahasiswa 8-3 Filologi Program
PascasaTjana Unpad Ban-
dunfl:._
--
o Sen;n
123
17
o Selasa 0 Rabu 0
4
18
OJan
19
OPeb
5
20
6
7
22
21
o Mar OApr
0 Jumat . Sabtu 0 M;nggu
Kam;s
8
23
9
o Me; OJun
10
24
12
11
13
14
27
28
OJul 0 Ags OSep
.Okt
25
26
15
29
16
30
OHov
31
ODes
Pemerintahan
Masa
Lampau
- - - - - - -- Sunda
- - --Oleh EUS SURYANIN.S.
A
NDAIKAN di era globalisasi saat ini masih
terbesit hasrat untuk
melirik sejarah dan kearifan 10kal budaya masa silam, itu merupakan sikap yang wajar dan
eukup arif. Salah satu sumber
informasi budaya masa lampau
yang sangat penting adalah
naskah yang dapat dipandang
sebagai dokumen budaya karena berisi berbagai data dan informasi ide, pikiran, perasaan,
dan pengetahuan sejarah, serta
budaya dari bangsa atau sekelompok sosial budaya tertentu.
Dapat dipastikan bahwa naskah-naskah buhun termasuk
salah satu unsur budaya yang
erat kaitannya dengan kehidupan sosial budaya masyarakat yang melahirkan dan mendukungnya, yang ditulis pada
kertas, daun lontar, kulit kayu,
bilahan bambu, atau rotan.
Kita tidak bisa memungkiri
dan menutup mata bahwa
orang yang awam terhadap
naskah, kebanyakan menganggap bahwa pengetahuan yang
muneol dan berkembang masa
kini merupakan produk atau
berasal dari orang asing. Salah
satu eontoh, istilah eksekutif,
legeslatif, dan yudikatif yang dipopulerkan Montesque serta
digunakan dalam sistem peQ1erintahan sekarang. Sebenarnya,
istilah tersebut dikenal masyarakat Sunda sejak abad ke-16
Masehi, sebagaimana tertuang
dalam naskah fragmen Carita
Parahyangan yang mengupas
sistem pemerintahan kerajaan,
Sunda pada masa itu yang diken~ d~ngan istilah hi!.angtu
di buana, tiga unsur penentu
kehidupan di dunia yang terdiri atas prebu, rama, dan resi.
Naskah fragmen Carita Parahyangan termasuk salah satu naskah Sunda buhun bernuansa historis dari abad ke-16
Masehi yang berada dalam kropak 406 bersama dengan naskah Carita parahyangan yang
kini tersimpan di Bagian Koleksi Naskah Perpustakaan Nasional Jakarta. Jumlah lempir halaman keseluruhan terdiri atas
47 buah yang masing-masing
berukuran 21 x 3 em. Secara
garis besar menyajikan gambaran sistem pemerintahan kerajaan Sunda yang berpusat di
ibu kota Pakuan Pajajaran. Sedikitnya, ada tiga kisah utama
penguasa kerajaan Sunda yang
terpenting dalam teks fragmen
ini. (1) Tiga orang pendahulu
Maharaja Trarusbawa sebagai
perin tis berdirinya kerajaan
Sunda di Pakuan Pajajaran,
masing-masing Bagawat Angga
Sunyia dari Windupepet, Bagawat 6nAa ~!e~~~dari
Hu-
Kllplng
Humas
Unpad
jung Galuh, dan Bagawat Angga Brama dari Pueung. (2) Maharaja Trarusbawa penguasa
Pakuan Pajajaran yang bertakhta di keraton Sri-Bima
Punta Narayana Madura Suradipati. (3) Rakeyan Darmasiksa
penguasa dari Saunggalah yang
mewarisi keraton di Pakuan
Pajajaran.
Trarusbawa merupakan tokoh sentral. Dialah yang memperbaiki sekaligus memindahkan lokasi keraton Srj-Bima
Punta Narayana Madura Suradipati dari sekitar Raneamaya
ke sebuah perbukitan di holu
Cipakaneilan atas saran Bujangga Sedamanah. Semenjak
itu, Pakuan menjadi pusat pemerintahan Kerajaan Sunda di
bawah Maharaja Trarusbawa.
Trarusbawa sendiri sebagai
prebu (pemimpin roda pemerintahan pusat ) membawahi
beberapa penguasa wilayah
yang diangkat atas kesepakatan
bersama dengan rama (tokoh
masyarakat wakil rakyat) dan
resi (penentu kebijakan hukum). Sistem pembagian kekuasaan seperti itu dikenal dengan sebutan tri tangtu di buana. Prebu adalah pemimpin roda pemerintahan (eksekutif,
dalam hal ini presiden) yang
harusngaguratbatu,berwatak
teguh. Rama adalah golongan
yang dituakan sebagai wakil
rakyat (legislatif atau Dewan
Perwakilan Rakyat) yang harus
ngagurat lemah, berwatak menentukan hal yang mesti dipijak. Resi adalah golongan
yang bertugas memberdayakan
hukum agama dan darigama
atau negara (yudikatif atau
Mahkamah Agung) yang harus
1!f1..agurat_ca~
berwatak II1!nye-
2009
jukkan dalam peradilan.
Maharaja Trarusbawa sebagai prebu, atas kesepakatan rama dan resi mengatur persoalan yang berkaitan dengan
pangwereg (ketentuan berupa
hak) bagi para penguasa wilayah di kerajaan Sunda, serta
pamwatan (kewajiban mempersembahkan produk potensi
alam) dari penguasa wilayah ke
ibu kota Pakuan setiap tahun.
Produk tersebut berupa hasil
pertanian dan peternakan, serta hasil industri masyarakat.
Pemerintahan selanjutnya diteruskan secara bergantian mulai
dari Maharaja Harisdarma, Rahyang Tamperan, Rahyang Banga, Rahyangta Wuwus, Prebu
Sanghyang, Sang Lumahing
Rana, Sang Lumahing Tasik
Panjang, Sang Winduraja, sampai akhirnya kepada Rakeyan
Darmasiksa. Berkat kepemimpinannya yang bijak, beliau
mampu ngertakeun urang rea
(menyejahterakan kehidupan
rakyat banyak). Rakeyan Darmasiksa selanjutnya bertakhta
di keraton Sri-Bima Punta Narayana Madura Suradipati di
Pakuan Pajajaran.
Sistem pemerintahan yang
tercermin dalam naskah fragmen Carita Parahyangan, saat
ini bisa kita lihat melalui sistem
pemerintahan masyarakat Baduy (Kanekes) yang dipimpin
tiga kepuunan, yakni Puun Cikeusik, Puun Cikartawana, dan
Puun Cibeo. Sistem pembagian
kekuasaan tri tangtu di buana
ini, dalam pemerintahan Baduy, unsur prebu dipegang
oleh Puun Cibeo. Rama sebagai
golongan yang dituakanOegislatiO dipegang Puun Cikartawa_na.:.Sem!!ltara resi yang bertu-
gas memberdayakan hukum
agama dan darigama (negara)
(yudikatif) dipegang Puun Cikeusik.
Dengan demikian, sistem pemerintahan komunitas Baduy
merupakan salah satu penjelmaan dari sistem pemerintahan masyarakat Sunda masa
lampau. Hal ini sebagaimana
tercermin dalam naskah fragmen Carita Parahyangan yang
mampu memberikan sebagian
gambaran bahwa masyarakat
Sunda di masa silam telah memiliki satu taraf kehidupan sosial yang cukup teratur. Sistem
pemerintahan masyarakat Baduy telah mewarisi sesuatu di
luar perhitungan dan perkiraan
kita di era modernisasi dan globalisasi saat ini. Hal ini disebabkan kurangnya pengenalan
dan pengetahuan kita terhadap
khazanah pernaskahan bangsa
sendiri.
Pembeberan informasi naskah fragmen Carita Parahyangan ini diharapkan menjadi
penarik perhatian bagi generasi muda, setidaknya untuk dapat mencermati kearifan lokal
budaya Sunda yang tercermin
dalam naskah yang secara tidak
langsung tidak hanya akan
memberikan kebanggaan dan
jati diri masyarakat Sunda, tetapi juga keteguhan untuk memelihara, melestarikan, dan
mengolah nilai-nilai luhur kearifan lokal budaya masa silam
yang sangat berharga serta tidak bisa diukur dan dinilai dengan materi semata. ***
Penulis, dosen dan mahasiswa 8-3 Filologi Program
PascasaTjana Unpad Ban-
dunfl:._
--