1b. PMP Pend. Agama Kristen dan BP SMP

B. Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perubahan kurikulum pendidikan dilakukan dengan tujuan utama untuk
meningkatkan mutu pendidikan nasional, agar lulusan pendidikan nasional
memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif sesuai standar mutu
pendidikan nasional maupun internasional. Kurikulum 2013 yang
dilaksanakan secara bertahap mulai Juli 2013 diharapkan dapat mengatasi
masalah dan tantangan berupa kompetensi riil yang dibutuhkan oleh dunia
kerja, globalisasi ekonomi pasar bebas, membangun kualitas manusia
Indonesia yang berakhlak mulia, dan menjadi warga negara yang
bertanggung jawab. Pada hakikatnya pengembangan Kurikulum 2013
adalah upaya yang dilakukan melalui salah satu elemen pendidikan, yaitu
kurikulum untuk memperbaiki kualitas hidup dan kondisi sosial bangsa
Indonesia secara lebih luas. Jadi, pengembangan Kurikulum 2013 tidak
hanya berkaitan dengan persoalan kualitas pendidikan saja, melainkan
kualitas kehidupan bangsa Indonesia secara umum.
Di bidang Pendidikan Agama Kristen (PAK), perubahan ini sejalan dengan
arah perubahan PAK yang bersifat dogmatis indoktrinatif menjadi PAK yang
membebaskan peserta didik untuk mengembangkan spiritualitas dinamis

yang tampak melalui kreativitas berpikir, kemerdekaan dalam bersikap dan
bertindak sesuai dengan isi ajaran iman kristiani.
Pelaksanaan Kurikulum 2013 yang mulai dilakukan sejak Juli 2013
menuntut kesiapan guru-guru untuk mampu menjadi ujung tombak bagi
keberhasilan implementasi Kurikulum 2013. Guru membutuhkan acuan
yang dapat menuntun mereka melaksanakan kurikulum ini. Untuk
kepentingan itulah buku pedoman mata pelajaran PAK disusun dan
diharapkan buku pedoman ini membantu guru-guru dalam melaksanakan
Kurikulum PAK 2013.
B. Tujuan
Tujuan penyusunan buku ini adalah:
1. Mengembangkan wawasan guru dalam memahami Kurikulum 2013;
2. Membantu guru dalam mengimplementasikan Kurikulum PAK 2013
menyangkut perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran dan
penilaian;
3. Membantu guru untuk lebih mahir dalam mengembangkan berbagai
model pembelajaran PAK.
C. Ruang Lingkup
Buku pedoman ini berisi sejumlah komponen yaitu:
pendahuluan,

karakteristik matapelajaran termasuk di setiap satuan pendidikan,
Kurikulum 2013, desain pembelajaran, model pembelajaran, penilaian,
media dan sumber belajar, guru sebagai pengembang budaya sekolah, dan
penutup.
Pendahuluan memuat tentang latar belakang disusunnya buku pedoman
serta rasional perubahan kurikulum sehingga diperlukan perubahan pola
pikir dan pelaksanaannya dalam pola mengajar; tujuan, ruang lingkup dan
sasaran pengguna pedoman.
-36-

Karakteristik mata pelajaran memuat rasional mata pelajaran serta
relevansi dengan konteks sekarang, tujuan penyusunan buku pedoman dan
ruang lingkup buku pedoman.
Kurikulum 2013 berisi pengantar tentang alur pengembangan Kompetensi
Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) setiap jenjang, diantaranya memuat:
lingkup kompetensi dan materi mata pelajaran di SMP.
Desain pembelajaran memuat kerangka pembelajaran, pendekatan
pembelajaran, strategi dan metode pembelajaran, serta rancangan
pembelajaran. Model pembelajaran memuat karakteristik masing-masing
model pembelajaran, pemilihan model, serta kaitan materi-materi dan model

pembelajaran. Penilaian dalam kurikulum 2013 yaitu penilaian yang
menekankan pada otentisitas dalam aspek pengetahuan, keterampilan dan
sikap. Penilaian memandu guru untuk mengetahui apa yang harus dinilai
dalam aspek tertentu kemudian masuk ke bentuk-bentuk penilaian yang
mengacu pada standar penilaian yang meliputi: a) strategi penilaian, b)
bentuk penilaian sikap, pengetahuan dan keterampilan, serta c) pelaporan
hasil penilaian.
Media dan sumber belajar meliputi media sebagai praktik, alat atau saluran
yang digunakan, sedangkan sumber belajar meliputi referensi seperti
perpustakaan, masyarakat, kelompok sasaran tertentu yang akan diadakan
perubahan, pemitraan, dikaitkan dengan lingkungan masyarakat
sekitarnya.
Guru sebagai pengembang budaya sekolah meliputi pengembangan budaya
berpikir kritis, kreatif dan konstruktif, memanfaatkan perpustakaan,
lingkungan alam, sosial dan budaya sebagai sumber belajar, membuat
catatan pribadi, serta mengembangkan kemandirian peserta didik dalam
belajar. Selain itu guru juga berperan penting dalam pembentukan
spiritualitas dan karakter peserta didik melalui keteladanan.
Bagian terakhir adalah penutup yang memuat rekomendasi pemanfaatan
buku.

D. Sasaran
Buku ini digunakan oleh dinas pendidikan, pengawas PAK, kepala sekolah,
guru PAK, orangtua, dan pemangku kepentingan lainnya.

-37-

BAB II
KARAKTERISTIK MATA PELAJARAN
PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN

A. Dasar Pertimbangan
Pendidikan Agama Kristen (PAK) menjadi tanggung jawab keluarga, gereja,
dan sekolah formal. Ketiga lembaga tersebut memiliki target capaiannya
masing-masing meskipun ketiganya tidak bisa dipisahkan. Penyelenggaraan
PAK di sekolah berada di bawah koordinasi Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan dan Kementerian Agama RI, tetapi isi ajaran (dogma)
diserahkan kepada gereja. Oleh karena itu kerjasama yang bersinergi antara
keluarga, gereja dan sekolah perlu terus dibangun.
Penyelenggaraan PAK di masa kini menghadapi tantangan yang cukup berat
menyangkut berbagai perkembangan yang ada yang dapat mempengaruhi

kehidupan iman dan spiritualitas anak-anak Kristen Indonesia. Dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara kita menghadapi berbagai
permasalahan yang kompleks, seperti konflik yang seringkali diikuti dengan
kekerasan, bahaya perpecahan atau disintegrasi bangsa, pelanggaran HAM,
ketidakadilan sosial, pelecehan terhadap hukum, diskriminasi terhadap
masyarakat marginal, kekerasan kepada perempuan dan anak-anak,
reformasi dan demokratisasi yang disinyalir “jalan di tempat”, serta
kemiskinan yang semakin membuat terpuruknya kehidupan bangsa ini.
Menghadapi berbagai permasalahan tersebut, kita diperhadapkan pada
pertanyaan yang penting dan mendesak, yaitu: Bagaimana cara
menghasilkan PAK yang mampu memperbarui penghayatan serta panggilan
kita sebagai umat Kristen serta sekaligus memberikan sumbangan bagi
kehidupan bersama sebagai satu bangsa? Hal ini penting direnungkan
karena umat Kristen Indonesia adalah bagian dari bangsa Indonesia yang
turut serta membidani, melahirkan, dan mengukir sejarah serta patut
proaktif memelihara perjalanan bangsanya.
Melalui PAK, diharapkan kebutuhan spiritual peserta didik tidak sekadar
terpenuhi tetapi juga memperoleh pencerahan hidup. Melalui pencerahan
itu mereka mampu menemukan solusi atas berbagai permasalahan nyata
dalam kehidupannya, antara lain:

a. Globalisasi yang menawarkan dimensi baru pengetahuan dan otoritas
yang kemudian turut mempengaruhi pola pikir dan gaya hidup anak dan
remaja.
b. Pergeseran pemahaman dan penerapan nilai-nilai dan moral kehidupan,
antara lain semakin menipisnya kejujuran, semakin maraknya
penyalahgunaan kekuasaan, melemahnya penghargaan terhadap
sesama, dll.
c. Perubahan pemahaman dan sikap seksualitas termasuk: pelecehan
seksual, ketidakadilan jender, seksisme, komodifikasi seks dan tubuh,
dll.
d. Penyimpangan perilaku sosial di dalam masyarakat dan sekolah seperti
diwarnai oleh antara lain : tawuran remaja, pertikaian antara kelompok
yang berakhir dengan kekerasan, tayangan media yang mengeksploitasi
kekerasan.
e. Meningkatnya fanatisme agama, golongan dan kelompok yang sempit.
f. Konsumerisme, materialisme, dan hedonisme yang kian mengemuka
dalam kehidupan keseharian.

-38-


Berbagai permasalahan yang disebutkan di atas turut mempengaruhi
kehidupan anak dan remaja. Oleh karena itu, penyusunan Kurikulum PAK
sedapat mungkin mampu menolong peserta didik untuk siap dan mampu
menemukan solusi atas berbagai persoalan tersebut.
B. Deskripsi mata pelajaran PAK
Pendidikan Agama Kristen merupakan wahana pembelajaran yang
memfasilitasi peserta didik untuk mengenal Allah melalui karya-Nya serta
mewujudkan pengenalannya akan Allah Tritunggal melalui sikap hidup
yang mengacu pada nilai-nilai kristiani. Dengan demikian, melalui PAK
peserta didik dibimbing mengalami perjumpaan dengan Allah Tritunggal
yang dikenal, dipercaya dan diimaninya. Perjumpaan itu diharapkan
mampu mempengaruhi peserta didik untuk bertumbuh menjadi pribadi
dewasa serta berperan sebagai garam dan terang kehidupan.
PAK merupakan mata pelajaran yang bersumber dari Alkitab yang dapat
mengembangkan berbagai kemampuan dan kecerdasan peserta didik,
antara lain dalam memperteguh iman kepada Tuhan Allah, mempunyai
kedamaian batin, memiliki budi pekerti luhur, menghormati serta
menghargai semua manusia dengan segala persamaan dan perbedaannya
termasuk sikap setuju untuk tidak setuju.
C. Hakikat Pendidikan Agama Kristen

Hakikat PAK seperti yang tercantum dalam hasil Lokakarya Strategi PAK di
Indonesia tahun 1999 adalah: “Usaha yang dilakukan secara terencana dan
berkelanjutan dalam rangka mengembangkan kemampuan peserta didik
agar dengan pertolongan Roh Kudus dapat memahami dan menghayati
kasih Tuhan Allah di dalam Yesus Kristus yang dinyatakan dalam
kehidupan sehari-hari, terhadap sesama dan lingkungan hidupnya”.
Setiap orang yang terlibat dalam proses pembelajaran PAK memiliki
keterpanggilan untuk mewujudkan kebenaran dan tanda-tanda Kerajaan
Allah dalam kehidupan pribadi maupun sebagai bagian dari komunitas
dalam konteks masyarakat majemuk.
D. Fungsi dan Tujuan Pendidikan Agama Kristen
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang pendidikan
agama dan pendidikan keagamaan, disebutkan bahwa: pendidikan agama
berfungsi membentuk manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia dan mampu menjaga
kedamaian dan kerukunan hubungan inter dan antar umat beragama
(Pasal 2 ayat 1). Selanjutnya disebutkan bahwa pendidikan agama
bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik dalam memahami,
menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai agama yang menyerasikan
penguasaannya dalam ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (Pasal 2 ayat

2).
Mata pelajaran PAK berfungsi untuk:
a. Memperkenalkan Allah Tritunggal dan karya-karya-Nya agar peserta
didik bertumbuh iman percayanya dan meneladani Allah dalam
hidupnya.
b. Menanamkan pengertian tentang Allah Tritunggal dan karya-Nya kepada
peserta didik, sehingga mampu memahami, menghayati, dan
mengamalkannya.

-39-

Tujuan PAK:
a. Membentuk peserta didik yang dapat memahami kasih Allah Tritunggal
di dalam Yesus Kristus dan mengasihi Allah dan sesama.
b. Membangun manusia Indonesia yang mampu menghayati imannya
secara bertanggung jawab serta berakhlak mulia dalam masyarakat
majemuk.
PAK di sekolah disajikan dalam dua ruang lingkup, yaitu Allah Tritunggal
dan karya-Nya, dan Nilai-nilai kristiani. Secara holistik, pengembangan
Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar PAK pada pendidikan Dasar dan

Menengah mengacu pada pengajaran tentang Allah Tritunggal dan karyaNya. Pemahaman terhadap Allah Tritunggal dan karya-Nya harus tampak
pula dalam nilai-nilai kristiani yang dapat dilihat dalam kehidupan
keseharian peserta didik.
E. Landasan Teologis
PAK telah ada sejak pembentukan umat Allah yang dimulai dengan
panggilan terhadap Abraham. Hal ini berlanjut dalam lingkungan dua belas
suku Israel sampai dengan komunitas gereja di zaman Perjanjian Baru.
Sinagoge atau rumah ibadah orang Yahudi bukan hanya menjadi tempat
ibadah melainkan menjadi pusat kegiatan pendidikan bagi anak-anak dan
keluarga orang Yahudi. Selain merupakan wadah untuk beribadah dan
bersekutu, gereja juga menjadi lingkungan bagi warga jemaat untuk
pembelajaran.
Beberapa nas Alkitab di bawah ini dipilih untuk mendukungnya, yaitu:
a. Ulangan 6:4-9.
Allah memerintahkan keluarga umat-Nya untuk mengajarkan tentang
kasih Allah kepada anak-anak dan kaum muda. Perintah ini kemudian
menjadi kewajiban normatif bagi umat Kristen dan lembaga gereja untuk
mengajarkan kasih Allah. Dalam kaitannya dengan PAK bagian Alkitab
ini telah menjadi dasar dalam menyusun dan mengembangkan
kurikulum dan pembelajaran PAK.

b. Amsal 22: 6
Dalam nas ini dikatakan: “Didiklah orang muda menurut jalan yang
patut baginya maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang
dari pada jalan itu.” Betapa pentingnya penanaman nilai-nilai iman yang
bersumber dari Alkitab bagi generasi muda, seperti tumbuhan yang
sejak awal pertumbuhannya harus diberikan pupuk dan air, demikian
pula kehidupan iman orang percaya harus dimulai sejak dini. Bahkan
sebagaimana dikatakan oleh Horace Bushnell (1802-1876) pendidikan
agama harus diberikan sejak dalam kandungan Ibu sampai akhir hidup
seseorang, sehingga seorang anak belajar sedemikian rupa agar dapat
mengetahui apa yang baik sejak dini (Boehlke, 1997).
c. Matius 28:19-20
Tuhan Yesus Kristus memberikan amanat kepada tiap orang percaya
untuk pergi ke seluruh penjuru dunia, menuntun orang menjadi muridNya dan mengajarkan kasih Allah untuk diwujudkan dalam perbuatan
nyata. Perintah ini telah menjadi dasar bagi tiap orang percaya untuk
turut bertanggung jawab terhadap PAK.

-40-

Sejarah perjalanan agama Kristen turut dipengaruhi oleh peran PAK sebagai
pembentuk sikap, karakter dan iman umat Kristen dalam keluarga, gereja
dan lembaga pendidikan. Oleh karena itu, lembaga gereja, lembaga keluarga
dan sekolah secara bersama-sama bertanggung jawab dalam tugas
mengajar dan mendidik anak-anak, remaja, dan kaum muda untuk
mengenal Allah Tritunggal Pencipta, Penyelamat, Pembaharu, dan
mewujudkan ajaran itu dalam kehidupan sehari-hari.
F. Landasan Psikologis
Dalam PAK, seperti dalam mata pelajaran lainnya, kebanyakan
pembelajaran diberlakukan secara klasikal, artinya, semua peserta didik
menerima materi yang sama dan diajarkan dengan metode yang juga sama,
tanpa mempertimbangkan bahwa setiap peserta didik adalah pribadi yang
unik. Sementara itu, setiap peserta didik memiliki kebutuhan dan gaya
belajar yang bisa saja berbeda dengan kebutuhan dan gaya belajar peserta
didik lainnya. Keunikan yang tidak diakui akan membuat peserta didik
menemui kesulitan dalam mengikuti pembelajaran; sebaliknya, keunikan
yang diakui akan membuat peserta didik merasa dihargai, dan ini menjadi
dorongan baginya untuk mengaktualisasikan segenap kemampuan dan
potensi yang dimilikinya. Ini adalah dasar pendidikan yang diteladankan
oleh Yesus Guru Agung serta yang juga diajarkan oleh para ahli pendidikan
sejak beberapa abad yang lalu (lihat misalnya Dewey, 1931; Mills, 1887).
Secara psikologis, ada sejumlah aspek perubahan yang dialami setiap
individu dalam perkembangannya dari saat lahir sampai ke tahap usia yang
paling lanjut. Wujud aspek-aspek ini berbeda-beda sejalan dengan
pertumbuhan yang dialaminya dari satu periode usia ke periode usia
berikutnya. Adapun aspek-aspek perkembangan tersebut adalah sebagai
berikut:
a. Aspek fisik, yaitu pertumbuhan fisik yang mencakup juga kemampuan
motorik (gerakan), perseptual (kemampuan melihat atau memandang),
seksual.
b. Aspek intelektual, yaitu kemampuan berpikir, termasuk juga
kemampuan berbahasa.
c. Aspek emosi, yaitu kemampuan untuk mengenali dan mengekspresikan
perasaan.
d. Aspek sosial, yaitu kemampuan untuk menjalin hubungan (interaksi)
dengan orang lain.
e. Aspek moral, yaitu kemampuan untuk memahami dan menghayati nilainilai luhur dan mulia.
f. Aspek spiritual, yaitu kemampuan meresponi panggilan Allah Tritunggal
untuk menyembah, memuliakan serta mentaati perintah-perintah-Nya.
g. Aspek identitas diri, yaitu kemampuan untuk mengenali keberadaan
dirinya di tengah-tengah kebersamaannya dengan orang lain.
Dengan demikian, materi dan penyampaian PAK serta penuangannya dalam
proses
belajar-mengajar
hendaknya
memperhatikan
aspek-aspek
perkembangan ini. Untuk lengkapnya, dicantumkan dalam Tabel 1. tentang
kebutuhan individu berdasarkan tahap perkembangannya, dan bagaimana
ini harus dipertimbangkan dalam proses belajar-mengajar.
Untuk mengenali kebutuhan peserta didik, di bawah ini tertera tabel yang
berisi kebutuhan individu berdasarkan usianya.

-41-

Tabel 1. Kebutuhan Individu
Kekhususan anak berusia 13 - 15 tahun
Hal-hal yang
Aspek
dipertimbangkan dalam
Karakteristik khusus
perkembangan
proses belajar-mengajar
Fisik
Mengalami pertumbuhan
Ketika menggabungkan
fisik terkait dengan jenis
perempuan dan laki-laki
kelaminnya, sehingga
menjadi satu kelompok,
semakin terlihat ciri-ciri seks harus diperhatikan agar
sekunder (perempuan
norma kesopanan dan
bertumbuh payudaranya,
kesantunan tetap dijaga,
laki-laki semakin berat
supaya tidak terjadi
suaranya).
korban pelecehan seksual.
Intelektual
1. Memiliki adolescence
1. Memberi kesempatan
egocentrism: diri sendiri
untuk menentukan
menjadi ukuran dan
sikap dan memiliki
alasan mengapa
standard, tidak menyadari
bersikap tertentu, dan
kalau sering memakai
diminta memberikan
double standard.
bukti untuk bahwa sikap
2. Menikmati masa remaja,
mulai membuat
yang dipilih adalah tepat.
keputusan yang
2. Memberi kesempatan
dipertanggungjawabuntuk “beradu
kannya sendiri dan diamargumentasi” sehingga
tidak mempertahankan
diam. Kalau keputusan
itu salah, dampaknya bisa
pendapat pribadi/
seumur hidup. Misalnya
keputusan yang salah.
keputusan tentang pilihan
bersekolah atau berhenti,
memilih teman, memilih
pengisian waktu luang,
memilih pasangan.
Emosi

1. Wanita mulai lebih
sensitif terhadap
perasaannya, dan lebih peka
terhadap perlakuan orang
lain terhadapnya.
2. Memiliki tokoh idola yang
dijadikan panutan, lepas
dari realistis atau tidak.

Sosial

Ketertarikan pada lawan
jenis mulai lebih
diungkapkan.

-42-

1. Memberi kesempatan
untuk menyatakan
perasaannya, dan
mengamati reaksi orang
lain terhadap
pengungkapan perasaan
itu.
2. Memberi kesempatan
untuk mengkaji tokohtokoh Alkitab dan dunia,
apakah tepat dijadikan
idola.
Memberi kesempatan
untuk berkenalan dan
bergaul dengan lawan jenis
secara lebih akrab melalui
pemberian tugas yang

Aspek
perkembangan

Kekhususan anak berusia 13 - 15 tahun
Hal-hal yang
dipertimbangkan dalam
Karakteristik khusus
proses belajar-mengajar
harus dikerjakan bersama.
Dengan demikian mereka
bisa belajar tentang
kekhususan lawan jenis,
dan keunikan masingmasing sebagai pribadi.

Moral

Mulai menemukan alasan
untuk berbuat baik, yaitu
bukan untuk mendapatkan
hadiah atau pengakuan,
melainkan karena ingin
memberi kebaikan kepada
orang yang perlu ditolong.

Membahas kasus-kasus
yaitu orang yang memiliki
masalah (diangkat dari
artikel/tayangan di media
massa), melakukan
analisis mengapa orang itu
memiliki masalah, dan apa
yang dapat dilakukan
untuk menolongnya.

Spiritual

1.Membuka diri kepada
anugerah Allah yang
mengasihinya.
2.Melakukan ibadah kepada
Allah bukan lagi karena
dorongan orangtua
melainkan karena
munculnya kesadaran diri.
3.Selain memiliki
pengalaman rohani juga
mengajukan pertanyaan
masalah keimanan
4.Ingin memberikan jawaban
atas pertanyaan tentang
hubungan iman dengan
segala aspek kehidupan
termasuk pengetahuan.
5.Memiliki kerinduan untuk
menjadi pengikut (murid)
Kristus yang setia dan tidak
mengalami krisis identitas
Kristiani.

Identitas diri

Memilih untuk menekuni
minat tertentu karena
memiliki ketertarikan
terhadap hal itu, dan karena
mengagumi pelatih/guru/
intsruktur (terjadi proses
identifikasi)

1.Bicarakan tentang
besarnya kasih karunia
Allah bagi diri anak didik.
2.Motivasi anak didik
untuk menaruh minat
kepada hal-hal rohani.
3.Ajari anak didik
menyatakan pengalaman
rohaninya secara baik dan
benar, juga memberikan
jawaban atas pertanyaanpertanyaan terhadap
imannya.
4.Tuntun anak didik
melihat relevansi imannya
di dalam Kristus dengan
studi dan kehidupan
kesehariannya.
5. Dorong anak didik
menjadikan dirinya sebagai
pengikut Kristus yang setia
dan menghindari
solidaritas yang negatif,
dan menjadi teladan iman
baik di rumah, di sekolah
dan di kalangan
sesamanya.
Memberi kesempatan
untuk menyatakan dan
menekuni minatnya
sampai menunjukkan hasil
yang membanggakan.

-43-

Tabel tersebut diatas dapat membantu guru dalam proses belajar-mengajar,
terutama dalam pemilihan materi, metodologi maupun media pembelajaran.
Sebagaimana telah dipaparkan bahwa tiap anak/remaja memiliki keunikan.
Disamping itu, pola asuh mereka di rumah turut mempengaruhi
perilakunya.
Oleh karena itu Guru diharapkan untuk kreatif dalam
mengelola pembelajaran.

G. Ruang Lingkup PAK di SMP
Sejarah perkembangan PAK diwarnai oleh dua pemetaan pemikiran yang
mana masing-masing pemikiran memiliki pembenarannya dalam sejarah.
Pertama, pemikiran bahwa ruang lingkup pembahasan PAK seharusnya
mengacu pada kronologi Alkitab, dan kedua pembahasan PAK seharusnya
mengacu pada tema-tema tertentu menyangkut problematika kehidupan.
Dua pemikiran ini dikenal dengan sebutan “Bible oriented” dan “issue
oriented”. Jika ditelusuri sejak zaman PL, PB sampai dengan sebelum
Reformasi, pengajaran iman Kristen umumnya mengacu pada kronologi
Alkitab namun sejak Reformasi berbagai tema kehidupan telah menjadi
lingkup pembahasan PAK. Artinya terjadilah perluasan wawasan dari “Bible
oriented” ke “issue oriented” agar bersifat integratif. Hal ini berkaitan
dengan pemahaman bahwa iman harus mewujud didalam tindakan, atau
praksis kehidupan. Menurut Groome praksis bukan sekedar tindakan atau
aksi, melainkan praktik kehidupan yang melibatkan ranah kognitif, afektif
maupun psikomotorik secara menyeluruh (Groome, 2010). Berkaitan
dengan dua pemikiran tersebut, ruang lingkup pembahasan PAK di SMP
dipetakan dalam dua ruang lingkup, yaitu Allah Tritunggal dan karyakarya-Nya serta nilai-nilai kristiani. Dua ruang lingkup ini mengakomodir
ruang lingkup pembahasan PAK yang bersifat pendekatan yang berpusat
pada Alkitab dan tema-tema penting dalam kehidupan. Melalui pembahasan
inilah diharapkan peserta didik dapat mengalami “perjumpaan dengan
Allah”. Hasil dari perjumpaan itu adalah terjadinya transformasi kehidupan.
Pemetaan ruang lingkup PAK yang mengacu pada tema-tema kehidupan ini
tidak mudah untuk dilakukan karena amat sulit merubah pola pikir
kebanyakan teolog, pakar PAK maupun guru-guru PAK. Umumnya mereka
masih merasa asing dengan berbagai pembahasan materi yang mengacu
pada tema-tema kehidupan,misalnya demokrasi, hak asasi manusia,
keadilan, jender, ekologi. Seolah-olah pembahasan mengenai tema-tema
tersebut bukanlah menjadi ciri khas PAK. Padahal, teologi yang menjadi
dasar bagi bangunan PAK baru berfungsi ketika bertemu dengan realitas
kehidupan. Jadi, pemetaan lingkup pembahasan PAK tidak dapat
mengabaikan salah satu dari dua pemetaan tersebut diatas baik “issue
oriented” maupun “Bible oriented”.
Mengacu pada hasil Lokakarya tentang Strategi PAK di Indonesia yang
diadakan oleh Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) bersama dengan
Departeman Agama RI isi PAK di sekolah membahas nilai-nilai iman tanpa
mengabaikan tradisi, dogma atau ajaran. Namun, pembahasan mengenai
tradisi dan ajaran (dogma) secara lebih spesifik diserahkan pada gereja
(menjadi bagian dari pembahasan PAK di Gereja). Keputusan tersebut
muncul berdasarkan pertimbangan:
 Gereja Kristen di Indonesia terdiri dari berbagai denominasi dengan
berbagai tradisi dan ajaran, karena itu menyangkut ajaran (dogma) yang
lebih spesifik tidak diajarkan di sekolah.
-44-



Menghindari tumpang tindih (overlapping) materi PAK di sekolah dan di
gereja.

Adapun ruang lingkup kompetensi dan materi PAK di di SMP kelas VII-IX
adalah sebagai berikut:
Tingkat
Tingkat
Kompetensi
Ruang Lingkup Materi
Kompetensi Kelas
4
VII-VIII - Menjelaskan Allah
Allah Tritunggal dan karyasebagai penyelamat Nya
- Allah terus berkarya
- Mempraktikkan
kehidupan beriman - Allah mengampuni dan
menyelamatkan manusia
dan
melalui Yesus Kristus
berpengharapan
dalam kaitannya
- Peran Roh Kudus dalam
dengan Allah
hidup orang beriman
Tritunggal
- Mendemonstrasika Nilai-Nilai Kristiani
n perilaku yang
- Solidaritas sosial
menunjukkan nilai- - Hidup bersyukur
nilai kristiani
- Iman dan pengharapan
4a
IX
Allah Tritunggal dan karya- Menjelaskan karya
Nya
Allah Tritunggal
- Gereja dan masyarakat
melalui gereja.
- Mempraktikkan
- Gereja yang bertumbuh
peran sebagai
- Gereja membawa
anggota gereja dan
perubahan baru
masyarakat sesuai
dengan nilai-nilai
Nilai-Nilai Kristiani
kristiani
- Membangun toleransi
mengacu pada teladan
Yesus
- Gereja yang melayani
- Tanggung jawab sosial
umat Kristen
Dalam tabel tersebut diatas, kelas VII dan VIII ada dalam satu tabel karena
kelas dan satuan pendidikan yang dipetakan dalam bentuk tingkatan. Hal
ini dijelaskan dalam Bab III poin E.

-45-

BAB III
KURIKULUM 2013
A. Karakteristik Kurikulum 2013
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
menyebutkan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu. Berdasarkan pengertian tersebut, ada
dua dimensi kurikulum, yang pertama adalah rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran, sedangkan yang kedua adalah
cara yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran. Pengembangan
kurikulum perlu dilakukan karena adanya berbagai tantangan yang
dihadapi baik tantangan internal maupun tantangan eksternal. Disamping
itu, di dalam menghadapi tuntutan perkembangan zaman, dirasa perlu
adanya penyempurnaan pola pikir dan penguatan tata kelola kurikulum
serta pendalaman dan perluasan materi. Dalam hal pembelajaran dan
penilaian yang tidak kalah pentingnya adalah perlunya penguatan proses
pembelajaran dan penyesuaian beban belajar agar dapat menjamin
kesesuaian antara apa yang diinginkan dan apa yang diharapkan.
Kurikulum 2013 yang diberlakukan mulai tahun ajaran 2013/2014
memenuhi kedua dimensi tersebut.
Kurikulum 2013 dirancang dengan karakteristik sebagai berikut:
1. Membangun keseimbangan antara pengembangan sikap spiritual dan
sosial, rasa ingin tahu, kreativitas, kerja sama dengan kemampuan
intelektual dan psikomotorik;
2. Sekolah merupakan bagian dari masyarakat yang memberikan
pengalaman belajar terencana dimana peserta didik menerapkan apa
yang dipelajari di sekolah ke masyarakat dan memanfaatkan masyarakat
sebagai salah satu sumber belajar;
3. Mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan serta
menerapkannya dalam berbagai situasi di sekolah dan masyarakat;
4. Memberi waktu yang cukup leluasa untuk mengembangkan berbagai
sikap, pengetahuan, dan keterampilan;
5. Kompetensi dinyatakan dalam bentuk Kompetensi Intikelas yang dirinci
lebih lanjut dalam Kompetensi Dasar mata pelajaran;
6. Kompetensi Inti kelas menjadi unsur pengorganisasi (organizing
elements) Kompetensi Dasar, dimana semua Kompetensi Dasar dan
proses pembelajaran dikembangkan untuk mencapai kompetensi yang
dinyatakan dalam Kompetensi Inti;
7. Kompetensi Dasar dikembangkan didasarkan pada prinsip akumulatif,
saling memperkuat (reinforced) dan memperkaya (enriched) antar mata
pelajaran dan jenjang pendidikan (organisasi horizontal dan vertikal).
Selain itu Kurikulum 2013 dikembangkan dengan penyempurnaan pola
pikir dengan ciri sebagai berikut:
1.

2.

Tiap mata pelajaran mendukung semua kompetensi (sikap,
keterampilan, dan pengetahuan) yang terkait satu dengan yang lain
serta memiliki Kompetensi Dasar yang diikat oleh Kompetensi Inti tiap
kelas;
Pola pembelajaran yang berpusat pada guru menjadi pembelajaran
berpusat pada peserta didik. Peserta didik harus memiliki pilihan-

-46-

3.

4.

5.

6.
7.

8.

9.

pilihan terhadap materi yang dipelajari untuk memiliki kompetensi yang
sama;
Pola pembelajaran satu arah (interaksi guru-peserta didik) menjadi
pembelajaran interaktif (interaktif guru-peserta didik-masyarakatlingkungan alam, sumber/media lainnya);
Pola pembelajaran pasif menjadi pembelajaran aktif-mencari
(pembelajaran siswa aktif mencari semakin diperkuat dengan model
pembelajaran pendekatan saintific). Pendekatan pembelajaran adalah
Student centered yaitu proses pembelajaran berpusat pada peserta
didik, guru berperan sebagai fasilitator atau pendamping dan
pembimbing peserta didik dalam proses pembelajaran. Active and
cooperative learning artinya bahwa dalam proses pembelajaran peserta
didik harus aktif untuk bertanya, mendalami, dan mencari
pengetahuan untuk membangun pengetahuan mereka sendiri melalui
pengalaman dan eksperimen pribadi dan kelompok, metode observasi,
diskusi, presentasi, melakukan proyek sosial dan sejenisnya. Contextual
maksudnya pembelajaran harus mengaitkan dengan konteks sosial di
mana peserta didik hidup, yaitu lingkungan kelas, sekolah, keluarga,
dan masyarakat. Melalui pendekatan ini diharapkan dapat menunjang
capaian kompetensi peserta didik secara optimal;
Konsep dasar pembelajaran mengedepankan pengalaman individu
melalui
observasi
(meliputi
menyimak,
melihat,
membaca,
mendengarkan),
bertanya,
asosiasi,
menyimpulkan,
mengkomunikasikan, menalar, dan berani bereksperimen yang tujuan
utamanya adalah untuk meningkatkan kreativitas peserta didik.
Pendekatan ini lebih dikenal dengan sebutan pembelajaran berbasis
pengamatan
(observation-based
learning).
Selain
itu
proses
pembelajaran juga diarahkan untuk membiasakan peserta didik
beraktivitas secara kolaboratif dan berjejaring untuk mencapai suatu
kemampuan yang harus dikuasai oleh peserta didik pada aspek
pengetahuan (kognitif) yang meliputi daya kritis dan kreatif,
kemampuan analisis dan evaluasi. Aspek sikap (afektif) yaitu mencakup
religiusitas, mempertimbangkan nilai-nilai moralitas dalam melihat
sebuah masalah, mengerti dan toleran terhadap perbedaan pendapat.
Aspek keterampilan (psikomotorik) meliputi terampil berkomunikasi,
ahli dan terampil dalam bidang kerja;
Pola pembelajaran alat tunggal menjadi pembelajaran berbasis alat
multimedia;
Pola pembelajaran berbasis klasikal tanpa mengabaikan kebutuhan
pelanggan (users) dengan memperkuat pengembangan potensi khusus
yang dimiliki setiap peserta didik;
Pola pembelajaran ilmu pengetahuan tunggal (monodiscipline) menjadi
pembelajaran ilmu pengetahuan jamak (multidisciplines), dengan
demikian memfasilitasi pembelajaran terintegrasi;
Penilaian untuk mengukur kemampuan pengetahuan, sikap, dan
keterampilan hidup peserta didik yang diarahkan untuk menunjang
dan memperkuat pencapaian kompetensi yang dibutuhkan oleh peserta
didik di abad ke-21. Dengan demikian, penilaian yang dilakukan
sebagai bagian dari proses pembelajaran adalah penunjang
pembelajaran itu sendiri. Dengan proses pembelajaran yang berpusat
pada peserta didik, sudah seharusnya penilaian juga dapat
dipersiapkan sedemikian rupa hingga menarik, menyenangkan, dan
tidak menegangkan;

-47-

10. Membangun rasa percaya diri dan keberanian peserta didik dalam
berpendapat, serta membangun pola pikir kritis,kreatif dan
komprehensif.
B. Perubahan Kurikulum PAK
PERUBAHAN PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN
NO
1.
2.

3.

4.

5.

6.

KURIKULUM 2006
Silabus disusun oleh
sekolah.
Pengembangan KD
berdasarkan esensi
mata pelajaran.

KURIKULUM 2013
Silabus disusun oleh pemerintah pusat.

Asesmen atau
penilaian meliputi
penilaian proses dan
hasil namun dalam
implementasinya
penilaian lebih banyak
pada hasil.
Buku pelajaran lebih
dominan bersifat
informasi.
Ruang lingkup materi
yang tertulis lebih
cenderung bersifat
pengetahuan saja.
Guru lebih cenderung
pemberi informasi.

Asesmen atau penilaian meliputi penilaian
proses dan hasil, namun penekanannya pada
penilaian otentik sepanjang proses
pembelajaran yang menggambarkan dunia
nyata bukan dunia sekolah.

Pengembangan KD berdasarkan Kompetensi Inti
(KI) yang meliputi aspek pengetahuan,
keterampilan sebagai dampak dari
pengetahuan, sikap spiritual dan sikap sosial
sebagai dampak pengiring dari aspek
pengetahuan tersebut.

Buku pelajaran bersifat informasi dan kegiatan
belajar.
Ruang lingkup materi yang tertulis secara
berimbang memuat pengetahuan, keterampilan
dan sikap.
Guru berperan sebagai fasilitator.

C. Kompetensi Inti
Kompetensi
pada kelas
Kompetensi
Kompetensi
a.
b.
c.
d.

Inti dirancang seiring dengan meningkatnya usia peserta didik
tertentu. Melalui Kompetensi Inti, integrasi vertikal berbagai
Dasar pada kelas yang berbeda dapat dijaga. Rumusan
Intimenggunakan notasi sebagai berikut:

Kompetensi
Kompetensi
Kompetensi
Kompetensi

Inti-1
Inti-2
Inti-3
Inti-4

(KI-1)
(KI-2)
(KI-3)
(KI-4)

untuk
untuk
untuk
untuk

Kompetensi
Kompetensi
Kompetensi
Kompetensi

Inti
Inti
Inti
Inti

sikap spiritual;
sikap sosial;
pengetahuan; dan
keterampilan.

D. Kompetensi Dasar
Rumusan Kompetensi Dasar PAK disusun sedemikian rupa sehingga
memotivasi peserta didik untuk:
 Mengembangkan diri sebagai pribadi Kristiani yang tangguh, yang
mampu memahami siapa dirinya di hadapan Allah Tritunggal, mengenali
potensi diri serta mampu mengembangkan citra diri secara positif.

-48-

 Mampu mengekspresikan kasih yang tulus kepada Tuhan Allah,
Pencipta, Penebus dan Pembaharu dengan berbagai cara dan
kesempatan.
 Peduli dan peka merespon kebutuhan sesama dan lingkungan
berdasarkan iman yang diyakininya.
 Tidak bersikap fanatik sempit, sebaliknya dengan kasih dan kebenaran
membangun solidaritas dan toleransi dalam pergaulan sehari-hari tanpa
kehilangan identitas diri sebagai murid Kristus.
 Memiliki kesadaran dan proaktif dalam turut serta mewujudkan
demokrasi dan HAM di Indonesia.
 Memiliki kesadaran untuk turut serta memelihara serta menjaga
kelestarian alam ciptaan Allah sebagai ketaatan kepada-Nya.
 Memiliki kesadaran akan keadilan dan kesetaraan jender serta
mewujudkannya dengan sikap jujur dan hormat dalam kehidupan.
 Memiliki kesadaran dalam mengembangkan kreativitas dalam berpikir,
menilai, bersikap dan bertindak.
 Tidak kehilangan ciri khas sebagai anak-anak dan remaja Kristen
Indonesia ketika diperhadapkan dengan berbagai tawaran nilai-nilai
kehidupan yang bertentangan dengan iman Kristiani.
E. Kaitan antara
Pembelajaran

Kompetensi

Inti

(KI),

Kompetensi

Dasar

(KD),

dan

Kompetensi Inti merupakan kompetensi yang mengikat seluruh mata
pelajaran dalam satu kesatuan kelas. Kompetensi Dasar dirumuskan untuk
mencapai Kompetensi Inti. Rumusan Kompetensi Dasar dikembangkan
dengan memperhatikan karakteristik peserta didik, kemampuan awal, serta
ciri dari suatu matapelajaran. Kompetensi Dasar dibagi menjadi empat
kelompok sesuai dengan pengelompokkan Kompetensi Inti pada setiap
tingkat.
Penyusunan Kompetensi Dasar (KD) untuk semua mata pelajaran harus
mengacu pada Kompetensi Inti dengan mempertimbangkan ciri khas tiap
mata pelajaran. Kata kerja yang ada dalam Kompetensi Inti sedapat
mungkin tercakup dalam rumusan Kompetensi Dasar (KD) tiap mata
pelajaran termasuk mata pelajaran PAK. Selanjutnya, penyusunan materi
pembelajaran mengacu pada KD. Pada kurikulum 2013 fungsi indikator
sebagai wahana untuk mengukur tercapainya kompetensi dicantumkan
dalam RPP. Rumusan KD disusun dengan mempertimbangkan usia dan
kemampuan peserta didik serta perkembangannya secara keseluruhan dan
KD yang bermuara pada materi pembelajaran. Di bidang PAK hal itu
menolong memperkuat peran PAK sebagai pencerah kehidupan karena
agama berkaitan dengan hampir semua bidang kehidupan. Dengan
demikian, ketika belajar ilmu-ilmu lainnya, peserta didik Kristen diperkuat
oleh nilai-nilai imannya sehingga dalam mengembangkan kemampuan
berpikir dan kecakapan hidup, peserta didik mampu melakukannya sebagai
orang beriman.

-49-

BAB IV
DESAIN DAN MODEL PEMBELAJARAN PAK
A. Desain Pembelajaran PAK
Ada persepsi yang perlu diluruskan dalam pemahaman sebagian orang
seolah-olah pembelajaran pendidikan agama cenderung menghafal sejumlah
doktrin atau ajaran (dogma) yang bersifat kognitif dimana implementasinya
mewujud didalam kesetiaan beribadah secara formal. Pelajaran pendidikan
agama seperti itu hanya akan menghasilkan manusia yang pandai
menghafal ajaran agama namun tidak pandai mewujudkan ajaran
agamanya dalam kehidupan sehari-hari. Akibatnya, pelajaran pendidikan
agama malahan menyebabkan peserta didik terasing dari kehidupan. Oleh
karena itu, dalam kurikulum Pendidikan Agama Kristen 2013, rumusan
Kompetensi Dasar diupayakan menghantar peserta didik untuk memahami
nilai-nilai agama yang bersentuhan dengan realitas kehidupan nyata.
Berbagai isu kontemporer yang dihadapi oleh masyarakat masa kini,
maupun oleh anak-anak dan remaja dibahas dari sisi ajaran Alkitab. Nilainilai agama yang lahir dari ajaran iman Kristen berperan sebagai cahaya
yang menerangi setiap sudut kehidupan.
Berdasarkan kerangka pikir tersebut, maka pembelajaran PAK di sekolah
diharapkan
mampu
menghasilkan
sebuah
proses
transformasi
pengetahuan, nilai dan sikap. Hal itu memperkuat nilai-nilai kehidupan
yang dianut oleh peserta didik terutama dengan dipandu oleh ajaran iman
Kristen, sehingga peserta didik mampu menunjukkan kesetiaannya kepada
Allah, menjunjung tinggi nasionalisme dengan taat kepada Pancasila dan
UUD 1945.
Oleh sebab itu pembahasan isi kurikulum perlu selalu dimulai dari lingkup
yang paling kecil, yaitu diri peserta didik sebagai ciptaan Allah. Kemudian
akan dibahas keluarga, teman, lingkungan di sekitar peserta didik,
masyarakat di lingkungan sekitarnya dan bangsa Indonesia serta dunia
secara keseluruhan dengan berbagai dinamika persoalan. Proses belajarmengajar lebih menekankan pendekatan induktif yang secara konsisten
dipakai sejak jenjang SD, SMP, sampai SMA/SMK.

Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa ruang lingkup PAK adalah:
Keluarga, gereja, dan sekolah. Dalam praktiknya PAK lebih banyak
dibebankan kepada sekolah. Karena itu, mengacu pada ruang lingkup PAK,
seharusnya pelaksanaan PAK di sekolah juga melibatkan gereja dan
terutama keluarga. Ada kecenderungan keluarga untuk menyerahkan
pendidikan agama bagi anak-anaknya kepada sekolah dan lembaga agama
(gereja). Sudah saatnya keluarga mengambil peran aktif dalam pendidikan
agama bagi anak-anaknya. Mengacu kepada pendapat Pater J.I.G.M. Drost,
SJ. (dalam Sekolah Mendidik atau Mengajar? ,1998) sekolah berperan
-50-

membantu orangtua dalam mendidik anak-anak. Pendidik pertama dan
utama adalah orangtua sejak seorang anak berada dalam kandungan
ibunya sampai dengan usia dewasa. Namun mengubah persepsi masyarakat
tentang peran orangtua dalam pendidikan, khususnya pendidikan agama
tidaklah mudah. Oleh karena itu, penting bagi penentu kebijakan untuk
mengatur instrumen pelaksanaan PAK yang melibatkan keluarga dalam
proses belajar-mengajar PAK. Strategi ini telah dilakukan oleh beberapa
lembaga pendidikan di Jakarta, tetapi belum ada observasi dan evaluasi
terhadap pelaksanaan strategi ini sehingga belum diketahui tingkat
keberhasilannya.
Selanjutnya, ada dua pendekatan pembelajaran yaitu pendekatan yang
berpusat pada guru dan pendekatan pembelajaran yang berpusat pada
peserta didik. Pendekatan yang berpusat pada guru (teacher centered)
dimana guru cenderung mendominasi proses pembelajaran sedangkan
peserta didik lebih pasif. Pendekatan yang berpusat pada peserta didik
(student centered) cenderung memberi ruang yang seluas-luasnya pada
peserta didik untuk mengembangkan kemerdekaan berpikir dan
kreativitasnya. Dalam Kurikulum 2013 pendekatan yang dianjurkan adalah
pendekatan yang berpusat pada peserta didik. Namun, itu tidak berarti
guru pasif dan membiarkan proses pembelajaran berlangsung tanpa arahan
dan dampingan. Dalam banyak kasus terjadi kesalahpahaman terhadap
pendekatan yang berpusat pada peserta didik karena guru meninggalkan
kelas atau membiarkan peserta didik belajar sendiri tanpa arahan dan
bimbingan. Pendekatan yang berpusat pada peserta didik justru menuntut
guru untuk bekerja keras serta mampu memaksimalkan seluruh potensi
peserta didik.
Kedua pendekatan pembelajaran tersebut adalah pendekatan yang dapat
dipelajari oleh guru PAK, khususnya pembelajaran yang berpusat pada
peserta didik sudah saatnya diterapkan dalam proses belajar-mengajar di
sekolah. Sebagaimana kita ketahui bahwa kekhasan PAK membuat PAK
berbeda dengan mata pelajaran lain, yaitu PAK menjadi sarana atau media
dalam membantu peserta didik berjumpa dengan Allah. Pertemuan itu
bersifat personal, sekaligus tampak dalam sikap hidup sehari-hari
yangdapat disaksikan serta dapat dirasakan oleh orang lain, baik guru,
teman, keluarga maupun masyarakat. Dengan demikian, pendekatan
pembelajaran PAK bersifat student centered, yang memanusiakan manusia,
demokratis, menghargai peserta didik sebagai subyek dalam pembelajaran,
menghargai keanekaragaman peserta didik, memberi tempat bagi peranan
Roh Kudus. Dalam proses seperti ini, maka kebutuhan peserta didik
merupakan kebutuhan utama yang harus terakomodir dalam proses
pembelajaran (Sidjabat, 2009).
Proses pembelajaran PAK adalah proses pembelajaran yang mengupayakan
peserta didik mengalami pembelajaran melalui aktivitas-aktivitas kreatif
yang difasilitasi oleh guru. Penjabaran Kompetensi Dasar dalam
pembelajaran PAK dirancang sedemikian rupa sehingga proses dan hasil
pembelajaran PAK memiliki bentuk-bentuk karya, unjuk kerja dan
perilaku/sikap yang merupakan bentuk-bentuk kegiatan belajar yang dapat
diukur melalui penilaian (assessment) sesuai kriteria pencapaian.
B. Model Pembelajaran PAK
Dalam pembelajaran PAK tidak semua model pembelajaran cocok untuk
diterapkan. Hal ini berkaitan dengan tujuan akhir yang ingin dicapai, juga
perlu dipertimbangkan usia dan jenjang pendidikan. Berbagai model
pembelajaran yang dipersiapkan hendaknya tidak hanya mengembangkan
-51-

kemampuan kognitif saja ataupun menghafal aturanmaupun ajaran agama,
melainkan tercapainya transformasi atau perubahan hidup. Untuk itu
model paradigma pedagogi reflektif juga dapat dipakai dalam pembelajaran
PAK. Pendekatan ini meliputi tiga unsur utama sebagai satu kesatuan
dalam pembelajaran yaitu pengalaman, refleksi dan aksi.
1. Menggali pengalaman faktual maupun aktual yang diangkat dari
pengalaman pribadi, kisah, cerita nyata maupun berbagai kisah Alkitab.
2. Melalui refleksi dan permenungan, peserta didik dipandu untuk mencari
dan menemukan makna terdalam dari iman dan kepercayaan yang coba
ditanamkan melalui pembelajaran PAK, kemudian membentuk
kesadaran baru sebagai hasil dari perenungan dan refleksi.
3. Sebagai hasil dari menggali pengalaman dan refleksi, peserta didik
melakukan tindakan yang sesuai dengan ajaran imannya. Berbagai
metode yang variatif, dinamis, kreatif, partisipatif dan menyenangkan
yang bersifat eksploratif dapat dikembangkan dalam pembelajaran PAK.
Dalam rangka mengoptimalkan pembelajaran, maka guru dapat
memanfaatkan berbagai sarana pembelajaran terutama media yang ada dan
tersedia di sekolah masing-masing. Peran media pembelajaran amat penting
dalam rangka mendukung tercapainya tujuan pembelajaran.
Pembelajaran dilakukan dalam suasana yang menyenangkan dan bersifat
dialogis partisipatif, artinya terjadi komunikasi timbal balik antara guru
dengan peserta didik. Terjadi diskusi dua arah yang saling mengisi. Peran
guru tidak lagi sebagai satu-satunya sumber ilmu karena peserta didik
dapat belajar dari berbagai pembelajaran yang ada dan tersedia.
Pendekatan pembelajaran hendaknya disesuaikan dengan tingkat
perkembangan peserta didik, daya serap dan kemampuannya.
Beberapa alternatif model yang relevan dapat digunakan dengan
memperhatikan pendekatan pada pengajaran yang berpusat pada peserta
didik, misalnya:
1. Model inkuiri. Model ini menekankan pada pengembangan kognitif atau
cara berpikir peserta didik. Penekanan kepada peserta didik yang
mencari, menggali dan menjelajahi sendiri, akhirnya menemukan sendiri
jawabnya. Di sini peserta didik dilatih untuk menggunakan dan
mengembangkan kemampuan berpikir, dimana guru lebih berperan
sebagai fasilitator yang kreatif. Misalnya dengan menebak pemikiran
pendidik, memberikan dua teka-teki dan memberikan clue sampai
peserta didik menemukan jawabanya, juga bisa melalui teknik “kata
bergambar” yang bisa dianalisis. Hal ini penting karena banyak aspek
dan konsep-konsep kepercayaan dan ajaran Kristen yang perlu
dipikirkan, dipahami, dan dihayati melalui pengembangan ranah
berpikir. Model pembelajaran ini dapat diterapkan terutama ketika
membahas berbagai persoalan yang dihadapi pada masa kini
menyangkut keadilan, kesetaraan, demokrasi dan HAM.
2. Model perjumpaan dengan Tuhan Allah. Hal ini sangat penting bagi PAK,
terutama untuk pengembangan iman dan spiritualitas peserta didik.
Pada model ini, guru perlu berperan sebagai seorang seniman yang
mampu mendesain model pembelajaran dengan komprehensif. Model ini
perlu beberapa tahapan, yakni: (a) mendesain proses belajar-mengajar
yang menekankan aspek afektif, (b) menyiapkan bahan/materi yang
dibutuhkan, (c) membuat pedoman pengalaman, (d) memimpin refleksi
atas pengalaman, sehingga peserta didik bisa bertemu dengan Tuhan
Allah. Untuk itu guru perlu mendesain suasana atau lingkungan yang
diharapkan (gelap, terang, gembira); membuat pedoman pengalaman
-52-

3.

4.

5.

6.

dengan alur dan media yang sesuai misalnya gambar, alam, lagu, obyek
tertentu (lilin, salib, roti, buah anggur); memberi waktu yang memadai
kepada peserta didik untuk berefleksi, kontemplasi, meditasi atau
perenungan. Acara ini juga bisa dikembangkan misalnya dalam acara
refleksi, retreat, rekoleksi, meditasi, saat teduh.
Model pengembangan lingkungan. Di sini guru perlu mengajarkan
bagaimanapesertadidik dapat mendesain lingkungan agar tujuan yang
baik dapat diterapkan dan dicapai. Misalnya supaya mampu
menerapkan kasih, belajar dengan baik, membuat lingkungan kondusif
yang sehat, bersih dan kristiani. Model ini dapat diterapkan dan
dilakukan secara sendiri atau mandiri, namun tidak jarang sering harus
melibatkan dan menyadarkan orang lain di sekitarnya dalam
pengelolaannya.
Model aksi-refleksi dan aksi baru. Ini adalah usaha untuk menerapkan
iman dalam situasi konkret. Iman dapat dihayati apabila seseorang
betul-betul telah menerapkan dan melakukan apa yang diimani. Untuk
model ini perlu ditentukan masalahnya lebih dahulu, misalnya masalah
pribadi/personal, masalah bersama, atau masalah lingkungan hidup.
Selanjutnya secara berturut-turut perlu konsisten diikuti tahapan sbb:
(1) pengungkapan data atau fakta yang diketahui, (2) analisis data, bisa
dilakukan dengan perspektif personal, sosial, budaya, agama, ekonomi,
ideologi, dll., (3) mencari dan menemukan pengalaman kristiani yang
pernah dialamai berhubungan dengan masalah yang dibahas, misalnya
dari pengalaman umat Kristen selama ini, dari kisah Perjanjian Lama,
Perjanjian Baru, etika Kisten, sejarah gereja, dll. (4) merumuskan
masalah, atau rumusan keprihatinan, (5) rencana aksi baru, yaitu
rencana kegiatan nyata untuk memecahkan masalah berdasarkan
rumusan masalah atau keprihatinan iman. Di sini kadang-kadang
diperlukan kepemimpinan dan manajemen/pengelolaan. (6) pelaksanaan
aksi baru. Model aksi-refleksi-aksi baru tersebut sesungguhnya
merupakan model sebagaimana suatu siklus atau spiral, yang dapat
diulangi dalam tenggang waktu tertentu.
Mendongeng/bercerita dengan mempesona. Mendongeng sebenarnya
merupakan bagian dari budaya kita, namun sayang hal itu tidak lagi
dikembangkan oleh masyarakat, termasuk dalam komunitas kristiani.
Dongeng bisa dipakai dalam proses pembelajaran, khotbah, mengajar
berbagai usia, atau sebagai ilustrasi. Beberapa tahap untuk bercerita
atau mendongeng dengan menarik dapat memakai tahap-tahap: (1)
tentukan topik cerita/dongeng, (2) mencari maksud utama atau nilai
kristiani yang akan dikembangkan, misalnya kasih, kesabaran,
pengampunan, (3) mendesain cerita (pembukaan, isi, penutup), misalnya
dengan membuat dua hal atau tokoh yang saling bertentangan (4)
merencanakan pemecahan masalah atau klimaks cerita dengan dramatis
(5) menyimpulkan, (6) membuat evaluasi dengan memberikan
pertanyaan sederhana pada pendengar/peserta didik. (7) berterimakasih
pada pendengar untuk perhatiannya. Beberapa tips mendongeng perlu
diadopsi, misalnya: (a) perkenalkan cerita melalui nyanyian atau gambar,
(b) gunakan suara sesuai tokoh yang diungkapkan misalnya suara tokoh
laki-laki, perempuan, suara orang yang sedang sedih, marah, gembira,
(3) bukalah Alkitab bila memakai referensi Alkitab, (4) pakailah diri anda
sebagai media/alat peraga, (5) jangan layani interupsi sampai dongeng
selesai agar konsentrasi pendengar tidak terpecah, sesudah selesai
mendongeng baru layani pertanyaan.
Bermain peran (role-play). Role-play bertujuan untuk memecahkan
masalah aktual yang sedang dihadapi kelompok/komunitas dengan cara
-53-

mengidentifikasikan diri, memahami, berempati, mengambil sikap.
Masalah bisa diambil dari hal-hal yang dihadapi kelompok/komunitas,
misalnya kenakalan remaja, mencontek, hamil di luar nikah, sulit
memahami peristiwa penyaliban Tuhan Yesus, perkelahian, bullying di
sekolah, dll. Untuk itu tahapan-tahapan tertentu perlu dilakukan: (a)
pemilihan tokoh-tokoh yang akan melakukan pemeranan; (b)
mendeskripsikan sikap, perasaan, tindakan yang harus diperankan; (c)
pemanasan bermain peran (d) bermain peran yang sesungguhnya; (e)
analisis pemeranan, mengenali masalah, sikap, perasaan, emosi, para
tokoh; (f) bermain peran perlu diulang jika para tokoh tidak bermain
peran dengan baik dan sulit dilakukan analisis, sehingga identifikasi
perasaan, emosi, sikap, nilai-nilai yang dipegang tokoh tidak dapat
disimpulkan dengan baik; (g) membandingkan masalah sesungguhnya
yang sedang dihadapi dengan permainan peran yang dilakukan
(persamaan dan perbedaan); (h) memecahkan dan mendiskusikan
masalah aktual yang sedang dihadapi komunitas.
7. Model pengembangan kepribadian. Tujuannya agar peserta didik dapat
mengembangkan dirinya sebagai pribadi Kristen ciptaan Tuhan, dan
menjadi berkat bagi lingkungan. Pengembangan kepribadian dilakukan
dengan memakai obyek atau tokoh lain. Misalnya tokoh Musa, Debora,
Maria ibunda Yesus, Bunda Teresa dari Kolkata, dr. J. Leimena. Atau
obyek tertentu, misalnya buah semangka, pohon, lilin, lampu. Beberapa
tahap perlu dilakukan: (1) memilih tokoh atau obyek tertentu; (2)
menganalisis obyek atau tokoh tertentu sesuai keberadaannya; (3)
membandingkan perbedaan dan persamaan diri dengan obyek atau
tokoh tertentu tersebut; (4) melihat potensi diri dan talenta yang dimiliki
oleh pribadi sebagai anugerah Tuhan; (5) merencanakan pengembangkan
diri secara konkret agar menjadi pribadi Kristen yang handal dan
menjadi berkat bagi lingkungan.