PEMENUHAN HAK EKONOMI DALAM BIDANG HAK ATAS KESELAMATAN DAN KESEHATAN TENAGA KERJA.

PEMENUHAN HAK EKONOMI DALAM BIDANG
HAK ATAS KESELAMATAN DAN KESEHATAN TENAGA KERJA
( FULFILLMENT OF THE ECONOMIC RIGHTS
IN THE SAFETY AND HEALTH RIGHTS FOR WORKERS )
I Gede Pasek Eka Wisanjaya
Fakultas Hukum Universitas Udayana
Jl. Pulau Bali No.1 Denpasar, Telp. (0361) 222666, 234888
Hp: 08123964841, E-mail: paseksanjaya@yahoo.com
ABSTRAK
Pada tingkat internasional pemenuhan HAM (Hak Asasi Manusia) ekonomi dalam
bidang hak atas keselamatan dan kesehatan kerja terhadap para tenaga kerja telah diatur
dalam Perjanjian Internasional (Convention) yaitu pada International Covenant on
Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR) 1966, Pasal 7 huruf b Kovenan
Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya 1966 menyatakan bahwa: Negara
Pihak pada Kovenan ini mengakui hak setiap orang untuk menikmati kondisi kerja yang
adil dan menguntungkan, dan khususnya menjamin: (b) Kondisi kerja yang aman dan
sehat. Demikian pula pada ranah hukum nasional di Indonesia, secara khusus pemenuhan
HAM (Hak Asasi Manusia) ekonomi dalam bidang hak atas keselamatan dan kesehatan
kerja terhadap para tenaga kerja telah diatur pada peraturan perundang-undangan yaitu
dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja, UndangUndang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

Kata kunci: pemenuhan, hak, ekonomi.
ABSTRACT
At the international level, fulfillment of the human rights in the field of economic
rights to safety and health of the workforce has been set in the International Treaty
(Convention) in The International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights
(ICESCR) 1966, Article 7 letter b of the International Covenant on Economic, Social and
Cultural Rights of 1966 states that: states Parties to the present Covenant recognize the
right of everyone to enjoy fair working conditions and benefits, and in particular ensure:
(b) working conditions are safe and healthy. Similarly in the realm of national law in
Indonesia, in particular the fulfillment of human rights in the field of economic rights to
safety and health of the labor force has been set in legislation, namely the Law No. 1
Year 1970 About Safety at Work, Law No. 3 of 1992 on Social Security of Employ, Law
Number 13 Year 2003 on Employment
Key words: fulfillment, rights, economics

PENDAHULUAN
Hak-hak asasi manusia (HAM) atau sebenarnya tepatnya harus disebut dengan
istilah 'hak-hak manusia' (human rights) adalah hak-hak yang (seharusnya) diakui secara
universal sebagai hak-hak yang melekat pada manusia karena hakekat dan kodrat
kelahiran manusia itu sebagai manusia. Dikatakan ‘universal’ karena hak-hak ini

dinyatakan sebagai bagian dari kemanusiaan setiap sosok manusia, tak peduli apapun
warna kulitnya, jenis kelaminnya, usianya, latar belakang kultural dan pula agama atau
kepercayaan spiritualitasnya. Sementara itu dikatakan ‘melekat’ atau ‘inheren’ karena
hak-hak itu dimiliki oleh siapapun sebagai manusia berkat kodrat kelahirannya sebagai
manusia dan bukan karena pemberian oleh suatu organisasi kekuasaan manapun. Karena
dikatakan ‘melekat’ itu pulalah maka pada dasarnya hak-hak ini tidak sesaatpun boleh
dirampas atau dicabut. Pengakuan atas adanya hak-hak manusia yang asasi memberikan
jaminan secara moral maupun demi hukum kepada setiap manusia untuk menikmati
kebebasan dari segala bentuk perhambaan, penindasan, perampasan, penganiayaan atau
perlakuan apapun lainnya yang menyebabkan manusia itu tak dapat hidup secara layak
sebagai manusia yang dimuliakan Allah (Soetandyo Wignjosoebroto, 2005,
www.elsam.or.id, diakses tahun 2011).
Ratifikasi kovenan tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (Ekosob) oleh
pemerintah pada tahun 2005, telah menandai babak baru wacana Hak Asasi Manusia
(HAM) di Indonesia. Meski boleh dibilang terlambat, namun ini merupakan suatu
kemajuan yang patut untuk di apresiasi. Dengan diratifikasinya kovenan tersebut, negara
ini memiliki kewajiban untuk menegakan hak-hak ekosob dalam kehidupan warganya.
Ditengah gejolak kehidupan global yang tidak menentu seperti sekarang, penegakan hakhak ekonomi, sosial dan budaya memang bukan perkara mudah. Ada berbagai tekanan
kepentingan serta banyak rintangan yang harus dihadapi. Tidak menutup kemungkinan
hal tersebut menjadi penyebab utama terabaikannya perlindungan dan penegakan hak-hak

ekonomi, sosial dan budaya. Bagi Indonesia sendiri, masalah ekonomi adalah rintangan
yang cukup berat dalam menjalankan perlindungan terhadap hak-hak ekonomi, sosial,
dan budaya (URL: www.lawyrs.net/files/publications/196-Naskah%20essay.doc, diakses
Kamis, 23 Februari 2012).
Pemerintah Republik Indonesia telah mengeluarkan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 11 Tahun 2005 Tentang Pengesahan International Covenant On
Economic, Social And Cultural Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak
Ekonomi, Sosial Dan Budaya). Dengan telah diratifikasinya Kovenan Internasional
Tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial Dan Budaya, maka negara (pemerintah) terikat untuk
melaksanakan substansi dari Kovenan tersebut. Diratifikasinya Kovenan Internasional
Tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial Dan Budaya oleh Negara Republik Indonesia artinya
bahwa negara telah tunduk dan terikat untuk melaksanakan atau mengimplementasikan
rejim Hukum Internasional khususnya tentang penghormatan, perlindungan, penegakan,
dan pemenuhan hak asasi manusia dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya ke dalam
hukum nasional. Kovenan Internasional merupakan salah satu bentuk dari Perjanjian
Internasional yang merupakan salah satu sumber dari Hukum Internasional, Mark W.
Janis mengatakan: ”Most rules of international law find their source in the explicit,
usually written, agreements of states. Such international agreements are commonly
called treaties...” (Mark W. Janis, 2003: 9).


2

Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (Resolusi Majelis
Umum 2200 A (XXI)) mulai berlaku tanggal 16 Desember 1966 / 3 Januari 1976 dengan
jumlah negara pihak 153 negara termasuk indonesia. Adapun dasar pertimbangan
diratifikasinya Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya sesuai
dengan bagian Menimbang dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun
2005 Tentang Pengesahan International Covenant On Economic, Social And Cultural
Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial Dan Budaya). Sebelum
dikeluarkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2005 Tentang
Pengesahan International Covenant On Economic, Social And Cultural Rights,
Pemerintah Republik Indonesia telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun
1999 Tentang Hak Asasi Manusia. Dikeluarkannya UU No. 39 Th. 1999 Tentang Hak
Asasi Manusia oleh Pemerintah RI sebagai bentuk perhatian dari pemerintah (negara)
terhadap penghormatan dan penegakan nilai-nilai universal hak asasi manusia di
Indonesia, sebagaimana seperti tersebut dalam bagian Menimbang dari UU No. 39 Th.
1999.
Hak Ekonomi khususnya dalam bidang pemenuhan hak atas keselamatan dan
kesehatan kerja terhadap para pekerja dalam level (tingkat) internasional diatur dalam
Pasal 7 huruf b Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, yang

menyatakan bahwa: Negara Pihak pada Kovenan ini mengakui hak setiap orang untuk
menikmati kondisi kerja yang adil dan menguntungkan, dan khususnya menjamin: (b)
Kondisi kerja yang aman dan sehat. Demikian pentingnya posisi tenaga kerja, karena
tenaga kerja adalah juga manusia yang memiliki hak asasi. Agar hak asasi tenaga kerja ini
dapat dihormati, dipenuhi dan dilindungi secara universal, maka masyarakat internasional
merumuskan prinsip-prinsip dan norma-norma perlindungan terhadap hak asasi tenaga
kerja ini dalam instrumen Hukum Internasional yaitu dalam bentuk perjanjian
internasional (convention atau covenant), yaitu International Covenant On Economic,
Social And Cultural Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial
Dan Budaya). Seperti telah diuraikan sebelumnya, bahwa untuk pemenuhan hak ekonomi
khususnya pemenuhan atas hak keselamatan dan kesehatan kerja telah diatur dalam Pasal
7 huruf b Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, yang
menyatakan: Negara Pihak pada Kovenan ini mengakui hak setiap orang untuk
menikmati kondisi kerja yang adil dan menguntungkan, dan khususnya menjamin: (b)
Kondisi kerja yang aman dan sehat. Untuk mengimplementasikan substansi Pasal 7
Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya tersebut, maka Pemerintah
Republik Indonesia telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 Tentang
Keselamatan Kerja, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial
Tenaga Kerja, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Berdasarkan uraian pendahuluan, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai

berikut: apakah substansi pengaturan tentang hak atas keselamatan dan kesehatan tenaga
kerja yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan nasional Indonesia yaitu dalam
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja, Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja dan Undang-Undang Nomor
13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan sudah sesuai atau sejalan dengan Pasal 7 huruf
b Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya tahun 1966
(International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR) 1966) yang
menyatakan: Negara Pihak pada Kovenan ini mengakui hak setiap orang untuk

3

menikmati kondisi kerja yang adil dan menguntungkan, dan khususnya menjamin: (b)
Kondisi kerja yang aman dan sehat.

PEMBAHASAN
Perbincangan tentang hak kodrati atau hak asasi manusia memang sudah sering
dikalangan filsuf dan ahli hukum, namun baru pada beberapa dekade belakangan gagasan
mengenai hak asasi manusia menjadi bagian dari kosakata masyarakat luas di sebagian
besar kawasan dunia (James W. Nickel, 1996: xi). Seperti dikatakan oleh Christian
Tomuschat: ”International protection of human rights is a chapter of legal history…”

(Christian Tomuschat, 2008: 8).
Penegakan HAM dan keadilan merupakan tiang utama dari tegaknya bangunan
peradaban bangsa, sehingga bagi negara yang tidak menegakkan HAM dan keadilan akan
menanggung konsekuensi logis yaitu teralienasi dari komunitas bangsa beradab dunia
Internasional. Lebih dari itu, biasanya harus menanggung sanksi politis atau ekonomis
sesuai dengan respon negara yang menilainya. Hal ini menunjukkan bahwa nilai
kemanusiaan bersifat universal, apalagi era globalisasi dewasa ini. Secara yuridis, Hukum
HAM Internasional menentukan adanya Jus Cogen yang dikualifikasikan sebagai
a peremtory norm of general international law. A norm accepted and recognized by the
international community of states as a whole as a norm from which no derogation is
permitted and which can be modified only by subsequent norm of general international
law having the same character (Thomas Bueergental & Harold G. Maieer, 1990: 108,
dalam Artidjo Alkostar, 2007, URL: http://pushamuii.org, diakses 18 Agustus 2008).
Sering dikemukakan bahwa pengertian konseptual hak asasi manusia dalam
sejarah instrumen Hukum Internasional telah mengalami perkembangan generasi.
Perkembangan generasi konsepsi hak asasi manusia itu adalah:
Generasi Pertama, pemikiran mengenai konsepsi hak asasi manusia yang sejak
lama berkembang dalam wacana para ilmuwan sejak era ‘enlightenment’ di Eropah,
meningkat menjadi dokumen-dokumen Hukum Internasional yang resmi. Puncak
perkembangan generasi pertama hak asasi manusia ini adalah pada persitiwa

penandatangan naskah Universal Declaration of Human Rights Perserikatan BangsaBangsa pada tahun 1948 setelah sebelumnya ide-ide perlindungan hak asasi manusia itu
tercantum dalam naskah-naskah bersejarah di beberapa negara, seperti di Inggris dengan
Magna Charta dan Bill of Rights, di Amerika Serikat dengan Decalaration of
Independence, dan di Perancis dengan Declaration of Rights of Man and of the Citizens.
Dalam konsepsi generasi pertama ini elemen dasar konsepsi hak asasi manusia itu
mencakup soal prinsip integritas manusia, kebutuhan dasar manusia, dan prinsip
kebebasan sipil dan politik.
Pada perkembangan selanjutnya yang dapat disebut sebagai hak asasi manusia
Generasi Kedua, konsepsi hak asasi manusia mencakup pula upaya menjamin
pemenuhan kebutuhan untuk mengejar kemajuan ekonomi, sosial dan kebudayaan,
termasuk hak atas pendidikan, hak untuk menentukan status politik, hak untuk menikmati
ragam penemuan-penemuan ilmiah, dan lain-lain sebagainya. Puncak perkembangan
kedua ini tercapai dengan ditandatanganinya ‘International Couvenant on Economic,
4

Social and Cultural Rights’ pada tahun 1966 (Jimly Asshiddiqie, URL:
http://www.theceli.com, diakses tahun 2006).
HAM yang dewasa ini telah diatur dalam Hukum HAM Internasional, pada
awalnya dikembangkan melalui prinsip tanggung jawab negara atas perlakuan terhadap
orang asing (state responsibility for the treatment of aliens). Dalam konteks penegakkan

HAM, negara juga merupakan pengemban subjek hukum utama. Negara diberikan
kewajiban melalui deklarasi dan kovenan-kovenan Internasional tentang HAM sebagai
entitas utama yang bertanggung jawab secara penuh untuk melindungi, menegakkan, dan
memajukan HAM. Tanggung jawab negara tersebut dapat terlihat dalam UDHR 1948,
International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) 1966, dan International
Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR) 1966. Dalam mukaddimah
UDHR 1948 menegaskan bahwa: As a common standard of achievement for all peoples
and all nations, to the end that every individual and every organ of society, keeping this
Declaration constantly in mind, shall strive by teaching and education to promote respect
for these rights and freedoms and by progressive measures, national and international, to
secure their universal and effective recognition and observance, both among the peoples
of Member States themselves and among the peoples of territories under their
jurisdiction (Sandhy Gandhi, 2010: 10). Sesuai dengan Mukaddimah UDHR 1948 diatas,
maka terlihat jelas bahwa penegakan HAM adalah tugas dari semua bangsa dan negara,
yang sama sekali bukan dimaksudkan untuk menciptakan kondisi yang sangat ideal bagi
seluruh bangsa, melainkan menjadi standar umum yang mungkin dicapai oleh seluruh
manusia dan seluruh negara di dunia (Adithiya Diar, 2012, URL: http:
//boyyendratamin.blogspot.com/2012/01/tanggung-jawab-negara-dalam-penegakan.html,
diakses Kamis 23 Februari 2012).
International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR) 1966

atau Internasional Kovenan Tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya tahun 1966
memberikan tanggung jawab negara tentang penegakan Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan
Budaya, dalam Mukadimah ICESCR 1966 menegaskan bahwa: the obligation of States
under the Charter of the United Nations to promote universal respect for, and observance
of, human rights and freedoms (Sandhy Gandhi, 2010: 56). Tanggung jawab negara
dalam ICESCR 1966 ini berbeda dengan tanggung jawab negara pada International
Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) 1966 atau Kovenan Internasional
tentang Hak-Hak Sipil dan Politik tahun 1966. Pada ICESCR 1966 justru menuntut peran
maksimal negara dalam penegakan HAM. Negara justru melanggar hak-hak yang dijamin
di dalamnya apabila negara tidak berperan secara aktif atau menunjukkan peran yang
minus. ICESCR karena itu sering juga disebut sebagai hak-hak positif (positive rights).
Tanggung jawab negara dalam konteks memenuhi kewajiban yang terbit dari ICESCR,
yaitu tidak harus segera dijalankan pemenuhannya, tetapi bisa dilakukan secara bertahap
(progressive realization). Berdasarkan pada Mukaddimah UDHR 1948, dan ICESCR
1966 diatas, maka dapatlah diketahui bahwa HAM adalah bagian dari tanggung jawab
negara pihak yang harus ditegakkan secara universal (Adithiya Diar, 2012, URL: http:
//boyyendratamin.blogspot.com/2012/01/tanggung-jawab-negara-dalam- penegakan.html,
diakses Kamis 23 Februari 2012).
Hak-hak ekonomi, sosial dan budaya adalah jenis hak asasi manusia yang terkait
dengan kesejahteraan material, sosial dan budaya. Pengaturan jenis-jenis Hak Ekosob


5

(ekonomi, sosial dan budaya) sesuai tercantum dalam International Covenant on
Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR) 1966, meliputi:
1. Hak atas pekerjaan
2. Hak mendapatkan program pelatihan
3. Hak mendapatkan kenyamanan dan kondisi kerja yang baik
4. Hak membentuk serikat buruh
5. Hak menikmati jaminan sosial, termask asuransi sosial
6. Hak menikmati perlindungan pada saat dan setelah melahirkan
7. Hak atas standar hidup yang layak termasuk pangan, sandang, dan perumahan
8. Hak terbebas dari kelaparan
9. Hak menikmati standar kesehatan fisik dan mental yang tinggi
10. Hak atas pendidikan, termasuk pendidikan dasar secara cuma-cuma
11. Hak untuk berperan serta dalam kehidupan budaya menikmati manfaat dari
kemajuan ilmu pengetahuan dan aplikasinya
Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (Ekosob) mempunyai kedudukan yang sangat penting
dalam Hukum Hak Asasi Manusia Internasional; ia menjadi acuan pencapaian bersama
dalam pemajuan ekonomi, sosial dan budaya (Ifdal Kasim dalam Majna El Muhtaj, 2008,
URL: http: // sasmini.staff.hukum.uns.ac.id/2011/03/02/tanggungjawab-negara-dalampemenuhan-hak-ekosob/, diakses Kamis 23 Februari 2012).
Paling tidak, ada tiga alasan mengapa hak ekonomi, sosial, dan budaya
mempunyai arti yang sangat penting:
1. Hak ekosob mencakup berbagai masalah paling utama yang dialami manusia
sehari-hari: makanan yang cukup, pelayanan kesehatan, dan perumahan yang
layak adalah diantara kebutuhan pokok (basic necessities) bagi seluruh umat
manusia.
2. Hak ekosob tidak bisa dipisahkan dengan hak asasi manusia yang lainnya:
interdependensi hak asasi manusia adalah realitas yang tidak bisa dihindari saat
ini. Misalnya saja, hak untuk memilih dan kebebasan mengeluarkan pendapat
akan tidak banyak artinya bagi mereka yang berpendidikan rendah karena
pendapatan mereka tidak cukup untuk membiayai sekolah.

6

3. Hak ekosob mengubah kebutuhan menjadi hak: seperti yang sudah diulas diatas,
atas dasar keadilan dan martabat manusia, hak ekonomi sosial budaya
memungkinkan masyarakat menjadikan kebutuhan pokok mereka sebagai sebuah
hak yang harus diklaim (rights to claim) dan bukannya sumbangan yang didapat
(charity to receive) (Agung Yudawiranata, dalam URL: http//: wacana% 20%Hak
% 20 Ekosob %20Pasca% 20Rezim%20Otoritarian, diakses Kamis 23 Februari
2012).
Kovenan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya membebankan sejumlah kewajiban bagi
Negara peratifikasi, yaitu:
1. Obligation of conduct yaitu kewajiban melaksanakan kemauan dalam konvensi
2.

Obligation of result yaitu kewajiban pencapaian hasil

3. Obligation transparent assessment of progress yaitu kewajiban pelaksanaan
kewajiban tersebut secara transparan di dalam pengambilan keputusan
Dalam tiga kewajiban tersebut mesti terpenuhi tiga kewajiban penting yaitu kewajiban
menghormati (duty to respect), kewajiban melindungi (duty to protect) dan kewajiban
memenuhi (duty to fulfill) (URL:http:// sasmini.staff.hukum.uns.ac.id/2011/03/02/
tanggungjawab-negara-dalam-pemenuhan-hak-ekosob/, diakses Kamis 23 Februari
2012).
Prinsip-prinsip Maastricht (Maastricht Principles) yang dirumuskan oleh ahli-ahli
Hukum Internasional tentang tanggung jawab negara berdasarkan International Covenant
on Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR) juga menolak pemisahan tanggung
jawab negara dalam apa yang disebut obligation of conduct disatu sisi dan obligation of
result disisi lain. Prinsip-prinsip Limburg (Limburg Principles) memberikan pedoman
umum tentang bagaimana persisnya kewajiban tersebut dilanggar oleh suatu negara
(violation of covenan obligations), yaitu:
1. Negara gagal mengambil langkah-langkah yang wajib dilakukannya
2. Negara gagal menghilangkan rintangan secara cepat dimana Negara tersebut
berkewajiban untuk menghilangkannya
3. Negara gagal melaksanakan tanpa menunda lagi suatu hak yang diwajibkan
pemenuhannya dengan segera
4. Negara dengan sengaja gagal memenuhi suatu standar pencapaian yang umum
diterima secara internasional
5. Negara menerapkan pembatasan terhadap suatu hak yang diakui dalam kovenan

7

6. Negara dengan sengaja menunda atau menghentikan pemenuhan secara bertahap
dari suatu hak
7. Negara gagal mengajukan laporan yang diwajibkan oleh kovenan
Dalam konteks Hukum Internasional, Limburg Principle tersebut merupakan
bentuk Hukum Internasional yang berbentuk soft law, yang non legally binding bagi
negara-negara untuk melaksanakannya. Namun demikian, instrumen hukum tersebut
tetap memberikan pedoman yang dapat dipakai oleh negara-negara dalam melaksanakan
kewajibannya terhadap Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya
(Suatu kumpulan prinsip-prinsip yang dirumuskan oleh ahli-ahli Hukum Internasional
untuk penerapan ICESCR, dalam URL: http:// sasmini.staff.hukum.uns.ac.id /2011/03/02/
tanggungjawab-negara-dalam-pemenuhan-hak-ekosob/, diakses Kamis 23 Februari
2012).
Dalam hukum nasional Indonesia, penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia
(HAM) sudah sangat jelas diatur dalam konstitusi Negara, yaitu Undang-Undang Dasar
1945. Didalam UUD 1945 yang telah diamandemen terdapat ketentuan yang tegas dan
jelas mengenai hak asasi manusia dibidang sipil, politik, ekonomi, sosial, budaya,
maupun pembangunan. Hak-hak tersebut dijelaskan dalam pembukaan dan tersebar
didalam beberapa pasal didalam UUD 1945 yaitu pada BAB XA tentang Hak Asasi
Manusia.
Pasal 7 Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya tahun 1966,
menetapkan kewajiban negara pihak untuk mengakui hak setiap orang untuk menikmati
kondisi kerja yang adil dan baik serta menentukan secara garis besar pokok-pokok yang
dapat menjamin kondisi kerja demikian (Syahrial M.W, 2005, URL:
www.elsam.or.idpdfkursusham Kovenan Ekosob.pdf, diakses Kamis, 23 Februari 2012).
Penghormatan dan perlindungan negara terhadap harkat dan martabat
kemanusiaan para tenaga kerja agar mendapatkan kondisi kerja yang adil dan baik sesuai
dengan amanat dari Pasal 7 Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan
Budaya tahun 1966 terlihat dalam bagian Menimbang dari Undang-Undang Nomor 3
Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja khususnya pada huruf b dan c yang
menyatakan:
b. bahwa dengan semakin meningkatnya peranan tenaga kerja dalam perkembangan
pembangunan nasional di seluruh tanah air dan semakin meningkatnya penggunaan
teknologi di berbagai sektor, kegiatan usaha dapat mengakibatkan semakin tinggi
resiko yang mengancam keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan tenaga kerja
sehingga perlu upaya peningkatan perlindungan tenaga kerja;
c. bahwa perlindungan tenaga kerja yang melakukan pekerjaan baik dalam hubungan
kerja maupun diluar hubungan kerja melalui program jaminan sosial tenaga kerja
selain memberikan ketenangan kerja juga mempunyai dampak positif terhadap usahausaha peningkatan disiplin dan produktivitas tenaga kerja;

8

Demikian pula pada huruf b, c dan d pada bagian Menimbang dari UndangUndang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang menyatakan:
b. bahwa dalam pelaksanaan pembangunan nasional, tenaga kerja mempunyai peranan
dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan;
c. bahwa sesuai dengan peranan dan kedudukan tenaga kerja, diperlukan pembangunan
ketenagakerjaan untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja dan peransertanya dalam
pembangunan serta peningkatan perlindungan tenaga kerja dan keluarganya sesuai
dengan harkat dan martabat kemanusiaan;
d. bahwa perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak-hak
dasar pekerja/buruh dan menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa
diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh dan
keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha;
Demikian pula seperti disebutkan dalam bagian Menimbang dari Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja, yaitu:
a. bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatannya dalam
melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta
produktivitas Nasional;
b. bahwa setiap orang lainnya yang berada di tempat kerja perlu terjamin pula
keselamatannya;
c. bahwa setiap sumber produksi perlu dipakai dan dipergunakan secara aman dan
effisien;
d. bahwa berhubung dengan itu perlu diadakan segala daya-upaya untuk membina
norma-norma perlindungan kerja;
e. bahwa pembinaan norma-norma itu perlu diwujudkan dalam Undang-undang yang
memuat ketentuan-ketentuan umum tentang keselamatan kerja yang sesuai dengan
perkembangan masyarakat, industrialisasi, teknik dan teknologi;
Para pekerja atau karyawan selain mendapatkan kondisi yang aman artinya
terjamin keselamatannya dalam melaksanakan pekerjaan di lokasi bekerja, para pekerja
atau karyawan juga harus mendapatkan kondisi kesehatan psikis dan pisik yang sehat
selama melaksanakan pekerjaan di lokasi bekerja agar dapat melaksanakan dan
meningkatkan produktivitas, hal ini tentu harus menjadi perhatian serius dari perusahan
tempat pekerja tersebut bekerja. Proteksi atau perlindungan pekerja merupakan suatu
keaharusan bagi perusahaan yang diwajibkan oleh pemerintah melalui peraturan
perudang-udangan. Dalam melaksanakan program proteksi, banyak perusahaan bekerja
sama dengan perusahan asuransi yang memberikan pertanggungan terhadap
kemungkinan timbulnya masalah kesehatan, finansial atau masalah lainnya yang
dihadapi atau dialami oleh pekerja dan kelurganya di kemudian hari (URL:
http://emperordeva.wordpress.com/about/makalah-keselamatan-kerja/, diakses Jumat
24 Februari 2012).
Mengenai keselamatan dan kesehatan kerja telah diatur dalam Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, yaitu pada Pasal 86 dan Pasal 87,
Pasal 86 menyatakan:

9

(1) Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas :
a. keselamatan dan kesehatan kerja;
b. moral dan kesusilaan; dan
c. perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai
agama.
(2) Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja
yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja.
(3) Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 87 menyatakan:
(1) Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan
kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan.
(2) Ketentuan mengenai penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Demikian pula mengenai perlindungan keselamatan dan kesehatan tenaga kerja
telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga
Kerja. Pada Pasal 1 Angka 1 UU No. 3 Th. 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja
menyatakan bahwa: Jaminan Sosial Tenaga Kerja adalah suatu perlindungan bagi tenaga
kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dan penghasilan
yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang
dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan
meninggal dunia.
Pada Pasal 3 Ayat 1 dan 2 dari UU No. 3 Th. 1992, menyatakan bahwa, Ayat 1:
Untuk memberikan perlindungan kepada tenaga kerja diselenggarakan program jaminan
sosial tenaga kerja yang pengelolaannya dapat dilaksanakan dengan mekanisme asuransi;
Ayat 2: Setiap tenaga kerja berhak atas jaminan sosial tenaga kerja.
Demikian pula Pasal 4 Ayat 1 UU No. 3 Th. 1992 menyatakan bahwa: Program
jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 wajib dilakukan oleh
setiap perusahaan bagi tenaga kerja yang melakukan pekerjaan di dalam hubungan kerja
sesuai dengan ketentuan Undang-undang ini.
Mengenai ruang lingkup program jaminan sosial tenaga kerja diatur dalam Pasal 6
Ayat 1 UU No. 3 Th. 1992 yang menyatakan bahwa: Ruang lingkup program jaminan
sosial tenaga kerja dalam Undang-undang ini meliputi :
a. Jaminan Kecelakaan Kerja;
b. Jaminan Kematian;
c. Jaminan Hari Tua;
d. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan.
Pasal 6 Ayat 2 UU No. 3 Th. 1992 yang menyatakan bahwa: Pengembangan
program jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
SIMPULAN
Beberapa hal penting yang dapat disimpulkan adalah:

10

1. HAM (Hak Asasi Manusia) di bidang ekonomi, khususnya hak atas keselamatan dan
kesehatan kerja terhadap para tenaga kerja telah diatur secara jelas dalam instrumen
Hukum Internasional yaitu dalam International Covenant on Economic, Social and
Cultural Rights (ICESCR) 1966 atau Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi,
Sosial dan Budaya tahun 1966 pada Pasal 7 huruf b yang menyatakan bahwa:
Negara Pihak pada Kovenan ini mengakui hak setiap orang untuk menikmati kondisi
kerja yang adil dan menguntungkan, dan khususnya menjamin: (b) Kondisi kerja
yang aman dan sehat. Negara peserta International Covenant on Economic, Social
and Cultural Rights (ICESCR) 1966 harus melaksanakan tiga kewajiban penting yang
diamanatkan oleh Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya
tahun 1966 yaitu kewajiban menghormati (duty to respect), kewajiban melindungi
(duty to protect) dan kewajiban memenuhi (duty to fulfill) terhadap Hak-Hak
Ekonomi, Sosial dan Budaya tersebut.
2. Dalam ranah hukum nasional Indonesia penghormatan terhadap HAM (Hak Asasi
Manusia) dibidang ekonomi secara umum telah diatur dalam Pasal 28C dan Pasal
28H Undang-Undang Dasar 1945 (setelah amandemen). Demikian pula secara lebih
khusus penghormatan, perlindungan dan pemenuhan terhadap HAM dibidang hak
ekonomi dalam bidang hak atas keselamatan dan kesehatan kerja terhadap para
tenaga kerja di Indonesia telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970
Tentang Keselamatan Kerja; Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan
Sosial Tenaga Kerja dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan, hal ini telah sesuai atau sejalan dengan Pasal 7 huruf b Kovenan
Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya tahun 1966 (International
Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR) 1966) yang
menyatakan: Negara Pihak pada Kovenan ini mengakui hak setiap orang untuk
menikmati kondisi kerja yang adil dan menguntungkan, dan khususnya menjamin: (b)
Kondisi kerja yang aman dan sehat.

DAFTAR PUSTAKA
Christian Tomuschat, 2008. Human Rights Between Idealism and Realism. New York:
Oxford University Press Inc.
James W. Nickel, 1996. Hak Asasi Manusia: Refleksi Filosofis Atas Deklarasi Universal
Hak Asasi Manusia, diterjemahkan oleh: Titis Eddy Arini. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Mark W. Janis, 2003. An Introduction to International Law. New York: Aspen Publishers.
Sandhy Gandhi, 2010. International Human Rights Documents. New York: Oxford
University Press Inc.

11

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR) 1966.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja.
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 Tentang Pengesahan International Covenant On
Economic, Social And Cultural Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak
Ekonomi, Sosial Dan Budaya).
Adithiya Diar, 2012, Tanggung Jawab Negara Dalam Penegakan Hak Asasi Manusia,
available from URL:http://boyyendratamin.blogspot.com/2012/01/tanggung-jawabnegara-dalam-penegakan.html, diakses Kamis 23 Februari 2012.
Agung Yudawiranata, Wacana Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya Pasca Rezim
Otoriatarian, http//:
wacana% 20%Hak% 20Ekosob% 20Pasca% 20Rezim%
20Otoritarian, dalam
URL: http:// sasmini.staff.hukum.uns.ac.id/
2011/03/02/tanggungjawab-negara-dalam-pemenuhan-hak-ekosob/, diakses Kamis
23 Februari 2012.
Ifdal Kasim dalam Majna El Muhtaj, 2008, Dimensi-Dimensi HAM, Mengurai Hak
Ekonomi, Sosial Dan Budaya, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta, hal., xxv dalam
URL:
http://sasmini.staff.hukum.uns.ac.id/2011/03/02/tanggungjawab-negaradalam-pemenuhan-hak-ekosob/, diakses Kamis 23 Februari 2012.
Jimly Asshiddiqie, Dimensi Konseptual Dan Prosedural Pemajuan Hak Asasi Manusia
Dewasa Ini, URL: http://www.theceli.com, diakses tahun 2006.
Soetandyo Wignjosoebroto, 2005, Hak Asasi Manusia Konsep Dasar Dan
Perkembangan Pengertiannya Dari Masa Ke Masa, Seri Bahan Bacaan Kursus
HAM Untuk Pengacara X Tahun 2005, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat
(ELSAM), URL: www.elsam.or.id / Email : elsam@nusa.or.id, diakses tahun 2010.
Suatu kumpulan prinsip-prinsip yang dirumuskan oleh ahli-ahli Hukum Internasional
untuk
penerapan
ICESCR,
dalam
URL:
http://
sasmini.staff.hukum.uns.ac.id/2011/03/02/tanggungjawab-negara-dalampemenuhan-hak-ekosob/, diakses Kamis 23 Februari 2012.
Syahrial M.W, 2005, Konvensi Ekonomi Sosial Dan Budaya, Seri Bahan Bacaan Kursus
HAM
untuk
Pengacara
X
Tahun
2005,
URL:

12

www.elsam.or.idpdfkursushamKovenanEkosob.pdf, diakses Kamis, 23 Februari
2012.
Thomas Bueergental & Harold G. Maieer, 1990, h. 108, dalam Artidjo Alkostar
2007, URL: http://pushamuii.org, diakses 18 Agustus 2008.
URL: www.lawyrs.net/files/publications/196-Naskah%20essay.doc, diakses Kamis, 23
Februari 2012.
URL:

http://emperordeva.wordpress.com/about/makalah-keselamatan-kerja/,
Jumat 24 Februari 2012.

diakses

URL: http:// sasmini.staff.hukum.uns.ac.id/2011/03/02/tanggungjawab-negara-dalampemenuhan-hak-ekosob/, diakses Kamis 23 Februari 2012.

13