"Penambah" Dalam Tembang Sunda Cianjuran.

Pikiran
o Selasa
4

5
20

.Mar

0
6

21
OApr

Rabu
7
22
OMel

Rakyat

0
8
23

0

o Sabtu 0 Mlnggu
9
10
11
12
13
14
15
16
24
25
26
27
28

29
30
31

Kamis

OJun

OJul

Jumat

0 Ags OSep

OOkt

ONov ODes

"Panambah" Dalam
-Tembang

--

M

Sunda Cianjuran

-~

ENURUT

I--

Apung

~

;j...,,o,._

melihat teks tersebut tidak
lebih dari puisi bebas yang

kaya dengan makna. Lirik
panambah yang ditulis oleh
Nyi Mas Saodah, Pupunden
Ati, memberikan gambaran
kepada kita tentang kasih
sayangseorangibuterhadap
anaknya, sekalipun nakal
adanya. Lirik tersebut
berbunyi demikian: Duh anak
ibul nu geulis pupunden atil
geus bila ulinl geus capetang
jeung ngopepangl teu weleh
deudeuhl najan bangor toloheorl tambah kanyaahl
sarengkak saparipolahl I
Dalam percakapannya dengan penulis beberapa waktu
lalu, Apung yang juga dikenal
sebagai tokoh tembang Sunda
Cianjuran kenamaan dari Kota Bandung mengatakan bahwa lirik yang ditulis oleh Nyi
Mas Saodah dalam bait pertama itu adalah lirik yang mampu menggambarkan sekaligus
membangkitkan ingatan kita

akan rasa kasih sayang yang
mendalam dari seorang ibu
terhadap anaknya. Lirik yang
ditulis dengan sintaksis teks
yang sederhana, kaya makna.
"Bila lirik tersebut ditembangkan oleh seorang penembang yang mampu menghayatinya dengan baik, maka
diam-diam kita akan
meneteskan air mata. Lirik
tersebut mampu membangkitan ingatan kolektif kita akan
masa kanak-kanak kita yang
nakal, dan ibu kita ~tetap me--

S.

Wiratmadja dalam
buku Salawe
Sesebitan Hariring (PT Kiblat Buku Utama, Oktober
2009~, Nyi Mas Saodah selain
dikenal sebagai penembang
Sunda Cianjuran yang andal

pada zamannya, juga dikenal
sebagai pembuat rumpaka
Oirik) panambah yang jem~
polan. Salah satu lirik
panambah yang ditulis Nyi
Mas Saodah yang hingga kini
masih ditembangkan oleh
para penembang Sunda Cianjuran adalah Pupundi!D Ati.
Lirik maupun pola lagu
panambah dalam tembang
Sunda Cianjuran posisinya di
luar lirik maupun pola lagu
yang ketat seperti yang terdapat dalam papantunan,jejemplangan, dedegungan,
rancagan, kakawen, dan
mangu-mangu. Masing-masing wanda te~ebut mempunyai ciri yang mandiri. Ini
menunjukkan bahwa nenek
moyang Ki Sunda dalam
berkarya seni cukup kreatif.
R.AA. Kusumaningrat
merupakan salah seorang

tokoh yang mengkreasi tembang Sunda Cianjuran pada
zamannya. Kesenian ini pada
awalnya tumbuh dan berkembang di Kabupaten Cianjur yang kemudian menyebar
ke berbagai pelosok dunia.
Pada dasarnya, bila teks
lirik panambah dibaca secara
sungguh-sungguh, kita akan

ngasihi kita dengan penuh
kasih-sayang," ujar Apung.
Cinta kasih dengan berbagai variasinya di dalam liriklirik lagu tembang Sunda
Cianjuran dieksplorasi
sedemikian rupa, mulai dari
persoalan religius hingga
tangis penuh sesal seperti
dalam lagu Ceurik Rahwana.
Sekalipun demikian, yang
muncul justru bukan kecengengan itu sendiri melainkan
semacam kritik yang pedas
terhadap perilaku kita sendiri

dalam dunia macam apa kita
berada. Lirik tembang Sunda
Cinajuran dalam konteks
lebih Ianjut adalah lirik yang
ditulis dengan tujuan utama
adalah menohok hati kita
terdalam agar sadar pada ruang dan waktu macam apa kita berada di dalamnya. Bahasa utama yang digunakan
untuk menulis lirik tersebut
adalah bahasa ibu, dalain hal
ini bahasa Sunda.
Dalam konteks ini, sayajadi
ingat dengan apa yang
dikatakan almarhum Rendra
di Den Haag, Belanda. Menurut Rendra, pada dasamya
bahasa ibu adalah bahasa
rasa. Berkait dengan itu, tak
aneh kalau banyak kalangan
mengatakan bahwa bahasa
Sunda dalam konteks yang
lebih lanjut adalah bahasa

rasa.Perasaan-perasaan
terdalam semacam itulah
yang ingin dikomunikasikan
Nyi Mas Sa"odah terhadap

Kliping Humas Unpad 2010
--

---

apresiatornya. Selanjutnya,
bait kedua lirik tersebut di
atas berbunyi: Jungjunan
ibul nu geulis pupunden atil
duh boga anakl indung
wuwuh mikayungyunlreup
geura kuleml geus peuting
sepi ngajemplingl diayunayunl barina dihariringanl I
Dari dua bait di atas, tampak jelas bahwa larik demi
larik yang ditulis oleh Nyi

Mas Saodah menggiring
ingatan kita pada masa
kanak-kanak, yang dijaga
oleh ibu kita dengan segenap
kasih sayang yang tidak mampu kita balas hingga kini, selain adakalanya kita melukai
perasaannya. Kekuatan puisi
sebagaimana dikatakan Rendra memang terletak pada'
rasa. Berkaitan dengan itu,

ibul nu geulis pupunden atil
nyaring ku nyaringnal sok
inggis ulin teu puguhl da
hate indung
I salempang pinanggih bahyal indung ngamongmongl nyaah
~uda ti karinahl I
Lirik yang ditulis oleh Nyi
Mas Saodah tamatan SR
Pasirhayam Cianjur itu, sungguh mendalam maknanya.
Dalam hal penulisan puisi pada satu sisi memang
adakalanya tidak ada hubungan antara tingginya seseorang sekolah dengan kemampuan menulis puisi. Apa

sebab? Karena mengolah bahasa rasa pada konteks yang
lebih lanjut, sangat ditentukan
oleh bakat serta lingkungan di
mana ia tumbuh.
**

mengemukanya kekuatan

DIKATAKAN Apung,
hingga tahun 2001 tercatat
209 lagu panambah dari 591
lagu secara keseluruhan.
Boleh jadi pada tahun 2010,
saat ini, lagu panambah sudah bertambah lagi. Entah
berapa jumlahnya. Selain Nyi
Mas Saodah, tokoh lainnya
yang juga banyak menyumbangkan lagu panambah
adalah Mang Engkos.
Menurut Enip Sukanda,
dosen karawitan dUurusan
Karawitan STSI Bandung
dalam percakapannya dengan
penulis beberapa waktu lalu,
Mang Engkos boleh dibilang
sebagai tokoh pembaharu
dalam penulisan lagu-Iagu
--

'

rasa atau emosi itu bukan terletak pada kerumitan rangkaian kata yang diposisikan
sebagai alat ungkap,
melainkan pada kesederhanaannya dalam membangun sintaksis teks dengan
segenap daya komunikasinya.
. Nyi Mas Saodah lebih lanjut mengungkapkan
perasaannya sebagai berikut
dalam lirik yang ditulisnya
itu: Duh anak ibul nu geulis
pupunden atil ibu ngahariringl lain hariring birahil
duh bari tembangl lain perbawa asmaral dieyong-eyongl lain ngeyong teu
sabongbrongllJungjunan

panambah dalam tembang
Sunda Cianjuran. "Kebaruan
itu antara lain terlihat pada
penulisan rumpaka Oirik)
yang tidak terikat oleh bilangan guru Iagu," ujar Enip, saat
itu. Enip pula yang memperkenalkan saya pada liriklirik yang ditulis oleh Mang
Engkos, yang setelah itu saya
tahu lebih banyak lagi dari
Apung S. Wiratmadja. Apung
adalah menan~ Mang Engkoso
Apa yang dikatakan Enip
memang tidak salah. Apalagi
bila kita membaca bagaimana
lirik itu ditulis, seperti puisi
modem yang mulai tumbuh
dan berkembang di tatar Sunda pada tahun 1940-an dengan tokohnya antara lain
penyair Kis W.S. Salah satu
lirik yang ditulis oleh Mang
Engkos kita baca di bawah
ini: Mun langit mendung/
angkeubna lir hate kuring/
cai leutik ngarakacak pipikiran, aduh/ ku teu sangka/
anjeun teh megat mutuskeun/ nu geus paheut pasini bet
puyar deui/ ilang musna
bareng jeung dina imp ian/
tawis asih manehna luluasan/ / Nu baheula/ raheut
teh can lipur deui/ nu gudawang nandangali manah
sungkawa/ da akarna/
kabawa ku hate anjeun/
mancawura angkeuhan taya
harepan/ langit bengras ku
mega geus kahalangan/ ceuk
rasa mah da moal ganti
panutan/ / nyawang asih/
mun bulan rek tembong
deui/ sina nyaangan nu palid
leungit harepan/ rek nyingkahan/ mawa kadar nu
tumiba/ samagaha nu surem
ilang dangiang/ nu munggaran harita hujan cimata/
rek sumerah nyanggakeun
ka Nu Kagungan/ /
("Nyawang Asih")
Jika apa yang ditulis oleh
Nyi Mas Saodah mengungkap
persoalan-persoalan kasih
sayang antara ibu dan anak,
maka cinta kasih yang diungkap oleh Mang Engkos
adalah cinta kasih antara laki
dan perempuan yang tidak
kunjung menemukan kebahagiaan karena rajutan benang
cinta kasih yang dipintalnya
itu putus sudah' Suasana romantis dan melankolis yang
terdapat dalam kedua lagu
panambah tersebut benar-benar menusuk perasaan kita,
sebab mampu membuka
ingatan kolektif kita pada
pengalaman yang sama. Selain itu, kita baca lirik lainnya
yang ditulis Mang Engkos di
bawah ini:
abdi masih keneh emut/
geuning kapungkur
ngageuri/ majar bade sayaktosna/ miasih ka diri abdi/
kalah ka udar subaya/
megatkeun tali pasini/ / sakitu abdi mituhu/ dibelaan
lara pati/ megah wiwilan-

ganana/ disiksik dikunyitkunyit/ dicacag diwalangwalang/ pikir hamo ku.
marembing// singhoreng
ukur ngukusut/ cibong kajalmi nu laip/ badan teh taya
hargana/ diri teu aya pangaji/ mun nyana kieu tungtungna/ duh asih kacida teuing/ / ("Duh Asih")
Dalam konteks inilah saya
sependapat dengan apa yang
dikatakan oleh Sigmund
Freud bahwa pengarang kreatif dalam menulis karya sastra yang dikreasinya menciptakan dunia permainan secara menyalurkan banyak
emosi ke dalamnya. Nah,
dunia permainan yang dimainkan oleh Mang Engkos
maupun Nyi Mas Saodah
dalam menulis lirik-lirik lagu
panambah itu, bukan hanya
sekadar permainan makna,
tetapi juga juga rasa.
Lepas dari persoalan tersebut di atas, Mang Engkos
yang nama lengkapnya Engkos al Otjim adalah kelahiran Sumedang, 1941. Semasa
remaja senang main sepak
bola, dan untuk itu dikenal
sebagai pemain sepak bola
yang cukup andal pada zamannya. Engkos yang
meninggal dunia pada 16 Juni
1976 di Bandung itu, pada sisi
yang lain, selain dikenal sebagai pesepak bola yang tangguh, juga dikenal sebagai seniman tembang Sunda Cianjuran yang dalam masa-masa
tahap perkembangannya belajar pada banyak pihak.
Salah seorang murid Mang
Engkos yang terkenal antara
lain Euis Komariah'
Paling tidak begitulah,
dalam tulisan yang serbasingkat dan terbatas ini, saya
mengenal tembang Sunda
Cianjuran tidak hanya pada
lagu pokok dengan daya pesona yang demikian tinggi,
magis, sekaligus melankolis.
Lirik lagu panambah dalam
konteks yang demikian mempunyai pula daya pesona
tersendiri, disebabkan .kebebasannya, baik dalam
penulisan lirik maupun dalam
pelantunan lagu dan petikan
kecapinya.
Dalam konteks Iebih lanjut
saya hendak mengatakan, bila
dewasa ini orang mulai ribut
membicarakan musikalisasi
puisi, maka apa yang dikreasi
Mang Engkos maupun Nyi
Mas Saodah adalah
musikalisasi puisi juga. Dengan demikian, jelas sudah
bahwa apa yang dinamakan
musikalisasi puisi dalam kebudayaan Sunda sesungguhnya bukan hal baru, ia ada sudah sejak lama. Lihatsaja pada aWal pertunjukan Pantun
Sunda suka ada kidung, rajah, apa pun namanya yang
dihaleuangkan oleh Ki Juru
Pantun. (Soni Farid
Maulanaf"PR")***

..: --

-- .... .~~
"_;"-'-",IIf'''
'"

'ti

..

It.

~
~1
I

e
'-:-

~,

«.

L-. '..~>,

.~
~'\

H
'9

USEPUSMANNASRULLOH/"PR"

PESINDEN Euis Komariah (kedua kanan) berduet dengan lyus (kanan) saat tampil menghibur pada pergelaran "EuisKomariah dina Tembang, Kawih,jeung Celem-

pungan" di Bale Rumawat PadjadjaranUniversitasPadjadjaran,Jln. Dipati UkurKota Bandung, beberapawaktu lalu.*