TRADISI INTELEKTUAL MINANGKABAU DALAM NASKAH MIZAN AI-QALB.

TRADISI INTELEKTUAL MINANGKABAU DALAM NASKAH
MIZAN AI-QALB
Oleh :
Hasanuddin, Pramono
Nomor Kontrak : 018/SPPP/PP/DP3M/V/2005

Abstrak
Penelitian dengan pendekatan filologis ini memfokuskan telaahnya pada kajian teks, dan
konteks terhadap naskah Mizan al-Qalb. Naskah Mizan al-Qalb yang menjadi sumber primer ini
merupakan karangan seorang u1ama Syattariyah di Sumatera Baret (baca: Minangkabau), yakni
Imam Maulana Abdul Manaf Amin (lahir 18 agustus 1922 M)
Melalui analisis tekstual dari naskah Mizan al-Qalb diketahui bahwa naskah ini
mengandung infom1asi tentang perdebatan keislaman yang terjadi dari zaman rnsul (Nabi
Mul1amrnad) di tanah Arab hingga pada masa abad ke-20 di Sumatera Barat. Dalam kandungan
naskah diketahui bahwa terdapat tiga pola perdebatan keislaman di Sumatera Barat, yakni
perdebatan antara golongan Kaum Tua dengan golongan Kaum Muda; golongan Kaurn Tua
dengan golongan Kaun Tua; dan antar penganut dalam golongan Kaum Tua (penganut tarekat
Syattariyah). Pola perdebatan yang terakhir ini, perdebatan antar penganut tarekat Syattariyah,
selama ini belurn pemah dibahas oleh para peneliti.
Dari kandungan naskah Mizan al-Qalb ini terlihat juga bahwa penulisnya mencoba
meluruskan sejarah. Dalam naskah itu, secara berulang- ulang, penulisnya menyangkal pendapatpendapat yang dianggapnya tidak benar, dengan berbagai argumen yang menurutnya memiliki

dasar yang jelas. Keadaan seperti inilah, sekali lagi, merupakan sesuatu yang sering terjadi dan
dikembangkan di kalangan ulama di Minangkabau, sebuah bagian dari kebiasaan berdebat yang
juga terjadi pada pengikut surau-surau tertentu, yakni sebuah kegiatan intelektual Islam.
Melaui analisis kontekstual, dari kandungan naskah Mizan al-Qalb diketahuia bahwa
kentalnya konflik yang mewarnai wacana keislaman di Minangkabau mendorong banyak
lahimya naskah-naskah Islam di daerah ini. Hal itu erat kaitannya dengan latar belakang budaya
Minangkabau yang memberi ruang untuk ada dan terciptanya konflik. Dengan latar belakang
sosio-kultural seperti ini setiap individu ataupun kelompok dipaksa untuk bersaing demi
memperoleh sebuah pengakuan.
Dalarn budaya Minangkabau terdapat pepatah yang berbunyi basilang kayu di tungku
rnangko api ka iduik, yang terjemahannya 'bersilang kayu dalam tungku, maka api akan hidup'.
Hal itu berarti, bahwa di Minangkabau, konflik diberi ruang dalam masyarakatnya, sehingga
wajar dalam sejarah Minangkabau sering terjadi konflik, tidak saja terjadi antar individu, tetapi
juga antar kelompok. kibat daTi konflik juga mempengaruhi cara berpikir masyarakat
Minangkabau.
Budaya Minangkabau menempatkan setiap individu pada kedudukan yang sarna antara
yang satu dengan yang lain. Dalam salah satu pepatahnya diungkapkan duduak samo randah
tagak sarno tingggi, duduk sama rendah, berdiri sama tinggi. Kondisi seperti ini mengharuskan
setiap individu untuk bersaing terns menerus. Persaingan, yang mereka sebut dengan "melawan
dunia orang", diperlukan untuk mempertahankan kesamaan tadi, baik dalam hal kemuliaan dan


kenamaan atau pun dalam hal kepintaran dan kekayaan. Sementara itu, persaingan juga akan
dapat mengakibatkan terjadinya disharmoni; suatu keadaan yang tidak sesuai dengan ajaran
budayanya. Untuk itu, agar setiap individu tidak lepas kendali dalam persaingan, maka
diciptakanlah suatu mekanisme hukum dan peraturan yang mengikat satu sarna lain. Dengan
begitu, masyarakat Minangkabau selalu hidup dalam perimbangan pertentangan.
Keberadaan naskah-naskah keagamaan yang bersifat lokal, seperti naskah Mizan al-Qalb,
mempunyai kedudukan penting dalam mengungkap wacana keislaman lokal. Khusus di
Minangkabau, naskah-naskah tersebut jumlahnya cukup banyak di lapangan. Dari sekian banyak
naskah itu, hanya sebagian kecil yang telah dilakukan penelitian terhadapnya, lebih-lebih
naskah-naskah yang berbahasa Arab. Sangat disayangkan, jika naskah-naskah yang merupakan
sumber data yang tidak ternilai harganya tersebut disia-siakan.