VARIASI INTRA-MUSIMAN DARI DISTRIBUSI VERTIKAL BUTIRAN HUJAN DI KOTO TABANG, SUMATERA BARAT.

(1)

ARTIKEL PENELITIAN DOSEN MUDA

VARIASI INTRA-MUSIMAN DARI DISTRIBUSI VERTIKAL

BUTIRAN HUJAN DI KOTO TABANG, SUMATERA BARAT

Oleh:

Marzuki, M.Sc.Eng (Ketua Peneliti)

DIBIAYAI OLEH DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

SESUAI DENGAN SURAT PERJANJIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN PENELITIAN NOMOR: 001/SP2H/PP/DP2M/III/2007

TANGGAL 29 MARET 2007

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS ANDALAS


(2)

HALAMAN PENGESAHAN ARTIKEL PENELITIAN DOSEN MUDA/KAJIAN W ANITA

1. Judul Penelitian : Variasi intra-musiman dari distribusi vertikal butiran hujan di koto tabang, sumatera barat

2. Bidang Ilmu Penelitian : MIPA

3. Ketua Peneliti

a. Nama Lengkap dan Gelar : Marzuki, MScEng

b. Jenis Kelamin : Laki-Laki

c. Golongan Pangkat dan NIP : III a/ 132 299 806 d. Jabatan Fungsional : Asisten Ahli-

e. Fakultas/Jurusan : MIPA/Fisika

4. Jumlah Tim Peneliti : 1 orang

5. Lokasi Penelitian : Koto Tabang, Sumatera Barat, Indonesia dan Jurusan Fisika Universitas Andalas

6. Bila penelitian ini merupakan kerjasama kelembagaan

a. Nama Institusi : RSL Laboratory, Shimane University

b. Alamat : 1060 Nishikawatsu, Matsue 690-8504 Japan

7. Waktu Penelitian : 10 Bulan

8. Biaya : Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta)

Mengetahui: Padang, Oktober 2007

Dekan FMIPA Ketua Peneliti,

Universitas Andalas

(Dr. H. Ardinis Arbain) (Marzuki, M.Sc.Eng)

NIP. 130 936 664 NIP. 132 299 806

Menyetujui,

Ketua Lembaga Penelitian Universitas Andalas

(Dr. Ir Syafrimen Yasin, M.S., M.Sc) NIP. 131 647 299


(3)

RINGKASAN

2D video disdrometer (2DVD), Boundary Layer Radar (BLR) dan Equatorial Atmosphere Radar (EAR) telah digunakan untuk mempelajari pengaruh variasi intramusiman (intraseasonal variation, ISV) dalam hubungannya dengan Madden-Julian

oscillation (MJO) terhadap raindrop size distribution (DSD) di Koto Tabang (KT), Sumatera Barat, selama periode pengamtan 10 April – 09 Mei 2004. Hujan yang terjadi dibagi atas empat tipe yaitu; stratifrom, mixed stratiform/convective, deep convective dan shallow convective) dengan menggunakan metode William. Dari penelitian ini ditemukan bahwa hujan di KT dimodulasi secara kuat oleh ISV. Analisa juga memperlihatkan bahwa selama periode tidak aktif ISV, hujan didominasi oleh deep convective, sebaliknya hujan stratiform dan shallow convective dominan terjadi selama periode aktif ISV. Analisa distribusi gamma DSD di tanah memperlihatkan bahwa spektrum deep convective secara kuat dipengaruhi oleh ISV. Median volume diameter Do, total number of raindrops NT, dan Liquid

water contentLWC yang diplot terhadap rain rate (R), terlihat bahwa Do lebih besar,

NT dan LWC lebih kecil pada periode tidak aktif dibandingkan pada periode aktif ISV. Hal ini menyarankan bahwa spektrum butiran hujan pada periode tidak aktif lebih lebar dan mengandung lebih banyak butiran dengan ukuran kecil dibandingkan dengan periode aktif ISV. Struktur vertikal DSD yang didapatkan dari EAR konsisten dengan DSD yang teramati di tanah. Spektrum butiran yang lebar juga teramati pada kolom hujan (2.89 – 3.94 km) yang ditandai oleh nilai Do yang lebih besar selama fasa tidak aktif. Selanjutnya, struktur vertikal Do selama fase tidak aktif memperlihatkan struktur yang lebih heterogen dibandingkan fase aktif, yang diduga sebagai konsekwensi dari proses mikrofisika yang komplek yang mempengaruhi butiran hujan selama mereka jatuh ke tanah. Analisa terhadap spektrum memperlihatakan bahwa selama fase tidak aktif, breakup dan coalescence terlihat terjadi silih berganti, hal sebaliknya terlihat pada fase aktif dimana hanya


(4)

ABSTRACT

2D video disdrometer (2DVD), Boundary Layer Radar (BLR) and Equatorial Atmosphere Radar (EAR) were used to elucidate the influence of intraseasonal variation (ISV) in response to Madden-Julian oscillation (MJO) on raindrop size distribution (DSD) at Koto Tabang (KT), West Sumatra, Indonesia, during the first Coupling Process of Equatorial Atmosphere (CPEA) campaign (10 April – 09 May 2004). During the observation period, a clear transition of the MJO phase, from convectively inactive to active has been reported by some investigators. The precipitation data are partitioned into four categories (i.e., stratifrom, mixed stratiform/convective, deep convective and shallow convective) based on a modified version of Williams method. From this study it is found that the total accumulation rainfall at KT is strongly modulated by the ISV. The analysis also revealed that during the inactive phase of ISV, daily precipitating clouds are dominated by deep convective, while stratiform and shallow convective events are dominant during the active phase. Analysis of gamma raindrop size distribution (DSD) at the ground shows that deep convective spectra are significantly influenced by ISV. Regarding the 2DVD derived median volume diameter Do, total number of raindrops NT, and Liquid water content LWC plotted versus the rain rate (R), the Do is larger, NT and LWC are smaller in the inactive than in the active phase of ISV. These suggest the raindrop spectra during the inactive phase are broader and contain less small drops than during the active phase of ISV. Vertical structure of the DSD derived from the EAR is consistent with the ground based-DSD analysis. Broad drop size spectra are observed in rain column throughout (2.89 – 3.94 km) marked by larger values of Do during the inactive than active phase of ISV. Furthermore, the vertical profiles of Do during the inactive phase showed a more heterogeneous structure compared to active one, probably as a consequence of the complex microphysical processes affecting the DSD during their fall. Analysis of individual spectra shows that during the inactive phase, breakup and coalescence seem to be occurred by turns, contrary to the active phase where coalescence seem dominant during this period. Large drops generally decreased (increased) downward with height consistent with downward decreasing (increasing) of reflectivity gradient previously reported by other investigators.


(5)

BAB 1. PENDAHULUAN

Akurasi pengukuran dari distribusi butiran hujan yang dalam usulan penelitian ini disebut drop size distribution dan dari sekarang akan kita singakat dengan DSD sangat penting dalam kajian mikrofisika awan dan untuk perbaikan akurasi perhitungan radar terhadap intensitas curah hujan. Akurasi pengukuran curah hujan yang dalam hal ini kita istilahkan rainfall melalui pengukuran radar tergantung dari pengetahuan akan DSD. Secara mendasar, penggunaan radar meteorologi memerlukan sebuah hubungan antara reflectivity terukur Z yang mencerminkan besarnya energi gelombang elektromagnetik yang diterima kembali oleh sebuah radar dan rainfall terhitung R. Hubungan tersebut, yang dalam istilah radar lebih dikenal dengan hubungan Z-R dapat dihitung dari data DSD. Rosenfeld dan Ulbrich (2002) melaporkan bahwa hubungan Z-R memperlihatkan variasi baik terhadap musim, daerah iklim maupun terhadap intensitas curah hujan. Karena Z dan

R adalah fungsi dari DSD seperti yang akan dijelaskan pada bagian tinjauan pustaka, maka dapat dikatakan pula bahwa DSD juga bervariasi terhadap musim, daerah iklim, tipe dan intensitas curah hujan. Variasi musiman DSD telah dilaporkan oleh beberapa peneliti (e.g., Tokay et al. 2002). Karena kompleksnya proses mikrofisika yang terlibat di dalam pembentukan DSD, variabilitas-variabilitas seperti yang dijelaskan di atas belum terpahami dengan baik.

Di daerah ekuator, variasi musiman dari hujan kurang begitu jelas jika dibandingkan dengan yang terjadi di lintang tengah dan subtropis. Sebaliknya variasi yang lebih pendek yang pada judul usulan ini diistilahkan dengan intra-musiman

(intraseasonal) lebih jelas teramati. Kondisi inilah yang menyebabkan cuaca di daerah tropis tidaklah terprediksi sebagaimana halnya dengan di daerah lintang tengah.

Penelitian mengenai variasi intra-musiman dari parameter meteorologi seperti temperatur, tekanan dan angin di kawasan tropis telah dilakukan oleh banyak peneliti (e.g., Maden dan Julian 1971; Wan dan Rui 1990; Chen dan Yanai 2000). Maden dan Julian (1971, 1972) membuat suatu temuan yang menakjubkan tentang variasi intra-musiman (intrasesaonal variation, ISV) dari parameter meteorologi di daerah tropis. Mereka menemukan sebuah gangguan atmosfer berskala global di atas


(6)

ekuator yang bergerak ke barat yang kemudian dikenal dengan Madden-Julian Oscillation (MJO) merupakan gangguan atmosfer yang mempunyai dampak yang sangat besar terhadap iklim dan parameter meteorologi di daerah tropis khususnya dan dunia umumnya. Periode dari MJO berkisar antara 40 – 50 hari sehingga digolongkan variasi intra-musiman (intraseasonal variation). Semenjak ditemukannya MJO, banyak penelitian mengenai dampak osilasi ini terhadap iklim tropis telah dilakukan (e.g., DeMott et al. 1998; Lin et al. 2004). Meskipun demikian, penelitian mengenai pengaruh intra-musiman terhadap DSD masih mendapatkan sedikit perhatian.

Di dalam penelitian ini pengaruh variasi intra-musiman (intraseasonal variation) terhadap struktur vertikal dari DSD akan dipelajari. Hal ini dimotivasi dengan temuan Chakraborty dan Krishnamurti (2003) yang memperlihatkan bahwa MJO sebagian besar mempengaruhi pola hujan di Indonesia dan daerah sekitar. Sebuah sistem pengamatan untuk meneliti atmosfer ekuator telah dibangun di Koto Tabang dekat Bukittinggi, Sumatera Barat, Indonesia (0.20oS, 100.32oE, 865 m di atas permukaan laut). Pengamatan hujan telah dilakukan dengan menggunakan berbagai peralatan diantaranya Equatorial Atmosphere Radar (EAR), L-band Boundary Layer Radar (BLR) dan 2D video disdrometer (2DVD). Kozu et al. (2005) telah melaporkan variasi intra-musiman DSD dipermukaan tanah yang teramati oleh 2DVD di kawasan ini. Kemudian variasi intra-musiman dari profil vertikal reflectivity (vertical profile of reflectivity, VPR) telah dilaporkan oleh Marzuki, et al. (2005). Meskipun Kozu et al. (2005) dan Marzuki et al. (2005) dalam tulisannya juga menggambarkan pengaruh variasi intra-musiman terhadap struktur vertikal DSD, akan tetapi mereka hanya menganalisis sangat sedikit data hujan. Dilatarbelakangi hal-hal di atas, sebuah analisis yang komprehensif mengenai pengaruh variasi intra-musiman terhadap distribusi vertikal DSD di Koto Tabang akan dilakukan dengan menganalisis lebih banyak data hujan selama MJO melewati kawasan ini.

BAB 2. DATA DAN METODE PENELITIAN

Di dalam penelitian ini akan digunakan radar EAR dan BLR. 2DVD dan MAWS juga digunakan pada beberapa kasus seperti untuk mengkalibrasi radar dan mengelompokkan jenis/tipe hujan. Equivalent brightness temperature (TBB) yang


(7)

teramati oleh satelit GOES-9 akan digunakan untuk mempelajari aktivitas convective

di atas Koto Tabang, khususnya untuk melihat fase aktif dan tidak aktif dari MJO. Spesifikasi dari radar yang digunakan di dalam penelitian ini dapat dilihat secara singkat pada Table 1. Karakteristik dan tampilan lengkap dari EAR dijelaskan secara lengkap oleh Fukao et al. (2003). Semua satuan ketinggian yang digunakan di dalam penelitian ini dinyatakan dalam satuan km di atas permukaan tanah bukan di atas permukaan laut.

2.1 Gambaran Data yang Digunakan

Radar BLR dapat memberikan informasi mengenai pergerakan atmosfer pada cuaca cerah dengan prinsip Doppler (Carter et al. 1995). Karena gelombang radio dalam frekwensi yang digunakan radar ini memantulkan sinyal yang lebih besar dari hujan dibandingkan yang dipantulkan dari turbulen atmosfer sewaktu hujan terjadi, maka BLR dapat juga digunakan untuk mempelajari karakteristik hujan (Williams et al. 1995). Data BLR yang dirata-ratakan setiap dua menit dari ketinggian 0.75 km sampai 9.75 km yang dikumpulkan selama periode 10 April – 9 Mei 2004 digunakan untuk mengklasifikasikan tipe hujan yang terjadi di Koto Tabang.

Tabel 1. Spesifikasi radar yang digunakan

Radar Parameters BLR EAR

Radar system Pulse Doppler radar Pulse Doppler radar Operating frequency 1.3 GHz 47.0 MHz

Transmit power 1 kW 100 kW

Antenna 2.8 m x 2.8 m diameter110 m

Beam width 5.0 o 3.4o

Range resolution 150 m 150 m

Radar EAR merupakan radar atmosfer yang menggunakan very high frequency (VHF) dengan sistem antenna active phased-array. Radar ini dirancang supaya memiliki beberapa kemampuan untuk meneliti aktivitas atmosfer di lapisan troposfer dan stratosfer bawah. Fukao et al. (1985) dan Wakasugi et al. (1986)


(8)

menemukan bahwa radar Doppler VHF dapat mendeteksi secara bersamaan sinyal dari hujan dan dari turbulen atmosfer. Untuk tujuan penelitian ini, digunakan data dari beam vertikal mulai dari ketinggian 2.1 km sampai 5.5 km yang dikumpulkan selama periode 10 April– 9 Mei 2004.

Dengan mengasumsikan parameter hujan yang terukur oleh instrumen di tanah (2DVD) sebagai sebuah nilai yang betul, parameter hujan yang teramati oleh radar perlu untuk dikalibrasi. Dalam penelitian ini, BLR dikalibrasi dengan data 2DVD dan EAR dikalibrasi dengan data BLR yang telah dikalibrasi. Defenisi fase aktif dan fase tidak aktif dari variasi intra-musiman (intraseasonal variation, ISV) di dalam penelitian ini sama dengan defenisi yang digunakan Kozu et al. (2005). Sebuah fase aktif ISV didefenisikan jika Cloud Cluster (CC) atau Super Cloud Cluster (SCC) berada di atas Koto Tabang, sedangkan kondisi sebaliknya dikatakan fase tidak aktif. Pergerakan CC dan SCC di atas Koto Tabang diteliti dengan menganalisis data satelit GOES-9.

2.2 Pengelompokan Tipe Hujan

Seperti yang diuraikan di atas, Kozu et al. (2005) telah melaporkan variasi intra-musiman DSD di permukaan tanah yang teramati oleh 2DVD di Koto Tabang. Selain data DSD di permukaan, mereka juga menganalisis vertikal DSD untuk dua kejadian hujan. Selain sedikitnya jumlah data yang dianalisis oleh Kozu et al. (2005), analisis mereka yang didasarkan pada intensitas curah hujan juga merupakan sebuah motivasi untuk melakukan penelitian ini. Hal ini karena selain bervariasi terhadap intensitas curah hujan, DSD juga bervariasi terhadap jenis hujan yang terjadi (Tokay dan Short 1996).

Pengelompokan tipe hujan sangat penting karena beberapa alasan. Pertama, karena setiap tipe hujan dicirikan dengan mekanisme pembentukan yang berbeda. Kedua, Pemisahan antara tipe-tipe hujan juga penting dalam sudut pandang termodinamika, karena distribusi vertikal dari proses pemanasan adiabatik pada setiap hujan sangat berbeda (Steiner et al. 1995). Beberapa metode penyaringan data yang sederhana telah digunakan untuk membedakan tipe hujan baik yang teramati oleh rain gauge maupun oleh radar (e.g., Gamache dan Houze 1982; Houze dan Rappaport 1984).


(9)

Williams et al. (1995) dan Awaka et al. (1998) digunakan. Williams et al. (1995) mengembangkan sebuah teknik untuk mengklasifikasikan hujan kedalam 4 kelompok: stratiform, mixed stratifrom/convective, deep convective, dan shallow convective. Klasifikasi ini didasarkan kepada kemunculan bright band (BB) pada data radar. BB merupakan sebuah lapisan/level yang dapat terlihat dari data radar meteorologi yang biasanya mencerminkan ketinggian/level dimana partikel es mulai mencair. Kadang-kadang BB disamakan dengan melting layer walupun itu sebetulnya berbeda. Untuk memeriksa ada tidaknya BB teramati oleh radar mereka menggunakan sebuah jendela pengukuran yang tetap dalam meghitung Doppler velocity gradient (DVG). Jika DVG yang terhitung dalam jendela itu memenuhi ketentuan tertentu, maka hujan yang teramati akan dikelompokkan ke dalam tipe tertentu.

Modifikasi terhadap metode Williams et al. (1995) telah dilakukan di dalam penelitian ini. Metode William dimodifikasi yang mana temperatur permukaan tanah yang diukur oleh MAWS dan gradien perubahan temperatur tehadap ketinggian sebesar 6 [o km-1] digunakan untuk menghitung keberadaan BB seperti yang dilakukan oleh Awaka et al. (1998) untuk mengklasifikasikan data satelit TRMM. Dengan demikian ketinggian BB di dalam penelitian akan bervariasi sesuai dengan perubahan temperatur permukaan yang berbeda dengan yang digunakan oleh Williams et al. (1995).

2.3 Perhitungan DSD dari Data EAR

Setelah berhasil mengklasifikasikan hujan yang terjadi di Koto Tabang, maka struktur vertikal DSD akan dipelajari dengan menganalisis data EAR. Teknik untuk mendapatkan DSD menggunakan radar Doppler VHF telah dikembangkan oleh beberapa peneliti (e.g., Wakasugi et al. 1987; Sato et al. 1990). Dalam penelitian ini, metodologi perhitungan adalah sebuah non linear least square fitting berdasarkan perhitungan parameter yang dikembangkan oleh Kozu et al. (1997). Di dalam proposal ini, tidak akan dijelaskan metode tersebut secara rinci. Untuk memperbaiki kualitas pengulangan untuk algoritma perhitungan least square, mereka menggunakan sebuah teknik baru parameterisasi dari model fungsi gamma DSD seperti pada persamaan di bawah ini

D y

xy

y D e xy

M D


(10)

(7) ) /( 1 ) /

( y x

y x

xym m

 ) 1 (     y M m y

y , mx(Mxx 1),

dimana Mx dan My adalah pangkat ke-x dan ke-y dari kepangkatan DSD. Secara singkat di dalam penelitian ini akan digunakan parameter DSD (my, xy, ) dengan x

= 3.67 and y = 6.

BAB 3. HASIL

Tabel 2 memperlihatkan hasil pengelompokan hujan selama satu bulan pengamatan. Total data yang teramati oleh BLR dan instrument di tanah (2DVD) adalah 786 dengan total akumulasi rainfall (128.03 mm). Terlihat dengan jelas bahwa hujan di KT diperkuat oleh adanaya ISV dimana hujan lebih banyak terjadi pada fase aktif ISV. Pada fase aktif ISV, terlihat peningkatan jumlah hujan

stratiform secara signifikan disusul oleh hujan shallow convective. Hujan shallow convective banyak terjadi pada tanggal 5 Mei, ketika super cloud cluster ke – 3 (SCC3) melewati Koto Tabang.

Table 2: Hasil pengelompokan hujan di KT selama satu bulan pengamatan (786 total spektra)

Inactive Active Total

Rain types Profiles accumulation Rain

(mm) Profiles

Rain accumulation

(mm) Profiles

Rain accumulation

(mm) Shallow

convective (1.53 %) 12 (1.29 %) 1.65 (9.92 %) 78 (12.57 %) 16.09 (12.72 %) 100 (13.86 %) 17.74 Deep

convective (8.40 %) 66 (15.52 %) 19.87 (15.90 %) 125 (20.73 %) 26.54 (24.30 %) 191 (36.41 %) 46.61 Mixed

strat/conv. (2.29 %) 18 (5.84 %) 7.48 (4.71 %) 37 (9.37 %) 12 (7.00 %) 55 (15.22 %) 19.48 Stratiform (7.51 %) 59 (6.67 %) 8.54 (48.47 %) 381 (27.85 %) 35.66 (55.98 %) 440 (34.52 %) 44.2

Gambar 3 memperlihatkan profil vertikal dari median volume diameter (Do) yang didapatkan dari EAR untuk hujan pada fase aktif (23, 24 April and 5 Mei) dan tidak aktif ISV (11, 17 April) untuk hujan deep convective. Terlihat bahwa distribusi butiran hujan (DSD) lebih lebar pada fase tidak aktif dibandingkan fase aktif yang terlihat dari Do yang lebih besar pada fase tidak aktif. Hasil ini konsisten dengan


(11)

DSD di tanah yang diukur dengan 2DVD (Kozu et al. 2005).

Gambar 3. Struktur vertikal Do yang dihitung dari data EAR untuk hujan pada fase aktif (23, 24 April dan 5 Mei) dan fase tidak aktif ISV (11, 17 April).

Pada ketinggian 3.9 km, teramati Do yang besar (> 1.5 mm) selama fase tidak aktif, sebaliknya Do relatif kecil (< 1.15 mm) selama fase aktif. Hal ini mencerminkan bahwa spektrum DSD itu telah lebar dari ketinggian yang cukup tinggi yang diperkirakan disebabkan oleh proses pembentukan partikel hujan yang terjadi pada ketinggian yang tinggi. Puncak hujan yang didapatkan dari BLR (Gambar 4) memperkuat dugaan ini. Puncak hujan dalam penelitian ini didefenisikan sebagai ketinggian yang mempunyai empat echo berturut-turut yang nilainya besar dari 18 dBZ. Secara keseluruhan kecocokan antara puncak hujan dengan Do masuk akal yang mana puncak hujan pada fase tidak aktif lebih tinggi dari fase aktif sehingga Do lebih besar. Meskipun demikian, puncak hujan yang rendah masih dapat terlihat pada fase tidak aktif yang konsisten dengan model konsep siklus hidup Madden-Julian Oscillation (MJO) yang ditemukan oleh Morita et al. (2006).


(12)

Gambar 4. Grafik TBB dan puncak hujan untuk hujan convective dari data BLR. Grafik Do untuk fase tidak aktif memperlihatkan variasi vertikal yang lebih kuat dibandingkan pada fase aktif. Peningkatan dan penurunan Do dengan penurunan ketinggian lebih bervariasi pada hujan di fase tidak aktif yang menyarankan variasi yang besar terhadap proses-proses mikrofisika yang terjadi selama butiran hujan jatuh. Gambar 5a memperlihatkan variasi ketinggian DSD yang didapatkan dari pengukuran untuk hujan tanggal 11 April pada jam 12:34 dimana 2DVD mencatat hujan di tanah 14.02 mm/h. Pada ketinggian 3.94 km, jumlah konsentrasi butiran D

= 4 dan D = 1 mm berturut –turut adalah kira-kira 0.005 dan 323.6 m-3mm-1. Jumlah DSD secara mengejutkan berubah terhadap ketinggian. Pada ketinggian 3.49 km, teramati pengurangan butiran besar secara signifikan. Pada ketinggian ini, jumlah konsentrasi D = 4 and D = 1 mm berturut-turut adalah sekitar 4 x 10-4 dan 1096 m-3mm-1. Variasi ini diperkirakan disebabkan oleh proses breakup .


(13)

Gambar 5. Variasi ketinggian DSD dari data EAR untuk hujan tanggal 11 April 11 pada pukul 12:34 (a) dan 12:41 LT (b) dimana 2DVD mencatat hujan di tanah berturut-turt adalah 14.02 dan 14.86 mm/h.

Butiran dengan diameter 4  5 mm tidak terpisahkan (terbagi) oleh spontaneous breakup (Pruppacher and Klett 1998), oleh karena itu, variasi ini dimungkinan disebabkan oleh proses breakup yang disebabkan oleh tumbukan (collision-induced breakup). Karena modifikasi DSD oleh breakup meningkatkan jumlah butiran yang kecil dan meningkatkan jumlah butiran yang besar maka sebagai akibatnya Do meningkat dalam kolom hujan (3.94 - 3.49 km). Akan tetapi, proses di atas tidak berlangsung terus menerus hingga ke tanah dimana peningkatan jumlah butiran besar teramati pada ketinggian 3.04 km. Pada ketinggian ini, jumlah konsentrasi D = 4 dan D = 1 mm berturut-turut adalah 0.015 and 51.29 m-3mm-1. Satu mekanisme yang mungkin untuk menjelaskan hal ini adalah accretion antara butiran awan dan butiran hujan. Meskipun demikian, accretion meningkatkan jumlah butiran hujan untuk semua ukuran (baik besar dan kecil) (Rosenfeld and Ulbrich 2003) dan hal itu tidak teramati pada Gambar 5. Mekanisme lain adalah butiran besar ditingkatkan jumlahnya oleh proses coalescence. Mekanisme ini lebih masuk akal jika dilihat dari Gambar 5. Sebagai kesimpulan, dalam kolom hujan, pada fase tidak aktif, butiran hujan mengalami proses breakup dan coalescence berulang-ulang. Ketidakseragaman pola DSD pada fase tidak aktif dapat juga dilihat pada Gambar 5b.


(14)

Gambar 6. Variasi ketinggian DSD dari data EAR untuk hujan tanggal 5 Mei pada pukul 14:21 (a) dan 14:41 LT (b) dimana 2DVD mencatat hujan di tanah berturut-turt adalah 8.8 dan 7.6.

Gambar 6a memperlihatkan variasi ketinggian DSD untuk hujan pada fase aktif (5 Mei pada pukul 14:21 LT) dimana 2DVD mencatat hujan di tanah sekitar 8.8 mm/h. Pada ketinggian 3.94 km, jumlah konsentrasi D = 3 dan D = 1 mm berturut-turut adalah 5 x 10-4 and 8913 m-3mm-1. Jumlah butiran besar meningkat secara sistematis dengan penurunan ketinggian. Pada ketinggian 3.49 km, jumlah konsentrasi D = 3 dan D = 1 mm berturut-turut adalah 0.01 dan 7762 m-3mm-1. Peningkatan jumlah butiran besar ini akan berlasung terus menerus hingga


(15)

ketinggian 2.89 km. Pada ketinggian ini, jumlah konsentrasi D = 3 dan D = 1 mm berturut-turut adalah 0.063 and 3020 m-3mm-1. Coalescence adalah mekanisme yang sesuai untuk menjelaskan kasus ini. Karena modifikasi DSD oleh coalescence

meningkatkan jumlah butiran besar dan menurunkan jumlah butiran kecil maka akibatnya Do akan menurun sepanjang kolom hujan (Gambar 3). Peningkatan sistematik butiran besar ini juga teramati pada data yang lain seperti pada Gambar 6b.

Meskipun peningkatan dan penurunan DSD tidak selalu tidak ambigu, akan tetapi secara umum, ditemukan bahwa Do meningkat dengan penurunan ketinggian selama fase aktif dan sebaliknya Do menurun dengan penurunan ketinggian selama fase tidak aktif (Gambar 3). Marzuki et al. (2005) telah mempelajari pengaruh ISV terhadap vertical profile of reflectivity gradient (VPRG) sepanjang kolom hujan. Mereka menemukan bahwa downward decreasing (DD) dari reflectivity (Z) sebagian besar terjadi pada fase tidak aktif, sebaliknya downward increasing dominan selama fase aktif. Temuan mereka itu konsisten dengan yang kita temukan di dalam penelitian ini, karena reflectivity itu sendiri sebanding dengan pangkat enam butiran hujan (Z  D6).

BAB 4. KESIMPULAN DAN SARAN

2D video disdrometer (2DVD), Boundary Layer Radar (BLR) dan Equatorial Atmosphere Radar (EAR) telah digunakan untuk mempelajari pengaruh variasi intramusiman (intraseasonal variation, ISV) dalam hubungannya dengan Madden-Julian

oscillation (MJO) terhadap raindrop size distribution (DSD) di Koto Tabang (KT), Sumatera Barat, selama periode pengamtan 10 April – 09 Mei 2004. Hujan yang terjadi dibagi atas empat tipe yaitu; stratifrom, mixed stratiform/convective, deep convective dan shallow convective) dengan menggunakan metode William. Dari penelitian ini ditemukan bahwa hujan di KT dimodulasi secara kuat oleh ISV. Analisa juga memperlihatkan bahwa selama periode tidak aktif ISV, hujan didominasi oleh deep convective, sebaliknya hujan stratiform dan shallow convective dominan terjadi selama periode aktif ISV. Analisa distribusi gamma DSD di tanah memperlihatkan bahwa spektrum deep convective secara kuat dipengaruhi oleh ISV. Median volume diameter Do, total number of raindrops NT, dan Liquid


(16)

water contentLWC yang diplot terhadap rain rate (R), terlihat bahwa Do lebih besar,

NT dan LWC lebih kecil pada periode tidak aktif dibandingkan pada periode aktif ISV. Hal ini menyarankan bahwa spektrum butiran hujan pada periode tidak aktif lebih lebar dan mengandung lebih banyak butiran dengan ukuran kecil dibandingkan dengan periode aktif ISV. Struktur vertikal DSD yang didapatkan dari EAR konsisten dengan DSD yang teramati di tanah. Spektrum butiran yang lebar juga teramati pada kolom hujan (2.89 – 3.94 km) yang ditandai oleh nilai Do yang lebih besar selama fasa tidak aktif. Selanjutnya, struktur vertikal Do selama fase tidak aktif memperlihatkan struktur yang lebih heterogen dibandingkan fase aktif, yang diduga sebagai konsekwensi dari proses mikrofisika yang komplek yang mempengaruhi butiran hujan selama mereka jatuh ke tanah. Analisa terhadap spektrum memperlihatakan bahwa selama fase tidak aktif, breakup dan coalescence terlihat terjadi silih berganti, hal sebaliknya terlihat pada fase aktif dimana hanya

coalescence yang dominan pada fase ini. Meskipun demikian, beberapa bagian penelitian ini masih perlu penekanan diantaranya mengenai kemungkinan adanya pengaruh updraft/downdraft terhadap proses munculnya butiran hujan yang besar pada fase tidak aktif serta proces accretion antara butiran hujan dengan butiran awan. (Rauber et al. 1991).

DAFTAR PUSTAKA

Awaka, Jun, Toshio Iguchi, dan Ken’ich Okamoto, 1998: Early results on rain type classification by the tropical rainfall measuring mission (TRMM) precipitation radar. Proc. URSI-F Open Symp., Areiro, Sept. 1998.

Bringi, V. N., G.-J. Huang, V. Chandrasekar, and E. Gorgucci, 2002: A methodology for estimating the parameters of a Gamma raindrop size distribution model from polarimetric radar data: Application to a squall-line from the TRMM/Brazil campaign. J. Atmos. Oceanic Technol., 19, 633–645. Carter, D. A., K. S. Gage, W. L. Ecklund, W. M. Angevine, P. E. Johnston, A. C.

Riddle, J. Wilson, dan C. R. Williams, 1995: Developments in UHF lower tropospheric wind profiling at NOAA's Aeronomy Laboratory. Radio Science, 30,

977-1001.


(17)

during the TOGA COARE IOP with a 15-year climatology. J. Geophys. Res.,

105, 2139-2149.

Chakraborty, A., T.N. Krisnamurti, 2003: A coupled model study on ENSO, MJO and Indian summer monsoon rainfall relationships. Meteor. Atmos. Phys., 84, 243-254.

DeMott, Charlotte A., Rutledge, Steven A., 1998: The vertical structure of TOGA COARE convection. Part II: Modulating influences and implications for diabatic heating. J. Atmos. Sci., 55, 2748-2762.

Fukao, S., K. Wakasugi, T. Sato, S. Morimoto, T. Tsuda, I. Hirota, I. Kimura, dan S. Kato, 1985: Direct measurement of air and precipitation particle motion by VHF Doppler radar. Nature, 316, 712-714.

___, H. Hashiguchi, M. Yamamoto, T. Tsuda, T. Nakamura, M.K. Yamamoto, T. Sato, M. Hagio, dan Y.Yabugaki, 2003: Equatorial Atmosphere Radar (EAR): System description and first results. Radio Sci., 38, 1053, doi:10.1029/2002RS002767.

Gamache, J. F., dan R. A. Houze, Jr., 1982: Mesoscale air motions associated with a tropical squall line. Mon. Wea. Rev., 110, 118-135.

Hamada, Jun-Ichi, Manabu D. Yamanaka, Jun Matsumoto, Shoichiro Fukao, Paulus Agus Winarso, Tien Sribimawati, 2002: Spatial and temporal variation of the rainy season over Indonesia and their link to ENSO. J. Meteor. Soc. Japan, 80, 285-310.

Hu, Zailiang dan R.C. Srivastava, 1995: Evolution of raindrop size distribution by coalescence, breakup, and evaporation: theory and observations. J. Atmos. Sci.,

52, 1761-1783.

Houze, Robert A., Jr. dan E. N. Rapport, 1984: Air motions and precipitation structure of an early summer squall line over the eastern tropical Atlantic. J. Atmos. Sci., 41, 553-574.

Law, J. O. dan D. A. Parsons, 1943: The relation of raindrop-size intensity. Trans. Amer. Geophys. Union, 24, 452-460.

Levin, L. M., 1954: On the size distribution function for cloud droplets and rain drops. Dokl. Alad. Nauk. SSSR, 94, 1045-1053.

Kobayashi, T., and Ahoro Adachi, 2005: Retrieval of arbitrarily shaped raindrop size distributions from wind profiler measurements, J. Atmos. Oceanic Technol., 22,


(18)

433–442.

Kozu, Toshiaki, Yuichi Ohno, dan Krisna Reddy, 1997: Consideration of raindrop size distribution modeling for wind profiler measurements of precipitation.

Proc. the Eight Workshop on Technical and Scientific Aspect of MST radar. Kozu, Toshiaki, Toyoshi Shimomai, Zainul Akramin, Marzuki, Yoshiaki Shibagaki,

dan Hiroyuki Hashiguchi, 2005: Intraseasonal Variation of Raindrop Size Distribution at Koto Tabang, West Sumatra, Indonesia. Geophys. Res. Lett., 32, L07803, doi: 10.1029/2004GL022340.

Madden, R. A. dan P. R. Jullian, 1971: Detections of a 40-50 day oscillation in the zonal wind in tropical Pacific. J. Atmos. Sci., 28, 702-708.

___, dan ____, 1971: Description of global scale circulation cells in the tropics with a 40-50 day period. J. Atmos. Sci., 29, 1109 - 1123.

Marshall, J. S. dan W. Mck. Palmer, 1948: The distribution of raindrop with size. J. Meteor.,5, 165-166.

Marzuki, Toshiaki Kozu, Toyoshi Shimomai, Zainul Akramin, 2005: Vertical Structure of Precipitation from Zenith-Looking Radars at Koto Tabang, West Sumatra, submitted to J. Appl. Meteor.

Marzuki, Toshiaki Kozu, Toyoshi Shimomai, Yashushi Fujiyoshi, Zainul Akramin, Hiroyuki Hashiguchi, 2005: Influence of Intraseasonal Variation (ISV) on Vertical Profile of Reflectivity (VPR) as Inferred from Zenith Looking Radars at Koto Tabang, West Sumatra, Proc. of 2005 Spring Meeting of Meteorological Society of Japan, C409.

Morita, J., Yukari N. Takayabu, Shoichi Shige, Yasumasa Kodama., 2006: Analysis of rainfall characteristics of the Madden-Julian oscillation using TRMM satellite data. Elsevier, 42, 107-126.

Murata, Fumie, Manabu D. Yamanaka, Masatomo Fujiwara, Shin-Ya Ogino, Hiroyuki Hashiguchi, Shoichiro Fukao, Mahally Kudsy, Tien Sribimawati, Sri Woro B. Harijono, 2002: Relationship between wind and precipitation observed with a UHF radar, GPS rawinsondes and surface meteorological instruments at Koto Tabang, west Sumatra during September – October 1998.

J. Meteor. Soc. Japan, 80, 347-360.

Nitta, T., T. Mizuno dan K. Takahashi, 1992: Multiscale convectives systems during the initial phase of the 1986/87 Elnino. J. Meteor. Soc. Japan, 70, 447-466.


(19)

Renggono, F., H. Hashiguchi, S. Fukao, M.D. Yamanaka, S.Y. Ogino, N. Okamoto, F. Murata, B. P. Sitorus, M. Kudsy, M. Kartasasmita, dan G. Ibrahim, 2001: Precipitating clouds observed by 1.3-GHz boundary layer radar in equatorial Indonesia. Ann. Geophys., 19, 889-897.

Rosenfeld, D., Carlton W.Ulbrich, 2003: Cloud microphysical properties, processes, and rainfall estimation opportunities. Radar and Atmospheric Science: A collection of Essays in Honor of David Atlas, Meteor. Monogr., 52, Amer. Meteor. Soc., 237-258.

Sato, Toru, Hiroshi Doji, Hisato Iwai, dan Iwane Kimura, 1990: Computer processing for deriving drop-size distributions and vertical air velocities from VHF Doppler radar spectra. Radio Science, 25, 961-973.

Seto, Tri Handoko, Masayuki K. Yamamoto, Hiroyuki Hashiguchi, dan Shoichiro Fukao, 2004: Convective activities associated with intraseasonal variation over Sumatra, Indonesia Observed with the equatorial atmosphere radar. Manuscript submitted to Ann. Geophys., Sref-ID: 1432-0576/ag/2004-0000-0001.

Srivastava, R.C., 1971: Size distribution of raindrops generated by their breakup and coalescence. J. Atmos. Sci., 28, 410-415.

Steiner, Mathias, Robert A. Houze Jr., dan Sandra E. Yuter, 1995: Climatological characterization of three-dimensional storm structure from operational radar and rain gauge data. J. Appl. Meteor., 34, 1978-2007.

Tokay, Ali dan David A. Short, 1996: Evidences from tropical raindrop spectra of the origin of rain from stratiform versus convective clouds. J. Appl. Meteor., 35, 355-370.

_______, Anton Kruger, Witold F. Krajewski, dan Paul A. Kucera, 2002: Measurements of drop size distribution in the southwestern Amazon basin. J. Geophys. Res., 107, doi:10.1029/2001 JD000355

Testud, J., S. Oury, R. A. Black, P. Amayenc, and X. Dou, 2001: The concept of “normalized” distribution to describe raindrop spectra: A tool for cloud physics and cloud remote sensing. J. Appl. Meteor., 40, 1118–1140.

Ulbrich, C. W., 1983: Natural variations in the analytical form of the raindrop size distribution. J. Climate Appl. Meteor., 22, 1764-1775.

Wakasugi, K., A. Mizutani, M. Matsuo, S. Fukao, dan S. Kato, 1986: A direct method for deriving drop-size distribution and vertical air velocities from VHF


(20)

Doppler radar spectra. J. Atmos. Oceanic Technol., 3, 623-629.

___, 1987: Further discussion on deriving drop-size distribution and vertical air velocities from VHF Doppler radar spectra, J. Atmos. Oceanic Tech., 4, 170-179. Wan, B. dan H. Rui, 1990: Synoptic climatology of transient tropical intraseasonal

convection anomalies: 1975-1985. Meteor. Atmos. Phys., 44, 43-61.

Williams, Christopher R. dan Warner L. Ecklund, 1995: Classification of precipitating clouds in the tropics using 915-MHz wind profilers. J. Atmos. Oceanic Technol., 12, 996-1011.


(21)

RINGKASAN PENELITIAN DOSEN MUDA

VARIASI INTRA-MUSIMAN DARI DISTRIBUSI VERTIKAL

BUTIRAN HUJAN DI KOTO TABANG, SUMATERA BARAT

Oleh:

Marzuki, M.Sc.Eng (Ketua Peneliti)

DIBIAYAI OLEH DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

SESUAI DENGAN SURAT PERJANJIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN PENELITIAN NOMOR: 001/SP2H/PP/DP2M/III/2007

TANGGAL 29 MARET 2007

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS ANDALAS


(22)

HALAMAN PENGESAHAN RINGKASAN PENELITIAN DOSEN MUDA/KAJIAN W ANITA

1. Judul Penelitian : Variasi intra-musiman dari distribusi vertikal butiran hujan di koto tabang, sumatera barat

2. Bidang Ilmu Penelitian : MIPA

3. Ketua Peneliti

a. Nama Lengkap dan Gelar : Marzuki, MScEng

b. Jenis Kelamin : Laki-Laki

c. Golongan Pangkat dan NIP : III a/ 132 299 806 d. Jabatan Fungsional : Asisten Ahli-

e. Fakultas/Jurusan : MIPA/Fisika

4. Jumlah Tim Peneliti : 1 orang

5. Lokasi Penelitian : Koto Tabang, Sumatera Barat, Indonesia dan Jurusan Fisika Universitas Andalas

6. Bila penelitian ini merupakan kerjasama kelembagaan

a. Nama Institusi : RSL Laboratory, Shimane University

b. Alamat : 1060 Nishikawatsu, Matsue 690-8504 Japan

7. Waktu Penelitian : 10 Bulan

8. Biaya : Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta)

Mengetahui: Padang, Oktober 2007

Dekan FMIPA Ketua Peneliti,

Universitas Andalas

(Dr. H. Ardinis Arbain) (Marzuki, M.Sc.Eng)

NIP. 130 936 664 NIP. 132 299 806

Menyetujui,

Ketua Lembaga Penelitian Universitas Andalas

(Dr. Ir Syafrimen Yasin, M.S., M.Sc) NIP. 131 647299


(23)

VARIASI INTRA-MUSIMAN DARI DISTRIBUSI VERTIKAL BUTIRAN HUJAN DI KOTO TABANG, SUMATERA BARAT

Akurasi pengukuran dari distribusi butiran hujan yang dalam usulan penelitian ini disebut drop size distribution dan dari sekarang akan kita singakat dengan DSD sangat penting dalam kajian mikrofisika awan dan untuk perbaikan akurasi perhitungan radar terhadap intensitas curah hujan. Akurasi pengukuran curah hujan yang dalam hal ini kita istilahkan rainfall melalui pengukuran radar tergantung dari pengetahuan akan DSD. Selain itu, pengetahuan akan DSD juga penting dalam bidang telekomunikasi karena penggunaan frekuensi tinggi akan sangat sensitif terhadap hujan. Di daerah ekuator, variasi musiman dari hujan kurang begitu jelas jika dibandingkan dengan yang terjadi di lintang tengah dan subtropis. Sebaliknya variasi yang lebih pendek yang pada judul ini diistilahkan dengan intra-musiman (intraseasonal) lebih jelas teramati. Kondisi inilah yang menyebabkan cuaca di daerah tropis tidaklah terprediksi sebagaimana halnya dengan di daerah lintang tengah. Di dalam penelitian ini pengaruh variasi intra-musiman (intraseasonal variation) terhadap struktur vertikal dari DSD akan dipelajari dengan memanfaatkan data hujan yang diamati oleh Equatorial Atmosphere Radar (EAR), L-band Boundary Layer Radar (BLR) dan 2D video disdrometer (2DVD di Koto Tabang dekat Bukittinggi, Sumatera Barat, Indonesia (0.20oS, 100.32oE, 865 m di atas permukaan laut) selama periode pengamtan 10 April – 09 Mei 2004. .

Hujan yang terjadi dibagi atas empat tipe yaitu; stratifrom, mixed stratiform/convective, deep convective dan shallow convective) dengan menggunakan metode William. Dari penelitian ini ditemukan bahwa hujan di KT dimodulasi secara kuat oleh ISV. Analisa juga memperlihatkan bahwa selama periode tidak aktif ISV, hujan didominasi oleh deep convective, sebaliknya hujan stratiform dan shallow convective dominan terjadi selama periode aktif ISV. Analisa distribusi gamma DSD di tanah memperlihatkan bahwa spektrum deep convective secara kuat dipengaruhi oleh ISV. Median volume diameter Do, total number of raindrops NT, dan Liquid water

content LWC yang diplot terhadap rain rate (R), terlihat bahwa Do lebih besar, NT dan

LWC lebih kecil pada periode tidak aktif dibandingkan pada periode aktif ISV. Hal ini menyarankan bahwa spektrum butiran hujan pada periode tidak aktif lebih lebar dan mengandung lebih banyak butiran dengan ukuran kecil dibandingkan dengan periode aktif ISV. Struktur vertikal DSD yang didapatkan dari EAR konsisten dengan DSD yang teramati di tanah. DSD dari EAR didapatkan dengan menggunakan sebuah non linear


(24)

least square fitting berdasarkan perhitungan parameter. Spektrum butiran yang lebar juga teramati pada kolom hujan (2.89 – 3.94 km) yang ditandai oleh nilai Do yang lebih besar selama fasa tidak aktif. Selanjutnya, struktur vertikal Do selama fase tidak aktif memperlihatkan struktur yang lebih heterogen dibandingkan fase aktif, yang diduga sebagai konsekwensi dari proses mikrofisika yang komplek yang mempengaruhi butiran hujan selama mereka jatuh ke tanah. Analisa terhadap spektrum memperlihatakan bahwa selama fase tidak aktif, breakup dan coalescence terlihat terjadi silih berganti, hal sebaliknya terlihat pada fase aktif dimana hanya coalescence yang dominan pada fase ini.


(1)

Renggono, F., H. Hashiguchi, S. Fukao, M.D. Yamanaka, S.Y. Ogino, N. Okamoto, F. Murata, B. P. Sitorus, M. Kudsy, M. Kartasasmita, dan G. Ibrahim, 2001: Precipitating clouds observed by 1.3-GHz boundary layer radar in equatorial Indonesia. Ann. Geophys., 19, 889-897.

Rosenfeld, D., Carlton W.Ulbrich, 2003: Cloud microphysical properties, processes, and rainfall estimation opportunities. Radar and Atmospheric Science: A collection of Essays in Honor of David Atlas, Meteor. Monogr., 52, Amer. Meteor. Soc., 237-258.

Sato, Toru, Hiroshi Doji, Hisato Iwai, dan Iwane Kimura, 1990: Computer processing for deriving drop-size distributions and vertical air velocities from VHF Doppler radar spectra. Radio Science, 25, 961-973.

Seto, Tri Handoko, Masayuki K. Yamamoto, Hiroyuki Hashiguchi, dan Shoichiro Fukao, 2004: Convective activities associated with intraseasonal variation over Sumatra, Indonesia Observed with the equatorial atmosphere radar. Manuscript submitted to Ann. Geophys., Sref-ID: 1432-0576/ag/2004-0000-0001.

Srivastava, R.C., 1971: Size distribution of raindrops generated by their breakup and coalescence. J. Atmos. Sci., 28, 410-415.

Steiner, Mathias, Robert A. Houze Jr., dan Sandra E. Yuter, 1995: Climatological characterization of three-dimensional storm structure from operational radar and rain gauge data. J. Appl. Meteor., 34, 1978-2007.

Tokay, Ali dan David A. Short, 1996: Evidences from tropical raindrop spectra of the origin of rain from stratiform versus convective clouds. J. Appl. Meteor., 35, 355-370.

_______, Anton Kruger, Witold F. Krajewski, dan Paul A. Kucera, 2002: Measurements of drop size distribution in the southwestern Amazon basin. J. Geophys. Res., 107, doi:10.1029/2001 JD000355

Testud, J., S. Oury, R. A. Black, P. Amayenc, and X. Dou, 2001: The concept of “normalized” distribution to describe raindrop spectra: A tool for cloud physics and cloud remote sensing. J. Appl. Meteor., 40, 1118–1140.

Ulbrich, C. W., 1983: Natural variations in the analytical form of the raindrop size distribution. J. Climate Appl. Meteor., 22, 1764-1775.

Wakasugi, K., A. Mizutani, M. Matsuo, S. Fukao, dan S. Kato, 1986: A direct method for deriving drop-size distribution and vertical air velocities from VHF


(2)

Doppler radar spectra. J. Atmos. Oceanic Technol., 3, 623-629.

___, 1987: Further discussion on deriving drop-size distribution and vertical air velocities from VHF Doppler radar spectra, J. Atmos. Oceanic Tech., 4, 170-179. Wan, B. dan H. Rui, 1990: Synoptic climatology of transient tropical intraseasonal

convection anomalies: 1975-1985. Meteor. Atmos. Phys., 44, 43-61.

Williams, Christopher R. dan Warner L. Ecklund, 1995: Classification of precipitating clouds in the tropics using 915-MHz wind profilers. J. Atmos. Oceanic Technol., 12, 996-1011.


(3)

RINGKASAN PENELITIAN DOSEN MUDA

VARIASI INTRA-MUSIMAN DARI DISTRIBUSI VERTIKAL

BUTIRAN HUJAN DI KOTO TABANG, SUMATERA BARAT

Oleh:

Marzuki, M.Sc.Eng (Ketua Peneliti)

DIBIAYAI OLEH DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

SESUAI DENGAN SURAT PERJANJIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN PENELITIAN NOMOR: 001/SP2H/PP/DP2M/III/2007

TANGGAL 29 MARET 2007

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS ANDALAS


(4)

HALAMAN PENGESAHAN RINGKASAN PENELITIAN DOSEN MUDA/KAJIAN W ANITA

1. Judul Penelitian : Variasi intra-musiman dari distribusi vertikal butiran hujan di koto tabang, sumatera barat

2. Bidang Ilmu Penelitian : MIPA 3. Ketua Peneliti

a. Nama Lengkap dan Gelar : Marzuki, MScEng b. Jenis Kelamin : Laki-Laki

c. Golongan Pangkat dan NIP : III a/ 132 299 806 d. Jabatan Fungsional : Asisten Ahli- e. Fakultas/Jurusan : MIPA/Fisika 4. Jumlah Tim Peneliti : 1 orang

5. Lokasi Penelitian : Koto Tabang, Sumatera Barat, Indonesia dan Jurusan Fisika Universitas Andalas

6. Bila penelitian ini merupakan kerjasama kelembagaan

a. Nama Institusi : RSL Laboratory, Shimane University b. Alamat : 1060 Nishikawatsu, Matsue 690-8504 Japan 7. Waktu Penelitian : 10 Bulan

8. Biaya : Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta)

Mengetahui: Padang, Oktober 2007

Dekan FMIPA Ketua Peneliti,

Universitas Andalas

(Dr. H. Ardinis Arbain) (Marzuki, M.Sc.Eng)

NIP. 130 936 664 NIP. 132 299 806

Menyetujui,

Ketua Lembaga Penelitian Universitas Andalas

(Dr. Ir Syafrimen Yasin, M.S., M.Sc) NIP. 131 647299


(5)

VARIASI INTRA-MUSIMAN DARI DISTRIBUSI VERTIKAL BUTIRAN HUJAN DI KOTO TABANG, SUMATERA BARAT

Akurasi pengukuran dari distribusi butiran hujan yang dalam usulan penelitian ini disebut drop size distribution dan dari sekarang akan kita singakat dengan DSD sangat penting dalam kajian mikrofisika awan dan untuk perbaikan akurasi perhitungan radar terhadap intensitas curah hujan. Akurasi pengukuran curah hujan yang dalam hal ini kita istilahkan rainfall melalui pengukuran radar tergantung dari pengetahuan akan DSD. Selain itu, pengetahuan akan DSD juga penting dalam bidang telekomunikasi karena penggunaan frekuensi tinggi akan sangat sensitif terhadap hujan. Di daerah ekuator, variasi musiman dari hujan kurang begitu jelas jika dibandingkan dengan yang terjadi di lintang tengah dan subtropis. Sebaliknya variasi yang lebih pendek yang pada judul ini diistilahkan dengan intra-musiman (intraseasonal) lebih jelas teramati. Kondisi inilah yang menyebabkan cuaca di daerah tropis tidaklah terprediksi sebagaimana halnya dengan di daerah lintang tengah. Di dalam penelitian ini pengaruh variasi intra-musiman (intraseasonal variation) terhadap struktur vertikal dari DSD akan dipelajari dengan memanfaatkan data hujan yang diamati oleh Equatorial Atmosphere Radar (EAR), L-band Boundary Layer Radar (BLR) dan 2D video disdrometer (2DVD di Koto Tabang dekat Bukittinggi, Sumatera Barat, Indonesia (0.20oS, 100.32oE, 865 m di atas permukaan laut) selama periode pengamtan 10 April – 09 Mei 2004. .

Hujan yang terjadi dibagi atas empat tipe yaitu; stratifrom, mixed stratiform/convective, deep convective dan shallow convective) dengan menggunakan metode William. Dari penelitian ini ditemukan bahwa hujan di KT dimodulasi secara kuat oleh ISV. Analisa juga memperlihatkan bahwa selama periode tidak aktif ISV, hujan didominasi oleh deep convective, sebaliknya hujan stratiform dan shallow convective dominan terjadi selama periode aktif ISV. Analisa distribusi gamma DSD di tanah memperlihatkan bahwa spektrum deep convective secara kuat dipengaruhi oleh ISV. Median volume diameter Do, total number of raindrops NT, dan Liquid water content LWC yang diplot terhadap rain rate (R), terlihat bahwa Do lebih besar, NT dan LWC lebih kecil pada periode tidak aktif dibandingkan pada periode aktif ISV. Hal ini menyarankan bahwa spektrum butiran hujan pada periode tidak aktif lebih lebar dan mengandung lebih banyak butiran dengan ukuran kecil dibandingkan dengan periode aktif ISV. Struktur vertikal DSD yang didapatkan dari EAR konsisten dengan DSD yang teramati di tanah. DSD dari EAR didapatkan dengan menggunakan sebuah non linear


(6)

least square fitting berdasarkan perhitungan parameter. Spektrum butiran yang lebar juga teramati pada kolom hujan (2.89 – 3.94 km) yang ditandai oleh nilai Do yang lebih besar selama fasa tidak aktif. Selanjutnya, struktur vertikal Do selama fase tidak aktif memperlihatkan struktur yang lebih heterogen dibandingkan fase aktif, yang diduga sebagai konsekwensi dari proses mikrofisika yang komplek yang mempengaruhi butiran hujan selama mereka jatuh ke tanah. Analisa terhadap spektrum memperlihatakan bahwa selama fase tidak aktif, breakup dan coalescence terlihat terjadi silih berganti, hal sebaliknya terlihat pada fase aktif dimana hanya coalescence yang dominan pada fase ini.