STUDI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA PASIEN PNEUMONIA (Penelitian dilakukan di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Universitas Airlangga Surabaya) Repository - UNAIR REPOSITORY
SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA
PADA PASIEN PNEUMONIA
(Penelitian dilakukan di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit
Universitas Airlangga Surabaya)
ALIN ANINDIA
DEPARTEMEN FARMASI KLINIS
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2016
ii
SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA
PADA PASIEN PNEUMONIA
(Penelitian dilakukan di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit
Universitas Airlangga Surabaya)
ALIN ANINDIA
NIM. 051211133047
DEPARTEMEN FARMASI KLINIS
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2016
iii
iv
v
KATA PENGANTAR
vi
Alhamdulillah dan Puji syukur telah saya panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “STUDI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA PASIEN PNEUMONIA” dengan baik dan benar. Tugas tersebut merupakan salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Farmasi Universitas Airlangga.
Dalam proses penyelesaian tugas ini, pastinya saya mendapat banyak sekali bantuan dari berbagai pihak baik itu secara material dan moral. Oleh karena itu saya tidak lupa untuk menyampaikan banyak terima kasih yang sedalam – dalamnya kepada :
1. Ibu Samirah, S.Si., Apt., Sp.FRS. selaku dosen pembimbing utama dan Arief Bakhtiar, dr., Sp.P. selaku dosen pembimbing serta yang dengan sabar meluangkan waktu dan tenaganya dalam memberikan bimbingan, motivasi, arahan, dorongan, serta semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
2. Ibu Dr. Umi Athijah, M.S., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Airlangga yang telah memberikan kesempatan untuk menyelesaikan program Sarjana S-1 Pendidikan Apoteker.
3. Ibu Dr. Budi Suprapti, M.Si., Apt. selaku Ketua Departemen Farmasi Klinis beserta para anggota dosen dan staf karyawan, yang telah memberikan kesempatan dan izin untuk dalam penyelesaian skripsi ini.
4. Ibu Dra. Yulistiani, M.Si., Apt. dan Dewi Wara Shinta, S.Farm., M.Farm.Klin., Apt selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan hingga terselesaikan skripsi ini.
5. M. Ali Mukhtar dan Nailil Munah selaku orang tua yang telah memberikan kasih sayang, restu, doa, serta dukungan sehingga saya dengan lancar menempuh S-1 Pendidikan Apoteker.
6. Ibu Khoirotin Nisak, S.Farm., Apt selaku dosen wali atas segala bimbingan dan perhatian selama menjalankan program S-1 Pendidikan Apoteker.
7. Seluruh dosen dan staf pengajar Fakutas Farmasi Universitas Airlangga atas bekal ilmu yang telah diberikan selama masa perkuliahan.
8. Seluruh karyawan Fakultas Farmasi Universitas Airlangga khususnya karyawan laboratorium Farmasi Klinis atas semua bantuan tenaga dan waktu yang telah diberikan selama proses penelitian skripsi hingga usai.
9. Teman-teman tim seperjuangan skripsi (Sandra, Anisah dan Rizky) yang memberikan tenaga, waktu, ide, semangat, dorongan, dan motivasi selama pengerjaan skripsi ini.
10. Firmansyah Rachman, teman spesial di hati saya yang sampai saat ini telah menemani, menyemangati, serta mendoakan saya dalam proses penyelesaian skripsi.
11. Sahabat-sahabat saya (Marina, Sandra, Rizky, dan Risqi), terima kasih atas kebersamaannya dalam suka maupun duka, memberikan semangat, dorongan, dan motivasi selama proses penyelesaian skripsi ini.
12. Teman – teman kelas B Amoksilin (Amoksilin B12) dan Angkatan 2012, yang selama ini telah mendukung, menerima, serta menemani saya dalam suka dan duka selama awal perkuliahan hingga penyelesaian skripsi ini.
13. Teman-teman skripsi Departemen Farmasi Klinis 2016, terima kasih atas semangat serta dukungannya dan terima kasih atas bantuan selama pengerjaan skripsi ini.
vii
14. Sahabat – sahabat saya semasa SD, SMP, dan SMA yang telah menyemangati dan mendoakan selama proses penyelesaian skripsi.
15. Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung memberikan semangat dalam penyelesaian skripsi ini. Terima kasih untuk semuanya, semoga sukses. Kebenaran dan kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT. Semoga selalu mendapat rahmat dan ridho dari-Nya. Besar keinginan saya agar skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi almamater dan dunia kefarmasian tentunya.
Surabaya, 15 Agustus 2016 Penulis
viii
RINGKASAN
STUDI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA PASIEN
PNEUMONIA
(Penelitian dilakukan di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Universitas
Airlangga Surabaya)
Alin Anindia Pneumonia adalah infeksi jaringan paru (alveoli) bersifat akut yang diakibatkan oleh inflamasi pada parenkim paru dan pemadatan eksudat pada jaringan paru. Bakteri penyebab paling umum adalah bakteri gram positif,
Streptococcus pneumoniae . Berdasarkan klinis dan epidemiologis,
pneumonia dapat dibedakan menjadi pneumonia komunitas (CAP) yang didapat di masyarakat dan pneumonia nosokomial (HAP) yang dimulai 48 jam setelah pasien dirawat di rumah sakit. Di Indonesia, Riskesdas melaporkan bahwa kejadian pneumonia mengalami peningkatan pada tahun 2007 dari 2,1% menjadi 2,7% pada tahun 2013. Sedangkan, tingkat resistensi antibiotika secara konsisten yang tertinggi adalah di Asia. Di Malaysia, pada tahun 2011 tingkat resistensi penisilin tertinggi sebesar 31,78%. Di Singapura, melaporkan tingkat tertinggi resistensi antibiotika eritromisin sebesar 52,9% dan sefuroksim sebesar 28,6%
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis profil terapi antibiotika yang diterima pasien pneumonia dan mengidentifikasi adanya Drug Related
Problems yang mungkin terjadi. Penelitian dilakukan secara prospektif-
retrospektif dengan metode time limited sampling selama periode 1 Januari 2015 - 30 Juni 2016. Kriteria inklusi sampel penelitian ini adalah pasien pneumonia rawat inap baik CAP dan HAP usia ≥ 18 tahun, dengan atau tanpa komplikasi dan komorbid.
Hasil penelitian dari sampel 73 pasien menunjukkan bahwa pada pasien laki-laki lebih banyak mengalami CAP (53%) dan pada HAP lebih banyak terjadi pada pasien perempuan (60%) dengan distribusi usia tertinggi ≥ 60 tahun pada CAP dan HAP serta lama perawatan pada CAP < 7 hari dan pada HAP 7-14 hari. Gejala klinik yang sering terjadi adalah sesak napas dengan penyakit penyerta terbanyak adalah TB paru.
Terapi utama pasien pneumonia adalah antibiotika yang dapat digunakan tunggal atau kombinasi. Antibiotika tunggal yang sering digunakan adalah seftriakson untuk CAP (47%) dan HAP (40%), sedangkan kombinasi terbanyak pada CAP adalah seftazidim dengan levofloksasin (18%) dan pada HAP adalah levofloksasin dengan seftazidim atau dengan seftriakson (20%). Dosis dan frekuensi penggunaan antibiotika yang paling
ix banyak digunakan adalah seftriakson 2x1 g pada CAP (56%) dan HAP (40%), levofloksasin 1x750 mg pada CAP (44%) dan HAP (20%), seftazidim 3x1 g pada CAP (26%) dan HAP (40%). Pemberian antibiotika sebagian besar dengan rute intravena. Dalam penelitian ini ditemukan masalah terkait obat yaitu pemberian levofloksasin resisten tidak sesuai hasil kultur.
x
ABSTRACT
DRUG UTILIZATION STUDY OF ANTIBIOTICS INPNEUMONIA PATIENT
(Study at Inpatient Unit of Airlangga University Hospital
Surabaya)
Alin Anindia Pneumonia is an acute infection of lung tissue caused by inflammation of the lung parenchyma and compaction exudate in the lung tissue, caused by Streptococcus pneumoniae. Based on the clinical and epidemiological, pneumonia can be divided into Community-Acquired Pneumoniae (CAP) and Hospital Acquired Pneumoniae (HAP). In Indonesia, Riskesdas reported that the incidence of pneumonia increased from 2.1% in 2007 to 2.7% in 2013. Whereas, the highest level of antibiotics resistancy was in Asia. This study aimed to analyze the profile of patients received antibiotic treatment for pneumonia and identify the presence of Drug Related Problem (DRP). This study was conducted with prospective and retrospective with limited time sampling method during the
st th
period of January 1 2015 to June 30 2016. Inclusion criteria for this study sample was hospitalized pneumonia patients both CAP and HAP age ≥ 18 years, with or without complications and comorbidities. The results of 73 patients showed that male patients experienced more CAP (53%) and the HAP occurs more frequently in female patients (60%), with the highest age ≥ 60 years distribution in the CAP and HAP as well as the duration of treatment on CAP <7 days and the HAP 7-14 days. Single used antibiotic that is often used in treatment is ceftriaxone for the CAP (47%) and HAP (40%), while the highest combination on the CAP is ceftazidime with levofloxacin (18%) and the HAP is levofloxacin with ceftazidime or with ceftriaxone (20%). The most widely used dose and frequency of antibiotics usage was ceftriaxone 2x1g for CAP therapy (56%) and HAP (40%), levofloxacin 1x750mg for CAP (44%) and HAP (20%), ceftazidime 3x1g for CAP (26%) and HAP (40%). The administration of those antibiotics was mostly via the intravenous route. Drug related problems that found in this study were wrong drug (levofloxacin resistant) and antibiotic adverse drug reaction (gentamicin).
Keyword: Drug Utilization Study, pneumonia, Community-Acquired
Pneumonia, Hospital-Acquired Pneumonia, retrospective, prospective,
antibiotic, Drug Related Problem.xi
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL .......................................................................... ii LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH.............. iii LEMBAR PERNYATAAN BUKAN HASIL PLAGIARISME ........... iv LEMBAR PENGESAHAN ................................................................ v KATA PENGANTAR ........................................................................ vi RINGKASAN .................................................................................... ix
ABSTRACT
........................................................................................ xi DAFTAR ISI ..................................................................................... xii DAFTAR TABEL .............................................................................. xvi DAFTAR GAMBAR ......................................................................... xviii DAFTAR SINGKATAN .................................................................... xix
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah......................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................. 5
1.3 Tujuan penelitian ................................................................... 5
1.3.1 Tujuan Umum ................................................................. 5
1.3.2 Tujuan Khusus ................................................................ 5
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Paru ....................................................................................... 6
2.1.1 Anatomi Paru .................................................................. 6
2.1.2 Anatomi Saluran Pernafasan ............................................ 7
xii
2.1.3 Fisiologi Saluran Pernafasan ............................................ 9
2.1.4 Mekanisme Pertahanan Paru ............................................ 10
2.2 Pneumonia............................................................................. 13
2.2.1 Definisi Pneumonia ......................................................... 13
2.2.2 Epidemiologi ................................................................... 13
2.2.3 Etiologi ........................................................................... 14
2.2.4 Klasifikasi ....................................................................... 15
2.2.5 Patofisiologi .................................................................... 16
2.2.6 Gejala Klinik ................................................................... 17
2.2.7 Pemeriksaan Penunjang ................................................... 18
2.3 Tinjauan Tentang Terapi Pneumonia dan Evaluasi Terapi ...... 19
2.3.1 Terapi Antibiotika ........................................................... 19
2.3.1.1 Tinjauan Tentang Antibiotika .................................... 19
2.3.1.2 Pneumonia Komunitas .............................................. 20
2.3.1.3 Pneumonia Nosokomial............................................. 21
2.3.1.4 Jenis dan Dosis Antibiotika Pada Pneumonia Dewasa 24
2.3.1.5 Faktor-faktor Pemilihan Antibiotika .......................... 25
2.3.1.6 Faktor Modifikasi ...................................................... 27
2.3.2 Terapi Suportif ............................................................... 28
2.3.3 Evaluasi Terapi .............................................................. 29
2.4 Antibiotika ............................................................................ 30
2.4.1 Menghambat Sintesis Dinding Sel ................................... 30
2.4.1.1 Penisilin .................................................................... 30
2.4.1.2 Sefalosporin .............................................................. 34
2.4.1.3 Golongan β-laktam lain ............................................. 38
2.4.1.4 Glikopeptida ............................................................. 41
xiii
xiv
BAB III KERANGKA KONSEPTUAL
4.3.2 Kriteria Eksklusi.............................................................. 62
4.3.1 Kriteria Inklusi ................................................................ 61
4.3 Kriteria Inklusi dan Ekslusi .................................................... 61
4.2.2 Sampel ............................................................................ 61
4.2.1 Populasi .......................................................................... 61
4.2 Populasi dan Sampel .............................................................. 61
4.1 Rancangan Penelitian ............................................................. 61
BAB IV METODE PENELITIAN
3.3 Bagan Kerangka Operasional ................................................. 60
3.2 Bagan Kerangka Konseptual .................................................. 59
3.1 Kerangka Konseptual ............................................................. 57
2.6 Drug Related Problems (DRP) ............................................... 55
2.4.2 Menghambat Sintesis Protein Bakteri ............................... 43
2.5.1 Tipe DUS ........................................................................ 54
2.5 Drug Utilization Study (DUS) ................................................ 54
2.4.4 Kejadian Resistensi Antibiotika ....................................... 53
2.4.3.3 Nitroimidazol ............................................................ 52
2.4.3.2 Fluorokuinolon.......................................................... 50
2.4.3.1 Sulfonamida .............................................................. 48
2.4.3 Menghambat Sintesis RNA Bakteri.................................. 48
2.4.2.4 Oksazolidinon ........................................................... 47
2.4.2.3 Makrolida ................................................................. 46
2.4.2.2 Tetrasiklin ................................................................. 44
2.4.2.1 Aminoglikosida ......................................................... 43
4.4 Definisi Operasional .............................................................. 62
4.5 Bahan Penelitian .................................................................... 63
4.6 Metode Pengambilan Sampel ................................................ 63
4.7 Instrumen Penelitian .............................................................. 64
4.8 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................ 64
4.9 Prosedur Pengambilan Data ................................................... 64
4.10 Analisis Data ....................................................................... 64
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1 Demografi Pasien .................................................................. 65
5.2 Gejala Pneumonia .................................................................. 66
5.3 Faktor Modifikasi .................................................................. 67
5.4 Lama Perawatan .................................................................... 68
5.5 Penyakit Penyerta .................................................................. 69
5.6 Pemeriksaan Mikrobiologi ..................................................... 71
5.7 Penggunaan Antibiotika ......................................................... 72
5.8 Profil Outcome Terapi............................................................ 77
5.9 Identifikasi Drug Related Problems (DRP)............................. 78
BAB VI PEMBAHASAN ................................................................. 80 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan ........................................................................... 92
7.2 Saran ..................................................................................... 93 DAFTAR PUSTAKA......................................................................... 94 LAMPIRAN I .................................................................................... 102
xv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
II.1 Terapi Empirik Untuk Pneumonia Komunitas ........................... 20
II.2 Pasien Tanpa Faktor Risiko Patogen MDR, Onset Dini dan Semua
Derajat Penyakit ...................................................................... 22
II.3 Pasien Dengan Onset Lanjut Atau Terdapat Faktor Risiko Patogen
MDR Untuk Semua Derajat Penyakit ....................................... 22
II.4 Dosis Antibiotika Untuk Pasien Dengan Onset Lanjut Atau Terdapat
Faktor Risiko Patogen MDR .................................................... 23
II.5 Jenis dan Dosis Antibiotika Pada Pneumonia Dewasa ............... 24
II.6 Antibiotika Penisilin Untuk Terapi Pneumonia ......................... 33
II.7 Antibiotika Sefalosporin Untuk Terapi Pneumonia ................... 37
II.8 Antibiotika Karbapenem Untuk Terapi Pneumonia ................... 39
II.9 Antibiotika β-laktamase Inhibitor Untuk Terapi Pneumonia ...... 40
II.10 Antibiotika Glikopeptida Untuk Terapi Pneumonia ................... 42
II.11 Antibiotika Aminoglikosida Untuk Terapi Pneumonia .............. 44
II.12 Antibiotika Tetrasiklin Untuk Terapi Pneumonia ...................... 45
II.13 Antibiotika Makrolida Untuk Terapi Pneumonia ...................... 47
II.14 Antibiotika Sulfonamida Untuk Terapi Pneumonia ................... 50
II.15 Antibiotika Fluorokuinolon Untuk Terapi Pneumonia............... 51
V.1 Penggolongan Pneumonia Berdasarkan Klinis dan Epidemiologis 65
V.2 Faktor Modifikasi Pasien Pneumonia........................................ 68
V.3 Penyakit Penyerta Pada Pasien Pneumonia Komunitas .............. 69
V.4 Penyakit Penyerta Pada Pasien Pneumonia Nosokomial ............ 70
xvi
V.5 Hasil Kultur Dahak Pasien Pneumonia ..................................... 71
V.6 Kepekaan Antibiotika .............................................................. 72
V.7 Jenis Antibiotika Pasien Pneumonia ......................................... 73
V.8 Penggunaan Antibiotika Tunggal dan Kombinasi Pasien
Pneumonia..................................................................................... 74
V.9 Dosis Antibiotika pada Pasien Pneumonia Komunitas............... 75
V.10 Dosis Antibiotika pada Pasien Pneumonia Nosokomial ............. 76
V.11 Dosis Antibiotika Pasien Pneumonia dengan Gangguan Ginjal . 76
V.12 Profil Outcome Terapi pada Pasien Pneumonia Komunitas ....... 77
V.13 Profil Outcome Terapi pada Pasien Pneumonia Nosokomial ..... 78
V.14 DRP pada Pasien Pneumonia.................................................... 79
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Bagian-Bagian Saluran Pernafasan ................................................ 8
2.2 Bagian-bagian Alveolus ................................................................ 9
2.3 Mekanisme Pertahanan Paru ......................................................... 12
2.4 Pasien Yang Gagal Dengan Terapi Empirik .................................. 30
3.2 Bagan Kerangka Konseptual ......................................................... 59
3.3 Bagan Kerangka Operasional ........................................................ 60
5.1 Distribusi Pasien Pneumonia Berdasarkan Jenis Kelamin .............. 65
5.2 Distribusi Pasien Pneumonia Berdasarkan Usia ............................. 66
5.3 Gejala pada Pasien Pneumonia ...................................................... 67
5.4 Lama Perawatan Pasien Pneumonia .............................................. 69
xviii
DAFTAR SINGKATAN
xix
APC : Antigen Presenting Cells ATS : American Thoracic Society C3 : Komplemen tipe 3 CAP : Community Acquired Pneumonia CSF : Cerebrospinal Fluid DCFC : Decompensatio Cordis Functional Class DMND : Diabetes Melitus Nefropati Disease DMK : Dokumen Medik Kesehatan DRP : Drug Related Problems DUS : Drug Utilization Study G3 : Generasi ketiga G4 : Generasi keempat HAP : Hospital Acquired Pneumonia HCAP : Health Care Acquired Pneumonia HHD : Hipertensi Heart Failure
ICU : Intensive Care Unit IgA : Imunoglobulin A IgM : Imunoglobulin M IgG : Imunoglobulin G
IL-4 : Interleukin 4
IL-5 : Interleukin 5
IL-13 : Interleukin 13 KBM : Kadar Bakterisidal Minimal KHM : Kadar Hambat Minimal xx
LED : Laju Endap Darah MDR : Multi Drug Resistant MHC I : Major Histocompatibility Complex I MHC II : Major Histocompatibility Complex II MIC : Minimum Inhibitory Concentration MODS : Multiple Organ Dysfunction Syndrome MRSA : Metichillin Resistant Staphylococcus Aureus MSSA : Metichillin Sensitive Staphylococcus Aureus PBP : Penicillin Binding Protein PJK OMI : Penyakit Jantung Koroner Old Miocard Infarc PMN : Polimorfonuklear PPOK : Penyakit Paru Obstruktif Kronik RS : Rumah Sakit TB : Tuberkulosis TGF β : Transforming Growth Factor β WHO : World Health Organization
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pneumonia adalah infeksi jaringan paru (alveoli) bersifat akut yang diakibatkan oleh inflamasi pada parenkim paru dan pemadatan eksudat pada jaringan paru. Secara klinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, parasit (PDPI, 2014).
Penyebab utama pneumonia pada orang dewasa adalah infeksi bakteri (Hippenstiel et al., 2006). Bakteri yang paling sering menyebabkan pneumonia adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae,
Staphylococcus aureus, Klebsiella pneumoniae,
dan Mycobacterium
tuberculosis
serta bakteri atipikal, seperti Mycoplasma pneumoniae dan
Chlamydia pneumoniae
. Penyebab lain pneumonia selain bakteri adalah virus dan jamur. Virus yang menyebabkan pneumonia antara lain
Respiratory Syncytial Virus (RSV), Human metapneumovirus,
Parainfluenza virus tipe 1 dan 3, adenoviruses, Influenza A or B, dan
rhinovirus (Scaparrotta et al., 2013).
Berdasarkan klinis dan epidemiologis pneumonia dapat dibedakan menjadi pneumonia komunitas dan pneumonia nosokomial. Pneumonia komunitas adalah peradangan akut pada parenkim paru yang didapat di masyarakat. Pneumonia nosokomial adalah penyakit pneumonia yang dimulai 48 jam setelah pasien dirawat di rumah sakit, yang tidak sedang mengalami inkubasi suatu infeksi saat masuk rumah sakit (PDPI, 2014).
Di Amerika Serikat, The National Nosocomial Infection
Surveillance
menemukan dari semua pasien dengan infeksi nosokomial dengan ICU sebanyak 31% disebabkan oleh pneumonia. (Tores and
1 Cilloniz, 2015). Sebuah penelitian di Denmark, penderita pneumonia dengan usia >50 tahun pada pria sebanyak 4,2% dan pada wanita sebanyak 3,4%. Hal ini menunjukkan bahwa risiko pneumonia pada pria lebih besar dibandingkan wanita. Di Prancis, penderita pneumonia dengan HIV
The Asian Network for Surveillance sebanyak 12% (Torres et al., 2013). of Resistant Pathogens
(ANSORP) melakukan studi bahwa dari 955 orang dewasa dari delapan negara, seperti India, Jepang, Korea Selatan, China, Malaysia, Singapura, Taiwan dan Thailand mengalami CAP. Angka kematian secara keseluruhan adalah 7,3% (Ivan et al., 2013).
Di Indonesia, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) melaporkan bahwa kejadian pneumonia sebulan terakhir mengalami peningkatan pada tahun 2007 dari 2,1% menjadi 2,7% pada tahun 2013. Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) melaporkan bahwa prevalensi pneumonia dari tahun ke tahun terus meningkat, yaitu 7,6% pada tahun 2002 menjadi 11,2% pada tahun 2007 (Anwar & Dharmayanti, 2014). Terdapat sebelas provinsi (33,3%) yang mengalami kenaikan periode prevalensi pneumonia pada tahun 2013 (Depkes RI, 2014).
Antibiotika merupakan terapi utama untuk penyakit pneumonia. Pemberian antibiotika diharapkan mampu membunuh bakteri patogen dan mencapai jaringan tempat bakteri patogen tumbuh. Penentuan antibiotika yang tepat dapat mengurangi adverse drug reactions (American Thoracic Society, 2005; Dahlan, 2014).
Sesuai dengan pedoman yang ada, terapi antibiotika direkomendasikan untuk penyakit pneumonia baik pneumonia komunitas (CAP) maupun pneumonia nosokomial (HAP). Untuk pasien CAP rawat inap, diberikan terapi fluorokuinolon respirasi atau β-laktam+makrolida atau doksisiklin. Jika tidak parah, diberikan ampisilin+makrolida (Mandell
et al., 2007; Richard and Tracy, 2011).
Terapi antibiotika empiris yang direkomendasikan untuk pneumonia onset dini HAP tanpa faktor risiko patogen MDR digunakan β- laktam/anti β-laktamase atau sefalosporin G3 atau fluorokuinolon. Untuk pneumonia onset lanjut HAP dengan faktor ririsko patogen MDR digunakan kombinasi terapi antibiotika spektrum luas untuk mengcover MDR basil gram negatif dan untuk MRSA digunakan vankomisin (PDPI, 2003 ; PPA, 2009).
Antibiotika yang paling sering digunakan pada pasien pneumonia adalah golongan β-laktam seperti sefalosporin dan golongan fluorokuinolon (File Jr, 2002). Mekanisme kerja sefalosporin yakni menghambat pertumbuhan bakteri dengan mengganggu reaksi transpeptidase dari sintesis dinding sel bakteri. Lebih stabil terhadap bakteri β-laktamase dan karena itu mempunyai aktivitas spektrum luas. Sefalosporin terbagi dalam empat generasi, sefalosporin G1 lebih aktif terhadap bakteri gram positif dan generasi selanjutnya lebih sensitif terhadap bakteri gram negatif. Seftriakson dan seftazidim merupakan antibiotika golongan sefalosorin G3. Seftriakson dan seftazidim tidak diserap baik di saluran pencernaan sehingga harus diberikan secara parenteral. Seftriakson sebanyak 93-96% terikat pada protein plasma <70 mcg/ml. Orang dewasa dengan fungsi ginjal dan hati yang normal dengan distribusi paruh 0,12-0,7 jam dan paruh eliminasi 5,4-10,9 jam. Seftazidim lebih aktif terhadap Pseudomonas
aeruginosa
. Terikat pada protein serum kira-kira 5-24%. Seftazidim tidak dimetabolisme dalam tubuh dan 80-90% dari dosis dieliminasi dalam urin dalam waktu 24 jam. Rata-rata waktu paruh eliminasi setelah pemberian seftazidim adalah 1,4-2 jam (McEvoy, 2011; Deck & Winston, 2015). Selanjutnya, golongan fluorokuinolon seperti levofloksasin dengan mekanisme kerja menghambat DNA-girase pada organisme yang rentan sehingga menghambat relaksasi DNA superkoil dan meningkatkan kerusakan untai DNA. Bioavailabilitas levofloksasin 99%. Konsentrasi plasma maksimum dan minimum levofloksasin berturut-turut 6,4 μg/ml dan 0,6 μg/ml. Levofloksasin terikat pada protein serum kira-kira 24-38%. Didistribusikan secara cepat dan luas ke dalam jaringan dan cairan tubuh, termasuk kulit, dan paru (Rang et al., 2012).
Dalam studi di beberapa negara, tingkat resistensi antibiotika secara konsisten yang tertinggi adalah di Asia. Penelitian terbaru di Malaysia, pada tahun 2011 memperkirakan tingkat resistensi penisilin yang tertinggi sebesar 31,78%. Di Singapura, dilaporkan tingkat tertinggi resistensi antibiotika eritromisin sebesar 52,9% dan sefuroksim sebesar 28,6% (Ivan et al., 2013). Pada tahun 2003 sampai 2008 di Amerika Serikat, dari 1300 pasien HCAP yang diteliti, 118 pasien mengalami resistensi antibiotika. Bakteri yang mengalami resistensi antara lain MRSA (Methicillin Resistant Staphylococcus Aureus) sebanyak 49,2%,
Pseudomonas aeruginosa
sebanyak 29,5%, Streptococcus pneumoniae sebanyak 1,5%. Adanya resistensi antibiotika merupakan salah satu penyebab terjadinya kegagalan terapi pada penyakit infeksi seperti pada pneumonia (Karl et al., 2012).
Berdasarkan beberapa penelitian di berbagai negara terutama di Indonesia angka prevalensi dan resistensi antibiotika pada pneumonia masih tinggi. Selain itu, tidak tertutup kemungkinan efek samping penggunaan antibiotika sering terjadi dan penggunaan obat lain juga harus diperhatikan karena dapat meningkatkan peluang terjadinya Drug Related Problems (DRP). Sebelumnya belum ada penelitian tentang penggunaan antibiotika pada pasien pneumonia di Rumah Sakit Universitas Airlangga (RSUA) Surabaya. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian tentang studi penggunaan antibiotika terhadap pasien pneumonia di Rumah Sakit Universitas Airlangga (RSUA) Surabaya.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana pola penggunaan antibiotika pada pasien pneumonia di Rumah Sakit Universitas Airlangga (RSUA) Surabaya?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengkaji pola penggunaan antibiotika pada pasien pneumonia di Rumah Sakit Universitas Airlangga (RSUA) Surabaya
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengkaji pola terapi antibiotika (jenis, rute pemberian, dosis, aturan pakai, dan lama penggunaan obat) pada pasien pneumonia di Rumah Sakit Universitas Airlangga (RSUA) Surabaya.
2. Mengidentifikasi Drug Related Problems (DRP) yang terjadi setelah pemberian antibiotika meliputi kesesuaian dosis, interaksi dan efek samping antibiotika.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam upaya meningkatkan pelayanan kefarmasian di rumah sakit.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Paru
2.1.1 Anatomi Paru
Paru merupakan organ yang elastis, berbentuk kerucut dan letaknya di dalam rongga dada atau toraks. Kedua paru saling terpisah oleh mediastinum sentral yang berisi jantung dan beberapa pembuluh darah besar. Setiap paru mempunyai apeks (bagian atas paru) dan basis. Pembuluh darah paru, saraf dan pembuluh limfe memasuki paru pada bagian hilus dan membentuk akar paru (Ward et al., 2010).
Paru kanan dibagi menjadi tiga lobus oleh fisura interlobularis sedangkan paru kiri dibagi menjadi dua lobus. Lobus-lobus tersebut dibagi lagi menjadi beberapa segmen sesuai dengan segmen bronkusnya. Paru kanan dibagi menjadi 10 segmen sedangkan paru kiri dibagi menjadi 9 segmen (Ward et al., 2010).
Setiap paru dilapisi oleh selaput tipis diantaranya pleura viseralis, pleura parietalis, diafragma, perikardium, dan mediastinum. Suatu lapisan tipis yang kontinyu mengandung kolagen dan jaringan yang elastis disebut dengan pleura. Pleura ini melapisi rongga dada (pleura parietalis) dan menyelubungi setiap paru (pleura viseralis). Pleura parietalis dihubungkan oleh saraf interkostal dan saraf frenikus sedangkan pleura viseralis tidak memiliki persarafan sensorik. Diantara pleura parietalis dan viseralis terdapat suatu lapisan tipis yaitu cairan pleura yang berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan untuk bergerak selama pernafasan dan untuk mencegah pemisahan toraks dan paru (Ward et al., 2010).
6
2.1.2 Anatomi Saluran Pernafasan
Saluran penghantar udara hingga mencapai paru dimulai dari hidung, faring, laring, trakea, bronkus, dan bronkiolus. Saluran pernafasan dari hidung sampai bronkiolus dilapisi oleh membran mukosa yang bersilia. Gerakan bersilia mendorong lapisan mukus ke posterior di dalam rongga hidung dan ke superior di dalam sistem pernafasan bagian bawah menuju faring. Dari sini lapisan mukus akan tertelan atau dibatukkan keluar (Alsagaff & Mukty, 2009; Ward et al., 2010).
Bronkus utama kanan dan kiri tidak simetris. Bronkus kanan lebih pendek, lebih lebar dan merupakan kelanjutan dari trakea yang arahnya hampir vertikal. Sebaliknya, bronkus kiri lebih panjang dan lebih sempit dan merupakan kelanjutan dari trakea dengan sudut yang lebih tajam (Ward
et al., 2010).
Cabang utama bronkus kanan dan kiri membagi diri lagi menjadi bronkus lobar, bronkus segmental dan bronkus subsegmental. Kemudian percabangan ini berjalan terus menjasi bronkus yang ukurannya semakin kecil sampai akhirnya menjadi bronkiolus terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang hampir tidak mengandung alveoli. Setelah bronkiolus terminalis terdapat asinus yang merupakan unit fungsional paru (tempat pertukaran gas). Asinus terdiri dari bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris dan sakus alveolaris (Alsagaff & Mukty, 2009; Ward et al., 2010).
Duktus alveolaris dan sakus alveolus merupakan perluasan bronkioli respiratorius. Alveoli yang merupakan kantung- kantung berdinding tipis tersusun berkelompok pada duktus alveolaris, sehingga struktur yang membentuk keduanya juga serupa. Dinding alveoli yang disebut juga alveolar-capillary membrane berperan dalam pertukaran gas dari udara ke darah (Levitzky, 2007; Alsagaff & Mukty, 2009).
Alveolar-capillary membrane
merupakan tempat pertukaran gas secara pasif. Lapisan alveolus dan endotel kapiler dihubungkan oleh jaringan interstitial yang terdiri dari jaringan elastis, retikuler, dan kolagen. Serabut yang membentuk jaringan interstitiel dapat mencegah terjadinya perluasan yang berlebihan dari alveoli serta memberi sifat elatis pada paru (Levitzky, 2007; Alsagaff & Mukty, 2009).
Gambar 2.1 Bagian-Bagian Saluran Pernafasan (Saladin, 2014)Gambar 2.2 Bagian-bagian Alveolus (Saladin, 2014)Keterangan : a. Bagian alveolus dan peredaran darah
b. Struktur alveolus
c. Struktur membran pernafasan
2.1.3 Fisiologi Saluran Pernafasan
Sistem pernafasan atau sistem respirasi berfungsi untuk menyediakan oksigen (O ) dan mengeluarkan gas karbondioksida (CO )
2
2
dari tubuh. Penyediaan O dan pengeluaran CO merupakan fungsi yang
2
2
vital bagi kehidupan. Oksigen merupakan sumber tenaga bagi tubuh yang harus disuplai terus-menerus sedangkan CO adalah bahan toksik yang
2
harus segera dikeluarkan dari dalam tubuh. Pertukaran O dan CO
2
2
berlangsung secara difusi antara udara di dalam paru dengan darah di dalam kapiler paru melalui dinding alveolus yang sangat tipis (Mc Phee, 2006; Levitzky, 2007).
2.1.4 Mekanisme Pertahanan Paru
Mekanisme pertahanan utama dari saluran napas adalah epitel permukaannya yang cukup istimewa yaitu epitel respiratorius atau epitel bertingkat silindris bersilia dan bersel goblet. Epitel silindris bersilia merupakan sel yang terbanyak. Silia ini terus bergerak untuk menangkap dan mengeluarkan partikel asing. Sel goblet mukosa merupakan bagian apikal mengandung droplet khusus yang terdiri dari glikoprotein (Ward et
al., 2010).
Selain itu, epitel respiratorius dilapisi oleh 5-10 μm lapisan mukus gelatinosa (fase gel) yang mengambang pada suatu lapisan cair yang sedikit lebih tipis (fase sol). Lapisan gel atau mukus dan cair atau sol mengandung mekanisme pertahanan imunitas humoral dan seluler. Lapisan gel terdiri atas glikoprotein, IgG, IgM, dan faktor komplemen. Lapisan cair terdiri atas sekresi sekrosa, laktoferin, lisozim, inhibitor sekresi leukoprotease, dan sekretorik IgA (Ward et al., 2010).
Mukus mengandung beberapa faktor yang dihasilkan oleh sel-sel epitel dan sel lain atau yang berasal dari sel plasma: antiprotease seperti α1- antitripsin yang menghambat aksi protease yang dilepaskan oleh bakteri dan neutrofil yang mendegradasi protein. Protein surfaktan A, terlepas dari aksinya pada tegangan permukaan, memperkuat fagositosis dan mengopsonisasi bakteri dan partikel lain. Lisozim disekresi dalam jumlah besar pada jalan napas dan memiliki sifat antijamur dan bakterisidal; bersama dengan protein antimikroba, laktoferin, peroksidase, dan defensin yang berasal dari neutrofil, enzim tersebut memberikan imunitas nonspesifik pada saluran napas (Ward et al., 2010).
IgA merupakan salah satu bagian dari sekret hidung (10% dari total protein sekret hidung). Bakteri yang sering mengadakan kolonisasi pada saluran napas atas sering mengeluarkan enzim proteolitik dan bakteri gram negatif mempunyai kemampuan untuk merusak IgA. Immunoglobulin sekretori (IgA) adalah immunoglobulin utama dalam sekresi jalan napas dan dengan IgM dan IgG mengaglutinasi dan mengopsonisasi partikel antigenik. IgA juga menahan perlekatan mikroba ke mukosa. IgA sekretori terdiri dari suatu dimer dua molekul IgA yang dihasilkan oleh sel-sel plasma (limfosit B teraktivasi) dan suatu komponen sekretori glikoprotein. Kompleks IgA sekretori kemudian dipindahkan ke permukaan luminal sel epitel dan dilepaskan ke dalam cairan bronkial (Ward et al., 2010).
Makrofag adalah fagosit mononuklear yang berada di seluruh saluran pernafasan. Bertugas sebagai penjaga di saluran napas, memberikan perlindungan terhadap mikroorganisme yang dihirup dan partikel lainnya dengan melalui fagositosis. Makrofag alveolar merupakan sel utama dalam alveoli yang berfungsi dalam pembersihan protein surfaktan dan penekanan respon imun yang tidak diperlukan dengan memproduksi sitokin anti- inflamasi seperti interleukin-10 (IL-10) dan Transforming Growth Factor β (TGF β). Namun, pada infeksi yang lebih parah, mereka dapat memulai respon inflamasi (Ward et al., 2010; Dockrell et al., 2013).
Di dalam jaringan limfoid mukosa terdapat sel dendrit yang berasal dari sumsum tulang. Sel dendrit berfungsi sebagai Antigen Precenting Cells (APC) dan mengirim sinyal aktivasi kepada limfosit T untuk memulai respon imun (immunostimulatory cells). Sel dendrit akan mengekspresikan MHC II pada level yang tinggi serta MHC I dan reseptor komplemen tipe 3
- (C3). Sinyal dari Th (CD4 ) akan menginduksi limfosit untuk menghasilkan sitokin. Aktivasi limfosit B dibantu oleh sel Th2 (IL-4, IL-5, IL-13) serta membentuk diferensiasi sel B menjadi klon yang memproduksi antibodi berupa sekterotik IgA (Kolls, 2013).
B A
Gambar 2.3 Mekanisme Pertahanan Paru (Mc Phee, 2006)Keterangan : A. Pertahanan imun
B. Pertahanan non imun
2.2 Pneumonia
2.2.1 Definisi Pneumonia
Pneumonia merupakan suatu penyakit infeksi pada parenkim paru yang disebabkan oleh sejumlah bakteri yang berbeda, virus parasit, atau jamur. Infeksi ini menyebabkan peradangan pada paru dan akumulasi eksudat pada jaringan paru (Mc Phee, 2006). Selain itu pneumonia juga didefinisikan sebagai peradangan parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat (Dahlan, 2014).
2.2.2 Epidemiologi
Di Amerika Serikat, The National Nosocomial Infection
Surveillance