1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Annisa Nurul Hikmah BAB I

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap perusahaan go public yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

  wajib menyampaikan laporan keuangan yang tersusun sesuai Standar Akuntansi Keuangan (SAK) dan telah diaudit oleh seorang akuntan publik yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dengan semakin bertambahnya perusahaan yang go public maka semakin banyak pula jasa akuntan publik yang dibutuhkan. Dalam hal ini akuntan publik memiliki peran untuk memberikan opini terhadap kewajaran laporan keuangan yang disajikan perusahaan (Salim dan Rahayu, 2014).

  Menurut PSAK nomor 1 (2015) laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas.

  Sedangkan menurut Jansen dan Meclking (1976), laporan keuangan merupakan bentuk pertanggungjawaban dan penyampaian informasi keuangan dari suatu perusahaan (organisasi) kepada pihak-pihak yang memiliki kepentingan terhadap laporan keuangan, baik pihak eksternal maupun internal. Pihak-pihak yang memiliki kepentingan terhadap laporan keuangan perusahaan (organisasi) disebut pemakai laporan keuangan diantaranya pemilik perusahaan, karyawan, kreditur, lembaga keuangan, investor, pemerintah, dan masyarakat umum (Nabila, 2011).

  Mengingat banyaknya pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan tersebut, maka informasi yang disajikan dalam laporan keuangan haruslah wajar, dapat dipercaya dan tidak menyesatkan bagi pemakainya sehingga kebutuhan masing-masing pihak yang berkepentingan dapat dipenuhi. Untuk menjamin kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan, maka perlu adanya suatu pemeriksaan yang dilakukan oleh auditor independen (Nabila, 2011). Auditor independen yang dimaksud adalah auditor pada kantor akuntan publik (KAP).

  Auditor independen berfungsi untuk melakukan pemeriksaan secara objektif dan memberikan opini atas kewajaran laporan keuangan yang telah disajikan pihak manajemen perusahaan (Faradila dan Yahya, 2016). Seorang auditor independen dalam penyampaian pendapat atas kewajaran laporan keuangan yang disajikan perusahaan harus sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi berlaku umum (PABU). Independensi seorang auditor merupakan hal yang penting bagi auditor ketika melaksanakan tugas pengauditan yang mewajibkan memberikan penilaian atas kewajaran laporan keuangan kliennya. Independensi akan hilang jika auditor dan klien mempunyai hubungan pribadi, sehingga akan mempengaruhi opini dan sikap mental mereka (Nasser dkk, 2006).

  Pembatasan audit tenure (masa perikatan audit) merupakan salah satu usaha untuk mencegah auditor berinteraksi terlalu dekat dengan klien sehingga akan menggangu independensi auditor (Satriantini dkk, 2014). Salah satu anjurannya adalah ketentuan pergantian KAP yang dilakukan oleh perusahaan, dengan tujuan untuk menghasilkan kualitas dan independensi auditor. Menurut Astyorini (2015) pergantian KAP bisa terjadi secara

  

voluntary (sukarela) atau mandatory (wajib). Jika pergantian tersebut terjadi

  secara voluntary, maka faktor-faktor penyebab dapat berasal dari sisi klien (misalnya kesulitan keuangan, perubahan ownership, manajemen yang gagal,

  

Initial Public Offering , dan sebagainya). Sebaliknya, jika pergantian terjadi

secara mandatory, hal itu terjadi karena adanya peraturan yang mewajibkan.

  Timbulnya kajian mengenai pergantian KAP berawal dari terbongkarnya kasus Enron ke ranah publik pada Desember 2001, dimana KAP nya yang merupakan salah satu anggota KAP big five saat itu yakni Arthur Andersen gagal mempertahankan independensinya dalam mengaudit kliennya. Akibat kasus ini, lahirlah The Sarbanes-Oxley Act (SOX) tahun 2002 sebagai solusi dari skandal perusahaan besar yang terjadi di Amerika.

  

The Sarbanes-Oxley Act (SOX) tahun 2002 merupakan pesan yang digunakan

  oleh banyak negara untuk memperbaiki struktur pengawasan terhadap KAP dengan menerapkan rotasi KAP maupun akuntan Publiknya (Satriantini dkk, 2014).

  Menindaklanjuti The Sarbanes-Oxley Act (SOX) tahun 2002, Pemerintah Indonesia mengatur kewajiban rotasi audit dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Keuangan Nomor 423/KMK.06/2002 tentang Jasa Akuntan Publik dan yang kemudian direvisi dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 359/KMK.06/2003 tanggal 21 Agustus 2003 yang membatasi masa penugasan Kantor Akuntan Publik paling lama untuk 5

  (lima) tahun buku berturut-turut dan oleh seorang akuntan publik paling lama 3 (tiga) tahun buku berturut-turut (Peraturan Menteri Keuangan, 2003).

  Keputusan Menteri Keuangan Nomor 359/KMK.06/2003 diperbaharui kembali dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 17/PMK.01/2008 tentang Jasa Akuntan Publik. Perubahan yang dilakukan adalah pada pasal 3 ayat 1 yaitu, pemberian jasa audit umum atas laporan keuangan suatu entitas dapat dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik paling lama 6 (enam) tahun buku berturut-turut dan oleh seorang akuntan publik 3 (tiga) tahun buku berturut-turut (Peraturan Menteri Keuangan, 2008).

  Pergantian KAP bisa bersifat mandatory (wajib) dan bisa juga

  

voluntary (sukarela). Pergantian KAP secara mandatory yaitu pergantian

  KAP yang dilandasi peraturan pemerintah serta dengan alasan teoritis bahwa penerapan pergantian auditor secara mandatory diharapkan akan meningkatkan independensi auditor baik secara penampilan maupun secara fakta (Satriantini dkk, 2014). Sedangkan pergantian KAP secara voluntary merupakan keputusan pergantian KAP yang hanya berdasarkan pada keinginan dari perusahaan itu sendiri atau diluar dari peraturan yang ada (Dwiyanti dan Sabeni, 2014). Menurut Pratitis (2012) pergantian KAP idealnya dilakukan secara mandatory, jika hal tersebut terjadi maka tidak akan menimbulkan pertanyaan maupun masalah karena memang telah diatur oleh peraturan pemerintah. Namun yang menjadi masalah adalah ketika perusahaan mengganti KAP nya secara voluntary, dimana hal ini akan menimbulkan pertanyaan dari berbagai pihak, yaitu mengapa perusahaan melakukan pergantian KAP diluar peraturan yang dibuat pemerintah.

  Kenyataan fenomena pergantian KAP di Indonesia sendiri menunjukkan banyak perusahaan yang melakukan pergantian KAP secara voluntary.

  Fenomena voluntary auditor switching sudah banyak terjadi didukung oleh banyaknya hasil penelitian yang telah dilakukan, namun penelitian tentang faktor apa saja yang mempengaruhi voluntary auditor switching masih sangat menarik untuk diteliti. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan financial distress, pertumbuhan perusahaan, pergantian manajemen dan opini audit sebagai variabel independen untuk menguji pengaruhnya terhadap pergantian KAP. Variabel-variabel tersebut dipilih karena menarik untuk diuji kembali megingat masih terdapat hasil yang berbeda-beda pada penelitian terdahulu.

  Financial distress merupakan kondisi perusahaan yang sedang dalam

  masa kesulitan keuangan (Aprilia, 2013). Perusahaan yang bangkrut dan sedang mengalami posisi keuangan yang tidak sehat cenderung akan melakukan pergantian KAP yang memiliki independensi yang tinggi untuk meningkatkan kepercayaan diri perusahaan (Febriana, 2012). Pernyataan tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan Pinto (2016) serta Wea dan Murdiawati (2015) yang menyatakan bahwa financial distress memiliki pengaruh yang positif terhadap pergantian auditor (KAP). Sedangkan hasil penelitian yang berbeda dilakukan oleh Salim dan Rahayu (2014), Pradhana

  (2015) dan Nugroho (2015) yang menyatakan bahwa financial distress tidak berpengaruh terhadap auditor switching.

  Tingkat pertumbuhan perusahaan merupakan kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kualitas baik industrinya maupun kualitas baik kegiatan ekonomi secara keseluruhan (Weston dan Copeland, 1992). Putra (2014) dan Saidin, dkk (2016) melakukan penelitian dan memberikan hasil bahwa pertumbuhan perusahaan tidak berpengaruh terhadap pergantian auditor (KAP). Sedangkan Faradila dan Yahya (2016) dan Nugroho (2015) memberikan hasil bahwa pertumbuhan perusahaan berpengaruh signifikan terhadap pergantian auditor (KAP).

  Pergantian manajemen merupakan pergantian direksi perusahaan yang bisa jadi disebabkan oleh keputusan rapat umum pemegang saham (RUPS) atau pihak manajmen yang berhenti karena kemauannya sendiri sehingga pemegang saham harus mengganti manajemen baru yaitu direktur utama CEO (Chief Executive Officer) suatu perusahaan (Damayanti dan Sudarma, 2008). Penelitian mengenai pergantian manajemen telah dilakukan oleh Nazri, dkk (2012) dan Budi, dkk (2015), menghasilkan bahwa pergantian manajemen berpengaruh positif terhadap pergantian auditor (KAP). Hasil yang berbeda ditemukan pada penelitian Satriantini, dkk (2014) dan Aprillia (2013) yang menyatakan bahwa pergantian manajemen tidak berpengaruh terhadap pergantian auditor (KAP).

  Opini audit merupakan pernyataan atau pendapat yang diberikan auditor dalam menilai kewajaran suatu laporan keuangan perusahaan klien yang diauditnya. Pengujian terhadap pengaruh variabel opini audit telah dilakukan Salim dan Rahayu (2014) serta Wea dan Murdiawati (2015) membuktikan bahwa opini audit tidak berpengaruh terhadap pergantian auditor (KAP).

  Sedangkan hasil penelitian Putra (2014) dan Suarjana (2015) menyatakan bahwa opini audit berpengaruh terhadap pergantian KAP.

  Penelitian ini menggunakan perusahaan manufaktur sektor industri dasar dan kimia yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2014 sampai 2016 sebagai obyek penelitian. Perusahaan manufaktur sektor industri dasar kimia dipilih karena merupakan sub sektor industri yang paling banyak diantara beberapa sub sektor lain dari perusahaan manufaktur, disamping itu penelitian mengenai pergantian KAP dengan menggunakan perusahaan sektor industri dasar dan kimia sebagai obyek penelitian masih sangat jarang dilakukan. Periode tahun penelitian 2014 sampai 2016 dipilih sebagai tahun penelitian karena tahun tersebut merupakan tahun terbaru, sehingga diharapkan hasil dari penelitian ini dapat mencerminkan kondisi terbaru dari objek penelitian yang nantinya dapat menjadi sumber informasi bagi pihak yang berkepentingan.

B. Perumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan beberapa rumusan masalah yaitu:

1. Apakah financial distress berpengaruh positif terhadap pergantian KAP?

  2. Apakah pertumbuhan perusahaan berpengaruh negatif terhadap pergantian KAP?

  3. Apakah pergantian manajemen berpengaruh positif terhadap pergantian KAP? 4. Apakah opini audit berpengaruh negatif terhadap pergantian KAP? C.

   Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

  Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan dalam penelitian ini adalah: a.

  Untuk memberikan bukti empiris pengaruh positif financial distress terhadap pergantian KAP.

  b.

  Untuk memberikan bukti empiris pengaruh negatif pertumbuhan perusahaan terhadap pergantian KAP.

  c. Untuk memberikan bukti empiris pengaruh positif pergantian manajemen terhadap pergantian KAP.

  d.

  Untuk memberikan bukti empiris pengaruh negatif opini audit terhadap pergantian KAP.

  2. Manfaat Penelitian

  Dari hasil yang dilakukan diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : a.

  Bagi Akademisi Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pengetahuan baru serta menjadi referensi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pergantian KAP dan sebagai pembuktian atas teori yang sudah ada. b.

  Bagi Peneliti Penelitian ini diharapkan dapat menambah dan mengembangkan pengetahuan serta wawasan peneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perusahaan melakukan pergantian KAP.

  c.

  Bagi Investor Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada investor alasan-alasan dibalik perusahaan melakukan pergantian KAP, sehingga tidak ada kecurigaan diantara kedua belah pihak.

  d.

  Bagi KAP Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai wawasan untuk KAP tentang apa saja faktor- faktor yang mempengaruhi pergantian auditor, serta sebagai masukan bagi pimpinan KAP dalam rangka menjaga dan meningkatkan independensi dan obyektivitas dalam melaksanakan audit.