BAB I PENDAHULUAN - PANTI REHABILITASI ANAK AUTIS DI SURAKARTA - UNS Institutional Repository

BAB I PENDAHULUAN A. JUDUL PANTI REHABILITASI ANAK AUTIS DI SURAKARTA B. PENGERTIAN JUDUL 1. REHABILITASI ANAK AUTIS a. Anak Autis Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang

  1 masih dalam kandungan . Selain itu sumber lain menjelaskan bahwa , yang dimaksudkan anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum 2 kawin .

  Istilah “autis” berasal dari bahasa Yunani yaitu auto yang berarti sendiri. Istilah tersebut diperkenalkan pertama kali oleh Leo Kanner, seorang psikiater dari Harvard pada tahun 1943. Autisme pada hakekatnya adalah gangguan perkembangan neurobiologi pada anak. Selain gangguan perkembangan neurobiologi, sebagian besar anak autis menujukkan pula gangguan sistem persepsi sensori pada satu atau beberapa inderanya dengan tingkatan yang berlebihan (hiper) maupun berkekurangan (hipo). Oleh karena itu, gangguan ini menimbulkan masalah bagi si kecil, dalam hal berkomunikasi dan menjalin hubungan 3 dengan lingkungan .

  b.

  Panti Rehabilitasi 4 Panti merupakan suatu istilah yang menandakan suatu tempat ataupun rumah .

  Rehabilitasi adalah suatu proses, produk, atau program yang sengaja disusun agar orang- orang atau anak-anak yang berkelainan dapat mengembangkan potensinya seoptimal mungkin yang ia miliki sehingga dapat mencapai kepuasan lahir dan batin. Dengan demikian, hakekatnya arti rehabilitasi merupakan pendekatan total, yang merupakan suatu pendekatan komprehensif, kesemuanya bertujuan membentuk individu yang utuh dalam aspek fisik, mental, emosional dan sosial agar ia dapat berguna dan dapat hidup mandiri 5 di tengah kehidupan bermasyarakat .

  1 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak 4 Ibid. 5 Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Menurut Achlis dalam Haryanto, Rehabilitasi dan Pekerjaan Sosial (Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta, 2009).

  I-1

  I-2 2.

  SURAKARTA Kota Surakarta atau sering juga disebut dengan Kota Solo adalah wilayah otonom dengan status Kota di bawah Provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Kota dengan luas 44 km² ini berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Boyolali, dan Kabupaten Sukoharjo. Kota Surakarta memiliki 5 kecamatan yaitu terdiri dari Kecamatan Pasar Kliwon, Jebres, Banjarsari, Laweyan, dan Serengan 6 .

3. KESIMPULAN

  Dari pengertian-pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Panti Rehabilitasi Anak Autis di Surakarta ini merupakan panti rehabilitasi dengan desain lingkungan terapi yang tidak hanya memberikan rangkaian program ataupun layanan penyembuhan, pemulihan, dan pengembangan potensi anak autis secara medis, fisik, mental, dan sosial. Namun, dapat memberikan pengaruh positif terhadap kondisi psikis dan fisik anak, serta meminimalisir tingkat stress anak yang telah dialami sebelumnya. Desain perancangan panti rehabilitasi akan mengacu pada aspek persepsi sensori anak autis, sehingga dapat terbentuknya sebuah lingkungan khusus yang sesuai dengan tingkat kepekaan sistem sensori mereka. Lingkungan khusus tersebut secara tidak langsung akan menciptakan stimulasi khusus yang dibutuhkan oleh anak autis, mempengaruhi respon perilaku anak secara positif, dan dapat mempercepat proses pemulihan dan perkembangan anak secara fisik, psikis, intelektual, dan sosial.

C. LATAR BELAKANG

  Autisme merupakan salah satu fenomena keterlambatan dan hambatan dalam proses perkembangan dan pertumbuhan anak pada umumnya, yang terjadi akibat adanya gangguan perkembangan fungsi otak yang kompleks dan saling bervariasi 7 . Secara umum, anak autistik memiliki gangguan dalam hal: komunikasi, interaksi sosial, imajinasi, pola perilaku berulang, dan tidak mudah menyesuaikan terhadap perubahan 8 . Gangguan interaksi sosial ditandai dengan kegagalan anak autis dalam menggunakan bahasa secara normal untuk berkomunikasi, sehingga mempengaruhi kemampuan anak dalam menjalin hubungan sosialnya. Gangguan komunikasi terjadi baik komunikasi verbal (dengan kata-kata) maupun non verbal (gerak tubuh, ekspresi wajah, dll). Sedangkan gangguan imajinasi berakibat anak mengalami kesulitan dalam melakukan aktivitas dan bermain 9 . Beberapa pakar menjelaskan bahwa hal tersebut terjadi karena pusat di otak

  

(brain center) yang mengatur input rangsangan (sensoring and processing) mengalami gangguan,

  6 “Kota Surakarta,” Wikipedia, n.d., https://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Surakarta., terakhir diakses 7 April 2016 7 Edi Pramono Singgih, Rekayasa Arsitektural Ruang Mandiri Bagi Anak Autisme di Tengah Keluarga dari Strata Sosial Ekonomi Menengah ke Bawah , 1 ed. (Surakarta: UPT. Penerbitan dan Percetakan UNS Press, 2015)., hal 3 8 Mulyadi dan Sutadi, Autism is Curable., hal 12 9 Ibid., hal 12

  10

  terutama dalam kemampuan berbahasa . Oleh sebab itu, anak autis merupakan sesosok individu yang termasuk dalam kategori anak dengan kebutuhan khusus Sampai saat ini belum ditemukan data akurat mengenai jumlah penyandang autisme yang sesungguhnya di Indonesia, dikarenakan belum adanya survey yang dikhususkan untuk anak penyandang autisme. Namun dari beberapa laporan para professional yang bergerak dalam penanganan anak autis, diketahui pada lima tahun terakhir jumlah angka pertumbuhan anak penyandang autis mengalami peningkatan. Dr Widodo Judarwanto, pediatrician clinical dan editor

  

in chief dari menduga seperti halnya dibelahan dunia lainnya terjadi

  peningkatan yang signifikan penderita autis di Indonesia. Prediksi jumlah penderita autis dari tahun ke tahun semakin meningkat. Sepuluh tahun lalu jumlah penyandang autisme diperkirakan satu per 5.000 anak, tahun 2000 meningkat menjadi satu per 500 anak. Diperkirakan tahun 2010 satu per 300 anak. Sedangkan tahun 2015 diperkirakan satu per 250 anak. Tahun 2015 diperkirakan terdapat kurang lebih 12.800 anak penyandang autisme atau 134.000 penyandang spektrum autis 11 di Indonesia . Sementara itu, untuk perbandingan penyandang autisme menurut jenis kelamin, diperkirakan bahwa laki-laki lebih banyak dari pada perempuan dengan rata-rata perbandingan 12 4,3:1 .

  

Dinamika Peningkatan Jumlah Anak Autis di Indonesia

0,0045 0,004

  0,004 0,0033 0,0035 0,003 0,0025 0,002

  Peningkatan Jumlah Anak 0,002 Autis 0,0015

  0,001 0,0002 0,0005 1990 2000 2010 2015

  

Diagram 1.1 : Grafik Peningkatan Jumlah Anak Autis di Indonesia

Sumber

  Pada kenyataanya, belum dapat dipastikan jumlah anak autis yang sesungguhnya di Kota Surakarta. Hal ini disebabkan karena pemerintah kurang memberikan sosialisasi kepada masyarakat mengenai dunia autisme, sehingga pengetahuan masyarakat luas mengenai autisme sangatlah rendah. Oleh karena itu, tidak heran bahwa orang tua kurang memahami dan menyadari 10 bahwa anaknya mengidap autis, mereka sering kali tidak menyadari gejala-gejala autisme yang 11 Ibid., hal 18 Dokter Anak Indonesia, “Jumlah Penderita Autis di Indonesia,” 6 September 2015, 12 https://klinikautis.com/2015/09/06/jumlah-penderita-autis-di-indonesia., terakhir diakses 7 April 2016 Mulyadi dan Sutadi, Autism is Curable., hal. 25

  I-3 terjadi pada anaknya. Direktur Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus (PKLK) Ditjen Pendidikan Dasar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Mudjito mengakui bahwa pendataan anak autis di Indonesia sulit untuk dilakukan karena budaya masyarakat 13 Indonesia yang menyembunyikan keberadaan anaknya yang autis karena malu .

  Autiseme biasanya terdeteksi sebelum usia 3 tahun. Namun, ada juga gejala sejak usia bayi dengan keterlambatan interaksi sosial dan bahasa (progresi) atau pernah mencapai normal tapi sebelum 14 usia 3 tahun perkembangannya berhenti dan mundur, serta muncul ciri-ciri autisme . Apabila mengalami hambatan dan tidak diatasi dengan cepat dan tepat, proses belajar anak-anak tersebut juga akan terhambat. Intelegensia, emosi, dan perilaku sosial anak tersebut tidak dapat berkembang 15 dengan baik . Oleh karena itu, anak penyandang autis memerlukan penanganan sejak dini yaitu dengan dilakukannya deteksi dan intervensi dini. Deteksi dan intervensi dini tersebut baik 16 dilakukan ketika momentum plastisitas otak anak masih optimal . Deteksi dan intervensi dini sangat penting untuk anak autis, sebab semakin cepat dilakukannya penanganan, semakin cepat pula proses pemullihan atau penyembuhannya. Intervensi dini yaitu terapi atau tatalaksana yang dilakukan terhadap anak dari sejak lahir sampai usia 3 tahun, yang memiliki kecacatan (disability), 17 keterlambatan perkembangan atau yang beresiko mengalami keterlambatan secara signifikan .

  Namun tidak menutup kemungkinan bahwa anak autis yang berumur di atas 3 tahun untuk memperoleh terapi dan edukasi intensif dengan tujuan dapat memberikan mereka kemandirian, kreativitas, keeksisan dan keterampilan seperti anak-anak lain pada umumnya serta membekali mereka untuk dapat masuk kejenjang pendidikan formal (sekolah) pada umumnya.

  Terapi dan edukasi intensif tersebut akan diwadahi oleh suatu tempat yang dinamakan panti rehabilitasi. Panti rehabilitasi ini berfungsi sebagai wadah pemulihan fungsional baik perilaku, okupasi, sistem syaraf/ neuron, serta sistem sensoris (sensori integrasi) yang mengalami kelainan ataupun gangguan untuk menuju ke bentuk atau fungsi normal kembali. Panti rehabilitasi ini akan menyediakan tiga jenis layanan terpadu yaitu terdiri dari layanan medis, terapi, dan edukasi (pendidikan). Rehabilitasi ini ditekankan pada proses pemulihan fungsional dan pencapaian tingkat kemandirian anak, agar aktivitas fisik, psikososial, kejuruan, dan rekreasinya dapat kembali normal, serta dapat hidup mandiri ditengah kehidupan bermasyarakat. Menurut Dr. Hardiono D Pusponegoro SpA (K), seorang spesialis neurolog anak mengatakan bahwa sistem pendidikan 13 khusus dibentuk bagi anak berkebutuhan khusus lengkap dengan terapi, medis dan edukasi

  Neneng Zubaidah, “Pemerintah Akan Bangun 24 Autis Center,” Agustus 2013, http://nasional.sindonews.com/read/769144/15/pemerintah-akan-bangun-24-autis-center-1375638382., terakhir diakses 21 14 April 2016 15 Pedoman Penanganan dan Pendidikan Autisme YPAC (Jakarta Selatan: Yayasan Autisma Indonesia, n.d.). 16 Mulyadi dan Sutadi, Autism is Curable., hal. 17 17 Ibid., hal 19 Ibid.

  I-4

  18

  memberikan perubahan besar terhadap perkembangan anak . Gabungan antara terapi dan edukasi yang tepat membuat anak autis mampu tumbuh dan belajar sesuai dengan keadaan dan kondisi mereka. Oleh sebab itu, pentingnya membawa anak yang telah terdeteksi menyandang autistik untuk segera ditangani sedini mungkin di dalam rangkaian program kegiatan rehabilitasi, yang berguna untuk pemulihan fungsional sistem kerja tubuhnya dan memiliki pribadi yang mandiri. Masalahnya, kondisi pusat terapi yang ada di Indonesia belum sebanding dengan jumlah penderita 19 yang ada, fasilitas ruang dan perlengkapan yang tersediapun belum maksimal . Kota Surakarta memiliki beberapa layanan autis (berupa tempat terapi ataupun sarana pendidikan alternatif), terdiri dari : Mutiara Center, AGCA Center, BEC Indonesia, Pusat Pelayanan Autis Solo, Psyco House, ASA Center, TIAR Kids, dsb. Dari beberapa tempat terapi tersebut, telah diketahui bahwa pelayanan autis yang dimiliki oleh Kota Surakarta masih belum bekerja secara maksimal dalam menampung dan menangani anak autis yang jumlahnya semakin meningkat. Contohnya saja, Pusat Pelayanan Autis Solo yang dimiliki oleh Kota Surakarta sendiri, menurut Staf administrasi PLA Solo, Nikma Milati Amalia mengatakan bahwa anak autis yang sudah mendaftar sebanyak 120 anak. Namun, saat ini yang sudah mengikuti terapi hanya 30 anak. Hal tersebut disebabkan karena 20 keterbatasan tenaga terapi di pusat layanan tersebut .

  Fasilitas layanan autis yang telah tersedia di Kota Surakarta tersebut, seperti fasilitas medis, pendidikan, fasilitas terapi masih ditemukan terpisah lokasinya, sehingga akan menyulitkan pasien ketika membutuhkan ketiga fasilitas tersebut. Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah wadah yang dapat menampung fasilitas-fasilitas tersebut yaitu panti rehabilitasi anak autisme yang nantinya akan lebih memudahkan pasien dalam menjangkau fasilitas untuk kebutuhan terapi dan edukasi. Dengan demikian, keberadaan Pusat rehabilitasi Anak Autis di Kota Surakarta ini menjadi salah satu sarana dan prasarana yang ditunggu keberadaannya, guna meningkatkan pelayanan Pemerintah Kota terhadap anak autis yang ada di Kota Surakarta, mengingat bahwa visi misinya sebagai Kota Inklusi, Kota Layak Anak, dam Kota Ramah Difabel.

  Panti Rehabilitasi anak penderita autis ini merupakan suatu perancangan arsitektur yang termasuk dalam penggolongan fasilitas kesehatan dan edukasi. Fasilitas yang direncanakan meliputi fasilitas informasi bagi pengunjung, fasilitas penyembuhan atau terapi, fasilitas kesehatan, fasilitas pengasuhan, dan fasilitas pendidikan. Fasilitas-fasilitas tersebut disesuaikan dengan klasifikasi 18 gangguan (kondisi) dan tingkat kebutuhan dari masing-masing individu penyandang autisme.

  Petti Lubis dan Anda Nurlaila, “Bisakah Anak Autis Bersekolah Normal,” Viva.co.id, 14 Juni 2010, 19 http://life.viva.co.id/news/read/157564-bisakah-anak-autis-bersekolah-normal., terkahir diakses tanggal 25 April 2016 Striti Mayang Sari, “Konsep Desain Partisipasi dalam Desain Interior Ruang Terapi Perilaku Anak Autis,” Dimensi 20 Interior 4 Nomor 2 (2006).

  Abdul J alil, “Tenaga Terapi Minim, Antrean PLA Solo Panjang,” Agustus 2015, http://www.solopos.com/2015/08/27/terapi-anak-autis-tenaga-terapi-minim-antrean-pla-solo-panjang-636820., terakhir diakses tanggal 25 April 2016

  I-5 Konsep perancangan panti rehabilitasi ini akan mengacu pada kebutuhan sistem sensori anak terhadap lingkungannya yang memiliki tingkat sensitifitas dan reaktifitas yang berbeda, yang tentunya akan mempengaruhi respon perilaku dan psikologis anak autis sebagai individu yang kompleks. Anak autis membutuhkan lingkungan khusus yang disiapkan untuk memenuhi 21 kebutuhan neurologisnya . Hal tersebut dilakukan karena anak ini mengalami gangguan sensory

  

integration yang menyebabkan anak tidak dapat beradaptasi secara optimal sehingga menyebabkan

  sistem neurologisnya tidak dapat mengembangkan proses untuk mengintegrasikan input sensorik 22 dari lingkungan . Jika lingkungan khusus tersebut disiapkan dengan benar (sesuai dengan kebutuhan dan kondisinya), maka individu tersebut (anak autis) dapat mengintegrasikan input yang diterima dan berespon secara tepat (adaptif). Interaksi anak dengan lingkungan sangat membantu dalam perkembangan otaknya. Anak dengan kebutuhan khusus seperti anak autis memerlukan 23 perlakuan khusus agar mereka dapat merespon input yang ada disekitarnya dengan tepat . Oleh karena itu, perancangan panti rehabilitasi dengan desain lingkungan khusus yang mengacu pada kebutuhan stimulasi sensori penyandang autis diharapkan dapat berperan besar dalam mempercepat proses penyembuhan dan perkembangan anak autis secara fisik, psikis, intelektual, dan sosial.

  Konsep perancangan bangunan panti rehabilitasi akan diaplikasikan ke dalam elemen pembentuk fisik bangunan, yang berupa elemen tata ruang dalam (interior) dan elemen tata ruang luar (eksterior) bangunan. Kedua elemen tersebut akan dirancang dengan berbagai pertimbangan pemilihan atribut atau elemen arsitektur, seperti: prinsip desain, bentuk, ukuran, tekstur, warna, material bangunan, dan hal-hal lain yang berhubungan dengan konsep visual dan audiovisual yang nantinya akan menciptakan efek yang spesifik bagi anak autis dengan tingkat gangguan persepsi sensoris yang berbeda. Efek spesifik tersebut meliputi efek yang dapat menenangkan maupun efek yang dapat menstimulasi sistem sensori anak autis, sehingga akan mempengaruhi respon perilaku anak autis secara positif dan menciptakan lingkungan yang tenang, santai, rileks, aman, serta nyaman bagi anak autis. Hasil penelitian membuktikan bahwa tidak hanya lingkungan alamiah tetapi juga lingkungan buatan memiliki pengaruh dalam menciptakan suatu kesatuan lingkungan 24 yang kondusif bagi proses penyembuhan tidak hanya kondisi fisik tetapi juga psikis . Kondisi psikis yang prima secara langsung maupun tidak langsung akan memberi stimulus positif terhadap 25 kondisi fisik seseorang sehingga mempercepat berlangsungnya proses penyembuhan .

  21 Menurut Ayres dalam Tri Gunadi, “Terapi Sensori Integrasi Up Date untuk Anak Autism” (Autism Awareness Festival, 22 Jakarta, 2008). 23 Ibid. 24 Ibid. 25 Ibid.

  I-6 Menurut dimensi interior edisi desember 2008 dalam Ibid.

D. RUMUSAN PERMASALAHAN DAN PERSOALAN 1.

  Rumusan Permasalahan Bagaimana konsep perancangan panti rehabilitasi sebagai wadah bagi penyandang autisme untuk memperoleh penanganan medis, intervensi dini, edukasi intensif, dan pengasuhan, dengan mengacu pada gangguan persepsi sensori anak sebagai dasar penentuan stimulasi yang tepat untuk perkembangannya?

2. Rumusan Persoalan

  Adapun persoalan dalam perencanaan dan perancangan panti rehabilitasi anak autis di Surakarta adalah sebagai berikut : a.

  Bagaimana konsep perancangan fisik bangunan panti rehabilitasi yang mecakup elemen tata ruang dalam (interior) dan elemen tata ruang luar (eksterior), untuk dapat menstimulasi daya pikir, psikis, dan fisik anak autisme, dengan mengacu pada kebutuhan stimulasi sensori masing-masing individu? b.

  Bagaimana perencanaan program kegiatan, ruang dan fasilitas-fasilitas penunjang yang mendukung dalam proses terapi, edukasi intensif, dan pengasuhan yang akan berlangsung di dalam pusat rehabilitasi sesuai dengan kebutuhan anak autis? c. Bagaimana konsep tapak yang dapat memenuhi kebutuhan masing-masing ruang dan dapat mengkondisikan tingkat kebisingan di dalam bangunan panti rehabilitasi anak autis, sehingga anak dapat berkegiatan di dalamnya secara aman, nyaman, dan kondusif? d. Bagaimana perencanaan dan perancangan gubahan massa, tatanan massa, pola sirkulasi, susunan ruang, dan tata letak bangunan sesuai dengan kedekatan fungsi dan kebutuhan ruang, karakteristik anak autis, serta pedoman desain khusus anak autis?

E. TUJUAN DAN SASARAN 1.

  Tujuan Mendapatkan desain panti rehabilitasi sebagai wadah bagi penyandang autisme untuk memperoleh penanganan medis, intervensi dini, edukasi intensif, dan pengasuhan, dengan mengacu pada gangguan persepsi sensori anak sebagai dasar penentuan stimulasi yang tepat untuk perkembangan anak.

2. Sasaran

  Adapun sasaran dalam perencanaan dan perancangan panti rehabilitasi anak autis di Surakarta adalah sebagai berikut: a.

  Konsep perancangan fisik bangunan panti rehabilitasi yang mecakup elemen tata ruang dalam (interior) dan elemen tata ruang luar (eksterior), untuk dapat menstimulasi daya pikir, psikis, dan fisik anak autisme, dengan mengacu pada kebutuhan stimulasi sensori masing-masing individu.

  b.

  Konsep perencanaan program kegiatan, ruang dan fasilitas-fasilitas penunjang yang mendukung dalam proses terapi, edukasi intensif, dan pengasuhan yang akan berlangsung di dalam pusat rehabilitasi yang telah direncanakan sesuai dengan kebutuhan anak autis c.

  Konsep tapak yang dapat memenuhi kebutuhan masing-masing ruang dan dapat mengkondisikan tingkat kebisingan di dalam bangunan panti rehabilitasi anak autis, sehingga anak dapat berkegiatan di dalamnya secara aman, nyaman, dan kondusif.

  d.

  Perencanaan dan perancangan gubahan massa, tatanan massa, pola sirkulasi, susunan ruang, dan tata letak bangunan sesuai dengan kedekatan fungsi dan kebutuhan ruang, karakteristik anak autis, serta pedoman desain khusus anak autis.

F. LINGKUP PEMBAHASAN

  Lingkup pembahasan dari proyek ini yaitu mecakup: 1.

  Pembahasan dibatasi pada pemecahan rumusan permasalahan arsitektur yang didasari oleh pedoman teknis bangunan rehabilitasi, pedoman penanganan dan pendidikan anak autis, dan pedoman desain khusus anak autis, sesuai dengan klasifikasi, karakteristik, kebutuhan, dan kondisi anak autis.

2. Penekanan arsitektur pada pengolahan fisik bangunan (mecakup: interior dan eksterior)

  ,dibatasi dalam bangunan kawasan (bukan bangunan tunggal), dengan mengacu pada kebutuhan stimulasi sensori penyandang autisme terhadap lingkungannya.

  G. METODE DESAIN

  Metode desain yang dilakukan untuk tahapan pembuatan konsep perencanaan dan perancangan Pusat Rehabilitasi Anak Autis di Surakarta, sebagai berikut :

  KOTA SURAKARTA KOTA LAYAK ANAK, K KOTA INKLUSI BJE O N A FASILITAS AUTISM K A PELAYANAN ANAK Y AUTIS YANG ADA ELA K EVALUASI PEDOMAN USER REHABILITASI P KRITERIA

  PROGRAM KEGIATAN, E S

  KARAKTER USER N

  SITE FASILITAS REHABILITASI, O

  Dibagi menjadi 3 golongan KRITERIA DESAIN DAN

  K N N yaitu hipersensitif,

  A A PENZONINGAN (STIMULASI) N

  PENENTUAN TI gangguan, dan hiposensitif

  U S SITE U ELI Y N E EN P P S KONSEP

  E KONSEP KONSEP KONSEP S KOMPLEMETER TAPAK RUANG MASSA

  RO P

  IO TRANFORMASI D DESAIN TU DESIAIN S

Bagan 1.1 : Bagan Konsep Perencanaan dan Perancangan Pusat Rehabilitasi dengan Pendekatan di Surakarta Sumber : Analisis Pribadi, 2016

  1. MENYUSUN KELAYAKAN OBJEK Pada tahapan ini telah dijabarkan dan dibahas dalam pengertian judul, latar belakang, tujuan, sasaran, persoalan,dan batasan desain.

  2. REHABILITASI ANAK AUTIS a.

  REHABILITASI SEBAGAI OBJEK YANG DIRENCANAKAN Rehabilitasi merupakan wadah utama yang akan menampung kegiatan anak autis sebagai

  user (pengguna) utama di dalam bangunan ini. Rehabilitasi ini berperan dalam menentukan dan membatasi kegiatan dan fasilitas yang akan diberikan kepada anak autis.

  Sebagai salah satu bentuk fasilitas pelayanan untuk anak autis, rehabilitasi mempunyai pola layanan dan program yang berbeda dibandingankan dengan fasilitas pelayanan lainnya. Kegiatan-kegiatan yang nantinya akan ditampung, akan dikondisikan dan disesuaikan dengan sistematika proses penyembuhan ataupun pemulihan dan pengembangan potensi anak autis. Runtutan dalam mendesain rehabilitasi ini akan menggunakan pedoman studi literatur yaitu buku Rehabilitasi dan Pekerjaan Sosial oleh Haryanto dan Buku Pedoman Penanganan dan Pendidikan Autisme YPAC.

  b.

ANAK AUTIS SEBAGAI USER UTAMA

  Anak autis merupakan user (pengguna) utama yang berperan dalam penentuan kriteria desain dalam Pusat Rehabilitasi yang direncanakan. Sebagai anak berkebutuhan khusus, anak autis memiliki karakteristik yang bervariasi serta kepekaaan sistem sensori yang berbeda. Untuk itu, karakteristik anak akan digolongkan menjadi tiga bagian untuk mempermudah dalam menentukan kriteria desain bangunan yaitu karakteristik anak dengan kepekaan yang berlebihan (hipersensitif), anak dengan gangguan kepekaan dan anak dengan kepekaan yang kurang dari normal (hiposensitif). Dasar penentuan dan penggolongan karakteristik anak autis terhadap fungsi ruang ataupun bangunan panti rehabilitasi adalah melalui beberapa studi literatur, studi lapangan dengan wawancara pihak terkait, dan studi preseden. Studi literatur yang menjadi pegangan utama dalam menentukan klasifikasi dan kriteria anak autis yaitu: (a) Buku Pedoman Penanganan dan Pendidikan Autisme YPAC, (b) Rekayasa Arsitektural Ruang Mandiri Bagi Anak Autisme di Tengah Keluarga dari Strata Sosial Ekonomi Menengah ke Bawah oleh Edi Pramono Singgih, (c) Autism is Curable oleh Dr Kresno Mulyadi dan Dr Rudi Sutadi, (d) Autisme dan Peran Pangan oleh Prof. Dr. F. G. Winarno, (e) Jurnal Penelitian Internasional tentang “AN ARCHITECTURE FOR AUTISM: CONCEPT OF

  DESIGN INTERVENTION FOR AUTISTIC USER ”, oleh Magda Mostafa.

3. SURAKARTA SEBAGAI LOKASI PUSAT REHABILITASI ANAK AUTIS

  Kriteria tapak sebagai dasar-dasar pertimbangan dalam pemilihan tapak Pusat Rehabilitasi Anak Autis, sebagai berikut: (a) Memiliki luas bangunan, minimal perhitungan total jumlah luas program ruang, (b) Berada di dalam wilayah yang memiliki tingkat kebisingan sendang- rendah, (c) Berdasarkan RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) yang sesuai dengan fungsi bangunan Panti Rehabilitasi Anak Autis, (d) Memiliki kondisi fisik lahan sesuai dengan standart sarana dan prasarana yang berlaku, (e) Memiliki tingkat polusi udara yang rendah, (f) Mempertimbangkan faktor keamanan, (g) Memiliki akses yang mudah, mudah dicapai melalui beberapa jalur alternatif dan mudah diakses melalui berbagai alat tranportasi umum maupun khusus, dan (h) Memiliki daya kenal yang cukup baik.

  Setelah menentukan kriteria, maka tahap selanjutnya adalah menentukan alternatif tapak yang sesuai dengan kriteria dan mengambil kesimpulan akhir tentang tapak mana yang akan dipilih untuk desain Pusat Rehabilitasi Anak Autis. Data-data pada point 2, 3, dan 4 yang telah diperoleh dari tahap sebelumnya akan dianalisis dan dikembangkan sesuai dengan permasalahan dan persoalan yang ada, serta dikelompokkan menurut pemograman fungsional dan arsitektural, untuk kemudian disistesiskan sebagai bahan penyususnan konsep perencanaan dan perancangan. Dapat dilihat pada bagan 1.2, dari proses sintesis arsitektural, akan dihasilkan beberapa konsep perencanaan dan perancangan yaitu konsep ruang, konsep massa, konsep tapak, dan komplemeter, yang merupakan solusi atas permasalahan dan persoalan yang telah dirumuskan. Konsep - konsep tersebut akan disatukan, dan dikembangkan menjadi konsep perencanaan dan perancangan yang siap ditranformasikan dalam bentuk fisik objek Pusat Rehabilitasi Anak Autis .

  • Stuktur dan kontruksi
  • Utilitas bangunan
  • Pemilihan site
  • Eksisting lokasi
  • Pencapaian site
  • Orientasi site dan view bangunan
  • Kebisingan site kedalam maupun keluar
  • Klimatologi • Penzoningan site
  • User • Kelompok dan pola kegiatan
  • Besaran ruang
  • Persyaratan dan kriteria ruang
  • Kebutuhan ruang dan dimensi ruang
  • Pola hubungan ruang
  • Zoning ruang
  • Bentuk massa
  • Tata massa bangunan
  • Tampilan massa bangunan
  • Gubahan massa

Bagan 1.2 : Bagan Analisis Konsep Perencanaan Dan Perancangan, Sintesis, Konsep Perencanaan Dan Perancangan Sumber : Analisis Pribadi, 2016

  PEDOMAN PENANGANAN DAN PENDIDIKAN AUTISME YPAC PEDOMAN DESAIN KHUSUS ANAK AUTIS

PEDOMAN DAN

LANDASAN

REHABILITASI

KLASIFIKASI

  GANGGUAN, KONDISI REAKTIFITAS DAN SENSITIFITAS SENSITIFITAS SISTEM SENSORI (Klasifikasi berbeda, mulai dari rendah sampai tinggi ) PENGELIHATAN, PENDENGARAN, PEMBAUAN, PERASA, PERABA,

  VESTIBULAR, DAN PROPIOSEPTIF PROGRAM KEGIATAN, FASILITAS

  

REHABILITASI,

KRITERIA DESAIN DAN PENZONINGAN

  

(STIMULASI)

KRITERIA SITE KONSEP SITE

  KONSEP RUANG

  KONSEP MASSA

  KOMPLEMETER

  TRANFORMASI DESAIN DESAIN PERTIMBANGAN: PRINSIP DESAIN ARSITEKTUR, BENTUL, UKURAN, TEKSTUR, WARNA, MATERIAL BANGUNAN, DSB

H. SISTEMATIKA KONSEP PERANCANGAN DAN PERENCANAAN PANTI REHABILITASI ANAK AUTIS DI SURAKARTA

  BAB I PENDAHULUAN BAB I merupakan pengungkapan dan penjabaran hekekat perencanaan dan perancangan Pusat Rehabilitasi Anak Autis di Surakarta sebagai suatu wadah penyembuhan, pemulihan, dan

  pengembangan diri bagi anak autis yang menampung kegiatan terapi (klinik dan terapi), intervensi dini, edukasi intensif (non formal), bermain, dan hunian (pengasuhan). Penjabaran ini meliputi definisi, latar belakang, permasalahan dan persoalan, tujuan dan sasaran, lingkup dan batasan pembahasan, metode desain, dan sistematika konsep perencanaan dan perancangan tugas akhir.

  BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II merupakan penyusunan kajian pustaka mengenai empat pokok pembahasan yang berkaitan

  dengan konsep perencanaan dan perancangan tugas akhir, yaitu meliputi: (a) Tinjauan tentang dunia autisme sebagai suatu gangguan dalam perkembangan dan pertumbuhan anak yang membuat seseorang tidak mampu mengadakan interaksi sosial dan seolah-olah hidup dalam dunianya sendiri, (b) Tinjauan atau pedoman tentang rehabilitasi dan keterkaitannya dengan penyusunan program kegiatan untuk menangani hambatan perkembangan maupun mengembangkan potensi anak penyandang autisme, (c) Tinjauan tentang keterkaitan sistem sensori dengan lingkungan yang mempengaruhi respon perilaku manusia ,dan (d) Pedoman desain khusus anak autis sebagai strategi desain. Dalam tinjauan ini, informasi non-arsitektural akan diambil sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan konsep ruang dan massa yang nantinya akan dibahas ke dalam dunia arsitektural.

  BAB III TINJAUAN KOTA SURAKARTA SEBAGAI LOKASI PANTI REHABILITASI BAB III berisi tentang penjabaran tentang kota Surakarta, meliputi: administratif kota surakarta,

  rencana tata ruang wilayah kota Surakarta, dan potensi kota Surakarta yang berkaitan dengan perencanaan dan perancangan panti rehabilitasi anak autis. Selain itu, bab ini bersisi tentang spesifikasi tujuan, sasaran, program kegiatan dan fasilitas Pusat Layanan Autis Surakarta sebagai preseden desain.

  BAB IV PUSAT REHABILITASI ANAK AUTIS DI SURAKARTA BAB IV berisi tentang penjabaran tentang gambaran Pusat Rehabilitasi Anak Autis di Surakarta. Tahap ini berisi tentang penjelasan mengenai deskripsi, tujuan, bentuk pelayanan, status

  kelembagaan, struktur organisasi, kegiatan yang ditampung, sasaran pelayanan, daya tampung, gambaran ruang, serta kaitannya dengan stimulasi sensorik dan pedoman desain khusus anak autis sebagai respon pengaplikasian desain bangunan Pusat Rehabilitasi Anak Autis di Kota Surakarta ini.

  BAB V ANALISIS KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN PUSAT REHABILITASI ANAK AUTIS DI SURAKARTA Bab V merupakan tahapan penyususnan analisis perencanaan dan perancangan yang meliputi: (a) Analisis peruangan, mencakup: analisis pelaku, pola kegiatan, kebutuhan dan persyaratan ruang,

  besaran ruang, hubungan dan organisasi ruang, (b) Analisis tapak, mencakup: analisis pemilihan tapak, kondisi eksisting tapak, pencapaian, view dan orientasi, kebisingan, dan klimatologi terhadap tapak, (c) Analisis bentuk dan tampilan massa, mencakup: analisis bentuk, tata massa, dan tampilan massa bangunan, (d) Analisis gubahan massa, (e) Analisis struktur, dan (f) Analisis sistem utilitas bangunan.

  BAB VI KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN PUSAT REHABILITASI ANAK AUTIS DI SURAKARTA Bab VI merupakan tahap tercapainya konsep perencanaan dan perancangan, sebagai dasar perancangan Pusat Rehabilitasi Anak Autis di Surakarta.

  (Tahapan studio tidak dimasukan di dalam sitematika konsep perencanaan dan perancangan tugas akhir.)