PRESPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG IMPLEMENTASI PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI (Studi di Pengadilan Agama Kelas 1A Tanjung Karang) - Raden Intan Repository

  PRESPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG IMPLEMENTASI PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI Skripsi

  Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

  Oleh : ZULJALALI WALIKROM NPM : 1221010017 Program Studi : Al-Ahwal Al-Syakhshiyah Pembimbing I : Drs. H. Khoirul Abror, M.H. Pembimbing II : Marwin, S.H., M.H. FAKULTAS SYARI ’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG

  PRESPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG IMPLEMENTASI PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI Skripsi

  Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

  Oleh : ZULJALALI WALIKROM NPM : 1221010017 Program Studi : Al-Ahwal Al-Syakhshiyah Pembimbing I : Drs. H. Khoirul Abror, M.H. Pembimbing II : Marwin, S.H., M.H. FAKULTAS SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG

  

ABSTRAK

  Salah satu ketentuan yang cukup penting dalam Perma pihak atau prinsipal dalam pertemuan mediasi sebagaimana disebutkan dalam Pasal 6 ayat (1) "Para Pihak wajib menghadiri secara langsung pertemuan Mediasi dengan atau tanpa didampingi oleh kuasa hukum." Ketentuan ini tegas mewajibkan para pihak atau prinsipal, baik penggugat maupun tergugat untuk menghadiri langsung pertemuan mediasi, tidak mempermasalahkan apakah kuasa hukum ikut mendampingi atau tidak ikut menadampingi prinsipal dalam pertemuan mediasi. Pengadilan Agama Kelas 1A Tanjungkarang dijadikan sebagai objek penelitian terkait dengan diterbitkannya Perma Nomor 1 Tahun 2016 sebagai revisi dari Perma Nomor 2 Tahun 2003 dan Perma Nomor 1 Tahun 2008 untuk mengetahui implementasi prosedur mediasi dalam Perma Nomor 1 Tahun 2016.

  Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah tata cara mediasi menurut Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 di Pengadilan Agama Kelas 1A Tanjungkarang ? (2) Apa faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 di Pengadilan Agama Kelas 1A Tanjungkarang ?

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tata cara mediasi menurut Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 di Pengadilan Agama Kelas 1A Tanjungkarang dan fantor pendukung serta penghambatnya.

  Penelitian ini termasuk dalam penelitian lapangan, menurut sifatnya penelitian ini bersifat deskriptif. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi dan dokumentasi.

  Temuan penelitian lapangan menunjukkan Implementasi Perma Nomor 1 tahun 2016 di Pengadilan Agama Kelas 1A Tanjungkarang dilaksanakan sesuai dengan aturan yang tertuang dalam Perma tersebut, prosedur mediasi ini sejalan sengketa sebaiknya melalui pendekatan “Ishlah”, karena itu, asas kewajiban hakim untuk mendamaikan pihak-pihak yang bersengketa, sesuai benar dengan tuntunan ajaran akhlak Al-Hujurat (49): 9. Faktor pendukung mediasi berasal dari para pihak yang berperkara yakni hadir dalam pertemuan mediasi, para pihak mempunyai kekuatan tawar menawar yang sebanding, para pihak tidak memiliki permusuhan yang berlangsung lama dan mendalam serta tidak bersikap emosional melainkan bersikap pemaaf, para pihak mempertahankan hak tidak lebih penting dibandingkan menyelesaikan persoalan yang mendesak. Adapun penghambatnya adalah: perkara yang disengketakan sangat erat kaitannya dengan perasaan sehingga nilai-nilai rasional sangat sulit disatukan diantara pihak yang bersengketa, ketidak hadiran salah satu pihak.

  

M O T T O

                  

      

  Artinya : dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud Mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. QS : An-nisa (4) : 35.

  ______ Kementerian Agama RI , Al- Qur’an Al-Karim, CV. Media Fitrah Rabbani, Bandung, 2009, hlm. 84

  

PERSEMBAHAN

  Skripsi sederhana ini kupersembahkan sebagai tanda 1. Orang tuaku, Syahmin S.Pd dan Ibu Aida S.Pd atas segala pengorbanan, perhatian, kasih sayang, nasehat, serta do‟a yang selalu mengiringi setiap lagkah dalam menggapai cita- citaku.

  2. Kakakku, Septi Aisyah dan adik ku Habibi MS dan Mudhammatan yang telah memberikan kasih sayang, pengertian dan keceriaan.

  3. Kawan kawan seperjuangan Hamit, Agung, Harun, Ajiz, fauzan, kiki pandu Maksum dan lain sebagainya

  4. Almamater Fakultas Syariah Institut agama Islam Negeri Raden Intan Lampung yang telah mendidik, mengajarkan, serta mendewasakan dalam berfikir dan bertindak secara baik.

RIWAYAT HIDUP

  Nama lengkap Zuljalali walikrom. Dilahirkan pada Negeri Agung, Kabupaten Way Kanan. Putra kedua dari empat bersaudara, buah perkawinan pasangan Bapak Syahmin S.Pd. dan Ibu Aida S.Pd.

  Pendidikan dasar dimulai dari SD N 01 Bandar Dalam, pada tahun 2006. Melanjutkan pendidikan menengah pertama pada SMP N 1 Baradatu Way Kanan, tamat pada tahun 2009. Melanjutkan pendidikan pada jenjang menengah atas pada SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung, selesai pada tahun 2012. Pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan kejenjang pendidikan tinggi, pada Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Raden Intan Lampung, mengambil Program Studi Al-Ahwal Al- Syakhshiyah.

KATA PENGANTAR

  Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan karunia-Nya berupa ilmu pengetahuan, kesehatan dan petunjuk, sehingga skripsi dengan judul “Prespektif Hukum Islam Tentang Implementasi Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Mediasi (Studi di Pengadilan Agama Kelas 1A Tanjung Karang)” dapat diselesaikan. Salawat serta salam disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW, para sahabat, dan pengikut-pengikutnya yang setia.

  Skripsi ini sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan studi pada program Srata Satu (S1) Jurusan Al- Ahwal Al-Syakhshiyah IAIN Raden Intan Lampung guna memperoleh gelar Sarjana Hukum (SH) dalam bidang ilmu syariah.

  Atas bantuan semua pihak dalam proses penyelesaian skripsi ini, tak lupa dihaturkan terimakasih sedalam-dalamnya. Secara rinci ungkapan terima kasih itu disampaikan kepada: 1.

  Dr. Alamsyah, S.Ag, M.Ag selaku Dekan Fakultas Syariah

  IAIN Raden Intan Lampung yang senantiasa tanggap terhadap kesulitan-kesulitan mahasiswa.

  2. Marwin S.H, M.H. dan Gandhi Liyorba Indra, S.Ag. M.Ag Selaku ketua jurusan dan sekertaris jurusan Al-Ahwal Al- syakhshiyah.

  3. Drs. H. Khoirul Abror, M.H. dan Marwin, S.H. M.H. yang masing-masing selaku pembimbing I dan pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu dalam membimbing, mengarahkan, dan memotivasi hingga skripsi ini selesai.

  4. Segenap Dosen dan Pegawai Fakultas Syariah.

  5. Tim Penguji skripsi, Gandhi Liyorba Indra, S.Ag. M.Ag Ketua sidang, Arif Fikri, S.H.I. M.Ag. Seketaris, Hj. Linda Firdawaty, S.Ag. M.H.Penguji 1, : Drs. H. Khoirul Abror, M.H. Penguji 2.

  6. Kepala dan Pegawai Perpustakaan Fakultas Syariah dan Institut yang telah memberikan informasi, data, referensi, dan

  7. Segenap guruku di SD,SMP dan SMA yang telah mengajar dengan penuh kasih sayang.

  8. Drs. H. Bahrussan Yunus, S.H. M.H. ketua Pengadilan telah bersedia meluangkan waktu dan memberikan data-data yang penyusun butuhkan dalam penyusunan skripsi ini.

  9. Sahabat-sahabat terbaikku Hamit, Harun, Ajis, Fauzan Maksum dan seluruh teman-teman seperjuanganku Jurusan Al-Ahwal Al-Syakhshiyah kelas A dan B angkatan 2012 atas motivasi dan juga kebersamaan.

  10.Rekan-rekan mahasiswa yang telah ikut membantu proses penyelesaian skripsi.

  Semoga amal baik mereka dibalas oleh Allah SWT, tentunya dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, hal itu tidak lain disebabkan karena batasan kemampuan, waktu, dan dana yang dimiliki. Untuk itu kiranya para Pembaca dapat memberikan masukan dan saran-saran, guna melengkapi tulisan ini.

  Akhirnya, diharapkan betapapun kecilnya karya tulis (skripsi) ini dapat menjadi sumbangan yang cukup berarti dalam pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu-ilmu ke- Islaman.

  Bandar Lampung, Januari 2017 Penulis Zuljalali Walikrom NPM.1221030017

  

DAFTAR ISI

JUDUL ............................................................................. i

ABSTRAK ..................................................................... ii

PERSETUJUAN ............................................................. iv

PENGESAHAN .............................................................. v

M O T T O ....................................................................... vi PERSEMBAHAN ........................................................... vii RIWAYAT HIDUP ......................................................... viii KATA PENGANTAR .................................................... x DAFTAR ISI ................................................................... xii PEDOMAN TRANSLITERSI ...................................... xiv

  BAB I PENDAHULUAN A. Penegasan Judul ............................................... 1 B. Alasan Memilih Judul ...................................... 2 C. Latar Belakang Masalah .................................. 3 D. Rumusan Masalah ............................................ 8 E. Tujuan dan Kegunaan penelitian ..................... 8 F. Metode Penelitian ............................................. 9 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Umum Mediasi .................................. 15 1. Pengertian Mediasi ........................................ 15 2. Dasar Hukum Mediasi................................... 19 3. Prinsip-Prinsip Mediasi ................................. 21 4. Tujuan dan Manfaat Mediasi ........................ 22 B.

  1. Mediasi dan Mediator dalam Hukum Islam .. 24 2.

  Dasar Hukum Mediasi dalam Hukum Islam . 25 3. Pengangkatan dan Syarat Mediator dalam C.

  Implementasi Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan ..................................................... 28

  1. Kedudukan dan Peran Mediasi dalam Menyelesaikan sengketa di Pengadilan ....... 28 2. Revisi Perma Nomor 1 Tahun 2008 ............. 30 3. Jenis-jenis mediasi ........................................ 34

  BAB III LAPORAN PENELITIAN A. Sekilas Tentang Pengadilan Agama Kelas 1A Tanjungkarang .................................................. 37 B. Visi dan Misi PA Kelas 1A Tanjungkarang ..... 43 C. Struktur Organisasi Pengadilan Agama Kelas 1A Tanjungkarang .................................. 43 D. Implementasi Perma Nomor 1 tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan Kelas 1A Tanjungkarang .................................................. 46 E. Faktor-Faktor pendukung dan Penghambat dalam Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Kelas

  1A Tanjungkarang ............................................ 55

  BAB IV ANALISIS A. Implementasi Perma Nomor 1 tahun 2016

  tentang Prosedur Mediasidi Pengadilan Agama Kelas 1A Tanjungkarang ..................... 61 B. Faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan PERMA Nomor 1 Tahun 2016

  Tanjungkarang ................................................ 68

  BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ..................................................... 71 B. Saran-saran ....................................................... 72 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

  Teransliterasiini berdasarkan Surat Keputusan Bersama Menteri Agama RI dan Menteri Pendidikandan Kebudayaan RI Nomor 158/1987 dan 0543 b/U/1987, tanggal 22 Januari 1988.

  Huruf Nama Huruf Latin Keterangan Arab

  Alif Tidak Tidakdilambangkan ا dilambangkan

  B B Be ب ā‟ t T Te ت ā‟

  ṡ Es (dengantitik di ث śā‟ atas)

  J J Je ج īm h ḥ Ha (DenganTitik di ح ā‟ bawah) kh Kh Kadan Ha

  خ ā‟ D D De

  د āl Zet (Dengantitik di

  ذ Żāl Ż atas) r R Er

  ر ā‟ Z Z Zet

  ز āi S S Es

  س īn Sy Sy Esdan Ye

  ش īn ṣ Es (dengantitik di

  ṣ ād ص bawah)

  ḍ De (dengantitik di ḍ ād

  ض bawah ṭ Te (dengantitik di

  ط ṭ ā‟ bawah) ẓ Zet (dengantitik di

  ظ ẓ ā‟ bawah KomaTerbalik di atas

  ع „ain „ Gain G Ge

  غ f F Ef ف ā‟

  Q Q Qi ق āf

  K K Ka ك āf M M Em م īm

  N N En ن

  W W We و āw h H Ha

  ه ā‟ Hamzah Apostrof

  ء ‟ y Y Ye ي ā‟

BAB I PENDAHULUAN A. Penegasan Judul Untuk menghindari kesalahpahaman dalam memahami

  judul proposal ini terlebih dahulu diperjelas istilah dan ungkapan yang dianggap perlu. Judul proposal ini adalah : Perspektif Hukum Islam tentang Implementasi Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi (Studi di Pengadilan Agama Kelas 1A Tanjungkarang )

  Perspektif adalah sudut pandang, atau pandangan dan

  1 tinjauan dalam keadaan sekarang maupun yang akan datang.

  Hukum Islam menurut Abdul Wahab Khalaf, adalah : Artinya: p embicaraan Syari‟ yang berubungan dengan perbuatan orang-orang mukallaf, yang berupa tuntutan (perintah), pilihan

  2 atau ketetapan.

  Perspektif hukum Islam maksudnya adalah menelaah, meneliti apa yang telah diputuskan dalam perkara dispensasi nikah melalui kajian hukum Islam.

  Implementasi merupakan terjemahan bahasa Inggris yang berasal dari kata implementation yang artinya pelaksanaan, sedangkan menurut bahasa Indonesia artinya penerapan,

  3 pelaksanaan.

  1 Mas‟ud Hasan, Kamus Ilmiah Populer, Bulan Bintang, Jakarta, 1989, hlm 21 5 Abdul Wahab Khalaf, „Ilm Ushul al-Fiqh, Daar Al-Qalam, Kuwait, 1984, hlm 74. 3

  Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 adalah peraturan yang mengatur tentang prosedur mediasi di Pengadilan. Peraturan ini terbit pada bulan Februari 2016. a latin “mediare“ yang berarti berada di tengah. Makna ini menunjuk pada peran yang ditampilkan pihak ketiga sebagai mediator dalam menjalankan tugasnya menengahi dan menyelesaikan sengketa antara para pihak. “Berada di tengah” juga bermakna mediator harus berada pada posisi netral dan tidak memihak dalam menyelesaikan sengketa. Ia harus mampu menjaga kepentingan para pihak yang bersengketa secara adil dan sama, sehingga menumbuhkan

  4 kepercayaan (trust) dari para pihak yang bersengketa.

  Pengadilan Agama Kelas 1A Tanjungkarang adalah Pengadilan tingkat pertama bagi orang yang bergama Islam yang memeriksa dan memutus perkara perdata tertentu sesuai

  5 dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

  Berdasarkan penegasan judul di atas, maksud judul proposal ini adalah sebuah penelitian yang membahas masalah tinjauan Hukum Islam tentang tata cara penyelesaian sengketa antara dua orang yang berperkara melalui jalur perundingan berdasarkan pada ketentuan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 di Pengadilan Agama Kelas 1A Tanjungkarang.

B. Alasan Memilih Judul

  Alasan pemilihan judul ini sebagai berikut: 1.

  Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang prosedur mediasi memunculkan harapan baru terutama efektivitas penyelesaian sengketa melalui jalur mediasi, kekuatan PMA ini terletak pada wajib hadirnya 4 dua orang yang bersengketa. Hal inilah yang menarik

  Syahrizal Abbas, Mediasi dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum

Adat dan Hukum Nasional, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2009, hlm 16. 5 untuk diteliti dalam penulisan skripsi tentang tata cara mediasi di Pengadilan Agama Kelas IA Tanjungkarang.

  2. Penulisan penelitian ini lebih mengarah pada mediasi di jurusan Ahwal Al-Syakhshiyah sehingga penulis berkeyakinan penelitian ini dapat diselesaikan mengingat tersedianya literatur yang dibutuhkan.

C. Latar Belakang Masalah

  Masalah yang sedang dihadapi oleh pengadilan di Indonesia saat ini adalah bagaimana menerapkan sistem penyelesaian sengketa yang sederhana, cepat, dan biaya ringan sebagaimana diinginkan oleh UU Nomor 28 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman yang berlaku tanggal 29 Oktober 2009 dapat diwujudkan dengan baik. Menurut Susanti Adi Nugroho hal tersebut “memang merupakan suatu dilema, karena di satu sisi kwantitas banyaknya sengketa dan kwalitas sengketa yang terjadi dalam masyarakat cenderung meningkat dari waktu ke waktu, sedangkan pengadilan yang bertugas memeriksa dan

  6

  mengadili perkara mempunyai kemampuan yang terbatas ”.

  Penyelesaian sengketa dapat dilakukan melalui dua (2) proses. Proses penyelesaian sengketa tertua melalui proses ligitasi di dalam pengadilan, kemudian berkembang proses penyelesaian sengketa melalui kerjasama di luar pengadilan. Proses ligitasi menghasilkan kesepakatan yang bersifat

  

adversarial yang belum mampu merangkul kepentingan

  bersama, cenderung menimbulkan masalah baru, lambat dalam penyelesaiannya, membutuhkan biaya yang mahal, tidak responsif, dan menimbulkan permusuhan diantara pihak yang

  7 bersengketa.

  Tahap pertama yang harus dilaksanakan oleh hakim dalam menyidangkan suatu perkara perdata yang diajukan kepadanya adalah mengadakan perdamaian kepada pihak-pihak 6 Susanti Adi Nugroho, Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian yang bersengketa. Peran mendamaikan pihak-pihak yang bersengketa itu lebih utama dari fungsi hakim yang menjatuhkan putusan terhadap suatu perkara yang diadilinya. Apabila dalam mengakhiri suatu sengketa. Usaha mendamaikan pihak- pihak yang berperkara itu merupakan prioritas utama dan dipandang adil dalam mengakhiri suatu sengketa, sebab mendamaikan itu dapat berakhir dengan tidak terdapat siapa yang kalah dan siapa yang menang, tetap terwujudnya

  8 kekeluargaan dan kerukunan.

  Secara umum mediasi dapat diartikan upaya penyelesaian sengketa para pihak dengan kesepakatan bersama melalui mediator yang bersikap netral, dan tidak membuat keputusan atau kesimpulan bagi para pihak tetapi menunjang fasilitator untuk terlaksananya dialog antar pihak dengan suasana keterbukaan, kejujuran dan tukar pendapat untuk tercapainya mufakat. Dengan kata lain, proses negosiasi pemecahan masalah dimana pihak luar yang tidak memihak (impartial) dan netral bekerja dengan pihak yang bersengketa untuk membantu mereka memperoleh kesepakatan perjanjian

  9 dengan memuaskan.

  Konflik atau sengketa yang terjadi antara manusia cukup luas dimensi dan ruang lingkupnya. Konflik dan persengketaan dapat saja terjadi dalam wilayah publik maupun wilayah privat. Ketentuan mengenai mediasi di Pengadilan diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun 2016 tentang prosedur mediasi di Pengadilan. PERMA ini menempatkan mediasi sebagai bagian dari proses penyelesaian perkara yang diajukan para pihak ke pengadilan. Hakim tidak secara langsung menyelesaikan perkara melalui proses peradilan (non litigasi). Mediasi menjadi suatu kewajiban yang harus ditempuh hakim

  10 dalam memutuskan perkara di Pengadilan. 8 Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di lingkungan Peradilan Agama , Kencana, Jakarta 2006, hlm. 151. 9 Mediasi di dalam Pengadilan (court annexed

  

mediation ) mulai berlaku di Indonesia sejak diterbitkannya

  Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 2 Tahun 2003 menyempurnakan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No

  1 Tahun 2002 tentang Pemberdayaan Pengadilan Tingkat Pertama dalam Menerapkan Lembaga Damai sebagaimana diatur dalam pasal 130 Herziene Inlandsch Reglemen (HIR) dan pasal 154 Rechtsreglement voor de Buitengewesten (RBg). Pasal 130 HIR dan 154 RBg sebagaimana diketahui mengatur tentang lembaga perdamaian dan mewajibkan hakim untuk terlebih dahulu mendamaikan para pihak yang berperkara sebelum

  11 perkaranya diperiksa.

  Dengan berlakunya PERMA No 2 Tahun 2003, mediasi bersifat wajib bagi seluruh perkara perdata yang diajukan ke pengadilan tingkat pertama. Untuk mendukung pelaksanaan PERMA No 2 Tahun 2003, pada tahun 2003-2004 Mahkamah Agung melakukan pemantauan pelaksanaan mediasi di empat Pengadilan Negeri (PN) yang menjadi pilot court, yaitu PN Bengkalis, PN Batu Sangkar, PN Surabaya, dan PN Jakarta Pusat. Tujuan pemantauan tersebut adalah untuk mendapatkan gambaran tentang penerapan hasil Pelatihan Sertifikasi Mediator bagi Hakim di empat pengadilan tersebut. Selain pelatihan bagi hakim, juga dilakukan pelatihan bagi panitera di empat pengadilan yang menjadi pilot court tersebut tentang pendokumentasian proses mediasi bagi para Panitera. Dari pelatihan itu, dihasilkan formulir-formulir yang diharapkan menjadi acuan bagi pengadilan-pengadilan lainnya sehingga pendokumentasian dan pengarsipan berkas proses mediasi menjadi seragam.ii Selain empat pengadilan yang menjadi pilot court, Pelatihan Sertifikasi Mediator juga dilakukan di Semarang, ditujukan bagi Hakim di lingkungan Provinsi Jawa

11 Modul I, Konteks dan Pemahaman Umum Tentang Kedudukan

  Tengah, diikuti dengan pemantauan ke berbagai Pengadilan

12 Negeri Provinsi tersebut.

  Pada tahun 2008, PERMA No. 2 Tahun 2003 diganti PERMA ini disebutkan “bahwa setelah dilakukan evaluasi terhadap pelaksanaan prosedur mediasi di Pengadilan berdasarkan PERMA No. 2 Tahun 2003, ternyata ditemukan beberapa permasalahan yang bersumber dari PERMA tersebut sehingga PERMA No. 2 Tahun 2003 perlu direvisi dengan maksud untuk lebih mendayagunakan mediasi yang terkait dengan proses berperkara di Pengadilan”.

  Dalam PERMA No. 1 Tahun 2008, sifat wajib mediasi dalam proses berperkara di Pengadilan lebih ditekankan lagi. Ini dapat dilihat dengan adanya pasal yang menyatakan bahwa tidak ditempuhnya proses mediasi berdasarkan PERMA itu merupakan pelanggaran terhadap ketentuan pasal 130 HIR/154 Rbg yang menyatakan putusan batal demi hukum (Pasal 2 ayat (3) PERMA No. 1 Tahun 2008). Sementara Pasal 2 ayat (4) PERMA No. 2 Tahun 2003 menyatakan bahwa Hakim dalam pertimbangan putusan perkara wajib menyebutkan bahwa perkara yang bersangkutan telah diupayakan perdamaian melalui mediasi dengan menyebutkan nama mediator untuk

  13 perkara tersebut.

  Untuk implementasi dari PERMA No. 1 Tahun 2008, Mahkamah Agung (MA) menunjuk empat Pengadilan Negeri sebagai pilot court, yaitu PN Jakarta Selatan, Bandung, PN Bogor, dan PN Depok. MA juga menerbitkan buku Komentar PERMA No. I Tahun 2008 dan buku Tanya Jawab PERMA No.

  1 Tahun 2016 serta video tutorial pelaksanaan mediasi di Pengadilan yang seluruhnya dapat diakses melalui website Mahkamah Agung. Setelah enam tahun berlakunya PERMA No.

  1 Tahun 2008, akhirnya Mahkamah Agung Republik Indonesia

  14 menerbitkan PERMA No. 1 Tahun 2016. 12 13 Ibid., hlm 8

  Salah satu ketentuan yang cukup penting adalah perihal kewajiban kehadiran para pihak atau prinsipal dalam pertemuan mediasi. Pasal 6 ayat (1) "Para Pihak wajib menghadiri secara kuasa hukum." Ketentuan ini tegas mewajibkan para pihak atau prinsipal, baik penggugat maupun tergugat untuk menghadiri langsung pertemuan mediasi, tidak mempermasalahkan apakah kuasa hukum ikut mendampingi atau tidak ikut menadampingi

  15 prinsipal dalam pertemuan mediasi.

  Berbeda dengan Perma Mediasi sebelumnya yaitu Perma No. 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan yang tidak kita dapati kewajiban bagi Para Pihak atau Prinsipal untuk menghadiri secara langsung pertemuan mediasi. Pasal 2 ayat (2) Perma No. 1 Tahun 2016 "Hakim, Mediator, dan Para pihak wajib mengikuti prosedur penyelesaian sengketa melalui mediasi yang diatur dalam peraturan ini." Jadi kewajiban untuk mengikuti prosedur mediasi yang diatur dalam Perma No. 1 Tahun 2016 bukan untuk menghadiri secara langsung pertemuan mediasi.

  Pasal 7 ayat (1) Perma No. 1 Tahun 2016 "Pada hari sidang yang telah ditentukan yang dihadiri kedua belah pihak, hakim mewajibkan para pihak untuk menempuh mediasi." Pasal 7 ayat (2) Perma No. 1 Tahun 2016 "Hakim, melalui kuasa hukum atau langsung kepada para pihak mendorong para pihak, untuk berperan langsung atau aktif dalam proses mediasi." Di pasal ini juga tidak terdapat redaksional yang tegas bagi para pihak untuk hadir secara langsung dalam pertemuan mediasi, hanya berupa dorongan dari hakim, itu pun mendorongnya bisa hanya melalui perantara kuasa hukum untuk berperan langsung atau aktif dalam proses mediasi, jadi titik tekannya pada peran dan keaktifan bukan pada kehadiran pada pertemuan mediasi. Begitu pula bunyi Pasal 7 ayat (3) yang kurang lebih sama yang mewajibkan kuasa hukum untuk mendorong para pihak untuk berperan langsung atau aktif dalam proses mediasi. 15 Doni Darmawan, Implementasi Peraturan Mahkamah Agung No 1

  Pada Perma Mediasi diatur bahwa ketidakhadiran merupakan salah satu sebab yang dapat mengakibatkan pihak yang tidak hadir dinyatakan tidak beritikad baik dalam dinyatakan tidak beritikad baik dalam menempuh proses mediasi maka oleh hakim pemeriksa perkara gugatan penggugat dinyatakan tidak dapat diterima dan biaya mediasi dibebankan

  16 kepada penggugat (vide Pasal 22 Perma 1/2016).

  Pengadilan Agama Kelas 1A Tanjungkarang dijadikan sebagai objek penelitian terkait dengan diterbitkannya Perma No. 1 Tahun 2016 sebagai revisi dari PERMA No. 2 Tahun 2003 dan Perma Nomor 1 Tahun 2008.

D. Rumusan Masalah

  Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah tata cara mediasi menurut Peraturan

  Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 di Pengadilan Agama Kelas 1A Tanjungkarang ? 2. Apa faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan

  Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 di Pengadilan Agama Kelas 1A Tanjungkarang ? E.

   Tujuan dan Kegunaan Penelitian

  Tujuan penelitian ini adalah: 1.

  Untuk mengetahui tata cara mediasi menurut Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 di Pengadilan Agama Kelas 1A Tanjungkarang.

  2. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 di Pengadilan Agama Kelas 1A 16 Tanjungkarang

  Modul I, Konteks dan Pemahaman Umum Tentang Kedudukan Adapun kegunaan penelitian ini adalah : 1.

  Manfaat secara teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan mediasi

2. Manfaat secara praktis

  Hasil dari penulisan skipsi ini nantinya mampu diaplikasikan secara nyata oleh individu-individu maupun lembaga peradilan Agama yang secara khusus menangani masalah mediasi sebagai salah satu upaya dalam menyelesaikan sengketa perdata.

F. Metode Penelitian 1.

  Jenis dan sifat Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Penelitian ini memiliki karakteristik natural dan

  17

  merupakan kerja lapangan yang bersifat deskriptif. disini memusatkan perhatiaanya pada prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan satuan- satuan gejala yang ada dalam kehidupan manusia, atau pola-pola yang dianalisis gejala-gejala sosial budaya dengan menggunakan kebudayaan dari masyarakat yang bersangkutan untuk memperoleh gambaran

  18

  mengenai pola- pola yang berlaku. Objek penelitian di Pengadilan Agama Kelas 1A Tanjungkarang sehingga penelitiannya disebut sebagai penelitian lapangan (field

  19

reseaarch ), yang bertujuan untuk memperoleh kejelasan dan

  kesesuaian antara teori dan praktek yang terjadi di lapangan mengenai implementasi PERMA No. 1 Tahun 2016 tentang prosedur mediasi di Pengadilan.

  17 Julia Brannyn, Memadu Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2002, hlm. 69. 18 Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 1996, hlm. 20-21. 19

2. Data dan Sumber

  Sumber data terdiri atas dua jenis yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah suatu data yang diperoleh kesaksian atau data yang tidak berkaitan langsung dengan sumber yang asli akan tetapi referensinya masih relevan dengan

  20 kajian yang dibahas.

  a.

  Data Primer Data primer merupakan jenis data yang diperoleh langsung dari obyek penelitian sebagai informasi yang dicari.

  Data primer dalam penelitian ini adalah hasil wawancara serta informasi dari hakim-hakim mediator, ketua Pengadilan Agama Kelas 1A Tanjungkarang serta para pihak yang melakukan mediasi.

  b. Data Sekunder Data sekunder merupakan data yang mendukung data utama atau memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer. Data sekunder dalam penelitian ini adalah PERMA No.

  1 Tahun 2016, serta diperoleh melalui studi kepustakaan atau dokumen- dokumen yang ada di Pengadilan Agama Kelas 1A Tanjungkarang yang berisikan informasi tentang data primer, terutama bahan pustaka bidang hukum dari sudut kekuatan mengikatnya dan meliputi literature lainnya yang relevan dengan judul di atas.

3. Metode Pengumpul Data

  Metode pengumpulan data digunakan untuk memperoleh data yang diperlukan, baik yang berhubungan dengan studi literatur maupun data yang dihasilkan dari kata empiris. Penelitian ini menelaah karya tulis, buku-buku, maupun dokumen-dokumen yang berkaitan dengan tema penelitian. Untuk selanjutnya dijadikan sebagai acuan dan alat utama bagi praktek penelitian lapangan.

  Adapun untuk empirik, penulisan menggunakan beberapa metode, yaitu: 20 a.

  Observasi Observasi adalah metode yang digunakan untuk mendiskripsikan setting, kegiatan yang terjadi, orang yang diberikan oleh para pelaku yang diamati tentang peristiwa yang

  21 bersangkutan.

  Metode ini digunakan secara langsung untuk mengamati keadaan pelaksanaan PERMA No. 1 Tahun 2016 tentang prosedur mediasi di Pengadilan dalam proses mediasi di Pengadilan Agama Kelas 1A Tanjungkarang.

  b.

  Interview Interview adalah usaha mengumpulkan informasi dengan menggunakan sejumlah pertanyaan secara lisan, untuk dijawab secara lisan pula. Interview ini untuk memperoleh data atau informasi tentang hal-hal yang tidak dapat diperoleh lewat

  22

  pengamatan, dalam hal ini melakukan wawancara dengan para hakim dan ketua Pengadilan Agama Kelas 1A Tanjungkarang. Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data tentang sejauh mana implementasi terhadap PERMA No. 1 Tahun 2016 tentang prosedur mediasi di Pengadilan Agama Kelas

  1A Tanjungkarang.

  c.

  Dokumentasi Metode dokumentasi adalah salah satu metode yang digunakan untuk mencari data otentik yang bersifat dokumentasi baik data itu berupa catatan harian, memori atau catatan penting lainnya. Adapun yang dimaksud dengan dokumen disini adalah data atau dokumen yang tertulis.

4. Teknik Pengolahan Data

  Pengolahan data adalah suatu proses dalam memperoleh data ringkasan atau angka ringkasan dengan menggunakan cara- cara tertentu. Pengolahan data bertujuan mengubah data mentah dari hasil pengukuran menjadi data yang lebih halus sehingga memberikan arah untuk pengkajian lebih lanjut. 21

  Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam pengolahan data sebagai menurut Muhammad Nasir, sebagai berikut: a.

  Penyuntingan (editing) Kegiatan yang dilakukan adalah memeriksa seluruh daftar pertanyaan yang dikembalikan responden. Beberapa hal yang perlu diperhatikan: (1) Kesesuaian jawaban responden dengan pertanyaan yang diajukan (2) Kelengkapan pengisian daftar pertanyaan (3) Keajegan (consistency) jawaban responden.

  b. Pengkodean (coding) Pengkodean dapat dilakukan dengan memberi tanda

  (simbol) yang berupa angka pada jawaban responden yang diterima. Tujuan pengkodean adalah untuk penyederhanaan jawaban responden. Harus diperhatikan pula pemberian pada jenis pertanyaan yang diajukan (pertanyaan terbuka atau pertanyaan tetutup)

  c. Tabulasi (tabulating) Kegiatan yang dilakukan dalam tabulasi adalah menyusun dan menghitung data hasil pengkodean, untuk kemudian disajikan dalam bentuk table. Tabel dapat berupa tabel frekuensi, tabel korelasi, atau tabel silang. Pada dasarnya ada 2 cara pelaksanaan tabulasi, yaitu: (1) Tabulasi manual. Semua kegiatan dari perhitungan sampai penyajian tabel dilakukan dengan tangan. (2) Tabulasi mekanis. Pelaksanaan dengan cara ini dibantu dengan peralatan tertentu, yaitu: komputer. Semua kegiatan dilakukan dengan bantuan alat yang

  23 telah dipilih.

5. Metode Analisis Data

  Setelah data terkumpul maka selanjutnya melakukan analisis data. Metode yang digunakan komparatif, yaitu metode analisis yang diwujudkan melalui pengumpulan data yang ada di Pengadilan Agama Kelas 1A Tanjungkarang melakukan perbandingan diantara data-data yang terkumpul/ diteliti. 23 Disamping itu, peneliti menggunakan salah satu jenis penelitian deskriptif, yaitu menggunakan studi kasus (case study) merupakan suatu pendekatan yang digunakan untuk pendekatan dengan memusatkan perhatian pada suatu kasus

  24

  secara intensif dan rinci. Dengan demikian case study ini berusaha memberikan gambaran yang terperinci dengan tekanan pada situasi kejadian, sehingga mendapatkan gambaran yang luas dan lengkap dari subyek yang diteliti.

  24

BAB II TINJAUAN UMUM Tinjauan Umum tentang Mediasi 1. Pengertian Mediasi Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui

  proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator. Mediasi berasal dari bahasa inggris, ”mediation”, atau penengahan, yaitu penyelesaian sengketa yang melibatkan pihak ketiga sebagai penengah atau

  25 penyelesaian sengketa secara menengahi.

  Secara etimologi, istilah mediasi berasal dari bahasa latin, mediare yang berarti berada di tengah. Makna ini menunjuk pada peran yang ditampilkan pihak ketiga sebagai mediator dalam menjalankan tugasnya menengahi dan menyelesaikan sengketa antara para pihak. ‟ Berada di tengah‟ juga bermakna mediator harus berada pada posisi netral dan tidak memihak dalam menyelesaikan sengketa. Ia harus mampu menjaga kepentingan para pihak yang bersengketa secara adil dan sama, sehingga menumbuhkan kepercayaan (trust) dari para pihak yang bersengketa.

  Penjelasan mediasi dari sisi kebahasaan (etimologi) lebih menekankan pada keberadaan pada pihak ketiga yang menjembatani para pihak bersengketa untuk menyelesaikan perselisihannya. Penjelasan ini amat penting guna membedakan dengan bentuk-bentuk alternative penyelesaian sengketa lainnya seperti arbitrase, negosiasi, adjudikasi, dan lain-lain. Mediator berada pada posisi di tengah dan netral‟ antara para pihak yang bersengketa, dan mengupayakan menemukan sejumlah kesepakatan sehingga mencapai hasil yang memuaskan para

  26 pihak yang bersengketa. 25 Bambang Sutiyoso, Hukum Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa , Gama Media, Yogyakarta, 2008, hlm. 56 26 Garry Goopaster memberikan definisi mediasi sebagai proses negosiasi pemecahan masalah yang dilakukan oleh pihak luar yang tidak memihak (imparsial) bekerja sama dengan memperoleh kesepakatan perjanjian yang memuaskan.

  Goopaster mencoba mengeksplorasi lebih jauh makna mediasi tidak hanya dalam pengertian bahasa, tetapi ia juga menggambarkan proses kegiatan mediasi, kedudukan dan peran pihak ketiga, serta tujuan dilakukannya suatu mediasi. Goopaster jelas menekankan, bahwa mediasi adalah proses negosiasi yang dilakukan oleh pihak ketiga dengan cara berdialog dengan pihak bersengketa dan mencoba mencari kemungkinan penyelesaian sengketa tersebut. Keberadaan pihak ketiga ditujukan untuk membantu pihak bersengketa mencari jalan pemecahannya, sehingga menuju perjanjian atau

  27 kesepakatan yang memuaskan kedua belah pihak.

  Definisi lainnya dikemukakan oleh Kovach, agar dapat ditarik beberapa ciri dari proses mediasi. Mediasi adalah: a.

  Suatu istilah umum yang menggambarkan intervensi dari pihak ketiga dalam proses penyelesaian pertikaian.

  b.

  Suatu proses yang dilakukan pihak ketiga dengan cara memfasilitasi dan mengkoordinasi negosiasi (perundingan) dari pihak-pihak yang berselisih.

  c.

  Intervensi ke dalam proses perselisihan dan negosiasi oleh pihak ketiga yang netral dan imparsial yang dapat diterima, yang tak mempunyai kuasa membuat keputusan yang berwibawa. Individu ini membantu pihak-pihak yang bertikai dalam mencapai penyelesaian sendiri dari masalah yang dipertikaiankan, yang berterima secara sukarela.

  d.

  Suatu forum dalam mana seorang mediator yang imparsial secara aktif membantu pihak-pihak yang bertikai dalam mengidentifikasi dan memperjelas masalah yang menjadi keprihatinan, dan membantu dalam hal merancang penyelesaian dari masalah-

  28 masalah tersebut.

  Pada prinsipnya mediasi adalah cara penyelesaian melibatkan pihak ketiga yang bersifat netral (non intervensi) dan tidak berpihak (imparsial) serta diterima kehadirannya oleh pihak-pihak yang bersengketa.

  Mediasi dari pengertian yang diberikan, jelas melibatkan keberadaan pihak ketiga (baik perorangan maupun dalam bentuk suatu lembaga independen) yang bersifat netral dan tidak memihak, yang akan berfungsi sebagai mediator. Sebagai pihak ketiga yang netral, independen, tidak memihak dan ditunjuk oleh para pihak secara langsung maupun melalui lembaga mediasi, mediator berkewajiban untuk melaksanakan tugas dan fungsinya berdasarkan pada kehendak dan kemauan para

  29

  pihak. Dalam mediasi, penyelesaian perselisihan atau sengketa lebih banyak muncul dari keinginan dan inisiatif para pihak, sehingga mediator berperan membantu mereka mencapai kesepakatan. Dalam membantu pihak yang bersengketa, mediator bersifat imparsial atau tidak memihak. Kedudukan mediator seperti ini sangat penting, karena akan menumbuhkan kepercayaan yang memudahkan mediator melakukan kegiatan mediasi. Kedudukan mediator yang tidak netral, tidak hanya menyulitkan kegiatan mediasi tetapi dapat membawa kegagalan.

  Pengertian mediasi dapat diklasifikasikan ke dalam tiga unsur penting yang saling terkait satu sama lain. Ketiga unsur tersebut berupa; a.

  Ciri mediasi berbeda dengan berbagai bentuk penyelesaian sengketa lainnya, terutama dengan alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan seperti arbitrase. Dalam mediasi, seorang mediator berperan membantu para pihak yang bersengketa dengan 28 melakukan identifikasi persoalan yang dipersengketakan,

  Musahadi, Mediasi dan Resolusi Konflik di Indonesia, Walisongo Mediation Centre, Semarang, Cet Ke-1, 2007, hlm. 83-84 29 mengembangkan pilihan, dan mempertimbangkan alternative yang dapat ditawarkan kepada para pihak untuk mencapai kesepakatan. Mediator dalam menjalankan perannya hanya memiliki kewenangan untuk memberikan saran atau menentukan proses mediasi dalam mengupayakan penyelesaian sengketa.

  c.

  Mediator tidak memiliki kewenangan dan peran menentukan dalam kaitannya dengan isi persengketaan antar pihak, ia hanya menjaga bagaimana proses mediasi dapat berjalan, sehingga menghasilkan kesepakatan

  30 (agreement) dari para pihak.

  Proses penyelesaian sengketa melalui mediasi sangat efektif untuk menyelesaikan sengketa-sengketa yang melibatkan para pihak atau melibatkan masyarakat, seperti sengketa mengenai perusakan lingkungan, pembebasan tanah, perburuhan, perlindungan konsumen. Dengan menggunakan jasa mediator orang tidak perlu beramai-ramai ke Pengadilan atau sendiri-sendiri dalam menyelesaikan sengketa yang bersengketa. Lebih jelasnya, jenis perkara yang dimediasikan yaitu; kecuali perkara yang diselesaikan melalui prosedur Pengadilan Niaga, Pengadilan Hubungan Industrial, keberatan atas putusan badan penyelesaian sengketa konsumen, dan keberatan atas putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha, semua sengketa perdata yang diajukan ke Pengadilan tingkat pertama wajib lebih dahulu diupayakan melalui perdamaian dengan bantuan mediator.

  Melalui metode mediasi para pihak yang bersengketa akan memperoleh keuntungan yang lebih dibanding jika menggunakan proses litigasi. Dengan mediasi para pihak lebih sedikit menderita kerugian, hal ini akan sangat terasa oleh pihak yang dikalahkan jika para pihak menggunakan proses litigasi. Para pihak juga dapat memilih sendiri mediator yang akan membantu mereka dalam penyelesaian masalah, hal ini terkait dengan faktor psikologis para pihak, yaitu jika mereka sama- sama dapat menerima keberadaan mediator dan mereka sama- sama percaya akan kenetralan mediator maka mereka akan lebih melaksanakan mediasi dengan kesukarelaan.

  Penyelesaian sengketa melalui pengadilan bersifat Hal ini berarti jika para pihak melitigasikan suatu sengketa prosedur pemutusan perkara diatur oleh ketentuan-ketentuan yang ketat dan suatu konklusi pihak ketiga menyangkut kejadian-kejadian yang lampau dan hak serta kewajiban legal masing-masing pihak akan menentukan hasilnya. Dengan menggunakan mediasi yang bersifat tidak formal, sukarela, kooperatif, dan berdasarkan kepentingan, seorang mediator membantu para pihak untuk merangkai suatu kesepakatan, memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, dan memenuhi standar kejujuran mereka sendiri.

2. Dasar Hukum Mediasi

  Dasar hukum penerapan mediasi, yang merupakan salah satu dari sistem ADR (Alternative Dispute Resolution) di Indonesia adalah: a.

  Pancasila sebagai dasar idiologi negara Republik Indonesia yang mempunyai salah satu azas musyawarah untuk mufakat.

  b.

  UUD 1945 adalah konstitusi negara Indonesia dimana azas musyawarah untuk mufakat menjiwai pasal-Pasal didalamnya.

  c.

  UU No.48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, dalam Pasal 10 ayat 2 menyatakan: “Ketentuan ayat (1) tidak menutup kemungkinan untuk usaha penyelesaian perkara perdata secara perdamaian”.

  d.

  Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 1 tahun 2002 tentang Pemberdayaan lembaga damai sebagaimana dalam Pasal 130 HIR/154 Rbg.

  e.

  Peraturan Mahkamah Agung RI (PERMA) No. 2 tahun 2003 yang telah diubah dengan PERMA No. 1

  31 31 tahun 2016 tentang prosedur mediasi di pengadilan. Sebenarnya sejak dahulu hukum positif juga telah mengenal adanya penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana yang diatur dalam:

  Penjelasan Pasal 3 ayat 1 UU No. 14 tahun 1970: “Semua peradilan di seluruh wilayah Republik Indonesia adalah Peradilan Negara dan ditetapkan dengan undang- undang”. Pasal ini mengandung arti, bahwa di samping Peradilan Negara, tidak diperkenankan lagi adanya peradilan-peradilan yang dilakukan oleh bukan Badan Peradilan Negara.

  b.