Relevansi Pengangkatan dan Pemberdayaan Anak Angkat dalam Hukum Islam - Repositori UIN Alauddin Makassar

  RELEVANSI PENGANGKATAN DAN PEMBERDAYAAN ANAK ANGKAT DALAM HUKUM ISLAM Skripsi

  Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat meraih gelar sarjana hukum islam jurusan peradilan agama pada fakultas syariah dan hukum UIN AlauddinMakassar

  Oleh: Dini Noordiany Hamka

  NIM: 10100111016 FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN ALAUDDIN MAKASSAR

  2016

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

  Mahasiswa yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Dini Noordiany Hamka NIM : 10100111016 Tempat/Tgl.Lahir : Jakarta, 27 Desember 1992 Jur/Prodi/Program :Peradilan Agama/Hukum Acara Peradilan & Kekeluargaan/S1 Alamat : Bumi Zarindah, Blok AC. No 11 Patalassang Judul : Relevansi Pengangkatan dan Pemberdayaan Anak Angkat dalam Hukum Islam (Studi Kasus Wilayah Pengadilan

  Agama Majene Kelas II) Menyatakan dengan sesungguhnya dan penuh kesadaran bahwa skripsi ini benar adalah hasil karya sendiri. Jika kemudian hari terbukti bahwa ia merupakan plagiat atau dibuat oleh orang lain, sebagian atau seluruhnya, maka skripsi dan gelar yang diperoleh karenanya batal demi hukum.

  Samata, 8 April 2015 Penyusun,

  Dini Noordiany Hamka

  Nim: 10100111016 ii

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

  Mahasiswa yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Dini Noordiany Hamka NIM : 10100111016 Tempat/Tgl.Lahir : Jakarta, 27 Desember 1992 Jur/Prodi/Program :Peradilan Agama/Hukum Acara Peradilan & Kekeluargaan/S1 Alamat : Bumi Zarindah, Blok AC. No 11 Patalassang Judul : Relevansi Pengangkatan dan Pemberdayaan Anak Angkat dalam Hukum Islam (Studi Kasus Wilayah Pengadilan

  Agama Majene Kelas II) Menyatakan dengan sesungguhnya dan penuh kesadaran bahwa skripsi ini benar adalah hasil karya sendiri. Jika kemudian hari terbukti bahwa ia merupakan plagiat atau dibuat oleh orang lain, sebagian atau seluruhnya, maka skripsi dan gelar yang diperoleh karenanya batal demi hukum.

  Samata, 8 April 2015 Penyusun,

  Dini Noordiany Hamka

  Nim: 10100111016 ii

KATA PENGANTAR

  Alhamdulillahirab bil’alamin. Segala puji atas kehadirat Allah swt. karena berkat rahmat, hidayah dan karunia-Nya sampai saat ini titipan nafas dari-Nya masih berhembus, kalam indah-Nya masih terdengar, hamparan kuasa-Nya masih terlihat dan segala nikmat-nikmat-Nya yang takkan pernah habis tertulis sekalipun lautan dijadikan sebagai tintanya.

  Selanjutnya, shalawat dan salam terhaturkan kepada baginda Rasulullah saw. serta kepada para keluarga dan sahabat-sahabatnya, yang dengan perjuangannyalah, telah mengantarkan dan menancapkan bendera Islam di puncak kemenangan dengan penuh cahaya iman dan takwa.

  Dengan melalui proses yang panjang dan berbagai rintangan yang menghampiri akhirnya selesai jualah penyusunan skripsi yang berjudul

  

“Relevansi Pengangkatan dan Pemberdayaan Anak Angkat dalam Hukum

Islam (Studi Kasus di Wilayah Pengadilan Agama Majene Kelas II) ”

  Tentu dalam hal ini, penulis menyadari atas keterbatasan pengetahuan dan pengalaman, sehingga dalam pembuatan skripsi ini tidak sedikit bantuan, petunjuk, saran-saran maupun arahan dari berbagai pihak, terkhusus pada doa yang tak pernah putus kian mengalir tulus dari kedua orangtuaku, ayahandaMuh.

  Hamka Musa dan ibunda Zaenab Ressa hingga segala kesulitan menjadi mudah. Selanjutnya melalui kerendahan hati dan rasa hormat, penulis mengucapkan

  1. Bapak Prof. Dr. Musafir Pababbari MSi, Rektor UIN AlauddinMakassar ; 2.

  Bapak Prof. Dr. Ali Parman selaku Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Alauddin Makassar; 3. Bapak Dr. H. Abd. HalimTalli, M.Ag dan Ibunda A.Intan Cahyani, sebagai Ketua dan Sekretaris Jurusan Peradilan Agama, dengan penuh kasih sayang dan tanggung jawab dalam mendidik kami mahasiswa(i) terkhusus Jurusan Peradilan Agama;

  4. Bapak Dr. H. Abd. Halim Talli, M.Ag dan Dr. Supardin, M.Hi, selaku Dosen Pembimbing atas ketulusan hati dan kesabarannya dalam membimbing, mendukung dan mengarahkan penulis memberikan banyak masukan untuk perbaikan skripsi ini yang menunjukkan berbagai kesalahan didalamnya;

  5. Prof. Dr. H. Usman Jafar, M.Ag, Dr. Darsul S. Puyu, M.Ag dan Drs.

  Jamal Jamil, M.Ag, dosen penguji komprehensif yang tidak hanya sekadar member ujian namun memberikan tambahan ilmu yang bermanfaat; 6. Seluruh staf dan kepegawaian Administrasi Kampus, fakultas Syariah dan

  Hukum, khususnya kepada kakanda Sri, yang telah sabar melayani mahasiswa dalam kepengurusan berbagai hal menyangkut akademik;

  7. Seluruh staf Kesbang Provinsi Mamuju, yang memberikan kemudahan dalam perizinan penelitian walau sempat terkendala dengan beberapa hal;

  8. Seluruh Pegawai dan Staf kantor Pengadilan Agama Majene, yang telah membantu dalam penyelesaian penyusunan skripsi ini;

  9. Ahmad Mathar selaku Ketua Tingkat jurusan Peradilan Agama angkatan 2011 yang bertanggung jawab selama masa jabatannya dan memberikan informasi perkuliahan hingga detik-detik terakhir semester delapan; 10. Asnur Rahman, Disa Nusia Nisrina, Dwi Utami Hudayah Nur, Jasmianti

  Kartini Haris, Rasdiana Wirhanuddin, Emi Anggreani Masjur dan teman- teman Peradilan Agama angkatan 2011 yang telah memberi masukan dalam diskusi-diskusinya dan memberikan penjelasan mengenai hal-hal yang masih kabur dalam penulisan, serta motivasi demi terselesainya penyusunan skripsi ini; 11. Sahabat-sahabat Alvenz IMMIM Putri angkatan 2011, FSRN/Ar-Royyan,

  Forum Lingkar Pena ranting UIN Alauddin dan Lembaga Dakwah Kampus Al-

  Jami’, atas semangat dan motivasinya menyelesaikan skripsi ini.

  Akhir kata, semoga skripsi ini bisa memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan terhadap masyarakat terlebih bagi para mahasiswa yang bergelut di ladang ilmu khususnya mengenai Pengangkatan Anak dalam Hukum Islam.

  Samata, 8 April 2015 Dini Noordiany Hamka

  

DAFTAR ISI

  JUDUL ............................................................................................................. i PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI .......................................................... ii PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................... iii KATA PENGANTAR ..................................................................................... v DAFTAR ISI .................................................................................................... vii PEDOMAN TRANSLITERASI ...................................................................... x ABSTRAK ....................................................................................................... xviii BAB I PENDAHULUAN ................................................................................

  1 A. Latar Belakang ..................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ................................................................................ 4 C. Defenisi Operasional dan Ruang Lingkup Pelitian .............................. 5 D.

  Kajian Pustaka ...................................................................................... 7 E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ......................................................... 11 BAB II TINJAUAN TEORETIS .....................................................................

  13 A. Pengangkatan dan Pemberdayaan Anak Angkat.................................. 13 1.

  Pengertian Pengangkatan Anak Angkat ......................................... 13 2. PengertianPemberdayaan ............................................................... 15 B. Dasar Hukum Pengangkatan Anak ...................................................... 16

  C.

  Syarat-syarat Pengangkatan Anak........................................................ 18 D.

  Akibat Hukum Pengangkatan Anak ..................................................... 23 1.

  Status dalam Kewarisan ................................................................. 24 2. Status dalam Perwalian .................................................................. 33 E. Pemberdayaan Anak Angkat dalam Hukum Islam .............................. 44 1.

  Hak dan Kewajiban Menurut Undang-Undang.............................. 45 2. Hak dan Kewajiban Anak dalam Hukum Islam ............................. 48 BAB III METODOLOGI PENELITIAN.........................................................

  51 A. Jenisdan Lokasi Penelitian ................................................................... 51 B. Pendekatan Penelitian .......................................................................... 52 C. Sumber Data ......................................................................................... 52 D.

  MetodePengumpulan Data ................................................................... 53 E. InstrumenPenelitian.............................................................................. 54 F. TeknikPengolahan Data ....................................................................... 54 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................

  55 A. Gambaran UmumLokasi Penelitian ..................................................... 55 B. Prosedur Pendaftaran Permohonan Pengangkatan Anak Angkat ........ 55 C. Faktor-faktor Pengangkatan Anak di Pengadilan Agama Majene ....... 66 D.

  Relevansi Pengangkatan dan Pemberdayaan Anak Angkat ................. 67 BAB V PENUTUP ...........................................................................................

  70 A. Kesimpulan .......................................................................................... 70

  B.

  Implikasi Penelitian .............................................................................. 71 KEPUSTAKAAN ............................................................................................

  73 LAMPIRAN-LAMPIRAN ...............................................................................

  75 DAFTAR RIWAYAT HIDUP .........................................................................

  80

TRANSLITERASI A.

1. Konsonan

  خ kha Kh ka dan ha

  ش syin Sy es dan ye

  س sin S Es

  ز zai Z Zet

  ر ra R Er

  ذ zal Z zet (dengan titik diatas)

  د dal D De

  x

   Transliterasi Arab-Latin

  ج jim J Je

  ث ṡa ṡ es (dengan titik diatas)

  ت ta T Te

  Alif Tidak dilambangkan Tidak dilambangkan ب ba B Be

  Nama Huruf Latin Nama ا

  Huruf Arab

  Daftar huruf bahasa Arab dan transliterasinya ke dalam huruf Latin dapat dilihat pada tabel berikut :

  ح ḥa ḥ ha (dengan titik dibawah) xi

  ص ṣad ṣ es (dengan titik dibawah)

  م mim M Em

  ء) yang terletak di awal kata mengikuti vokalnya tanpa diberi

  Hamzah (

  ى ya Y Ye

  ء hamzah Apostrof

  ه ha H Ha

  و wau W We

  ن nun N En

  ل lam L El

  ض ḍad ḍ de (dengan titik dibawah)

  ك kaf K Ka

  ق qaf Q Qi

  ف fa F Ef

  غ gain G Ge

  ع „ain apostrof terbalik

  ظ ẓa ẓ zet (dengan titik dibawah)

  ط ṭa ṭ te (dengan titik dibawah)

  tanda apa pun. Jika ia terletak di tengah atau di akhir, maka ditulis dengan tanda ( ).

2. Vokal

  Vokal bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri atas vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Vokal tunggal bahasa Arab yang lambanya berupa tanda atau harakat, transliterasinya sebagai berikut:

  Tanda Nama Huruf Latin Nama fat ḥah a A َ ا

  Kasrah i

  I َ ا u U ḍammah

  َ ا

  Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara harakat dan huruf, transliterasinya berupa gabungan huruf, yaitu:

  Tanda Nama Huruf Latin Nama fat ai a dan i ḥah dan y

  َ ي fat au a dan u ḥah dan wau

  َ و

  Contoh: : kaifa

  فيك ل ىه : haula 3.

   Maddah

  Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harakat dan huruf, transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu:

  Harakat dan Nama Huruf dan Nama Huruf tanda

  xii Fat a dan garis di atas ḥah dan alif atau y َ ا …. َ ي… /

  Kasrah dan y i dan garis di atas ī ي

  ḍammah dan wau Ữ u dan garis di و atas

  Contoh: ت ام : m ta ًمر : ram ميق : qīla ت ىمي : yamūtu 4.

   Tā marbūṭah

  Transliterasi untuk

  tā’ marbūṭah ada dua yaitu: tā’ marbūṭah yang hidup

  atau mendapat harakat fat ḥah, kasrah, dan ḍammah, transliterasinya adalah (t). sedangkan

  tā’ marbūṭah yang mati atau mendapat harakat sukun, transliterasinya adalah (h).

  Kalau pada kata yang berakhir dengan

  tā’ marbūṭah diikuti oleh kata

  yang menggunakan kata sandang al- serta bacaan kedua kata itu terpisah, maka tā’ marbūṭah itu ditransliterasikan dengan ha (h).

  Contoh: ل افط لاا ةض ور : rauḍah al-aṭf l ةهض افنا ةىيدمنا : al-madīnah al-f ḍilah

  : rau ةمكحنا ḍah al-aṭf l xiii

5. Syaddah (Tasydīd)

  Syaddah atau tasydīd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda tasydīd ( ฀ ), dalam transliterasi ini dilambangkan dengan perulangan huruf (konsonan ganda) yang diberi tanda syaddah.

  Contoh: اىبر : rabban اىيجو : najjain قحنا : al-ḥaqq معو : nu”ima ودع : „duwwun Jika huruf

  ي ber-tasydid di akhir sebuah kata dan didahului oleh huruf kasrah ( ฀ ), maka ia ditransliterasi seperti huruf maddah menjadi ī. ـــــ

  Contoh: يهع : „Ali (bukan „Aliyy atau „Aly) يبرع : „Arabī (bukan „Arabiyy atau „Araby) 6.

   Kata Sandang

  Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf لا

  (alif lam ma‟arifah). Dalam pedoman transliterasi ini, kata sandang ditransliterasi seperti biasa, al-,baik ketika ia diikuti oleh huruf syamsyiah maupun huruf qamariah. Kata sandang tidak mengikuti bunyi huruf langsung yang mengikutinya. Kata sandang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya dan dihubungkan dengan garis mendatar ( - ). xiv

  Contoh : سمشنا : al-syamsu (bukan asy-syamsu) ةن زنازنا : al-zalzalah (az-zalzalah) ةفسهفنا : al-falsafah دلابنا : al- bil du 7.

   Hamzah.

  Aturan transliterasi huruf hamzah menjadi apostrof ( „ ) hanya berlaku bagi hamzah yang terletak di tengah dan akhir kata. Namun, bila hamzah terletah di awal kata, ia tidak dilambangkan, karena dalam tulisan Arab ia berupa alif.

  Contoh : نورمات : ta‟murūna عىىنا : al-nau‟ ءيش : syai‟un ترما : umirtu 8.

   Penulisan Kata Arab yang Lazim Digunakan dalam Bahasa Indonesia

  Kata, istilah atau kalimat Arab yang ditransliterasi adalah kata, istilah atau kalimat yang belum dibakukan dalam bahasa Indonesia. Kata, istilah atau kalimat yang sudah lazim dan menjadi bagian dari perbendaharaan bahasa Indonesia, atau sering ditulis dalam tulisan bahasa Indonesia, atau lazim digunakan dalam dunia akademik tertentu, tidak lagi ditulis menurut cara transliterasi di atas. Misalnya, kata al-

  Qur‟an (dari al-Qur‟ n), Alhamdulillah, xv dan munaqasyah. Namun, bila kata-kata tersebut menjadi bagian dari satu rangkaian teks Arab, maka harus ditransliterasi secara utuh. Contoh: Fī Ẓil l al-Qur‟ n Al-Sunnah qabl al- tadwīn

9. Lafẓ al-jalālah (ﷲ )

  Kata “Allah” yang didahului partikel seperti huruf jarr dan huruf lainnya atau berkedudukan sebagai mu ḍ ilaih (frasa nominal), ditransliterasi tanpa huruf hamzah.

  Contoh: الله هيد dīnull h الله اب bill h Adapun

  tā’ marbūṭah di akhir kata yang disandarkan kepada lafẓ al-

  jal lah, ditransliterasi dengan huruf (t). contoh: مه ههنا ةمحر يف hum fī raḥmatill h 10.

   Huruf Kapital

  Walau sistem tulisan Arab tidak mengenal huruf capital (All caps), dalam transliterasinya huruf-huruf tersebut dikenai ketentuan tentang penggunaan huruf capital berdasarkan pedoman ejaan Bahasa Indonesia yang berlaku (EYD). Huruf capital, misalnya, digunakan untuk menulis huruf awal nama diri (orang, tempat, bulan) dan huruf pertama permulaan kalimat. Bila nama diri didahului oleh kata sandang (al-), maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap dengan huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal kata sandangnya. Jika terletak pada awal kalimat, maka huruf A dari kata sandang tersebut menggunakan huruf kapital (Al-). Ketentuan yang sama juga berlaku xvi xvii untuk huruf awal dari judul referensi yang didahului oleh kata sandang al-, baik ketika ia ditulis dalam teks maupun dalam catatan rujukan (CK, DP, CDK, dan DR). contoh:

  Wa m Muḥammadun ill rasūl Inna awwala baitin wu

  ḍi‟a linn si lallaẓī bi bakkata mub rakan Syahru Rama

  ḍ n al-lażī unzila fih al-Qur‟ n Na

  ṣīr al-Dīn al-Ṭūsī Abū Naṣr al-Far bī Al-

  Gaz lī Al-

  Munqiż min al-Ḋal l Jika nama resmi seseorang menggunakan kata Ibnu (anak dari) dan Abū

  (bapak dari) sebagai nama kedua terakhirnya, maka kedua nama terakhir itu harus disebutkan sebagai nama akhir dalam daftar pustaka atau daftar referensi. Contoh:

  Abū al-Walīd Muḥammad ibn Rusyd, ditulis menjadi: Ibnu Rusyd, Abū al- Walīd Muḥammad (bukan: Rusyd, Abū al-Walīd Muḥammad Ibnu)

  Na ṣr Ḥ mid Abū Zaīd, ditulis menjadi: Abū Zaīd, Naṣr Ḥ mid (bukan:

  Zaīd, Naṣr Ḥ mid Abū) B.

   Daftar Singkatan

  Beberapa singkatan yang dibakukan adalah: swt. : sub ḥ nahū wa ta‟ l saw. :

  ṣallall hu „alaihi wa sallam a.s. : „alaihi al-sal m xviii H : Hijrah M : Masehi SM : Sebelum Masehi l. : Lahir tahun (untuk orang yang masih hidup saja) w. : Wafat tahun QS…/…: 4 : QS al-Baqarah/2: 4 atau QS Āli „Imr n/3: 4 HR : Hadis Riwayat

  

ABSTRAK

  Pokok masalah penelitian ini adalah bagaimana Relevansi Pengangkatan Anak di Pengadilan Agama Majene, selanjutnya pokok masalah ini di-breakdown ke dalam beberapa submasalah, yaitu: 1) Bagaimanakah prosedur dan syarat pengangkatan anak di Pengadilan Agama Majene? 2) Apakah faktor-faktor pengangkatan anak di Pengadilan Agama Majene? dan 3) Bagaimanakah relevansi pengangkatan dan pemberdayaan anak angkat dalam perspektif hukum Islam di kabupaten Majene yang dilakukan di Pengadilan Agama?

  Penulisan skripsi ini dilakukan melalui pendekatan yuridis dan pendekatan syar’i dengan menelaah teori-teori, konsep-konsep, asas-asas hukum serta peraturan perundang undangan yang berhubungan dengan penelitian ini dan melalui pendekatan terhadap hukum Islam yang berhubungan dengan kasus yang akan diteliti oleh penulis, yaitu mengenai Pengangkatan dan Pemberdayaan Anak Angkat dalam Hukum Islam di Pengadilan Agama Majene.

  Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, pendaftaran pengangkatan anak di Pengadilan Agama Majene terhitung mulai tahun 2013 sampai dengan tahun 2015 hanya ada lima kasus pengangkatan anak, meski demikian tidak mempengaruhi kinerja kualitas bagi hakim Pengadilan Agama Majene dalam melakukan penetapan, melihat mengenai pengangkatan anak diatur pula dalam BW yang dimana bertolak belakang dengan landasan hukum Islam. Dalam proses pengajuan permohonan pengangkatan anak memiliki prosedur yang sama sebagaimana perkara lain yang masuk di Pengadilan Agama Majene. Konsep pengangakatan anak dalam hukum Islam tidak mengenal pengangkatan anak dalam arti menjadi anak kandung secara mutlak, sedangkan yang ada hanya diperbolehkan atau suruhan untuk memelihara dengan tujuan memperlakukan anak dalam segi kecintaan pemberian nafkah, pendidikan atau pelayanan dalam segala kebutuhan yang bukan memperlakukan sebagai anak kandung (nasab). Adapun latarbelakang calon orangtua angkat termotivasi melakukan pengangkatan anak, yang pada intinya memiliki tujuan yang baik demi kemaslahatan bersama. Tentu dalam hal ini, telah menjadi pertimbangan oleh hakim Pengadilan Agama untuk menetapkan pengangkatan anak, dengan merujuk pada UU Nomor 50 Tahun 2009 dan Kompilasi Hukum Islam.

  Implikasi teoritis penelitian ini adalah adanya pembaharuan hukum di bidang pengangkatan anak di Indonesia dalam hukum Islam, meski dalam BW ada yang mengatur tentang pengangkatan anak, sedangkan implikasi praktisnya yaitu memberi informasi dan pemahaman kepada berbagai pihak yang terkait dengan pengangkatan anak baik dalam hal permohonan, status anak angkat dan kewarisan anak angkat sesuai hukum Islam bagi masyarakat pada umumnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap agama tentu sepakat dalam hal memberi perhatian terhadap

  kehidupan keluarga, terlebih bagi agama Islam yang secara detail telah mengajarkan pentingnya menjalin hubungan yang baik dan penuh kasih sayang. Banyak hal yang menjadi tolak ukur pencapaian definisi bahagia dalam hubungan keluarga, salah satunya adalah ketika dua insan manusia menyatukan hubungan dalam ikatan perkawinan, tentu yang diharapkan adalah mengarungi bahterah rumah tangga yang sakinah mawaddah wa rahma, bersama dengan buah hati (anak). Dimana anaklah yang diharapkan kedua orangtuanya dapat meneruskan keturunan, mewarisi kekayaan dan harta sekaligus mengurus berbagai urusan kekeluargaan dan urusan-urusan penting lainnya. Mereka adalah tumpuan keluarga. Mereka adalah kebanggaan, apalagi bila anak-anak ini kelak menjadi orang yang sukses, yang mampu menjaga nama baik orang-tuanya. Tentu hal ini tidak dapat disangkal oleh tiap orangtua

  Anak merupakan amanah sekaligus karunia Allah swt. bahkan anak dianggap sebagai salah satu harta kekayaan yang paling berharga, sebagaimana Allah swt. berfirman dalam QS /3: 14

  Āli „Imrān

        

        

          

  Terjemahnya: Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang diinginkan, berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah

  1 tempat kembali yang baik.

  Anak sebagai amanah Allah harus senantiasa dijaga dan dilindungi karena dalam diri anak melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi yaitu Hak Asasi Anak. Dilihat dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah pewaris dan potret masa depan bangsa di masa datang, generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.

  Namun, tidak semua manusia dikaruniai seorang anak atau keturunan, meski berbagai cara telah dilakukan, jalan terakhir yang mereka tempuh biasanya adalah dengan cara adopsi. Adopsi artinya pengangkatan anak orang lain sebagai anak sendiri, dalam bahasa Arab disebut At-Tabanni. Terdapat salah satu persoalan kebutuhan manusia, yakni khusus aspek pengangkatan anak dan beberapa cara pengangkatan anak. Karena pengangkatan anak dan anak angkat termasuk bagian substansi dari hukum perlindungan anak yang telah menjadi bagian dari hukum yang hidup dan berkembang dalam masyarakat sesuai dengan adat-istiadat dan motivasi yang berbeda-beda serta perasaan hukum yang hidup dan berkembang di masing-masing daerah, walaupun di Indonesia masalah pengangkatan anak tersebut belum diatur secara khusus dalam undang-undang.

  Dalam hukum Islam tidak mengenal pengangkatan anak dalam arti menjadi anak kandung secara mutlak, sedang yang ada hanya di perbolehkan atau suruhan untuk memelihara dengan tujuan memperlakukan anak dalam segi

1 Departemen Agama RI, Al- Qur‟an dan Terjemahnya (Bandung: Syamil Cipta Media,

  kecintaan pemberian “nafkah, pendidikan atau pelayanan dalam segala kebutuhan yang bukan memperlakukan sebagai anak kandung (nasab).

  Sedangkan penetapan pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam praktek pengadilan agama, berdasarkan pasal 171 huruf (h) Kompilasi Hukum Islam yang berlaku di Indonesia Inpres No 1 Tahun 1991 tanggal 10 Juni 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam, menetapkan bahwa

  “Anak angkat adalah anak yang dalam hal pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari, biaya pendidikan dan sebagainya beralih tanggung jawabnya dari orang tua asal kepada orang tua angkatnya berdasarkan putusan

  2

  pengadilan.” Istilah “Pengangkatan Anak” berkembang di Indonesia sebagai terjemahan

  3

  , yang berarti dari bahasa Inggris “adoption”, mengangkat seorang anak “mengangkat anak orang lain untuk dijadikan sebagai anak sendiri dan

  4

  . Namun demikian, pada saat mempunyai hak yang sama dengan anak kandung” Islam disampaikan oleh Nabi Muhammad saw, pengangkatan anak telah menjadi tradisi di kalangan mayoritas masyarakat Arab yang dikenal dengan istilah

  tabanni yang berarti “mengambil anak angkat”.

  Persoalan pengangkatan anak memiliki dua dimensi sekaligus, yaitu dimensi sosial kemasyarkatan yang memiliki nilai membantu sesama manusia dan dimensi hukum yang berimplikasi pada sosial pengaturan anak angkat, orangtua angkat dan orangtua kandungnya. Pilar inilah yang dalam dimensi hukum memiliki implikasi beragam

  2 Republik Indonesia, Intruksi Presiden No. 1 Tahun 1991, tentang Kompilasi Hukum Islam, Pasal 171 huruf h 3 Jonathan Crowther (Ed). Oxford Advanced Leaner‟s Dictionary, (Oxford University: 1996), h. 16.

  Pada masa Jahiliayah, pengangkatan anak merupakan hal yang istimewah, karena pada masa itu menghukumi anak angkat sebagai anak kandung. Terlebih jika anak angkat itu anak laki-laki, maka akan lebih mendapatkan tempat terhormat dibandingkan anak angkat yang berjenis kelamin perempuan. Istilah

  

Tabanni pun sudah berlaku di zaman Jahiliyah, namun istilah tabanni di zaman

sekarang ini barangkali yang bisa menjelaskan akan supremasi hukum.

  Menetapkan hukum putusnya hubungan nasab anak angkat dengan orangtua

  5 kandungnya untuk kemudian dihubungkan dengan orangtua angkatnya.

  Pengangkatan anak (adopsi, tabanni), yaitu suatu pengangkatan anak orang lain sebagai anak sendiri. Anak yang di adopsi disebut “anak angkat”, peristiwa hukumnya disebut “Pengangkatan Anak” dan istilah terakhir inilah yang kemudian dalam pembahasan selanjutnya akan digunakan untuk mewakili istilah adopsi. Pengangkatan anak dapat dijumpai dalam lapangan hukum keperdataan, khususnya dalam lapangan hukum keluarga. Termasuk mengukur pada masyarakat kabupaten Majene yang sebagaimana melakukan pengangkatan anak angkat melalui dan ditetapkan oleh Pengadilan Agama Majene Kelas II.

B. Rumusan Masalah

  Dari uraian latar belakang diatas, keberadaan anak angkat masih menuai kontroversi. Padahal kedudukan sebagai anak terlebih pada status anak angkat masih membutuhkan perhatian khusus. Dari segi syarat dan proses pengangkatannnya, yang dimana sebagian pihak dalam memberdayakan keberadaan anak adalah dengan melakukan pengangkatan anak. Oleh karenanya, dirumuskan dalam satu pokok rumusan masalah;

  “Bagaimanakah relevansi pengangkatan dan pemberadayaan anak angkat dalam hukum Islam di Pengadilan Agama Majene ?”

  Kemudian masalah ini dikembangkan kedalam tiga sub masalah sebagai berikut;

1. Bagaimanakah prosedur dan syarat pengangkatan anak di

  Pengadilan Agama Majene? 2. Apakah faktor-faktor penyebab pengangkatan anak di Pengadilan

  Agama Majene? 3. Bagaimanakah relevansi pengangkatan dan pemberdayaan anak angkat dalam perspektif hukum Islam di kabupaten Majene yang dilakukan di Pengadilan Agama? C.

   Definisi Operasional

  Demi kemudahan dan kelancaran dalam memahami penyusunan skripsi ini, penulis kemudian merangkumkan beberapa istilah yang masih terbilang asing bagi pembaca, diantaranya:

  Relevansi sesuatu re·le·van·si/ /rélevansi/ n hubungan; kaitan.yang mempunyai kecocokan atau saling berhubungan.

  Pengangkatan, angkat 1. Mengangkat (membawa ke atas), menaikkan,

  6 meninggikan; 2. Mengambil atau menjadikan (anak, saudara, dll).

  Definisi anak angkat dalam Kompilasi Hukum Islam tersebut, jika dibandingkan dengan definisi anak angkat dalam UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, memiliki kesamaan substansi. Pasal 1 angka 9 dinyatakan bahwa “Anak Angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan,pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan

  7

  pengadilan.”

  8 Secara etimologis kata tabanni . Sedangkan

  berarti “mengambil anak” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia istilah pengangkatan anak disebut juga dengan istilah

  “Adopsi” yang berarti “Pengambilan (pengangkatan) anak orang

  9

  lain secara sah menjadi anak sendiri”. Istilah “Tabanni” yang berarti seseorang mengangkat anak orang lain sebagai anak, dan berlakulah terhadap anak tersebut

  10

  seluruh ketentuan hukum yang berlaku atas anak kandung orang tua angkat, pengertian demikian memiliki pengertian yang identik dengan istilah

  “Adopsi”.

  11 “Tabanni” Secara etimologis kata tabanni berarti “mengambil anak”.

  Pemberdayaan; menurut kamus bahasa Indonesia, bersal dari kata “daya”, yang berarti kekuatan, tenaga,, jalan (cara, ikhtiar) untuk melakukan sesuatu.

  12 Berdaya_Upaya berusaha dengan ikhtiar untuk memperbaiki kehidupan.

  “al-Laqith”, yaitu anak yang dipungut dan tidak diketahui asal usulnya

  secara jelas, karena bayi itu ditemukan di pinggir jalan atau ditempat yang sebagaimana mestinya orang menemukan sesuatu, dan orang itu mengakui sebagai anaknya, maka nasab anak itu dapat dinasabkan dan dipanggil berdasarkan orangtua angkat yang menemukannya.

  7 Republik Indonesia, Undang-Undang No. 23 Tahun 2002, tentang Perlindungan Anak, Pasal 1 angka 9. 8 Kamus Munjid; Lihat juga Ibrahim Anis dan Abdul Halim Muntashir (et al). Al- Mu‟jam al- wasith, Mishr; Majma‟ al-Lughah al-Arabiyah. 1392 H/1972 M, Cet. II, Jilid I, h.72. 9 10 Depdikbud. Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), h.7.

  Muhammad Ali Al-Sayis. Tafsir Ayat al-Ahkam.

  (Mesir: Mathba‟ah Muhammad Ali Shabih wa Auladih, 1372 H/1953 M. Jilid IV, h. 7. 11 Kamus Munjid; Lihat juga Ibrahim Anis dan Abdul Halim Muntashir (et al). Al- Mu‟jam al- wasith, Mishr; Majma‟ al-Lughah al-Arabiyah. 1392 H/1972 M, Cet. II, Jilid I, h.72.

  “Maula-maula” ialah hamba sahaya yang sudah dimerdekakan atau

  13 seseorang yang telah dijadikan anak angkat.

D. Kajian Pustaka

  Sebagai rujukan penulis dalam penyusunan skripsi yang berjudul “Pengangkatan dan Pemberdayaan Anak Angkat Dalam Hukum Islam (Studi kasus wilayah Pengadilan Agama Majene kelas II)”, maka penulis merujuk dari beberapa referensi berikut ini; Pada Jurnal Mimbar Hukum dan Peradilan, yang ditulis Musthofa Sy. berjudul Arah Baru Pengangkatan Anak di Indonesia menjelaskan bahwa dalam sejarah Hukum Islam dikenal dengan istilah

  “tabanni” yang berasal dari bahasa

  Arab, bermakna mengambil anak angkat atau menjadikannya sebagai anak kandung. Tradisi pengangkatan anak prosesi tabanni ini terjadi pada zaman sebelum Islam (Jahiliyah) dan awal Islam. Konsepsi pengangkatan anak tersebut mempunyai akibat hukum yang sama dengan konsepsi anak Staatblads 1917-129, yaitu putusnya hubungan darah antara anak angkat dengan orangtua kandungnya, status anak angkat sama dengan anak kandung, nama anak angkat dipanggil dengan nama ayah angkatnya yang menunjukkan bahwa anak angkat tersebut adalah anak kandungnya, serta berhak mewarisi, (Mustofa, Sy. 2011).

  Tradisi pengangkatan anak dalam konsepsi yang demikian itu, kemudian dikoreksi Syariat Islam yang mengharamkan tradisi tersebut, sebagaimana ditegaskan dalam QS al-Ahzab/33: 4, 5, dan 40, sehingga akibat hukum pengangkatan anak dalam hukum Islam tidak memutuskan hubungna darah, tidak mengubah status anak angkat menjadi sama dengan anak kandung, hubungan anak angkat yang bukan mahram orangtua angkatnya tetap bukan mahram, anak angkat 13 Departemen Agama RI, Al- Qur‟an dan Terjemahan (Bandung: Syamil Cipta Media, 2004), h. 418. tetap dipanggil dengan nama ayah kandung atau orangtua kandungnya dan anak

  14 angkat dengan orangtua angkat tidak saling mewarisi , (Mustofa, Sy. 2011).

  Buku yang berjudul Hukum Pengangkatan Anak Persfektif Islam yang di tulis oleh Andi Syamsu Alam dan M. Fauzan, menjelaskan bahwasanya pengangkatan anak tidak mempengaruhi kemahraman anak angkat dengan orangtua angkatnya. Anak angkat tidak termasuk dalam salah satu unsur kemahraman, sehingga antara kedua belah pihak tidak ada larangan untuk saling mengawini, dan tetap tidak boleh saling mewarisi, (Andi Syamsu Alam dan M. Fauzan, 2008)

  Dalam hukum Islam pengasuhan terhadap anak yang tidak jelas asal usulnya, termasuk dalam kelompok “Anak Pungut”, al-Laqith, yaitu anak yang dipungut dan tidak diketahui asal usulnya secara jelas, karena bayi itu ditemukan di pinggir jalan atau ditempat yang sebagaimana mestinya orang menemukan sesuatu, dan orang itu mengakui sebagai anaknya, maka nasab anak itu dapat dinasabkan dan dipanggil berdasarkan orangtua angkat yang menemukannya.

  Syarat dalam pengangkatan anak dikemukakan oleh Darwan Prinst dalam bukunya “Hukum Anak Indonesia”, bahwa antara dua orangtua angkat dengan anak angkatnya minimal harus terdapat selisih umur 25 tahun dan maksimal 45 tahun. Untuk itu setiap orang dewasa dapat mengangkat anak. Apabila calon orang tua dalam perkawinan, maka usia perkawinan orangtua angkat minimal telah berlangsung selama (lima) tahun, sehingga ada selisih antara usia perkawinan calon orang tua angkat dengan usia calon anak angkat minimal lima

  15 tahun , (Darwan Prinst, 2003).

14 Musthofa Sy. Arah Baru Pengangkatan Anak di Indonesia”, Pusat Pengembangan Hukum Islam dan Masyarakat Madani, Mimbar Hukum dan Peradilan no.74 (2011): h.102.

  Tatacara pengangkatan anak, menurut ulama fikih, untuk mengangkat anak atas dasar ingin mendidik dan membantu orangtua kandungnya agar anak tersebut dapat mandiri di masa datang.

  Selanjutnya pada Majalah Suara Uldilag, Tahir Azhary mengemukakan tulisannya yang berjudul “Anak Angkat dalam Persfektif Hukum Islam dan

  

Kewenangan Peradilan Agama dalam Hal Pengangkatan Anak Bagi Orang

Islam” bahwa kedudukan anak angkat dalam hukum Islam dapat disamakan

  dengan anak asuh atau dengan anak yang memperoleh tunjangan sosial ekonomi dari orangtua yang mengangkatnya. Mungkin pula anak angkat itu ikut dengan orangtua yang mengangkatnya walaupun tidak mendapat tunjangan sosial ekonomi tetapi dia membantu dengan tenaganya pada orangtua yang mengangkatnya. Dalam hal ini orangtua angkat dan anak angkat tersebut menerapkan satu doktrin dalam Islam yang dinamakan ta‟awun. Ini merupakan

  16 salah satu bentuk amal shalih dalam ajaran Islam.

  Berdasarkan uraian di atas dapat kita pahami, bahwa bentuk pengangkatan anak ada dua macam, sebagaimana yang ditulis oleh Zakaria Ahmad Al-Bari,

  

Ahkam al-Aulad fi al-Islam , dijelaskan menurut Syekh Mahmud Syaltut

  pembagian pengangkatan anak terbagi atas: 1.

  Pengangkatan anak (tabanni) yang dilarang: a. sebagaimana tabanni yang dipraktikkan oleh masyarakat jahiliyah dan hukum perdata sekuler; b. yang menjadikan anak angkat sebagai anak kandung dengan segala hak-hak sebagai anak kandung; c. 16 Memutuskan hubungan hukum dengan orang tua asalnya;

  M.Tahir Azhary, “Anak Angkat dalam Persfektif Hukum Islam dan Kewenangan

Peradilan Agama dalam Hal Pengangkatan Anak Bagi Orang Islam”, Suara Uldilag Mahkamah d.

  Menisbahkan ayah kandungnya kepada ayah angkatnya.

2. Pengangkatan anak (tabanni) yang dianjurkan: a.

  Pengangkatan anak yang didorong motivasi beribadah kepada Allah swt. dengan menanggung nafkah sehari-hari, biaya pendidikan, pemeliharaan dan lain-lain tanpa harus memutuskan hubungan hukum dengan orang tua kandungnya; b.

  Tidak me-nasab-kan dengan orang tua angkatnya; c. Tidak menjadikannya sebagai anak kandung sendiri dengan segala hak-haknya.

  Ahmad Al- Bari, mengatakan bahwa “Mengambil dan merawat anak yang terlantar tanpa harus memutus nasab orang tua kandungnya adalah wajib hukumnya yang menjadi tanggung jawab masyarakat secara kolektif, atau dilaksanakan oleh beberapa orang sebagai kewajiban kifayah. Tetapi hukum tersebut dapat berubah menjadi

  fardlu‟ain apabila seseorang menemukan anak

  terlantar atau anak terbuang di tempat yang sangat membahayakan atas nyawa

  17 anak itu.

  Dengan demikian dari literatul kajian pustaka, untuk sementara penulis menyimpulkan bahwa proses pengangkatan anak di Pengadilan Agama harus merujuk pada hukum Islam yaitu tidak memutuskan nasab dari orangtua kandungnya sebagaiamana yang dilakukan oleh masyarakat jahiliah terdahulu.

  Dalam melakukan pengangkatan anak, harus ada I‟tikad baik dari calon orangtua angkat, dimana hal ini merupakan bentuk dari realisasi pemberdayaan anak angkat yang tidak bertolak belakang dari hukum Islam.

17 Zakaria Ahmad Al-Bari, Ahkam al-Aulad fi al-Islam (Jakarta:Bulan Bintang, 1997), h.

  E.

   Tujuan dan Kegunaan Penelitian

  Setiap orang memiliki latar belakang yang berbeda ketika memutuskan mengangkat anak asuh/anak angkat, namun dalam posisi anak angkat masih belum diketahui secara keselurahan bagi pihak yang bersangkutan. Maka dari itu penelitian Ilmiah dilakukan oleh peneliti yang mempunyai tujuan pasti dan jelas. Hal ini merupakan pedoman yang harus dipegang oleh peneliti dalam mengadakan penelitian yang pada akhirnya akan menunjukan suatu kuwalitas itu sendiri. Berdasarkan permasalahan yang telah penulis paparkan diatas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian skripsi yang berjudul “Pengangkatan dan Pemberdayaan Anak Angkat” diuraikan sebagai berikut: 1.

   Tujuan Penelitian a.

  Untuk mengetahui prosedur dan syarat pengangkatan anak di Pengadilan Agama Majene kelas II; b. Untuk mengetahui factor-faktor pengangkatan anak di Pengadilan

  Agama Majene; c. Untuk mengetahui relevansi pengangkatan dan pemberdayaan anak angkat dalam hukum Islam di Pengadilan Agama Majene kelas II.

2. Kegunaan Penelitian

  Selanjutnya manfaat penelitian, suatu hasil penelitian akan memberikan manfaat; a.

  Bagi masyarakat atau kalangan praktisi, member kegunaan untuk mengetahui prosedur dan syarat pendaftaran permohonan pengangkatan anak di Pengadilan Agama Majene; b. Penelitian ini berguna untuk menjadi pertimbangan dalam hal mengetahui faktor-faktor pengangkatan anak di Pengadilan Agama

  Majene kelas II; c.

  Penelitian ini juga berguna sebagai rujukan terhadap Pengadilan Agama Majene dalam menetapkan Pengangkatan Anak sesuai hukum Islam.

BAB II TINJAUAN TEORETIS A. Pengertian Pengangkatan dan Pemberdayaan Anak Angkat 1. Pengertian Pengangkatan Anak Istilah “Pengangkatan Anak” berkembang di Indonesia sebagai terjemahan

  18

  , yang berarti dari bahasa Inggris “adoption”, mengangkat seorang anak “mengangkat anak orang lain untuk dijadikan sebagai anak sendiri dan

  19

  . Pada saat Islam disampaikan mempunyai hak yang sama dengan anak kandung” oleh Nabi Muhammad saw. pengangkatan anak telah menjadi tradisi di kalangan mayoritas masyarakat Arab yang dikenal dengan istilah tabanni yang berarti

  20 “mengambil anak angkat”.

  21 Secara etimologis kata tabanni , sedangkan

  berarti “mengambil anak” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia istilah pengangkatan anak disebut juga dengan istilah

  “Adopsi” yang berarti “Pengambilan (pengangkatan) anak orang lain secara sah menjadi anak sendiri”. Istilah “Tabanni” yang berarti seseorang mengangkat anak orang lain sebagai anak, dan berlakulah terhadap anak tersebut seluruh ketentuan hukum yang berlaku atas anak kandung orang tua angkat, pengertian demikian memiliki pengertian yang identik dengan istilah “Adopsi”.

  Secara terminologis tabanni menurut Wahbah al-Zuhaili adalah pengangkatan anak (tabanni) “Pengambilan anak yang dilakukan oleh seseorang 18 Jonathan Crowther (Ed). Oxford Advanced Leaner‟s Dictionary, (Oxford University: 1996), h. 16. 19 20 Simorangkir, JCT. Kamus Hukum, (Jakarta: Aksara Baru, 1987), h. 4.

  Ibrahim Anis, dan Abd. Halim Muntashir (et al.). Al Mu‟jam Al-Wasith (Mesir:Majma‟ al-Lughah al-Arabiyah, 1392H/1972M), Cet.II, Jilid I. h. 72. 21 Kamus Munjid; Lihat juga Ibrahim Anis dan Abdul Halim Muntashir (et al). Al- Mu‟jam al- wasith, Mishr; Majma‟ al-Lughah al-Arabiyah. 1392 H/1972 M, Cet. II, Jilid I, h. 72. terhadap anak yang jelas nasab-nya, kemudian anak itu di nasab-kan kepada dirinya”. Dalam pengertian lain, tabanni adalah seseorang baik laki-laki maupun perempuan yang dengan sengaja me-nasab-kan seorang anak kepada dirinya padahal anak tersebut sudah punya nasab yang jelas pada orang tua kandungnya. Pengangkatan anak dalam pengertian demikian jelas bertentangan dengan Hukum Islam,maka unsur me-nasab-kan seorang anak kepada orang lain yang bukan nasab-nya harus dibatalkan.

  Menurut Prof. DR. Al-Shekh Mahmud Shaltut mengemukakan dua macam definisi mengenai pengangkatan anak, sebagai berikut: