BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Persepsi - PERSEPSI KEPALA PUSKESMAS TERHADAP PERAN APOTEKER DI PUSKESMAS KABUPATEN BANYUMAS - repository perpustakaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Persepsi Persepsi merupakan aktivitas, mengindra, mengintegrasikan dan

  memberi penilaian pada objek-objek fisik maupun obyek sosial dan pengindraan tersebut tergantung pada stimulus fisik dan stimulus sosial yang ada dilingkungannya. Sensasi-sensasi dari lingkungan yang akan diolah bersama-sama dengan hal yang akan dipelajari sebelumnya baik hal itu berupa harapan-harapan, nilai-nilai, sikap ingatan dan lain-lain (sesYoung, 1956).

  Menurut Robbin, persepsi merupakan sebagai proses dimana orang dapat mengorganisasikan dan menginterpretasikan sensasi yang dirasakan dengan tujuan untuk memberi makna terhadap suatu lingkungan (Notoatmodjo, 2010).

  Walaupun proses mulainya rangsangan fisik hingga interprestasi yang begitu cepat, maka untuk mempelajari persepsi kita dapat membaginya menjadi dua bagian besar yaitu: proses sensasi atau merasakan (sensasion) yang menyangkut proses sensor dan proses persepsi yang menyangkut interprestasi kita terhadap suatu objek yang kita lihat atau kita dengar atau kita rasakan (Notoatmodjo, 2010).

B. Kepala Puskesmas Dalam sebuah organisasi pastilah mempunyai tujuan yang ingin dicapai.

  Kepemimpinan adalah salah satu sarana pencapaian tujuan didalam suatu organisasi. Maka dari itu, seorang pemimpin haruslah mempunyai perilaku yang baik dalam memimpin organisasi yang dipimpinnya agar tujuan organisasi dapat tercapai, karena perilaku pemimpin dapat mempengaruhi efektivitas kerja para bawahannya. Perilaku pemimpin yang baik tentu akan berpengaruh baik pada kinerja bawannya. Sebaliknya, perilaku pemimpin yang kurang baik tentu akan berpengaruh buruk pada kinerja bawahannya yang kemudian akan berdampak pada ketidakefektivan bawahan dalam bekerja.

  Kepemimpinan diri adalah suatu proses di mana seseorang mengontrol perilaku sendiri, menciptakan pengaruh diri dan memimpin diri sendiri menggunakan strategi perilaku dan kognitif. Kepemimpinan diri dikonseptualisasikan sebagai perilaku yang dipelajari, yang masuk akal untuk kesempatan pelatihan dan perubahan (Manz, 1986 dalam Curral ,2009). Kepemimpinan diri adalah konstruk psikologis yang menggambarkan kapasitas seseorang untuk peningkatan kinerja, melalui repertoar kognitif berkelanjutan, strategi motivasi danperilaku navigasi diri (Manz & Neck, 2004; Neck & Houghton 2006, dalam Sahin (2010). Kepemimpinan diri meliputi tiga strategi yang saling melengkapi yaitu strategi fokus perilaku (behavior focus

  

strategies ), strategi Imbalan alamiah (natural reward strategies), strategi pola

pikir Konstruktif (constructive thought pattern strategies).

  Kepala Puskesmas sebagaimana dimaksud pada (Permenkes RI, 2014)

  pasal 33 ayat 1-5 merupakan seorang Tenaga Kesehatan yaitu : 1. Puskesmas dipimpin oleh seorang Kepala Puskesmas.

  2. Kepala Puskesmas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan seorang Tenaga Kesehatan dengan kriteria sebagai berikut:

  a. tingkat pendidikan paling rendah sarjana dan memiliki kompetensimanajemen kesehatan masyarakat; b. masa kerja di Puskesmas minimal 2 (dua) tahun; dan c. telah mengikuti pelatihan manajemen Puskesmas.

  3. Kepala Puskesmas bertanggung jawab atas seluruh kegiatan di Puskesmas.

  4. Dalam melaksanakan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kepala Puskesmas merencanakan dan mengusulkan kebutuhan sumber daya Puskesmas kepada dinas kesehatan kabupaten/kota.

  5. Dalam hal di Puskesmas kawasan terpencil dan sangat terpencil tidaktersedia seorang tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat(2) huruf a, maka

  Kepala Puskesmas merupakan tenaga kesehatan dengan tingkat pendidikan paling rendah diploma tiga dengan kriteria sebagai berikut: a. tingkat pendidikan paling rendah sarjana dan memiliki kompetensi manajemen kesehatan masyarakat; b. masa kerja di Puskesmas minimal 2 (dua) tahun; dan

  c. telah mengikuti pelatihan manajemen Puskesmas

C. Apoteker

  Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker. Tenaga teknis kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalani pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker. Tenaga kefarmasian melakukan praktik kefarmasian di fasilitas pelayanan kefarmasian, salah satunya Puskesmas.

  Salah satu upaya kesehatan wajib yang harus diselenggarakan oleh setiap Puskesmas adalah upaya pengobatan, yang terkait dengan pelayanan kefarmasian. Sehubungan dengan hal tersebut, Ditjen Binfar dan Alkes Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan Ikatan Apoteker Indonesia(IAI) telah menyusun pedoman Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas sebagai pedoman praktik Apoteker dalam menjalankan profesi, melindungi masyarakat dari pelayanan yang tidakprofessional, serta melindungi profesi dalam menjalankan praktik kefarmasian. Secara garis besar isi pedoman antara lain sebagai berikut:

  1. Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia yang melakukan pekerjaan kefarmasian di Puskesmas adalah Apoteker, sedangkan asisten Apoteker dapat membantu pekerjaan Apoteker dalam melaksanakan pelayanan kefarmasian.

  2. Bidang pengelolaan obat Pengelolaan obat mencakup perencanaan obat, permintaan obat, penerimaan obat, penyimpanan, pendistribusian, pelayanan serta pencatatan/pelaporan obat.

  a. Perencanaan kebutuhan obat untuk Puskesmas dilaksanakan setiap tahun oleh pengelola obat berdasarkan data pemakaian obat tahun sebelumnya.

  b. Permintaan obat adalah upaya memenuhi kebutuhan obat di masing- masing unit Puskesmas sesuai dengan pola penyakit yang ada di wilayah kerjanya.

  c. Penerimaan obat adalah suatu kegiatan dalam menerima obat yang diserahkan dari Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota kepada Puskesmas dengan persetujuan dari Kepala Dinkes Kabupaten/Kota atau pejabat lain yang berwewenang.

  d. Penyimpanan obat adalah suatu kegiatan pengamanan terhadap obat yang diterima agar aman (tidak hilang), terhindar dari kerusakan fisik maupun kimia dan mutunya tetap terjamin.

  e. Pendistribusian obat bertujuan untuk memenuhi kebutuhan obat sub unit pelayanan kesehatan yang ada di wilayah kerja Puskesmas dengan jenis, mutu, jumlah dan tepat waktu.

  f. Pelayanan obat resep adalah proses kegiatan yang meliputi aspek teknis dan non teknis yang harus dikerjakan mulai dari penerimaan resep dokter sampai penyerahan obat kepada pasien.

  g. Pencatatan dan pelaporan data obat di Puskesmas merupakan kegiatan penatalaksanaan obat secara tertib terhadap obat yang diterima, disimpan, didistribusikan dan digunakan di Puskesmas yang dilakukan secara periodik setiap awal bulan menggunakan lembar permintaan-lembar penggunaan obat (LP-LPO).

  3. Bidang pelayanan kefarmasian a. Pelayanan Informasi Obat (PIO) Pelayanan Informasi obat harus benar, jelas,mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksanadan terkini diperlukan dalam upaya penggunaan obat yang rasional oleh pasien. Informasi yang perlu diberikan kepada pasien adalah kapan obat digunakan dan berapa banyak; lama pemakaian obat yang dianjurkan; cara penggunaan obat; dosis obat; efek samping obat; obat yang berinteraksi dengan kontrasepsi oral; dan cara menyimpan obat.

  b. Pelayanan konseling obat Konseling obat adalah suatu proses komunikasi dua arah yang sistematik antara Apoteker dan pasien untuk mengidentifikasi dan memecahkan permasalahan yang berkaitan dengan obat. Apoteker perlu memberikan konseling mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan.

D. Puskesmas

  Puskesmas adalah unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Secara nasional standar wilayah kerja Puskesmas adalah satu kecamatan. Apabila di satu kecamatan terdapat lebih dari satu Puskesmas, maka tanggung jawab wilayah kerja dibagi antar Puskesmas dengan memperhatikan keutuhan konsep wilayah desa kelurahan atau dusun.

  Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 128/Menkes/SK/II/2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), antara lain disebutkan Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan (Dinkes) kabupaten/kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Secara nasional standar wilayah kerja Puskesmas adalah satu kecamatan, tetapi apabila di satu kecamatan terdapat lebih dari dari satu Puskesmas, maka tanggung jawab wilayah kerja dibagi antar Puskesmas, dengan memperhatikan keutuhan konsep wilayah (desa/kelurahan atau RW). Puskesmas perawatan adalah Puskesmas yang berdasarkan surat keputusan Bupati atau Walikota menjalankan fungsi perawatan dan untuk menjalankan fungsinya diberikan tambahan ruangan dan fasilitas rawat inap yang sekaligus merupakan pusat rujukan antara. Masing-masing Puskesmas tersebut secara operasional bertanggung jawab langsung kepada Kepala Dinkes Kabupaten/Kota.

  Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas adalah tercapainya kecamatan sehat menuju terwujudnya Indonesia Sehat pada tahun 2010. Kecamatan sehat mencakup 4 indikator utama, yaitu lingkungan sehat, perilaku sehat, cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu dan derajat kesehatan penduduk. Misi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan Puskesmas adalah mendukung tercapainya misi pembangunan kesehatan nasional dalam rangka mewujudkan Indonesia Sehat 2010. Untuk mencapai visi tersebut, Puskesmas menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakatsalah satu indikator keberhasilan pelayanan kesehatan perorangan di Puskesmas adalah kepuasan pasien.

PERAN APOTEKER DI PUSKESMAS

  Apoteker memiliki peran penting yang tidak tergantikan oleh tenaga kesehatan lain terkait manajemen obat dan perbekalan kesehatan. Salah satu contoh kegiatan manajemen yang dilakukan adalah melakukan yang meliputi: perencanaan, permintaan obat ke Gudang Farmasi Kota, penerimaan obat, penyimpanan menggunakan kartu stok, pendistribusian dan pelaporan menggunakan. Berikut adalah beberapa uraian mengenai sistem manajemen obat dan alkes:

  1. Perencanaan dan Permintaan Obat Perencanaan pengadaan obat dan alkes di Puskesmas difasilitasi oleh dokumen Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO).

  Dokumen penunjang dalam pengadaan obat dan alkes di Puskesmas antara lain adalah Buku Pemakaian Obat harian; Buku Register Obat; dan Kartu Stok Obat. Penggunaan obat dalam pelayanan harian dicatat dalam Buku Pemakaian Obat Harian. Buku ini mencakup informasi tentang item obat dan jumlah obat yang digunakan setiap harinya. Jumlah pemakaian obat harian kemudian diakumulasikan dalam Buku Register Obat. Buku ini berisi informasi tentang item dan jumlah obat yang dipakai tiap bulan. Jumlah obat yang terpakai tiap bulan kemudian di rekapitulasi dalam Kartu Stok tiap item obat. Dari pengisian Kartu Stok akan didapatkan informasi tentang item obat, jumlah obat yang terpakai, dan sisa obat yang ada di gudang Puskesmas. Hasil pengisian Kartu Stok merupakan dasar untuk perencanaan pengadaan menggunakan LPLPO. Dari informasi yang ada pada Kartu Stok tiap-tiap item obat dapat diketahui ketersediaan obat di Puskesmas, dan jumlah pemakaiannya tiap bulan, sehingga dapat dijadikan sebagai dasar untuk permintaan akan item obat beserta jumlah yang diminta.

  2. Penerimaan Obat LPLPO terdiri atas rangkap tiga, satu lembar yang berwarna putih dikirimkan unuk Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten, dua lembar yang berwarna kuning dan merah dikirimkan pada Gudang Farmasi Kota/Kabupaten sebagai laporan penggunaan obat dan permintaan atas obat.

  Item-item obat yang disetujui pengadaannya oleh Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten akan dikirimkan pada Puskesmas yang bersangkutan setiap dua bulan sekali melalui Gudang Farmasi Kota/Kabupaten. Lembar LPLPO yang berwarna kuning akan dikembalikan pada Puskesmas sebagai arsip. Item-item obat yang diminta tetapi tidak dapat terpenuhi pengadaannya akan disertakan keterangannya pada LPLPO. Item obat dan alkes yang diterima dicocokkan dengan LPLPO, kemudian dilakukan pengecekan terhadap tanggal kadaluarsa dan kondisi item. Obat dan alkes yang telah dicek disimpan dalam gudang dengan kondisi First In first Out (FIFO). Penerimaan item obat dan alat kesehatan dicatat dalam Kartu Stok.

  3. Manajemen SDM Apoteker berkoordinasi dengan Kepala puskesmas berperan dalam pengaturan jadwal serta job descripton dari masing-masing SDM di kamar obat Puskesmas. Dalam hal pengaturan jadwal misalnya, karena jam layanan Puskesmas pagi dan sore, maka perlu adanya rolling SDM untuk ditempatkan pada jam pelayanan sore. Selain itu perlu diatur jadwal penempatan SDM di kamar obat Puskesmas Pembantu di Kelurahan Kemayoran.

  4. Pembuatan Protap Pelayanan Kefarmasian Untuk menjamin mutu pelayanan kefarmasian maka apoteker bisa membuat prosedur penerimaan resep, peracikan obat, penyerahan obat, dan pelayanan informasi obat.Prosedur tetap ini bisa dilihat di Pedoman Pelayanan Kefarmasian Di Puskesmas (Depkes, 2006).

   

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ketahanan Fisik - HUBUNGAN KETAHANAN FISIK TERHADAP PENGETAHUAN IBU TENTANG ISPA PADA BALITA DI WILAYAH PUSKESMAS 1 MADUKARA KABUPATEN BANJARNEGARA - repository perpustakaan

0 0 31

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN KEK PADA IBU HAMIL DI PUSKESMAS BATURRADEN II KABUPATEN BANYUMAS - repository perpustakaan

0 0 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kekurangan Energi Kronis - FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN KEK PADA IBU HAMIL DI PUSKESMAS BATURRADEN II KABUPATEN BANYUMAS - repository perpustakaan

0 10 23

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Balita - HUBUNGAN STATUS IMUNISASI DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KEMBARAN II KECAMATAN KEMBARAN KABUPATEN BANYUMAS - repository perpustakaan

0 0 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. ISPA - HUBUNGAN KONDISI LINGKUNGAN RUMAH TERHADAP KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS I WANGON KABUPATEN BANYUMAS - repository perpustakaan

0 6 21

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP KETIDAKIKUTSERTAAN DAN KEIKUTSERTAAN BPJS KESEHATAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS 1 SOKARAJA KABUPATEN BANYUMAS - repository perpustakaan

0 0 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - SENSITIVITAS BAKTERI Staphylococcus aureus HASIL ISOLASI SPUTUM PENDERITA ISPA DI PUSKESMAS KEMBARAN I KABUPATEN BANYUMAS TERHADAP BEBERAPA ANTIBIOTIK - repository perpustakaan

0 0 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu - PENGARUH TELEHOMECARE TERHADAP KEPATUHAN PEMBERIAN ANTIBIOTIK OLEH CAREGIVER PADA PASIEN BALITA PNEUMONIA RAWAT JALAN PADA BEBERAPA PUSKESMAS DI KABUPATEN BANYUMAS - repository perpustakaan

0 3 15

PENGARUH KEBERADAAN APOTEKER TERHADAP MUTU PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS KABUPATEN BANJARNEGARA BERDASARKAN PROSEDUR TETAP PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS - repository perpustakaan

0 0 15

PERSEPSI KEPALA PUSKESMAS TERHADAP PERAN APOTEKER DI PUSKESMAS KABUPATEN BANYUMAS

0 0 15