BAB II TINJUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Lada (Piper nigrum L.) - PENGARUH LAMA PERENDAMAN IAA (Indoleacetic acid) DAN KOMPOSISI MEDIA TANAM YANG BERBEDA TERHADAP KEBERHASILAN STEK LADA PERDU (Piper nigrum L.) - repository perpustakaan

BAB II TINJUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Lada (Piper nigrum L.)

  Tanaman lada (Piper nigrum L.) berasal dari daerah barat Ghat, India. Penyebaran lada di Indonesia pertama kali dilakukan oleh para koloni Hindu yang sedang melakukan perjalanan dalam misi penyebaran agamanya, setelah itu lada di Indonesia menyebar ke berbagai pulau. Provinsi di Indonesia yang memproduksi lada selain Lampung dan Bangka diantaranya di daerah Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Aceh, Sumatera Barat dan Jawa Barat yang umumnya merupakan usaha petani rakyat (Widyastuti, 2005).

  Menurut Cronquist (1981), klasifikasi tanaman lada perdu sebagai berikut: Divisio : Magnoliophyta Classis : Magnoliopsida Ordo : Piperales Familia : Piperaceae Genus : Piper Species : Piper nigrum L.

  Lada merupakan tumbuh-tumbuhan memanjat, dengan panjang batang berkisar 5

  • – 15 m. Daun berseling dan tersebar, bertangkai dengan daun penumpu yang cepat rontok, dan meninggalkan bekas yang berbentuk cincin. Helaian daun bulat telur sampai memanjang dengan ujung meruncing

  6

  8

  • – 20 kali, 5 – 15 cm, bagian bawah terisi dengan kelenjar kecil, tenggelam dan rapat. Bulir berdiri sendiri, diujung, berhadapan dengan daun menggantung, Daun pelindung memanjang, panjang 4
  • – 5 mm.; tangkai 1 – 3,5 cm ; sumbu
  • – 22 cm. Tangkai sari panjang kurang lebih 1 mm, kepala putik terdiri 2
  • – 5, kebanyakan 3 – 4. Buah buni berbentuk bola.(van Steenis et al .,1987).

2.2 Syarat Tumbuh Tanaman Lada Perdu (Piper nigrum L)

  Tanah memiliki peran yang penting di bidang pertanian maupun perkebunan. Sebelumnya dijelaskan terlebih dahulu.

  2.2.1 Kondisi Tanah Lada dapat tumbuh disemua jenis tanah, terutama tanah gembur berpasir dengan unsur hara yang cukup dan drainase yang baik. Lada dapat tumbuh optimal pada tanah yang netral dengan pH 6,0-7,0. Suhu tanah berkisara anatara 14-29

  C. Berikut sifat dan karakteristik yang dapat dilihat dari sifat fisik fisika, kimiawi maupun biologisnya. Tanaman lada menghendaki kondisi tanah yang memiliki aerasi dan drainase yang baik serta kelembaban udara antara 60-80%.

  a. Sifat fisika tekstur tanah merupakan gambaran deskriptif komposisi ukuran butir partikel-partikel, tanah tersusun atas partikel mineral dan organik dalam berbagai ukuran. Partikel mineral dan organik menyusun kuran lebih 50 % dari voleme tanah, sisanya adalah berupa pori yang terisi oleh air dan udara (Sartohadi et al.2012). Komponen mineral dalam tanah terdiri dari campuran partikel-partikel yang secara individu berbeda ukurannya. Menurut ukuran partikelnya, komponen mineral dalam tanah dapat dibedakan menjadi tiga yaitu: pasir (berukuran 50 mikron

  • – 2 mm), debu (berukuran 2-50 mikron), liat berukuran dibawah 2 mikron

Tabel 2.1. Perbandingan hara yang terdapat dalam jenis tekstur tanah

  Jenis tekstur Ca Fe

  2 O

  3 MgO P K

  Pasir 0,08 2,53 2,92 5,19 1,02 Debu 0,10 3,44 6,58 9,42 2,22 Liat 0,20 4,20 5,73 17,10 1,77

  Warna tanah di alam tidak selalu dalam kondisi seragam pada setiap horizon yang ada pada profil tanah. Ketidakseragaman warna tanah disebabkan karena adanya bercak yang mempunyai warna berbeda dengan warna matriks. Warna bercak tidak selalu dalam dalam kondisi berbeda tegas dengan warna matrik. Biasanya perbedaan warna bercak di dalam profil tanah dideskripsi menurut kejelasan, jumlah, dan ukuran permukaan tanah disebabkan oleh perbedaan kandungan bahan organik. Semakin gelap warna semakin tinggi kandungan bahan organiknya. Warna tanah dilapisan bawah yang kandungan bahan organik rendah lebih banyak dipengaruhi oleh jumlah kandungan dan bentuk senyawa besi (Fe). Di daerah yang mempunyai sistem darinase (serapan air) buruk, warna tanahnya abu-abu karena ion besi yang terdapat didalam tanah berbentuk

  2+ Fe (Sartohadi et al, 2012). b. Sifat kimia Tanah sebagai bagian dari tubuh alam mempunyai komposisi kimia berbeda-beda. Tanah terdiri atas berbagai macam unsur kimia, senyawa- senyawa kimia di dalam tanah merupakan hasil dari pelapukan bahan induk tanah dan pelapukan sisa organisme tanah. Pelapukan bahan induk tanah menghasilkan mineral-mineral primer dan sekunder (Sartohadi, 2012). Penentu sifat kimia tanah antara lain kandungan bahan organik, unsur hara, dan pH tanah. Tanah yang kita lihat adalah suatu campuran dari material-material batuan yang telah lapuk (sebagai bahan anorganik), material organik, bentuk-bentuk kehidupan (jasad hidup tanah), udara, dan air. Bahan organik tanah terdiri atas sisa-sisa tanaman serta hewan dalam tanah, termasuk juga kotoran dan lendir-lendir serangga, cacing, serta binatang besar lainnya. Kandungan bahan organik dalam tanah memengaruhi karakteristik tanah. Pada tanah dengan kandungan bahan organik yang tinggi akan memberikan efek warna tanah cokelat hingga hitam. Sehingga sifat kimia tanah berupa kandungan bahan organik dapat dikenali dari warnanya. Sifat kimia tanah yang lain, yaitu berupa derajat keasaman atau pH tanah. pH tanah dikatakan normal antara 6,5 sampai dengan 7,5. Pada keadaan ini, semua unsur hara pada larutan tanah dalam keadaan tersedia, seperti ketersediaan nitrogen serta unsur hara lainnya.

  Unsur

  • – unsur hara ini berasal dari udara, air, atau tanah. Jumlah unsur hara esensial ada 17 yang dikelompokkan menjadi unsur hara makro dan mikro. Unsur makro meliputi : C, H, O, N, P, K, Ca, Mg, dan S, sedangkan
Tanah sebagai tempat tumbuh tanaman dan tempat hidup organisme di dalamnya menyediakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh tanaman dan organisme lainnya. Menurut (Sartohadi et al, 2012) masa tanah tersusun atas fase padat, cair, dan gas. Fase padat terdiri atas partikel

  2.2.2 Ketinggian Tinggi rendahnya tempat mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas tanaman lada. Untuk mencapai produktivitas optimal jika lada dibudidayakan di dataran rendah, yaitu di wilayah dengan ketinggian 3 - 1.000 m dari permukaan laut. Lada yang ditanam di dataran menengah atau tinggi (lebih dari 1.000 m.d.p.l), pertumbuhan vegetatifnya yaitu akar, batang, dan daun lebih dominan dibandingkan dengan kemampuannya menghasilkan buah (Sutarno dan Andoko, 2005). Tingkat kemiringan lahan yang ideal bagi tanaman lada adalah maksimal 15%. Berdasarkan pemantauan dilapangan, dataran rendah merupakan tempat paling dominan untuk menanam lada dengan ketinggian kurang dari 200 m dpl. Lada yang ditanam di dataran rendah akan menghasilkan pertumbuhan vegetatif yang terbaik dan berbuah sangat lebat.

  unsur mikro meliputi : Fe, Mn, B, Mo, Cu, Zn, Cl, dan Co. Unsur hara makro adalah unsur hara yang diperlukan dalam jumlah banyak, sedangkan unsur hara mikro adalah unsur hara yang diperlukan dalam jumlah yang sedikit. (Anonymous, 2015) c. Sifat biologis

  • – partikel mineral dan bahan organik serta jazad hidup atau organisme tanah. Organisme tanah dapat dibagi menjadi dua golongan besar yaitu golongan tumbuhan dan golongan hewan, dan berdasarkan ukurannya dikelompokan ke dalam jasad makro (kasat mata) dan jasad mikro.

  2.2.3 Iklim Untuk mencapai pertumbuhan yang baik dan hasil produksi yang memuaskan, sebaiknya lada ditanam di daerah beriklim tropis dengan curah hujan rata-rata 1000-3000 mm per tahun; sinar matahari 10 jam/hr; suhu

  o udara 20-34 C dan kelembaban udara optimal 60-80%. (Artanti.2007).

2.3 Stek Lada

  Tanaman lada termasuk tanaman memanjat yang memiliki 2 sulur yaitu sulur panjat dan sulur cabang buah. Apabila digunakan bibit sulur panjat menghasilkan tanaman yang memiliki sifat memanjat sedangkan sulur cabang buah akan menghasilkan tanaman yang tidak memanjat disebut lada perdu. Dalam usaha dan pengembangan tanaman, bibit merupakan salah satu faktor penentu bagi keberhasilan pertanian di lapangan. Bibit yang unggul dan berkualitas baik akan lebih menjamin keberhasilan usaha yang dilakukan, tetapi perlu didukung juga oleh penguasaan dan penerapan teknik budidaya yang tepat untuk mendapatkan hasil yang secara kuantitas dan kualitas dapat dipertanggungjawabkan (Lawani, 1995). Perkembangbiakan vegetatif (stek), bertujuan untuk mendapatkan bibit secara cepat tanpa ada perubahan sifat atau tanaman baru yang mempunyai sifat sama dengan tanaman induk.

  Stek adalah perlakuan pemisahan, pemotongan beberapa bagian dari tanaman (akar, batang, dan tunas) dengan tujuan agar bagian-bagian tersebut membentuk akar. Pada irisan miring, stek akan mempunyai permukaan yang lebih luas bila dibandingkan dengan berpangkal datar sehingga jumlah akar yang tumbuh lebih banyak karena pada pangkal stek ini terakumulasi zat tumbuh (Artanti, 2007). Perbanyakan tanaman dengan stek pada lada dipengaruhi oleh beberapa faktor penentu keberhasilan stek. Faktor-faktor tersebut terdiri dari faktor eksternal dan faktor internal yang harus diperhatikan agar tingkat keberhasilan stek lada tinggi.

  2.3.1 Faktor Lingkungan Faktor lingkungan yang mempengaruhi keberhasilan pertumbuhan stek yaitu: media perakaran, suhu, kelembaban, dan cahaya (Hartman,

  1983). Media perakaran berfungsi sebagai pendukung stek selama pembentukan akar, memberi kelembaban pada stek, dan memudahkan penetrasi udara pada pangkal stek. Media perakaran yang baik. Media perakaran stek yang biasa dipergunakan adalah tanah dan pasir. Suhu perakaran optimal untuk perakaran stek berkisar antara 21°C-27°C pada pagi dan siang hari dan 15°C pada malam hari. Suhu yang terlampau tinggi dapat mendorong perkembangan tunas melampaui perkembangan perakaran dan meningkatkan laju transpirasi.

  2.3.2 Faktor Bahan Stek Kondisi fisiologis tanaman mempengaruhi penyetekan adalah uraur bahan stek, jenis tanaman, adanya tunas dan daun muda pada stek, persediaan bahan makanan, dan zat pengatur tumbuh. a. Umur bahan stek Menurut Hartman (2002). stek yang berasal dari tanaman muda akan lebih mudah berakar dari pada yang berasal dari tanaman tua, hal ini disebabkan apabila umur tanaman semakin tua maka terjadi peningkatan produksi zat-zat penghambat perakaran dan penurunan senyawa fenolik yang berperan sebagai auksin kofaktor yang mendukung inisiasi akar pada stek.

  b. Jenis tanaman Keberhasilan dengan cara stek bergantung pada kesanggupan jenis tersebut untuk berakar. Ada jenis yang mudah berakar dan ada yang sulit. Kandungan lignin yang tinggi dan kehadiran cincin sklerenkim yang kontinyu merupakan penghambat anatomi pada jenis-jenis sulit berakar, dengan cara menghalangi tempat munculnya adventif (Kramer, 1960).

  c. Tunas dan daun pada stek Adanya tunas dan daun pada stek berperan penting pada perakaran.

  Bila seluruh tunas dihilangkan maka pembentukan akar tidak terjadi sebab tunas berfungsi sebagai auksin. Selain itu, tunas menghasilkan suatu zat berupa auksin yang berperan dalam mendorong pembentukan akar yang dinamakan Rjhizokalin (Hartman, 1983).

  d. Persediaan bahan makanan Menurut Haber (1957) persediaan bahan makanan sering dinyatakan dengan perbandingan antara persediaan karbohidrat dan nitrogen (C/N ratio). Ratio C/N yang tinggi sangat diperlukan untuk pembentukan akar stek yang diambil dari tanaman dengan C/N ratio yang tinggi akan berakar lebih cepat dan banyak dari pada tanaman dengan C/N ratio rendah.

2.4 Zat Pengatur Tumbuh Hormon dari bahasa Yunani “hormoenin” artinya menggiatkan.

  Hormon selain ditemukan pada hewan juga terdapat pada tanaman. Hormon pada tanaman disebut fitohormon atau hormone tumbuhan didefinisikan sebagai senyawa organik yang disintesis secara endogen dalam tanaman yang dalam konsentrasi sangat kecil (mikromolar) dapat menginduksi serangkaian reaksi fisiologis menuju kesuatu pola pertumbuhan yang spesifik. Hormon bekerja dalam menginduksi pertumbuhan dalam konsentrasi yang tepat, jika konsentrasi berlebih atau kurang maka hormon akan menghambat pertumbuhan (Latunra et al., 2012).

  Hormon akan mamacu pertumbuhan pada konsentrasi tertentu dan akan menghambat pertumbuhan pada konsentrasi yang tinggi. Hormon biasanya mengalir di dalam tanaman dari tempat dihasilkannya ke tempat keaktifannya (Kusumo, 1984). Salah satu hormon tumbuh yang tidak lepas dari proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman adalah auksin, sitokinin dan gibrelin. Zat pengatur tumbuh berfungsi mendorong pertumbuhan, dimana dengan pemberian zat pengatur tumbuh terhadap tanaman merangsang pemanjangan sel dan pembentukan akar sehingga dapat merangsang penyerapan hara oleh tanaman. Ini sesuai dengan fungsi auksin yaitu sebagai salah satu hormon pertumbuhan yang memacu terjadinya pembelahan sel, dan pertumbuhan akar, sehingga tanaman tersebut dapat tumbuh dengan baik. Pemberian zat pengatur tumbuh juga dapat merangsang seluruh jaringan tumbuhan dan langsung meresap melalui akar, batang dan daun (Trisna et al., 2013).

  Zat pengatur tumbuh dalam tanaman terdiri dari 5 (lima) kelompok yaitu Auksin, Giberelin, Sitokinin, Etylen, dan Inhibitor dengan ciri khas dan pengaruh yang berlainan terhadap proses fisiologi (Abidin,1994). Menurut Rochiman dan Harjadi (1973) dalam Fanesa (2011) jumlah daun, jumlah akar sangat dipengaruhi oleh kandungan bahan makanan dan hormon yang terdapat pada bahan setek, sehingga semakin panjang setek semakin mampu membentuk akar tumbuh dan membentuk tunas cukup banyak. Pembentukan akar terjadi karena adanya pergerakan kebawah auksin, karbohidrat dan zat- zat yang berintegrasi dengan auksin. Zat-zat ini akan mengumpulkan di dasar setek yang selanjutnya akan menstimulir pembentukan akar, tunas dan daun.

  Istilah auksin berasal dari bahasa yunani yaitu auxien yang berarti meningkatkan. Auksin ini pertama kali digunakan Frits Went, seorang mahasiswa pascasarjana di negeri belanda pada tahun 1962, yang menemukan bahwa suatu senyawa yang belum dapat dicirikan mungkin menyebabkan pembengkokan koleoptil oat kearah cahaya. Fenomena pembengkokan ini dikenal dengan istilah fototropisme. Senyawa ini banyak ditemukan Went didaerah koleoptil. Aktifitas auksin dilacak melalui pembengkokan koleoptil yang terjadi akibat terpacunya pemanjangan pada sisi yang tidak terkena cahaya matahari (Salisbury dan Ross, 1995).

  Auksin yang ditemukan Went, yang kini diketahui sebagai Indol Asetat Acid (IAA) atau Asam Indole Asetat dan beberapa ahli fisiologi masih menyamakannya dengan auksin. Namun tumbuhan mengandung 3 senyawa lain yang struktrurnya mirip dengan IAA dan menyebabkan banyak respon yang sama dengan IAA. Ketiga senyawa tersebut dapat dianggap sebagai auksin. Senyawa-senyawa tersebut adalah asam 4-kloroindol asetat, asam fenilasetat (PAA) dan asam Indolbutirat (IBA) (Dwidjoseputro, 1990).

  Asam 4 kloroindol asetat ditemukan pada biji muda berbagai jenis kacang-kacangan. Asam fenilasetat (PAA) ditemukan pada berbagai jenis tumbuhan dan sering lebih banyak jumlahnya dari pada IAA, walaupun kurang aktif dalam menimbulkan respon IAA. Asam indol butirat merupakan senyawa yang ditemukan belakangan. Senyawa ini ditemukan pada daun jagung dan berbagai jenis tumbuhan dikotil, sehingga kemungkinan besar zat tersebut tersebar luas pada dunia tumbuhan (Tjitrosoma, 1984).

  Auksin merupakan hormon terhadap tumbuhan yang mempunyai peranan luas terhadap pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan.

  Konsentrasi auksin tertinggi dijumpai pada meristem (akar, batang) yang aktif tumbuh dan daun muda. Auksin diangkut dari daerah meristem konsentrasinya semakin rendah, demikian juga pada jaringan yang telah dewasa dan telah berhenti memanjang. Sifat penting auksin adalah berdasarkan konsentrasinya, dapat merangsang dan menghambat pertumbuhan. Auksin berperan penting dalam perubahan dan pemanjangan sel. Pada permukaan akar, auksin akan mempengaruhi jaringan meristem primordial akar dalam jaringan batang (Latunra dkk., 2012).

2.5 Media Tanam

  Menentukan media tanam yang tepat dan standar untuk tipe pembibitan stek lada perlu diperhatikan untuk mutu bibit tanaman. Media yang baik untuk perakaran tanaman harus mudah untuk dilalui oleh air, Selain itu media perakaran yang berfungsi memegang tanaman pada tempatnya selama pertumbuhan akar, harus cukup sarang, agar aliran udara baik, mempunyai daya menahan air tinggi, mudah dilalui oleh air, bebas hama dan penyakit, serta tidak mengandung zat yang meracuni tanaman.

  Media tanam mampu menjaga kelembapan daerah akar, menyediakan udara, dan bisa menahan keterdapatan unsur hara. Ardana (2009) menyatakan bahwa tanaman akan tumbuh subur apabila nutrisi yang terkandung pada media dapat mendukung pertumbuhan tanaman. Media penyetekan yang baik adalah media yang mempunyai porositas cukup, airase baik, drainase baik, kapasitas mengikat air tinggi, dan bebas patogen. Media dalam penyetekan ini berfungsi sebagai penahan stek selama masa pertumbuhan akar, menjaga kelembaban, dan memudahkan penetrasi udara (Wuryaningsih, 1998). Pada tahap pembibitan media tumbuh diutamakan untuk mendapatkan tanaman muda yang sehat, dan mampu tumbuh baik setelah ditanam pada media produksi. Media tanam yang berupa campuran tanah, dan bahan organik memberikan dua keuntungan yaitu berperan sebagai media pertumbuhan akar dan penyedia unsur hara dan air untuk pertumbuhan perakaran (Wasito dan Nuryani, 2005).

  Beberapa jenis bahan yang digunakan pada penelitain sebagai media tanam diantaranya:

  2.5.1 Tanah Tanah merupakan campuran bahan padat (organik dan anorganik), dan udara. Bahan organik berperan sangat penting di dalam menciptakan struktur tanah yang ideal bagi pertumbuhan tanaman, meningkatkan kemampuan tanah menahan air, meningkatkan kapasitas infiltrasi, dan stabilitas agregat tanah dan pada akhirnya akan menurunkan aliran permukaan dan erosi. Unsur hara tanah yang diperlukan terdiri dari unsur makro (yang diperlukan dalam jumlah banyak) meliputi N, P, K, Ca, Mg, dan S, dan unsur mikro (yang diperlukan dalam jumlah sedikit) meliputi Fe, Mn, B, Mo, Cu, Zn, dan Cl. Media tanam campuran dengan bahan utama tanah yang baik adalah media tanam yang cukup kandungan unsur haranya, teksturnya gembur atau tidak terlalu keras. Pertumbuhan tanaman tidak hanya tergantung pada persediaan unsur hara yang cukup dan seimbang tetapi juga harus ditunjang oleh keadaan fisik tanah yang baik. Sifat fisik tanah berpengaruh langsung terhadap perakaran, air dan udara tanah, yang kemudian mempengaruhi aspek-aspek biologi dan kimia tanah. Pentingnya sifat fisik tanah dalam menunjang pertumbuhan tanaman sering tidak disadari karena kesuburan tanah dititikberatkan pada segi kesuburan kimianya. Disamping memberikan dukungan secara fisik pada tanaman, tanah merupakan sumber mineral dan air bagi tanaman. Kondisi tanah dan mineral dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Lingkungan atmosfer harus tersedia pada kedalaman yang cukup dalam tanah sehingga akar tanaman dapat memperoleh oksigen yang dibutuhkan untuk respirasi secara langsung dari udara. Perkembangan akar yang sehat serta proses pernafasan udara oleh akar menjadi tolak ukur dari baik atau tidaknya aerasi udara pada struktur tanah tertentu.(Zulkarnain, 2010)

  2.5.2 Pasir Pasir sering digunakan sebagai media tanam alternatif untuk menggantikan fungsi tanah. Sejauh ini, pasir dianggap memadai dan sesuai jika digunakan sebagai media untuk penyemaian benih, pertumbuhan bibit tanaman, dan perakaran setek batang tanaman. Sementara bobot pasir yang cukup berat akan mempermudah tegaknya setek batang. Selain itu, keunggulan media tanam pasir adalah kemudahan dalam penggunaan dan dapat meningkatkan sistem aerasi serta drainase media tanam. Oleh karena memiliki pori-pori berukuran besar (pori-pori makro) maka pasir menjadi mudah basah dan cepat kering oleh proses penguapan, pasir dianggap memadai dan sesuai digunakan sebagai media penyemaian benih, pertumbuhan bibit tanaman, dan perakaran setek batang tanaman Kartasapoetra (2002)

  2.5.3 Abu Sekam Sekam padi adalah kulit biji padi (Oriza sativa) yang terlepas saat biji digiling. Sekam padi yang biasa digunakan adalah sekam bakar dan sekam mentah. Sekam sangat berperan dalam perbaikan struktur tanah sehingga sistem drainase di media tanam menjadi lebih baik. Sekam mentah mempunyai kelebihan sebagai media tanam yaitu mudah mengikat air, tidak mudah lapuk, merupakan sumber kalium (K) yang dibutuhkan tanaman, dan tidak mudah menggumpal atau memadat sehingga akar tanaman dapat tumbuh dengan sempurna, abu sekam padi memiliki fungsi mengikat logam. Selain itu, abu sekam padi berfungsi untuk menggemburkan tanah, sehingga bisa mempermudah akar tanaman menyerap unsur hara.

  Darmawijaya (1990).

  2.5.4 Arang Sekam Arang sekam merupakan hasil pembakaran dari sekam padi yang banyak digunakan sebagai media secara komersial di Indonesia. Arang sekam mengandung N 0,32 %, P 0,15%, K 0,51 %, Ca 0,95 %, dan Fe 180 ppm, Mn 80 ppm, Zn 14,1 %. pH arang sekam cukup tinggi, yaitu antara 8,5 sampai 9,0 sehingga sangat baik digunakan untuk meningkatkan pH pada tanah asam. Sekam bakar atau arang sekam juga memiliki sifat porositas yang baik dan kemampuan menyerap air rendah.(Shofiyah dan bambang, 2017). Karakteristik lain dari arang sekam adalah ringan (berat jenis 0,2 kg/l) sirkulasi udara tinggi, kapasitas menahan air tinggi, berwarna kehitaman sehingga dapat mengabsorbsi sinar matahari secara efektif (Wuryaningsih, dan Andyantoro 1998). Arang sekam bersifat porositas yang baik, tidak dapat menggumpal/memadat, mudah mengikat air, steril dan mempunyai porositas yang baik sehingga akar tanaman dapat tumbuh dengan baik dan sempurna. (Prihmantoro dan Indriani, 2003)

2.6 Penelitian yang Relevan

  Ulfa, dkk (2017) melakukan percobaan respon pertumbuhan stek lada (Piper nigrum L.) akibat pemberian hormon auksin (ZPT atonik) menunjukan bahwa hormon auksin (ZPT atonik) berpengaruh nyata terhadap jumlah akar pada umur 40 dan 60 HSS. Hasil penelitian tersebut rata-rata perlakuan terbaik dijumpai pada pemberian hormon auksin dengan konsetrasi 1,5ml/ liter dan 2ml/ liter air.

  Hasil penelitian Indrawati, dkk (2015) menunjukan bahwa media tanam dari subsoil + pupuk + pasir dengan perbandingan (2:1:1) memberikan pertumbuhan yang baik pada stek lada. Bahwa pemberian pupuk kandang pada media akan menghasilkan nilai tinggi tunas yang tinggi pada setek. Media tanpa pemberian pupuk kandang akan menghasilkan nilai tinggi tunas yang rendah. Pada media tanah topsoil dan tanah subsoil yang sama-sama diberikan pupuk kandang akan menghasilkan tinggi tunas yang tidak berbeda nyata, mulai dari setek berumur 30 HST sampai 120 HST.