BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Andrian Catur Kristianto BAB I

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peran dapat diartikan sebagai perangkat perilaku yang diharapkan oleh

  individu sesuai dengan status sosialnya. Jika menjadi seorang perawat, peran yang dijalankannya harus sesuai dengan lingkup kewenangan perawat (Asmadi, 2008). Salah satu peran perawat adalah sebagai tenaga pendidik (Swanson & Nies, 1997 dalam Nursalam & Effendy, 2008). Peran perawat menurut Doheny dalam Kusnanto (2004) meliputi care giver, patient

  advocate, counsellor, educator, collaborator, coordinator, change agent, and consultant . Perawat sebagai tenaga pendidik mengubah klien yang belum

  tahu menjadi tahu.

  Pendidikan kesehatan merupakan komponen essensial dalam bagian asuhan keperawatan dan diarahkan pada kegiatan interaksi antara perawat dan individu atau kelompok untuk meningkatkan, mempertahankan, dan memulihkan status kesehatan; mencegah penyakit; dan membantu individu untuk mengatasi efek sisa penyakit menurut Smeltzer dan Bare (2002). Pendidikan kesehatan merupakan upaya-upaya terencana untuk mengubah perilaku individu, kelompok, keluarga, dan masyarakat (Maulana, 2009).

  Menurut Widjaja (2003) panas tinggi atau demam adalah suatu kondisi saat suhu badan lebih tinggi daripada biasanya atau di atas suhu normal.

  Demam menurut El-Radhi, Carroll, dan Klein (2009) adalah temperatur 1 °C (1,8 °F) atau lebih tinggi rata-rata dari suhu normal tiap suhu normal bagian

  1 pengukuran. Misalnya suhu normal axilla ialah 34,7-37,4 °C diambil rata- ratanya 36,5 °C, maka demam ialah 37,5 °C.

  Kejang (konvulsi) didefinisikan sebagai gangguan fungsi otak tanpa sengaja paroksismal yang dapat terlihat menjadi gangguan atau kehilangan kesadaran, aktivitas motorik abnormal, kelainan perilaku, gangguan sensoris, atau disfungsi autonom (Wahab, 2000). Kejang demam adalah suatu kejang yang terjadi pada usia antara 3 sampai 5 tahun yang berkaitan dengan demam namun tanpa adanya tanda-tanda infeksi intrakranial atau penyebab yang jelas. 4% anak-anak prasekolah pernah mengalami kejang.

  Kejang merupakan hal yang menakutkan bagi keluarga dan orangtua yang sering berpikir bahwa anaknya sedang sekarat. Oleh karena itu banyak orangtua yang menghubungi nomor darurat atau tergesa-gesa untuk membawa anaknya ke Rumah Sakit terdekat (Meadow & Newell, 2002).

  Anak yang menderita kejang demam membuat orangtua mengalami kecemasan.

  Ansietas (cemas) adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung oleh situasi. Ketika merasa cemas, individu merasa tidak nyaman, takut atau mungkin memiliki firasat akan ditimpa malapetaka padahal ia tidak mengerti mengapa emosi yang mengancam tersebut terjadi (Videbeck, 2008).

  Kecemasan bisa ditimbulkan oleh rasa takut akibat kekhawatiran kondisi anaknya. Untuk memperkecil kecemasan, perawat penting untuk memperkenalkan diri, menerangkan peran mereka, dan menjelaskan riwayat kesehatan pasien (Smeltzer & Bare, 2002).

  Indrayani & Santoso (2012) dalam penelitiannya menyatakan adakah hubungan antara pendidikan kesehatan dengan kecemasan keluarga pasien hospitalisasi. Hasil penelitian terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan kesehatan dengan kecemasan orang tua, berdasarkan hasil penelitian tersebut peneliti menyarankan pada perawat di Rumah Sakit agar dapat memberikan pendidikan kesehatan pada pasien dan keluarga untuk meminimalisir terjadinya kecemasan.

  Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan pada tanggal 02 Januari 2013 data pasien selama 4 bulan terakhir (September, Oktober, November, dan Desember 2012) di ruang perawatan anak di RSUP Prof. Dr.

  Margono Soekarjo, jumlah pasien kejang demam 71 anak dari jumlah total pasien di ruang Aster berjumlah 315 pasien. Rata-rata jumlah pasien kejang demam berjumlah 17 anak tiap bulan.

  Berdasarkan latar belakang diatas, perlu adanya tindakan asuhan keperawatan bertujuan menurunkan kecemasan orangtua pada anak kejang demam. Sebagai seorang perawat yang mengetahui tentang ilmu dan prosedur yang harus dilakukan, menurunkan kecemasan pada Ibu menjadi bagian asuhan keperawatan.

  Dari salah satu peran perawat tersebut ialah sebagai educator yang berarti sebagai pendidik klien. Jadi perawat memberikan pendidikan kesehatan bagi keluarga pasien. Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh pendidikan kesehatan terhadap tingkat kecemasan Ibu pada anak kejang demam”.

B. Rumusan Masalah

  Pendidikan kesehatan bertujuan untuk mengubah perilaku tidak sehat menjadi perilaku sehat. Menurut Undang-Undang No.36 tahun 2009, kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kecemasan ialah suatu tegangan yang merupakan suatu dorongan seperti lapar. Jika kecemasan tidak ditanggulangi maka mampu berakibat menjadi traumatik (Freud, 1993). Kecemasan Ibu pada anak kejang demam perlu diminimalisir untuk memperoleh kesehatan jiwa yang optimal. Berdasarkan fenomena tersebut maka penulis mengangkat pertanyaan apakah terdapat pengaruh pendidikan kesehatan terhadap tingkat kecemasan Ibu pada anak kejang demam ? C.

   Tujuan Penelitian 1.

  Tujuan Umum Untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan terhadap tingkat kecemasan Ibu pada anak kejang demam.

2. Tujuan Khusus

a) Mendeskripsikan karakteristik responden.

  b) Mengidentifikasi kecemasan Ibu pada anak kejang demam sebelum dan sesudah dilakukan pendidikan ksehatan, c)

  Mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan terhadap tingkat kecemasan.

D. Manfaat Penelitian 1.

  Bagi perawat Dapat memanfaatkan tindakan asuhan keperawatan menggunakan pendidikan kesehatan terhadap tingkat kecemasan dari Ibu pada anak kejang demam.

  2. Bagi responden Peneliti berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi responden terhadap tingkat kecemasan Ibu pada anak kejang demam.

  3. Bagi instansi terkait Dapat melaksanakan asuhan keperawatan melalui pendidikan kesehatan terhadap tingkat kecemasan Ibu pada anak kejang demam.

  Dilakukannya pendidikan kesehatan secara kontinyu jika menemui permasalahan yang sama.

  4. Bagi peneliti Dapat mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan terhadap tingkat kecemasan Ibu pada anak kejang demam.

  5. Bagi ilmu pengetahuan Diharapkan dapat berguna sebagai referensi yang hendak meneliti lebih lanjut mengenai pendidikan kesehatan untuk menurunkan kecemasan. Mampu memperkaya penelitian tentang pendidikan kesehatan dan kecemasan.

E. Penelitian Terkait 1.

  Indrayani & Santoso (2012) Penelitian yang dilakukan berjudul “Hubungan pendidikan kesehatan dengan kecemasan orangtua pada anak hospitalisasi”. Desain penelitian ini yaitu deskriptif korelasi. Sampel diambil dengan menggunakan teknik accidental sampling. Jenis penelitian adalah kuantitatif non eksperimental. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelasi, dengan pendekatan cross sectional. Instrument penelitian yang digunakan berupa kuesioner pendidikan kesehatan untuk mengukur lengkap tidaknya pendidikan kesehatan diberikan yang memodifikasi dari Standar Prosedur Operasional, dokumen Pemberlakuan Hak dan Kewajiban Pasien, Dokter dan Perawat atau Bidan di Rumah Sakit, dan dokumen Asuhan Keperawatan dan kuesioner tingkat kecemasan orang tua berdasarkan kuesioner kecemasan Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS). Hasil penelitian terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan kesehatan dengan kecemasan orang tua, maka peneliti memberikan saran perawat di rumah sakit agar dapat memberikan pendidikan kesehatan yang lengkap pada pasien dan keluarga untuk mengatasi kecemasan.

2. Rakhmawati (2006)

  Penelitian ini berjudul “Efektifitas pendidikan kesehatan terhadap penurunan kecemasan pada orang tua bayi yang menderita hiperbilirubinemia dan mendapatkan terapi sinar di ruang perinatologi RSUD kota Semarang”. Metode penelitian jenis penelitian eksperimen semu dengan rancangan pre and post test only design with control. Hasil penelitian umur responden yang mempunyai anak dengan hiperbilirubinemia terbesar antara 26-30 tahun (26,7%), pendidikan responden terbanyak adalah SMA 53,3%, sebagian besar 66,7% berjenis kelamin perempuan, sebagian besar bekerja dalam bidang swasta 46,7%, sebelum pendidikan kesehatan sebagian besar 53,3% termasuk kategori sedang dan setelah pendidikan kesehatan tingkat kecemasan menurun menjadi sebagian besar 73,3% termasuk kategori ringan, sebelum dilakukan pendidikan kesehatan nilai rata-rata kecemasan sebesar 41,33 dan setelah pendidikan kesehatan menurun menjadi 31,07, standar deviasi 11,197 dengan nilai t = 5,118 dan p=0,000. nilai p 0,005. Kesimpulan penelitian terdapat perbedaan tingkat kecemasan yang bermakna antara sebelum dan sesudah pendidikan kesehatan.

3. Ju, McElmurry, Park, McCreary, Kim, & Kim (2011)

  Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai tingkat kecemasan dan ketidakpastian pada ibu Korea anak-anak dengan kejang demam dan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan kecemasan ibu. Desain penelitian ini adalah, deskriptif cross-sectional survey.

  Sampel terdiri 102 ibu yang anaknya telah didiagnosa dengan kejang demam dan dirawat di bangsal anak di lima rumah sakit umum di Korea Selatan. Para peneliti memberikan kuesioner kepada departemen keperawatan untuk distribusi dan pengumpulan oleh perawat pediatrik.

  Untuk menguji perbedaan kecemasan dan ketidakpastian dengan karakteristik peserta, t-test dan anova dilakukan. Regresi linier digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan kecemasan ibu. Tingkat signifikansi statistik ditetapkan pada 0,05.

  Sebuah regresi linier berganda kecemasan ibu menunjukkan bahwa empat prediktor signifikan secara statistik menjelaskan 56% dari variasi total kecemasan ibu. Prediktor signifikan adalah ketidakpastian, frekuensi demam, kejang pendapatan dan informasi tentang kejang demam.

  Diantara variabel yang signifikan, ketidakpastian adalah faktor yang dominan (p <0,001).

4. Arifah & Trise (2011)

  Penelitian ini berjudul “Pengaruh pemberian informasi tentang persiapan operasi dengan pendekatan komunikasi terapeutik terhadap tingkat kecemasan pasien pre operasi di ruang bougenville RSUD Sleman”. Desain penelitian ini adalah pra-eksperimental dengan menggunakan one-group pre-post test design. Data dikumpulkan dari pasien dengan menggunakan kuesioner tingkat kecemasan yang dimodifikasi dari Taylor Manifest Anxiety Scale (T-MAS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 46,7% responden mengalami kecemasan ringan, 51,1% mengalami kecemasan sedang, dan kecemasan berat 2,2% sebelum pelaksanaan pemberian informasi tentang persiapan operasi dengan pendekatan komunikasi terapeutik. Setelah pelaksanaan pasien pre operasi tingkat kecemasannya menjadi ringan 82,2%, tingkat kecemasan sedang 4,4%, dan yang menjadi tidak cemas sebesar 13,3%.

  Penelitian ini dengan menggunakan uji statistik Wilcoxon menunjukkan bahwa pemberian informasi tentang persiapan operasi dengan pendekatan komunikasi terapeutik mempunyai pengaruh yang signifikan dalam menurunkan kecemasan pasien (p = 0,00o; α = 0,05 dan z = -5,858). Rekomendasi dari hasil penelitian ini adalah ditujukan pada perawat ruangan agar dapat menerapkan komunikasi terapeutik yang efektif dalam pemberian informasi tentang persiapan operasi sehingga dapat menurunkan kecemasan pasien pre operasi.

5. Pitaloka (2011)

  Penelitian ini berjudul “Tingkat Kecemasan Pada Keluarga Penderita Skizofrenia Di Irna Jiwa RSUD Dr. Soetomo Surabaya”. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif-observasional yang menggambarkan tingkat kecemasan keluarga penderita Skizofrenia. Data diambil dan dikumpulkan melalui wawancara dengan bantuan kuesioner pada responden atau keluarga dari penderita Skizofrenia. Untuk menggambarkan derajat tingkat kecemasan keluarga digunakan alat ukur (instrumen) kuesioner berdasarkan Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS). Sampel penelitian adalah 30 orang keluarga dari penderita Skizofrenia yang menjalani rawat inap di IRNA Jiwa RSUD Dr. Soetomo Surabaya selama periode November 2010 sampai dengan Januari 2011 dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang diambil dengan cara Convenient Sampling. Yang menjadi kriteria inklusi adalah subyek merupakan keluarga penderita Skizofrenia dan paling sering merawat penderita Skizofrenia, subyek tidak pernah didiagnosis menderita gangguan jiwa sebelumnya, dan subyek berusia lebih dari 11 tahun. Sedangkan yang menjadi kriteria eksklusi sampel adalah subyek menolak berpartisipasi dan subyek tidak mengisi dan menjawab kuesioner penelitian dengan lengkap. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 30 orang keluarga penderita Skizofrenia yang diwawancarai, dadapatkan yang berada pada tingkat tidak ada kecemasan adalah 16 orang (53.33 %), kecemasan ringan adalah 6 orang (20.00 %), kecemasan sedang adalah 5 orang (16.67 %), kecemasan berat adalah 3 orang (10%), dan kecemasan berat sekali tidak ditemukan (0 %).