BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Kartika Ardana Damayanti BAB I

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan Nasional bertujuan menumbuhkan sikap dan tekad

  kemandirian masyarakat Indonesia agar dapat hidup sejahtera lahir batin dan berkualitas. Salah satu upaya yang telah dilakukan pemerintah untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan meningkatkan derajat kesehatan yang optimal melalui upaya kesehatan yang menyeluruh dan terpadu terhadap berbagai masalah kesehatan, salah satunya yang masih banyak terjadi adalah tuberkulosis. Munculnya epidemi HIV dan AIDS di dunia, meningkatnya kemiskinan dan jumlah tunawisma serta resistensi kuman tuberkulosis terhadap berbagai macam obat merupakan penyebab meningkatnya jumlah klien tuberkulosis Departemen Kesehatan RI, 2000 dalam Chairani dkk (2011).

  Bakteri mycobacterium tuberculosis yang menyebabkan Tuberkulosis Paru adalah bakteri pembunuh massal.WHO memperkirakan bakteri ini membunuh sekitar 2 juta jiwa setiap tahunnya.Antara tahun 2002 – 2020 diperkirakan I miliar manusia akan terinfeksi. Jumlah infeksi lebih dari 56 juta tiap tahunnya. Biasanya 5-10% di antara infeksi berkembang menjadi penyakit, dan 40% di antara yang berkembang menjadi penyakit berakhir dengan kematian Anonim, 2008 dalam Sukmah (2013).

  Indonesia merupakan negara dengan pasien Tuberkulosis terbanyak ke-5 di dunia setelah Cina, India, Afrika Selatan dan Nigeria (WHO, 2009). Diperkirakan jumlah pasien Tuberkulosis di Indonesia sekitar 5,8% dari total jumlah pasien Tuberkulosis di dunia. Diperkirakan, setiap tahun ada 429.730 kasus baru dan kematian 62.246 orang. Insidensi kasus Tuberkulosis BTA positif sekitar 102 per 100.000 penduduk (Pedoman Pengendalian Tuberkulosis, 2011).

  Tahun 1995, hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menunjukan bahwa penyakit Tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua kelompok usia, dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi (Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, 2011).

  Pengobatan yang tidak tuntas Tuberkulosis, dapat menyebabkan penyakit tidak sembuh, atau bahkan menjadi bertat. Selain kemungkinan dapat menularkan penyakit pada orang lain, penyakit menjadi semakin sukar diobati. Kemungkinan kuman menjadi kebal sehingga diperlukan obat yang lebih kuat dan mahal. Jika sudah terjadi kekebalan obat, perlu waktu lebih lama untuk sembuh dan berisiko tinggi menularkan kuman yang sudah kebal obat pada orang lain. WHO, 2006 dalam Sangadah (2012).

  Strategi DOTS pengobatan jangka pendek dengan pengawasan langsung minum obat belum banyak diterapkan Rumah Sakit yang ada di Indonesia. Akibatnya secara nasional angka putus berobat pasien Tuberkulosis di Rumahsakit sekitar 40%. Padahal pengobatan Tuberkulosis yang tidak tuntas, meningkatkan resiko resistensi kuman. Kompas, 2008 dalam Sangadah (2012). Unit pelayanan kesehatan juga salah satu faktor yang menyebabkan terputusnya pengobatan tuberkulosis (Mukhsin, 2006)

  Green dan Kreuteur, 1991 dalam Chairani, (2011) mengemukakan bahwa perilaku seseorang terhadap kesehatan dilatarbelakangi oleh tiga hal yaitu faktor predisposisi (predisposing factors) yang mencakup pengetahuan, sikap, tingkat pendidikan, sosial ekonomi, dan tradisi atau kepercayaan klien tuberkulosis terhadap penyakit dan pengobatannya; faktor yang mendukung (enabling factors) yang mencakup ketersediaan fasilitas kesehatan termasuk tersedianya obat anti tuberkulosis (OAT), sedangkan yang termasuk faktor pendorong (reinforcing factors) adalah adanya sikap atau dukungan keluarga klien tuberkulosis dan sikap petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan termasuk di dalamnya melakukan kunjungan rumah (home visit). Oleh sebab itu, pendidikan kesehatan sebagai faktor usaha intervensi perilaku harus diarahkan kepada ketiga faktor tersebut.

  Hal ini sesuai dengan konseptual model menurut Orem (1991, dalam George, 2005) yaitu tujuan akhir keperawatan adalah untuk memandirikan klien dan keluarganya dalam melakukan upaya kesehatan yang terkait dengan lima tugas kesehatan keluarga, melalui supportive educative system yaitu pendidikan kesehatan dan home visit. Sistem ini membantu klien tuberkulosis untuk mendapatkan pengetahuan tentang penyakit dan pengobatan tuberkulosis serta meningkatkan kemampuan klien tuberkulosis untuk merawat dirinya sendiri dalam menjalani pengobatan.

  Data dari Puskesmas Jatilawang yang diambil mulai bulan agustus akhir terdapat 35 pasien dengan pengobatan Tuberkulosis paru. Data yang di ambil dari 10 responden terdapat 6 tidak patuh berobat dan 4 patuh berobat. Dari 10 responden tidak ada yang mendapat kunjungan rumah oleh perawat dan dari semua responden tersebut mempunyai PMO (Pemantau Minum Obat yang tinggal satu rumah).

  Dari latar belakang masalah, penulis terdorong untuk mengadakan penelitian dengan judul “Hubungan antara home visite, peran pemantau minum obat dengan kepatuhan berobat pada pasien Tuberkulosis di wilayah kerja Puskesmas Jatilawang Kabupaten Banyumas tahun 2014/2015 ”.

B. Perumusan Masalah

  Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah, “Apakah ada hubungan antara home visit, peran pemantau minum obat dengan kepatuhan berobat pada pasien Tuberkulosis di wilayah kerja Puskesmas Jatilawang Kabupaten Banyumas tahun 2014/2015?” C.

   Tujuan Penelitian 1.

  Tujuan Umum Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara home visit, peran pemantau minum obat dengan kepatuhan berobat pada pasien tuberkulosis di wilayah kerja Puskesmas Jatilawang Kabupaten Banyumas tahun 2014/2015.

2. Tujuan Khusus a.

  Mengetahui gambaran home visit, peran pemantau minum obat dan kepatuhan berobat pada pasien Tuberkulosis di Wilayah Kerja Puskesmas Jatilawang.

  b.

  Mengetahui hubungan antara home visit dengan kepatuhan berobat pada pasien Tuberkulosis di wilayah kerja Puskesmas Jatilawang. c.

  Mengetahui hubungan antara peran pemantau minum obat dengan kepatuhan berobat pada pasien Tuberkulosis di Wilayah Kerja Puskesmas Jatilawang.

D. Manfaat Penelitian 1.

  Bagi Peneliti.

  Sebagai penambah wacana baru atau pengalaman belajar dan meningkatkan pengetahuan tentang hubungan antara home visit, peran pemantau minum obat dengan kepatuhan berobat pada pasien tuberkulosis.

  2. Bagi Program Sarjana Keperawatan.

  a.

  Memberikan tambahan bahan pustaka tentang kepatuhan berobat Tuberkulosis.

  b.

  Sebagai bahan perbandingan bagi penelitian yang serupa.

  3. Bagi penderita.

  Memberikan informasi tentang home visit, peran pemantau minum obat dengan kepatuhan berobat pada pasien Tuberkulosis.

  4. Bagi Puskesmas Jatilawang.

  Memberikan masukan untuk meningkatkan pengembangan program terutama tentang pemberantasan dan penanggulangan Tuberkulosis.

E. Keaslian Penelitian 1.

  Penelitian Sukmah, Mahyadin, Suarnianti tahun 2013 dengan judul penelitian “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Berobat pada Pasien Tuberkulosis di RSUD Daya Makasar” dengan Penelitian analitik dengan desain Cross Sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita Tuberkulosis BTA+ yang tercatat pada register pengobatan di RSUD Daya Makassar yang berkunjung atau berobat di bagian Poli Pojok Tuberkulosis periode 2012 sebanyak 115 orang penderita.Pengambilan sampel menggunakan teknik accidental sampling, di dapatkan 30 respon dan sesuai dengan criteria inklusi.Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner .Data yang telah terkumpul kemudian diolah dan dianalisis dengan menggunakan komputer program microsoft excel dan program statistik (SPSS) versi 16.0. Analisis data mencakup analisis univariat dengan mencari distribusi frekuensi, analisis bivariat dengan uji chi square (p<0,05). Hasil analisis bivariat menunjukkan adanya hubungan yang bermakna (signifikan) antara pengetahuan, PMO, efek samping OAT, dan dukungan keluarga dengan kepatuhan berobat pada pasien Tuberkulosis paru di RSUD Daya Makassar dengan nilai signifikansi lebih kecil dari 5%.

2. Penelitian Umi Sangadah tahun 2012 dengan judul “Analisis Faktor

  Penyebab Terputusnya Pengobatan Tuberkulosis Paru di wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kebumen” dengan metode crros sectional dengan cara penelusuran / observasi kartu berobat pasien Tuberkulosis yang mulai berobat tahun 2009 sampai 2011. Hasil penelitian menunjukan bahwa jumlah pasien yang putus berobat sebesar 27%. Hasil analisis menunjukan bahwa ada hubungan antara jenis kelamin dengan terputusnya pengobatan dengan nilai p= 0,001. Dengan Odds ratio= 2,772 (CI = 4,318), ada hubungan yang signifikan antara type pasien dengan terputusnya pengobatan dengan nilai p=0,0001. Ada hubungan yang signifikan anatara unit pelayanan kesehatan dengan terputu yang telah diberikan di Puskesmas, memberikan konseling, direct care, pelibatan keluarga dan masyarakat. Sampel penelitian ini adalah klien dewasa BTA positif atau klien BTA negatif foto toraks positif (kasus baru dan lama) yang mendapat pengobatan tuberkulosis selama 6–8 bulan pada tahun 2009, perbandingan antara kelompok intervensi dan kontrol adalah 1:1 (33 orang kelompok intervensi dan 33 orang kelompok kontrol), sehingga total sampel adalah 66 orang. Hasil uji t-paired membuktikan ada perbedaan yang sangat bermakna pada pengetahuan, sikap, dan Keterampilan klien tentang perawatan dan pengobatan tuberkulosis setelah dilakukan 4 kali home visit dibanding sebelumnya.