1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Agung Anggoro BAB I

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keperawatan anak telah mengalami perubahan yang sangat mendasar. Anak tidak lagi dipandang sebagai miniatur orang dewasa, melainkan sebagai

  makhluk unik yang memiliki kebutuhan spesifik dan berbeda dengan orang dewasa. Keluarga juga tidak lagi dianggap sebagai pengunjung anak, melainkan sebagai mitra bagi perawat dalam pemenuhan kebutuhan anak (Supartini, 2004).

  Populasi anak yang dirawat di rumah sakit menurut Wong (2005), mengalami peningkatan yang sangat dramatis. Persentase anak yang dirawat di rumah sakit saat ini mengalami masalah yang lebih serius dan kompleks dibandingkan kejadian hospitalisasi pada tahun-tahun sebelumnya. Mc Cherty dan Kozak mengatakan hampir empat juta anak dalam satu tahun mengalami hospitalisasi (Lawrence J. dalam Hikmawati, 2000). Rata-rata anak mendapat perawatan selama enam hari. Selain membutuhkan perawatan yang spesial dibanding pasien lain, anak sakit juga mempunyai keistimewaan dan karakteristik tersendiri karena anak-anak bukanlah miniatur dari orang dewasa atau dewasa kecil. Dan waktu yang dibutuhkan untuk merawat penderita anak-anak 20-45% lebih banyak daripada waktu untuk merawat orang dewasa (Speirs, dalam Hikmawati 2006).

  Anak sakit yang dilakukan perawatan dirumah, diharapkan keluarga memberikan motivasi dan dukungan yang optimal pada anak. Sementara itu

  1 perawatan yang terbaik seharusnya keluarga dapat mempertimbangkan agar anak dihospitalisasi. Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan yang berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali kerumah (Wong, 2009). Hospitalisasi pada anak banyak menyebabkan pengalaman yang menimbulkan trauma. Anak yang mengalami hospitalisasi biasanya juga mengalami stress akibat perubahan terhadap status kesehatan dan lingkungannya (Nursalam, 2009).

  Hospitalisasi dapat menimbulkan kecemasan pada anak. Kecemasan adalah gangguan alam perasaan (affective) yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutkan, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas, kepribadian masih utuh, perilaku dapat terganggu tetapi masih dalam batas-batas normal (Hawari, 2010). Kecemasan pada anak khususnya anak usia prasekolah yang sakit dan harus dirawat inap, merupakan salah satu bentuk gangguan yaitu tidak terpenuhinya kebutuhan emosional anak yang adekuat. Hal ini perlu penanganan sedini mungkin, dampak dari keterlambatan dalam penanganan kecemasan, anak akan menolak perawatan dan pengobatan, kondisi seperti ini berpengaruh besar pada lama atau proses perawatan dan pengobatan serta penyembuhan dari anak sakit tersebut (Nursalam, 2009).

  Tindakan medis yang sering menyebabkan anak menjadi cemas yang ditandai dengan anak menangis diantaranya karena dilakukan tindakan insersi intravena. Tindakan insersi intravena pada pasien bukan suatu hal yang baru bagi setiap perawat. Insersi intravena perlu mendapatkan perhatian karena dapat menimbulkan efek samping timbulnya nyeri (Pujasari & Sumawarti, 2006). Efek samping nyeri akibat tindakan insersi intravena dapat menjadikan anak menunjukkan rekasi cemas seperti menangis, merintih, atau takut jika ada perawat datang.

  Pemberian komunikasi terapeutik oleh perawat penting dilakukan untuk meminimalisir kecemasan pada anak akibat hospitalisasi. Komunikasi terapeutik menurut Stuart dan Sundeen (1998) yang dikutip oleh Keliat (2006), merupakan cara untuk membina hubungan yang terapeutik yang diperlukan untuk pertukaran informasi, perasaan dan pikiran untuk membentuk keintiman yang terapeutik. Komunikasi terapeutik sangat bermanfaat dalam pelayanan keperawatan.

  Menurut Purwanto (2004) komunikasi terapeutik memiliki beberapa manfaat yaitu: 1) Mendorong dan menganjurkan kerjasama antara perawat dengan klien melalui hubungan perawat dengan klien. 2) Mengidentifikasi, mengungkap perasaan, dan mengkaji masalah serta mengevaluasi tindakan yang dilakukan dalam perawatan. Proses komunikasi yang baik dapat memberikan pengertian tingkah laku klien mengatasi masalah yang dihadapi dalam tahap perawatan. Sedangkan pada tahap preventif, kegunaannya adalah mencegah adanya tindakan yang negatif klien seperti tidak kooperatif.

  Hasil penelitian Tewuh (2013), menyimpulkan ada hubungan komunikasi perawat dengan stres hospitalisasi pada anak usia sekolah 6-12 tahun di Irina E Blu RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado. Penelitian lainnya oleh Agustin (2012), menyatakan ada hubungan antara dampak hospitalisasi (stress) dengan lama tidur anak usia prasekolah di Lt III Utara RSUP Fatmawati Jakarta. Hasil penelitian Hanan (2013), juga menyimpulkan ada hubungan pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat kecemasan pada anak prasekolah diruang perawatan anak RSUD Ambarawa.

  Hasil studi pendahuluan di rumah sakit Wijayakusuma Purwokerto pada bulan September tahun 2014 diperoleh data jumlah anak yang dirawat inap di Bangsal Anak pada tahun 2013 sebanyak 526 anak dimana 347 (65,9%) diantaranya merupakan anak usia pra sekolah (usia 1-5 tahun). Pada bulan Juni-September tahun 2014 jumlah pasien anak yang dirawat inap sebanyak 240 anak dan 121 anak (50,41%) diantaranya merupakan anak usia pra sekolah. Jumlah BOR pasien anak pada bulan Juni adalah 35% sedangkan pada bulan September 45,68%. Penyakit yang diderita anak antara lain: febris, typhoid, demam, diare, broncho pneumonia, TB anak, chikunguya, dispepsia, dan vomitus. Anak yang dirawat di Rumah Sakit Wijayakusuma Purwokerto banyak yang diberikan tindakan insersi intravena sebagai salah terapi penyembuhan. Pemberian obat intra vena berpedoman pada Standar Operasional Prosedur (SOP) yang ditetapkan oleh rumah sakit (Nomer Dokumen AIP.06.04.02). Perawat melakukan verifikasi data pasien, memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik, menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada pasien dan menanyakan kesiapan pasien sebelum dilakukan tindakan. Hasil observasi terhadap anak yang dirawat di Bangsal Anak Rumah Sakit Wijayakusuma Purwokerto menunjukkan berbagai macam reaksi seperti ketakutan terhadap pemasangan infus/insersi intravena dan jarum suntik, anak melakukan reaksi agresif, dengan marah dan berontak, ekspresi verbal dengan mengucapkan kata-kata marah, dan tidak mau bekerja sama dengan perawat.

  Komunikasi terapeutik perlu dilakukan oleh perawat terhadap anak yang mengalami hospitalisasi agar anak tidak menunjukkan reaksi kecemasan yang berlebihan yang dapat berakibat buruk terhadap upaya penyembuhan sakit yang diderita anak. Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut tent ang “Hubungan Komunikasi Terapeutik Pemberian Obat Intra Vena Dengan Tingkat Kecemasan Akibat Hospitalisasi Pada Anak Pra Sekolah Di Bangsal Anak Rumah Sakit Wijaya Kusuma Purwokerto Tahun 2015 ”.

B. Rumusan Masalah

  Hospitalisasi adalah keadaan yang dapat menyebabkan anak mengalami kecemasan pada saat sakit dan harus dirawat di rumah sakit.

  Pemberian komunikasi terapeutik oleh perawat sangat berperan penting untuk dapat meminimalisir kecemasan yang dialami anak akibat hospitalisasi.

  Pemberian komunikasi terapeutik terhadap pasien anak diharapkan dapat mengurangi reaksi kecemasan seperti takut terhadap jarum suntik, menangis ketika dipasang infus, dan lain sebagainya.

  Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut “Adakah Hubungan Komunikasi

  Terapeutik Pemberian Obat Intra Vena Dengan Tingkat Kecemasan Akibat Hospitalisasi Pada Anak Pra Sekolah Di Bangsal Anak Rumah Sakit Wijaya Kusuma Purwokerto Tahun 2015 ?”.

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

  Teridentifikasinya hubungan komunikasi terapeutik pemberian obat intra vena dengan tingkat kecemasan akibat hospitalisasi pada anak pra sekolah di bangsal anak rumah sakit wijaya kusuma purwokerto tahun 2015.

2. Tujuan Khusus

  a. Diketahuinya karakteristik anak pra sekolah usia 4

  • – 6 tahun di bangsal anak RS Wijaya Kusuma Purwokerto tahun 2015 berdasarkan umur dan jenis kelamin.

  b. Diketahuinya komunikasi terapeutik pemberian obat intra vena pada anak pra sekolah di bangsal anak RS Wijaya Kusuma Purwokerto tahun 2015.

  c. Diketahuinya tingkat kecemasan akibat hospitalisasi pada anak pra sekolah di bangsal anak RS Wijaya Kusuma Purwokerto tahun 2015.

  d. Diketahuinya hubungan komunikasi terapeutik pemberian obat intra vena dengan tingkat kecemasan akibat hospitalisasi pada anak pra sekolah di bangsal anak RS Wijaya Kusuma Purwokerto tahun 2015.

D. Manfaat Penelitian

  1. Bagi Rumah Sakit Wijayakusuma Purwokerto Sebagai bahan masukan bagi pihak rumah sakit dalam memberikan asuhan keperawatan khususnya komunikasi terapeutik terhadap pasien anak agar tidak mengalami kecemasan berlebihan yang dapat memperburuk penyakitnya.

  2. Bagi Perawat Sebagai bahan informasi penting yang dapat digunakan untuk mendorong perawat agar memberikan komunikasi terhadap pasien anak guna meminimalisir kecemasan yang dialami akibat hospitalisasi.

  3. Bagi peneliti Sebagai sarana belajar dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan melakukan praktek penelitian ilmiah.

E. Keaslian Penelitian

  Penelitian yang relevan dengan penelitian ini sebagai berikut:

  1. Penelitian Tewuh (2013), yang berju dul “Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Stres Hospitalisasi Pada Anak Usia Sekolah 6-12 Tahun Di Irina E Blu RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado

  ”. Penelitian ini menggunakan metode penelitian Cross Sectional. Teknik pengambilan sampel yaitu accidental sampling sebanyak 30 responden. Uji statistik fisher exact test dengan tingkat kemaknaan α = 0,05. Hasil penelitian menunjukan bahwa komunikasi terapeutik, tahap orientasi dengan cemas karena perpisahan didapatkan nilai p = 0,014. Tahap orientasi dengan kehilangan kendali didapatkan nilai p = 0,004. Tahap kerja dengan cemas karena perpisahan didapatkan nilai p = 0,019. Tahap kerja dengan kehilangan kendali didapatkan nilai p = 0,047. Tahap terminasi dengan cemas karena perpisahan didapatkan nilai p = 0,005. Tahap terminasi dengan kehilangan didapatkan nilai p = 0,016. Kesimpulan penelitian ini yaitu ada hubungan komunikasi perawat dengan stres hospitalisasi pada anak usia sekolah 6-12 tahun. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Tewuh (2013) terletak pada tema penelitian yaitu hospitalisasi pada anak. Variabel bebasnya juga sama, yaitu komunikasi terapeutik. Perbedaanya terletak pada sampel penelitian yaitu anak usia 4

  • – 6 tahun dan metode analisis yang digunakan uji Chi Square.

  2. Penelitian Agustin (2012), yang b erjudul “Hubungan Dampak Hospitalisasi Pada Anak Usia Pra Sekolah Terhadap Lama Tidur Anak Selama Di Rawat di Lt III Utara RSUP Fatmawati Jakarta

  ”. Jenis penelitian kuantitatif non eksperimental. Desain penelitian yang digunakan adalah

  

cross sectional . Populasi penelitian pasien yang dirawat inap anak usia pra

  sekolah, sebanyak 52 anak. Alat yang digunakan berupa format wawancara dan observasi yang dimodifikasi dari kuesioner DASS. Data diolah dengan menggunakan uji chi square dengan derajat kemaknaan 0.05. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara dampak hospitalisasi (stress) dengan lama tidur anak usia prasekolah yang di rawat di Lantai III Utara RSUP Fatmawati tahun 2012.

  Persamaan penelitian ini dengan penelitian Agustin (2012), terletak pada tema penelitian yaitu hospitalisasi pada anak. Sampel penelitian juga sama yaitu anak pra sekolah dan metode pendekatan yang digunakan juga sama, yaitu cross sectional. Perbedaanya terletak pada variabel yang diteliti dan metode analisis yang digunakan uji Chi Square.

  3. Penelitian Hanan (2013 ), yang berjudul “Hubungan Pelaksanaan

  Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Tingkat Kecemasan Pada Anak Prasekolah

  Di Ruang Perawatan Anak RSUD Ambarawa”. Jenis desain dalam penelitian ini berbentuk desain deskriptif korelasi. Populasi penelitian ini adalah seluruh anak prasekolah yang di rawat di ruang perawatan anak RSUD Ambarawa selama empat bulan terakhir yaitu sebanyak 109 anak dengan sampel yang diteliti 32 responden menggunakan teknik random sampling serta alat pengambilan data menggunakan kuesioner. Uji analisis data menggunakan analisis Kendall Tau. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat kecemasan pada anak prasekolah diruang perawatan anak RSUD Ambarawa, dengan p-value sebesar 0,003 ( α = 0,05). Persamaan penelitian ini dengan penelitian Hanan (2013), terletak pada variabel yang diteliti, yaitu komunikasi terapeutik dan kecemasan serta sampel yang diteliti, yaitu anak pra sekolah. Perbedaanya terletak pada teknik sampling menggunakan teknik consecutive sampling dan metode analisisnya menggunakan uji Chi Square.