PERUBAHAN KONSEP SISWA KELAS XI IPA PADA POKOK BAHASAN HUKUM II NEWTON DENGAN METODE DEMONSTRASI

  

PERUBAHAN KONSEP SISWA KELAS XI IPA

PADA POKOK BAHASAN HUKUM II NEWTON

DENGAN METODE DEMONSTRASI

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

  

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Fisika

Oleh :

Evarius Heru Pambudi Yuwono

  

NIM. 021424014

Program Studi Pendidikan Fisika

Jurusan Pendidikan Matematikan dan Ilmu Pengetahuan Alam

  

Fakultas Keguruan dan Ilmu Kependidikan

Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta

  

2007

  

Motto dan Persembahan

Motto : Hidup itu indah bila kita mau berjuang” Persembahan :

  Skripsi ini saya persembahkan kepada Bapak dan ibu Subiyo, Dik Danang, Dik Dwi, Teman-teman Pfis’02 dan Para Pembaca Sekalian

  Heru Pambudi, Y: “Perubahan Konsep Siswa Kelas XI IPA Pada Pokok Bahasan Hukum II Newton Dengan Metode Demonstrasi”. Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, 2007.

  Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pemahaman siswa tentang Hukum II Newton pada gerak benda pada suatu bidang, selain itu untuk mengetahui perubahan konsep yang terjadi pada siswa tentang konsep Hukum II Newton pada gerak benda pada suatu bidang akibat pembelajaran dengan metode demonstrasi. Proses perubahan konsep dibedakan menjadi dua yaitu memperluas konsep yang ada dari belum sempurna menjadi sempurna dan membetulkan konsep yang salah.

  Subyek penelitian yaitu siswa kelas XI IPA SMA Panggudi Luhur Sedayu yang berjumlah 16 siswa. Data diperoleh melalui 3 tahap yaitu pretes, pembelajaran, postes. Soal pretes dan postes berupa tes esai dengan alasan yang disertai dengan CRI ( Certainty of Response Index) yang telah dimodifikasi. Pembelajaran yang dilakukan menggunakan metode demonstrasi, pada awal pembelajaran diawali terlebih dahulu dengan wawancara untuk mengetahui miskonsepsi yang ditemukan secara lebih mendalam.

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemahaman semua siswa sebelum diadakan pembelajaran dengan metode demonstrasi adalah sangat kurang. Namun demikian tidak banyak siswa yang mengalami miskonsepsi, sebagian besar siswa hanya mengalami kurang pemahaman. Pemahaman siswa pada konsep Hukum II Newton hanya bersifat hafalan rumus saja tanpa memahami konsepnya. Setelah siswa mengikuti pembelajaran dengan metode demonstrasi pemahaman siswa menjadi lebih baik. Sebagian besar siswa memiliki pemahaman benar dan hanya satu atau dua orang siswa yang masih mengalami miskonsepsi. Pemahaman siswa pada konsep Hukum II Newton tidak hanya bersifat hafalan rumus saja tetapi siswa lebih memahami konsep ini dan mampu menerapkan Hukum II Newton untuk menyelesaikan persoalan yang sederhana. Metode pembelajaran dengan demonstrasi dapat digunakan sebagai salah satu metode pembelajaran yang dapat membantu proses perubahan konsep siswa.

  Metode penelitian ini memiliki sedikit catatan berdasarkan skala CRI bila siswa memiliki jawaban salah dan memiliki skala CRI tinggi maka siswa ini dikatakan mengalami miskonsepsi. Tetapi perlu diperhatikan juga siswa menjawab salah bukan berarti konsep mereka salah, tetapi sumber kesalahan siswa dapat juga dikarenakan karena kurang ketelitian dan kemampuan menghitung siswa yang rendah. Namun demikian untuk soal-soal konsep bukan soal perhitungan metode CRI dapat dengan baik menunjukkan siswa yang mengalami miskonsepsi. Heru Pambudi, Y: " Conceptual Change The Student Of The Grade XI Science Stream Student About Newton’s Second Law Through Demonstration Method Of Teaching. Program of Study of Physics Education, Majors of Education of Mathematics and Natural Sciences, University Sanata Dharma Yogyakarta, 2007.

  The goal of this research is to develop understanding about student’s understanding about Newton’s Second Law particularly motion in plane area at object motion at one particular area, to know the conceptual change that happened to student about concept Newton’s Second Law. Conceptual change can be differented into two processes : the extention of existing concept and the . correction of incorrect concept

  The participant of the research is student of class XI IPA SMA Panggudi Sedayu. Date obtained through 3 phases that is pretest, teaching, posttest. Question of pretest and posttest in the form of tes essai with the reason accompanied by CRI ( Certainty Of Response Index) which have been modified. The interview was carried out prior to the teaching with demonstration method.

  The result indicates that the understanding of all students before teching is very low. Few students experienced misconception, most student of them indicating lack of understanding. Understanding of the student about of the Newton’s Second Law only having the character of just formula memorizing without comprehending its concept. After student follow the study with the demonstration method the understanding of student become better. Most student have the understanding of correctness and only one or two students which still experience of misconception. Understanding of student about of the concept law

  II Newton do not only having the character of just formula memorizing but student more comprehending this concept and can apply the Newton’s Second Law to finish the simple problem. Demonstration method serve the purpose of one of the teaching method able to help process change conception student.

  This Research method have a few note of]pursuant to scale CRI if student have the wrong answer and have the high scale CRI hence this student is told to experience of misconception. It should be noted that incorrect answer does not necessarily lead to misconception. The study shows that the source of incorrectness could be in ability to perform mathematical operations. But that way for the questions of conception non questions of calculation of method CRI earn better show the natural student of misconception.

  Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “ Perubahan Konsep Siswa kelas XI IPA Pada Pokok Bahasan Hukum II Newton “.

  Penulisan skripsi ini merupakan tugas akhir sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Fisika di Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penelitian ini dapat diselesaikan berkat bantuan, dukungan, saran-saran, dan gagasan-gagasan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis dengan segala kerendahan hati mengucapkan terima kasih pada :

  1. Drs.T. Sarkim, M.Ed, Ph.D, selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan penuh kesabaran membimbing serta membantu penyelesaian skripsi ini.

  2. Drs. Severius Domi, M.Si., selaku Kaprodi Pendidikan Fisika.

  3. Dra. Maslichah Asy’ari, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing Akademik.

  4. Segenap Dosen dan Karyawan USD yang telah membantu.

  5. Drs. Markoes Padmonegoro, selaku Kepala Sekolah SMA PL Sedayu yang telah memberi ijin sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian.

  6. Fx. Purwonggo, selaku Guru Mata Pelajaran Fisika yang telah memberikan kesempatan untuk melaksanakan penelitian.

  Siswa-siswi kelas XI IPA SMA PL Sedayu, selaku partisipan yang mau bekerja sama dengan penulis selama penelitian berlangsung.

  8. Bapak dan ibu Subiyo, selaku orang tua saya.

  9. C.Dwi Asih, Idang I, Titik U, Eko, Theodora P dan …., selaku teman seperjuangan dalam belajar di Pendidikan Fisika angkatan’02

  10. Semua pihak yang telah membantu dan tidak dapat disebutkan satu per satu.

  Semoga hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan dan manfaat bagi perkembangan pendidikan dan ilmu pengetahuan. Penulis menyadari skripsi ini jauh dari kesempurnaan, maka kritik dan saran yang membangun untuk penyempurnaan tulisan ini sangat diharapkan dan diterima penulis dengan senang hati.

  Penulis

  Halaman Judul …………………………………………………………….....……i Halaman Persetujuan Pembimbing ......………………………………………...... ii Halaman Pengesahan …………………………………………………………… iii Halaman Motto dan Persembahan …………………………………...…………. iv Hal Pernyataan Keaslian Karya …………………………………………………. v Abstrak ………………………………………………………………………….. vi Abstract ……………………………………………………………...…………. vii Kata Pengantar ………………………………………………………...………. viii Daftar Isi ………………………………………………………………..………. x Daftar Tabel …………………………………………………………..……….. xiii Daftar Lampiran ………………………………...……………………...………. xv

Bab I Pendahuluan ………………………………………………………………. 1 A. Latar Belakang Masalah …………………………......……………...…... 1 B. Dasar Teori ………………………………………………………………. 3

  b.1. Memahami konsep …………………………………………….….….3 b.2. Konsepsi dan Miskonsepsi ………………………………………….. 3 b.3 Teori Perubahan Konsep dalam Pembelajaran Sains ………………... 6 b.4. Strategi Pengajaran Perubahan Konsep …………………………… 14

  a. Strategi Berdasarkan Konflik Kognitif …………………………….. 14

  b. Strategi Berdasarkan Prekembangan Ide Siswa ………………….... 15

  b. 5 Demonstrasi Sebagai Suatu Metode Pembelajaran ………………... 17 b.6 Hukum II Newton ………………………………………………….. 21

  D. Tujuan Penelitian ……………………………………………………….. 22

  E. Manfaat Penelitian ………………………………………………………. 22

  Bab II. Metodologi Penelian …………………………………………………… 23

  2.1 Jenis Penelitian ………………………………………..…….………….. 23

  2.2 Desain Penelitian …………………………………..…………………… 23

  2.3 Subyek Penelitian …………………………………..…………………... 25

  2.4 Metode Pengumpulan Data ……………………………..……………… 26

  2.5 Instrumen Penelitian …………………………………...……………….. 27

  2.6 Validitas dan Reliabilitas Instrumen …………………..……………….. 30

  a. Validitas Instrumen ………………………………………………….. 30

  b. Reliabilitas Instrumen …………………………………..…………… 31

  2.7 Analisis Data ……………………………...……………...…………….. 31

  Bab III. DATA, ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN …………………... 35 A. Diskripsi Penelitian …………….………………………………………. 35 B. Subyek Penelitian ………………………………………………………. 37 C. Data dan Analisis Data Penelitian ………...……...…………………….. 37 D. Pembahasan …………………………………………………………….. 39 D. 1. Pemahaman siswa tentang Hukum II Newton …………………… 39 D.2. Proses Perubahan Konsep Siswa ………………………………….. 54 D.2.1. Konsep gaya berat (W) ……………………………………….. 54 D.2.2. konsep arah gaya W, N, Fg dan syarat benda bergerak, resultan gaya ……………………………………….……...… 59

  D.2.4. Konsep Hukum II Newton ……………………………………. 72

  E. Catatan tentang CRI …..…………………………………………...…….. 75

  F. Catatan Pembelajaran Oleh Guru Pendidikan Fisika di SMA PL Sedayu..76

  DAFTAR TABEL hal

  Tabel 1. Kisi-kisi soal esai ……………………………………………..……… 28 Tabel 2. Keyakinan jawaban siswa berdasarkan CRI ……………..…………... 29 Tabel 3. Kriteria pengelompokkan siswa berdasarkan CRI ………………...... 30 Tabel 4. Menentukan jawaban benar dan salah untuk soal dengan disertai alasan ……………………………………………….. 32 Tabel 5. Interval Skor Kualifikasi Pemahaman Siswa …...………………........ 33 Tabel 6. Skor, Persentase Skor, dan Kualifikasi Pemahaman Siswa pada pretes …………………………………………………………... 37 Tabel 7. Persentase Skor Tertinggi, Persentase Skor Terendah dan Rata-rata Persentase Skor pada Pretes ………….. ……………... 38 Tabel 8. Pemahaman siswa berdasarkan Skala CRI dari data pretes ……….... 39 Tabel 9. Persentase siswa yang memiliki pemahaman benar, kurang pemahaman dan miskonsepsi dari data pretes ……………… 40 Tabel 10. Skor, Persentase Skor, dan Kualifikasi Pemahaman Siswa pada pretes dan posttes....………………………………………….... 48 Tabel 11. Persentase Skor Tertinggi, Persentase Skor Terendah dan Rata-rata Persentase Skor pada Pretes dan Posttes …………..... 49 Tabel 12.Rata-rata presentase skor dan kualifikasi pemahaman siswa pada pretes dan posttes…………………………………………….... 49 Tabel 13. Pemahaman siswa berdasarkan skala CRI pada pretes dan posttes .. 50 Tabel 14.Persentase siswa yang memiliki pemahaman benar, kurang pemahaman dan miskonsepsi dari data pretes dan posttes. ….53 Tabel 15.Pemahaman siswa tentang konsep gaya berat sebelum dan sesudah pembelajaran ... …………………………………………58

  Tabel 16. Pemahaman siswa tentang konsep gaya normal sebelum dan sesudah pembelajaran ... …………………………………………66 Tabel 17.Pemahaman siswa tentang konsep gaya gesek sebelum dan sesudah pembelajaran ... …………………………………………67 Tabel 18.Pemahaman siswa tentang konsep syarat benda dapat bergerak sebelum dan sesudah pembelajaran ... ……………………...………67 Tabel 19.Pemahaman siswa tentang konsep tegangan tali sebelum dan sesudah pembelajaran ... ……………………………………….. 71 Tabel 20.Pemahaman siswa tentang konsep gaya berat sebelum dan sesudah pembelajaran ... ……………………………………….. 74

  Daftar lampiran Lampiran 1 Jawaban siswa pada konsep menggambarkan gaya-gaya pada system untuk soal pretes dan posttes ……...………………….. 81 Lampiran II Soal pretes ………………...………………………...…………….. 83 Lampiran III Soal posttes ……..……….……………………………………….. 85 Lampiran IV Rancangan pembelajaran ………………………………..……….. 87 Lampiran V Kegiatan pembelajaran dengan metode demonstrasi …………….. 90 Lampiran VI Uraian materi Hukum II Newton ……….………………...…….. 107 Lampiran VII Tabel 21 Skor setiap siswa pada setiap soal pada soal pretes …..108 Lampiran VIII Tabel 22 Skala CRI yang dipilih siswa untuk setiap soal pada soal pretes …………………………………….…..……….. 109 Lampiran IX Tabel 23 Skor setiap siswa pada setiap soal pada soal posttes ..... 110 Lampiran X Tabel 24 Skala CRI yang dipilih siswa untuk setiap soal pada soal posttes …………………………………….…..………. 111 Lampiran XI Surat keterangan dari SMA PL Sedayu ………………………… 112

Latar Belakang Masalah

  Didalam pembelajaran fisika pemahaman atas konsep-konsep fisika merupakan hal yang sangat penting. Seorang anak dikatakan paham/ mengerti bila mampu menangkap dan menggunakan suatu konsep dengan baik. Oleh karena itu dalam proses pembelajaran perlu diperhatikan apakah siswa telah menangkap suatu konsep pada pokok bahasan yang diajarkan oleh guru sesuai dengan konsep ilmiah. Seorang siswa dan bahkan mahasiswa yang mengikuti kegiatan pembelajaran fisika secara formal di sekolah atau di kampus sudah membawa konsep awal tentang fisika. Namun konsep awal yang mereka miliki / konsep yang dibawa kadang-kadang tidak sesuai atau bertentangan dengan konsep yang diterima para ahli. Konsep awal yang tidak sesuai dengan konsep ilmiah biasanya disebut miskonsepsi atau salah konsep.

  Konsep siswa meskipun tidak cocok dengan konsep ilmiah, dapat bertahan lama dan sulit diperbaiki atau diubah selama dalam pendidikan formal. Hal ini biasanya disebabkan konsep yang mereka bawa itu, meskipun keliru, tetapi dapat menjelaskan beberapa persoalan yang mereka hadapi dalam kehidupan sehari- hari. Misalkan siswa sering kali mencampuradukkan antara konsep massa dan berat, dalam kehidupan sehari-hari anak sering kali mengatakan berat badannya 50 kg. Padahal yang benar adalah massa anak itu 50 kg atau berat badannya 500 newton. Selama proses pembelajaran ini dapat terjadi bahwa siswa bertambah mengerti dan konsep yang diketahui bertambah, tetapi juga kadang – kadang lebih sulit. Proses perubahan konsep itu tidak mudah, terlebih perubahan konsep dari yang salah ke konsep yang sesuai dengan konsep ilmiah, tetapi bagi seorang guru yang ingin memajukan siswanya, tetap perlu mengusahakan metode – metode yang secara efisien membantu perubahan konsep tersebut. Perlu diketahui bahwa suatu metode yang baik bagi seorang siswa dalam membantu perubahan, belum tentu akan sesuai juga untuk siswa yang lain, karena dapat terjadi setiap siswa memiliki situasi dan kepekaan yang lain. Oleh karena itu, kreativitas guru dalam hal ini menjadi penting. Untuk membantu perubahan konsep dalam bidang fisika, guru diajak terus – menerus mencari metode yang sesuai bagi siswa. Siswa harus diberi kesempatan untuk mengungkapkan konsep – konsep mereka. Dengan demikian akan diketahui miskonsepsi yang mereka miliki. Perubahan konsep juga tergantung pada partisipasi siswa sendiri. Didalam proses belajar fisika terdapat dua jenis proses perubahan konsep, perubahan yang pertama adalah memperluas pengetahuan yang ada, dari konsep yang belum sempurna menjadi konsep yang sempurna, dan yang kedua memperbaiki konsep yang salah agar menjadi benar.

  Berdasarkan hasil penelitian tentang pemahaman siswa pada percepatan benda pada bidang miring yang dilakukan sendiri oleh peneliti waktu mengikuti mata kuliah seminar penelitian fisika, diperoleh bahwa siswa kurang memahami konsep gaya-gaya yang bekerja pada benda, komponen gaya, penyebab benda bergerak, besaran-besaran yang mempengaruhi percepatan benda yang bergerak pada bidang miring. Maka melalui penelitian ini peneliti akan mempelajari pemahaman siswa tentang penerapan Hukum II Newton pada gerak benda pada suatu bidang yang terjadi pada pemahaman para siswa tersebut.

B. Dasar Teori

  b.1 Memahami konsep Guru fisika akan dapat menanamkan konsep fisika dengan benar bila mereka sendiri memiliki konsep – konsep yang benar, oleh karena itu pemahaman konsep secara benar adalah sangat penting bagi guru. Kriteria seseorang dapat dikatakan memahami konsep yaitu : Menurut Euwe Van Den Berg ( 1991: 11 ) yaitu: • Dapat mendefinisikan konsep yang bersangkutan dengan kata – kata sendiri.

  • Dapat menjelaskan perbedaan antara konsep yang bersangkutan dengan konsep – konsep yang lain.
  • Dapat menjelaskan hubungan konsep yang satu dengan konsep yang lain.
  • Dapat menjelaskan arti konsep dalam kehidupan sehari – hari. Bila siswa mampu melaksanakan berbagai uraian diatas ini maka siswa dapat dikatakan menangkap hakekat suatu konsep. Salah satu cara untuk melihat pemahaman siswa dengan tes sumatif dan wawancara.

  b.2 Konsep dan Miskonsepsi Konsep adalah segala yang sudah ada mengenai benda – benda, gejala-gejala, peristiwa-peristiwa,kondisi-kondisi, dan ciri-ciri ( Euwe van den berg (ed), 1991:8

  ) yang menjadi obyek dalam proses belajar mengajar fisika, penelitian, dan

  Suparno mengklasifikasikan konsep menjadi 3 kelompok yaitu : konsep fisis, konsep logika matematik, konsep filosofis ( Bolton. 1977:37 ). Konsep fisis yaitu konsep yang mengacu pada objek, sifat yang menyatu pada objek, proses yang terjadi pada objek, relasi antar konsep yang satu dengan yang lain. Konsep fisis diklasifikasikan menjadi 2 yaitu konsep objek dan konsep proses. Di dalam proses belajar mengajar fisika konsep fisis sangat relevan untuk digunakan. Konsep objek adalah konsep yang mengacu pada suatu objek dan atribut-atribut yang dimilikinya. Contoh konsep objek adalah magnet, cahaya, lensa, arus listrik dsb.

  Sedangkan konsep proses adalah konsep yang mengacu pada proses dari benda atau objek dan relasi antar konsep. Contoh konsep proses adalah memuai, difraksi, interfensi dsb. Sedangkan contoh konsep yang menyatakan relasi antar konsep

  F bersifat kuantitatif ( formula/rumus ) adalah a = ; V = I.R dsb. m

  Vygotsky seperti yang dikutip oleh Suparno membedakan konsep menjadi dua jenis konsep, yaitu konsep spontan dan konsep saintifik. Konsep spontan adalah konsep yang dipunyai siswa karena pergaulannya setiap hari pada situasi tertentu tanpa struktur yang sistematik. Sedangkan konsep sainstifik didapat di bangku sekolah secara sistematik struktral. Kedua konsep itu saling mempengaruhi. Dalam proses pembelajaran konsep yang spontan perlahan-lahan diubah menjadi lebih sainstifik, dan yang sainstik nanti mempengaruhi konsep spontan seseorang menjadi lebih maju dan lengkap. Dengan demikian konsep seseorang akan sesuatu terus berkembang ( Suparno, 1996). Dari banyak pengalaman tentang miskonsepsi dibidang fisika, konsep spontan ini sering mengandung miskonsepsi. Hal ini dapat secara spontan dari pengalaman sebelum mendapatkan pelajaran formal disekolah.

  Miskonsepsi menurut Flower (1987) seperti yang dikutip oleh Suparno , menjelaskan bahwa miskonsepsi sebagai pengertian yang tidak akurat akan konsep, penggunaan konsep yang salah, klasifikasi contoh yang salah, kekacauan konsep-konsep yang berbeda, dan hubungan hirarkis konsep – konsep yang tidak benar. Bentuk miskonsepsi dapat berupa konsep awal, kesalahan, hubungan yang tidak benar antara konsep-konsep, gagasan intuitif atau pandangan yang naif.

  Menurut Clement (1987) seperti yang dikutip oleh Suparno, jenis miskonsepsi yang paling banyak terjadi adalah bukan pada pengertian yang salah selama proses belajar mengajar, tetapi suatu konsep awal (prakonsepsi) yang dibawa siswa ke kelas formal. Pengalaman siswa dengan konsep-konsep itu sebelum pembelajaran formal di kelas, sangat mewarnai miskonsepsi yang dipunyai. Hal ini juga berarti, siswa sebenarnya sejak awal, bahkan sejak kecil sudah terus mengkonstruksi konsep-konsep lewat pengalaman hidup mereka. Contoh miskonsepsi dalam sub pembelajaran fisika, beberapa siswa memandang gaya sebagai suatu dorongan atau tarikan yang harus dikerjakan oleh kegiatan otot. Bagi mereka, jika suatu benda tidak bergerak, benda itu tidak mempunyai gaya yang bekerja padanya (Arons, 1981).

  Menurut Berg tidak semua pemahaman siswa itu salah meskipun konsepsi siswa itu berbeda dengan konsepsi fisikawan. Jika konsepsi siswa itu sama dengan konsepsi fisikawan yang disederhanakan, maka konsepsi siswa tersebut tidak dapat dikatakan salah. Hanya konsepsi siswa yang bertentangan dengan konsepsi Katu (2000) seperti yang dikutip oleh Masil & Asma untuk mendeteksi miskonsepsi dapat dilakukan dengan beberapa cara :

  1. Memberikan tes diagnostik pada awal perkuliahan atau pada setiap akhir suatu perkuliahan. Bentuknya dapat berupa tes objektif pilihan ganda atau bentuk lain seperti menggambarkan diagram fisis atau vektoris, grafik atau penjelasan dengan kata-kata.

  2. Dengan memberikan tugas-tugas terstruktur misalnya tugas mandiri maupun kelompok sebagai tugas akhir pengajaran atau tugas pekerjaan rumah.

  3. Dengan memberikan pertanyaan terbuka, pertanyaan terbalik (reverse question) atau pertanyaan yang kaya konteks (context-rich problem).

  4. Dengan mengoreksi langkah-langkah yang digunakan siswa atau mahasiswa dalam menyelesaikan soal-soal esai.

  5. Dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan terbuka secara lisan kepada siswa maupun mahasiswa.

  6. Dengan mewawancarai misalnya dengan menggunakan kartu pertanyaan. b.3 Teori Perubahan Konsep dalam Pembelajaran Sains

  Menurut Kuhn (1970) yang dikutip oleh Suparno menyatakan bahwa perkembangan sains lebih ditentukan oleh paradigma para ilmuwan. Paradigma adalah suatu skema konseptual dengan mana para ilmuwan dalam suatu disiplin tertentu memandang persoalan dalam bidang mereka. Posner, Strike, Hewson, dan dapat dibedakan dari perubahan konsep dalam filsafat sains, yaitu central

  

commitments dan the central commitments in need of modification. Dalam central

commitments, para ilmuwan mendefinsikan persoalan, strategi menghadapi

  persoalan itu, dan menentukan kriteria untuk penyelesaian. Dalam fase yang kedua, the central commitments in need of modification, ilmuwan harus mengubah central commitments bila itu bertentangan dengan asumsi dasar mereka. Perubahan itu harus dilakukan, bila definisi, strategi, dan kriteria yang digunakan ternyata menghasilkan akibat-akibat yang berlawanan dengan asumsi dasar para ilmuwan. Perubahan juga harus dilakukan bila definisi, strategi maupun kriteria yang digunakan tidak dapat menyelesaikan persoalan yang dihadapi.

  Teori perubahan konsep dalam pembelajaran sains Menurut Posner dkk. (1982) yang dikutip oleh Suparno, dalam proses pembelajaran ada dua proses perubahan konsep. Dalam pembelajaran ada yang disebut asimilasi dan

  

akomodasi. Dalam asimilasi, siswa menggunakan konsep-konsep yang telah ada

  untuk menghadapi gejala baru dengan suatu perubahan kecil yang berupa penyesuaian. Dalam akomodasi, siswa harus mengganti atau mengubah konsep – konsep pokok mereka yang lama karena tidak cocok lagi dengan persoalan yang baru. Di sini ada perubahan secara drastis dan siswa sungguh – sungguh mengubah konsep yang telah dipunyai. Hal ini biasanya terjadi bila siswa mempunyai konsep yang tidak cocok dengan konsep ilmiah. Misalnya, siswa mempunyai konsep yang tidak tepat mengenai tata surya. Menurut siswa tersebut bumi adalah sebagai pusat tata surya yang diam dan matahari mengelilingi bumi. dengan gagasan para ahli, siswa harus dapat mengubah konsepnya, menjadi matahari menjadi pusat tata surya yang diam dan bumi mengelilingi matahari.

  Tampak jelas bahwa konsep awal tidak dapat digunakan lagi dan harus diganti. Proses inilah yang disebut akomodasi.

  Menurut Posner dkk. yang dikutip oleh Suparno menjelaskan bahwa proses akomodasi memerlukan keadaan tertentu untuk dapat terjadi, antara lain : a)

  Harus ada ketidakpuasan terhadap konsep yang ada. Siswa merubah konsep mereka jika mereka percaya bahwa konsep yang telah mereka punyai tidak dapat lagi digunakan dalam menghadapi situasi, pengalaman atau gejala baru.

  b) Konsep baru harus intelligible (dapat dimengerti). Siswa dapat mengerti bagaimana pengalaman-pengalaman baru dapat didekati dengan konsep- konsep baru tersebut.

  c) Konsep yang baru harus masuk akal, yaitu mempunyai kemampuan untuk memecahkan persoalan-persoalan yang dimunculkan oleh para pendahulu, dan konsisten dengan teori dan pengetahuan lain atau dengan pengalaman yang lama.

  d)

Konsep baru harus berguna untuk program riset dan mempunyai kemampuan untuk dikembangkan dan membuka penemuan yang baru

  Menurut Posner seperti yang dikutip oleh Suparno, sumber ketidakpuasan dengan konsep yang telah ada adalah keadaan anomali. Ini terjadi bila siswa tidak dapat mengasimilasikan sesuatu atau tidak dapat membuat mengerti sesuatu. Bila yang lama untuk menghindari konflik di pikirannya. Banyak pendidik sains mengembangkan teori perubahan konsep dari data anomali (Chinn,1993 yang dikutip oleh Suparno). Dalam proses itu mereka membuat atau menyediakan eksperiman atau pengalaman yang memberikan data-data yang berlawanan dengan prediksi siswa atau pengertian siswa. Misalkan, siswa berpikir bahwa zat padat itu punya densitas lebih tinggi dari pada zat cair, guru sains menyediakan beberapa zat padat yang densitasnya lebih rendah dari pada zat cair seperti gabus. Namun perlu dipahami bahwa tidak semua data anomali dapat membuat perubahan konsep, karena siswa kadang-kadang menghindari data itu. Dengan kata lain, siswa meskipun konsepnya tidak tepat dan pengalaman menunjukkan hal yang berlawanan, dia tidak mau menerimanya. Bahkan beberapa siswa dapat mengatakan bahwa pengalaman itu hanyalah perkecualian saja.

  Chinn (1993) seperti yang dikutip oleh Suparno menjelaskan beberapa sikap yang sering dilakukan oleh siswa atau ilmuwan dalam menghadapi data anomali, antara lain sebagai berikut :

  a) Mengesampingkan atau menolaknya. Melihat bahwa kenyataan yang dihadapi berbeda dengan konsep yang dipunyai, siswa atau ilmuwan tidak mau menggunakan kenyataan atau data itu. Mereka menolaknya. Dengan demikian tidak terjadi perubahan konsep.

  b) Mengeluarkan data itu dari teori yang ada. Data yang berlainan dari konsep yang dipikirkan itu dikeluarkan dari teori yang digunakan. Dengan demikian data itu dianggap sebagai perkecualian saja dari teori yang telah benar.

  c) Menginterprestasikan kembali data itu. Melihat data yang berlainan tersebut, siswa atau ilmuwan menginterprestasikan data itu kembali.

  Dengan interprestasi yang baru dapat terjadi data yang diterima sehingga terjadi perubahan, tetapi juga dapat terjadi data tidak diterima sehingga tidak terjadi perubahan konsep.

  d) Menginterprestasikan data itu dengan perubahan-perubahan pada teori yang sudah ada secara perlahan-lahan. Data yang dihadapi diartikan dan digunakan untuk mengubah konsep yang ada secara perlahan-lahan.

  Dalam hal ini jelas terjadi perubahan kecil dari konsep yang dipunyai siswa atau ilmuwan.

  e)

Menerima data itu dan mengubah teorinya. Data yang berlainan dengan konsep yang telah dipunyai diterima. Akibatnya, konsep yang tidak cocok

  dengan data harus diubah. Maka terjadi proses akomodasi secara kuat. Dari beberapa uraian proses penerimaan di atas tampak bahwa data yang bertentangan dengan teori atau konsep siswa, tidak selalu diterima. Bila tidak diterima, tidak menghasilkan perubahan konsep secara kuat, sedangkan bila diterima akan menghasilkan perubahan konsep secara kuat atau akomodasi. Di sini kita dapat mengerti mengapa tidak semua siswa mudah menerima perubahan atau membetulkan gagasannya yang salah.

  Di dalam pembelajaran fisika yang benar haruslah mengembangkan perubahan konsep. Perubahan yang pertama adalah perubahan dalam arti siswa kurang sempurna menjadi lebih lebih sempurna. Perubahan yang lain adalah mengubah dari konsep yang salah menjadi benar atau sesuai dengan konsep para ahli fisika. Beberapa cara membantu siswa menambah konsep atau pengetahuan mereka tentang bahan fisika, antara lain :

  Pemberian informasi baru atau tambahan konsep-konsep baru dapat dilakukan, antara lain dengan : guru menjelaskan konsep yang baru sesuai dengan urutan kurikulum yang telah direncanakan. Sistem pengajaran bab per bab lebih untuk menambah konsep siswa agar lebih luas. Model pembelajaran ceramah termasuk di sini. 2)

  Siswa diberi bahan baru dan diajak untuk mempelajari sendiri bahan itu sehingga konsepnya bertambah. Di sini diperlukan bantuan pengarahan dari guru. Inilah model belajar mandiri. 3)

Siswa diberi kesempatan untuk mencari bahan-bahan baru yang telah disediakan, baik dari buku maupun multimedia fisika

  Pembelajaran untuk menambah konsep di atas juga dapat mengakibatkan bertambahnya miskonsepsi. Maka guru perlu jeli dalam mengamati dan memeriksa kembali, apakah siswa, dengan bertambanya konsep baru juga bertambah miskonsepsi mereka. Bila hal ini terjadi perlu menggunakan model pembelajaran yang dapat menghilangkan miskonsepsi sebagai salah satu alternatif pembelajaran. adalah membetulkan konsep yang salah. Untuk proses ini tidak cukup guru menambah bahan fisika dalam pembelajaran, tetapi harus memikirkan strategi yang tepat untuk membetulkan miskonsepsi yang dialami siswa. Banyak ahli dan peneliti mengusulkan untuk menggunakan strategi pembelajaran yang menyediakan pengalaman anomali bagi siswa. Siswa disadarkan bahwa konsep awal mereka itu tidak tepat, salah, atau tidak sesuai dengan situasi yang ada. Cara penyadaran dapat dengan menyediakan data anomali. Menurut Joan Davis (2001:2-3), mengajarkan perubahan konsep menyangkut dua hal pokok :

  1) Membuka konsep awal siswa. Dalam langkah ini gagasan awal siswa diungkap agar menjadi jelas dan eksplisit. Maka diperlukan kepiawaian guru untuk membantu siswa berani mengungkapkan gagasan atau pikiran mereka.

  2) Menggunakan beberapa tehnik untuk membantu siswa mengubah kerangka berpikir awal tersebut. Dalam langkah ini guru mencari beberapa tehnik yang sesuai untuk menantang agar siswa mengubah gagasan mereka yang tidak benar.

  Untuk dapat membantu mengubah kerangka berpikir awal siswa, guru perlu mengerti ekologi konseptual siswa, yaitu semua pengetahuan dan kepercayaan yang dipunyai siswa. Hal ini meliputi antara lain :

  1) Pengetahuan awal atau konsep yang telah ada dalam diri siswa

  2) Relasi antara konsep-konsep tersebut dalam pikiran siswa

  Pengetahuan baru tentang konsep-konsep alternatif yang dipunyai siswa 4)

Keyakinan epistemologis siswa, yaitu keyakinan siswa yang membuat siswa bahwa pengetahuannya benar. Keyakinan ini sangat penting agar

  guru dapat membantu siswa mengubah konsep. Tanpa perubahan keyakinan ini, siswa akan sulit mengubah konsep atau gagasan mereka.

  Duit (1999, dalam Davis, 2001 : 6), menjelaskan bahwa perubahan konsep bukan hanya disebabkan oleh faktor kognitif siswa, tetapi juga dipengaruhi faktor afeksi (motivasi, nilai, minat siswa), sosial dan konteks. Maka Duit menganjurkan, dalam merencanakan pengajaran untuk perubahan konsep memperhatikan faktor-faktor tadi, misalnya dengan membuat suasana kelas yang kondusif untuk perubahan konsep.

  Menurut Duit (1999), strategi yang perlu dikembangkan dalam perubahan konsep agar lebih efektif menyangkut dua hal pokok : 1)

  Guru membuat situasi sedemikian rupa sehingga konsep awal siswa menjadi eksplisit dan tampak jelas.

  2)

Guru menantang siswa agar muncul konflik kognitif pada siswa dan terjadi disekuilibrium dalam pengertian siswa. Bila ini terjadi maka

  siswa akan merasa pikirannya tidak nyaman dan akan lebih mudah menerima pengertian baru yang lebih intelligible, plausible, dan fruitful (dapat dimengerti, masuk akal, dan bermanfaat) Menurut Davis, Scott, Asoko, Driver yang dikutip oleh Suparno terdapat beberapa strategi pengajaran perubahan konsep sebagai berikut : a.

  Strategi Berdasarkan Konflik Kognitif Strategi pengajaran perubahan konsep yang mendasarkan pada konflik kognitif dan resolusinya, ada beberapa pendekatan yaitu :

  1)

Mengungkapkan konsep awal siswa secara eksplisit

  Perubahan konsep ini hanya terjadi bila siswa sadar akan konsep awal mereka, entah benar atau tidak. Dari konsep awal itulah dapat dilihat dimana miskonsepsi mereka dengan segala alasannya. Guru harus membantu siswa agar sadar akan konsepnya sendiri. Ada bantuan untuk mengungkapkan konsep dan gagasannya, guru dapat menggunakan model mengekpos kejadian tertentu yang terkait dengan topik. Model ini dapat dibedakan menjadi dua tipe : (1) hasilnya belum diketahui; (2) hasilnya sudah diketahui. Untuk hasilnya belum diketahui, guru dapat meminta siswa memprediksi dan memberi alasan akan prediksinya sedangkan untuk hasilnya sudah diketahui, guru meminta siswa untuk menjelaskan kejadian itu dengan alasannya.

  Dengan dua cara itu siswa akan terpaksa mengeluarkan konsep dan gagasan awalnya secara eksplisit.

  2)

Membahas dan Mengevaluasi konsep awal siswa

  Langkah ini dilakukan agar siswa mengklarifikasi dan merevisi konsep awal mereka melalui diskusi kelompok dengan teman-teman dan juga diskusi dengan guru.

Menciptakan konflik konseptual terhadap konsep awal

  Pada saat siswa mengungkapkan gagasannya dan dikritik oleh teman lain, dia akan merasa tidak puas dengan gagasannya sendiri, dan mulai timbul konflik konseptual dalam dirinya. Dengan pengalaman ini siswa akan lebih terbuka pada perubahan berikutnya. Cara yang baik untuk membantu terciptakan konflik yang kuat adalah guru menciptakan kejadian yang tidak dapat dijelaskan dengan konsep awal siswa tetapi dapat dijelaskan dengan konsep awal yang hendak diberikan, juga dapat dengan anomali data. 4)

Menyemangati dan mengarahkan siswa untuk merestrukturisasi konsep mereka

  Guru membantu siswa agar merefleksikan diri dan melihat perbedaan konsep awal siswa dan konsep baru yang diciptakan lewat bantuan guru. b.5 Stategi berdasarkan perkembangan ide siswa Dalam strategi ini digunakan gagasan dasar yang ada pada siswa, lalu dibantu dengan pengajaran dan pembelajaran yang melibatkan siswa untuk mengembangkan dan memperluas gagasan mereka ke arah pandangan yang bersifat ilmiah (Scott, Asoko, Driver, 199:4 yang dikutip oleh Suparno). Contoh yang dipakai adalah model analogi jembatan (bridging analogi) yang ditemukan oleh Brown dan Clement (1989). Dalam model analogi jembatan, konsep awal siswa diterima dan hendak diarahkan pada konsep ilmiah. Untuk itu dibuat jembatan antara kedua konsep tersebut, yang memudahkan siswa menangkap dan menghubungkan konsep awalnya dengan konsep baru secara ilmiah. Misalnya, Kebanyakan siswa mengatakan bahwa meja itu pasif, maka tidak mengeluarkan gaya ke atas terhadap buku.

  Untuk membantu proses pengembangan konsep di atas, guru dapat menceritakan suatu kasus sebagai analogi. Misalnya, tangan memegang buku itu.

  Dapat juga siswa diminta meletakkan buku pada pegas. Dengan melakukan hal itu, siswa akan mengerti bahwa tangan melakukan gaya ke atas pada buku, seperti juga pada pegas melakukan gaya ke atas pada buku. Dengan pemahaman itu, siswa dapat mengerti bahwa meja itu juga melakukan gaya ke atas pada buku, seperti tangan dan pegas yang mereka rasakan dan lihat. Dengan model ini maka konsep awal siswa pelan-pelan dijembatani dan berubah ke konsep ilmiah yang benar, yaitu bahwa meja melakukan gaya ke atas pada buku. Disini tidak ada konflik, tetapi lebih mengembangkan konsep siswa.

  b. 6 Demonstrasi sebagai suatu metode pembelajaran Metode pembelajaran yang dapat membantu merubah konsep siswa antara lain bridging analogi, simulasi komputer, wawancara diagnosis, peta konsep, problem solving, percobaan atau pengalaman lapangan, pertanyaan terus menerus. Metode pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode demonstrasi.

  Metode demonstrasi ini diharapkan siswa mampu melakukan percobaan dan memberikan pengalaman lapangan sehingga dapat membantu perubahan konsep siswa. pada bagian ini metode demonstrasi akan dibahas lebih lanjut dari pada metode yang lain karena metode ini akan dipakai oleh peneliti untuk mempelajari siswa dan merubah konsepnya. Demonstrasi merupakan proses menunjukkan sesuatu (Sund, 1973 dalam Kartika Budi).

  Demonstrasi menurut yang melaksanakan dapat dibedakan menjadi demonstrasi guru, demonstrasi guru-siswa dan demonstrasi siswa. Demonstrasi guru adalah demonstrasi yang sepenuhnya dilakukan oleh guru. Demonstrasi ini lebih baik dilakukan oleh guru bila percobaan sukar, perlunya ketelitian dan kehati-hatian yang tinggi, resiko kerusakan alat dan bahaya yang cukup tinggi dan kemungkinan kegagalan percobaan cukup tinggi. Demonstrasi guru-siswa adalah demonstrasi yang dilakukan oleh guru, dan dibantu oleh satu atau dua siswa untuk bagian kegiatan percobaan yang dapat dilakukan oleh siswa. Demonstrasi siswa adalah demonstrai yang sepenuhnya dilakukan oleh siswa di bawah pengawasan dan bimbingan guru.

  Berdasarkan tujuannya demonstrasi dapat dibedakan menjadi demonstrasi untuk menunjukkan kebenaran suatu konsep atau hukum dan demonstrasi untuk membangun suatu konsep atau hukum. Untuk menunjukkan kebenaran konsep atau hukum, demonstrasi merupakan bagian dari ceramah. Demonstrasi dilakukan untuk menunjukkan kebenaran konsep atau hukum yang telah dipelajari atau dijelaskan. Sedangkan untuk membangun konsep, demonstrasi dilakukan untuk memperolah data yang dapat dianalisa sehingga menghasilkan kesimpulan. Konsep yang diperoleh merupakan hasil analisa yang berupa kesimpilan tersebut.

  Berdasarkan sifat pelaksanaannya, demonstrasi dapat dibedakan menjadi silent

  

demonstrationi (SD) dan teacher talking demonstationi (TTD) (Sund,1973:171 sebanyak mungkin dilakukan oleh siswa. Siswalah yang harus menemukan tujuannya selama demonstrasi berlangsung, siswa yang harus mengidentifikasi alat yang dipakai dan cara pemakaiannya, siswa yang harus mengamati apa yang terjadi, mencatat data, mengolah data, menarik kesimpulan, menunjukkan hubungannya dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan pada teacher talking

  

demonstration gurulah yang menginformasikan tujuan, nama alat, menjelaskan

Dokumen yang terkait

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN GENERATIF DENGAN MENGGUNAKAN METODE DEMONSTRASI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS X PADA MATERI HUKUM NEWTON DAN PENERAPANNYA DI SMAN 1 INGIN JAYA

0 4 1

EFEKTIFITAS METODE CERAMAH-DISKUSI DENGAN METODE DISKUSI-CERAMAH PADA PENGAJARAN REMEDI POKOK BAHASAN GELOMBANG SISWA SLTP NEGERI 1 GUMUKMAS JEMBER KELAS II SEMESTER I TAHUN AJARAN 2002/2003

0 3 14

ENINGKATAN MINAT DAN HASIL BELAJAR IPA POKOK BAHASAN PENGGOLONGAN MAKHLUK HIDUP MENGGUNAKAN METODE DEMONSTRASI DENGAN MEDIA PUZZLE PADA SISWA KELAS III SDN KALIWINING 07 RAMBIPUJI JEMBER TAHUN PELAJARAN 20011/2012

0 5 18

PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA DENGAN MENGGUNAKAN METODE EKSPERIMEN PADA POKOK BAHASAN KARYA BERTEKNOLOGI SEDERHANA PADA SISWA KELAS IVA SDN 010 BAYUR SAMARINDA UTARA TAHUN PEMBELAJARAN 2016/2017

0 0 6

PENGARUH PENGGUNAAN METODE SIMULASI TERHADAP PRESTASI BELAJAR FISIKA POKOK BAHASAN HUKUM NEWTON SISWA KELAS X SMAN 1 PLERET, BANTUL, YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 20162017 Agustinus Chandra 1) Veator Reanyaan 2) Yuli Prihatni 3)

0 0 8

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN METODE SNOWBALL THROWING PADA POKOK BAHASAN LIMIT FUNGSI UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS XI IPA SMA SARASWATI MATARAM TAHUN AJARAN 20072008 NI KOMANG SUKERTIASIH Guru SMA Saraswati

0 0 10

PROFIL KESALAHAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA PADA POKOK BAHASAN PELUANG KELAS XI IPA SMA NEGERI 1 BULUPODDO KABUPATEN SINJAI

1 3 33

PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI APLIKASI MODEL SYNECTIK PADA POKOK BAHASAN GAYA DAN HUKUM NEWTON KELAS VIII SMP MUHAMMADIYAH 6 MAKASSAR

0 0 82

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR SISWA YANG DIAJAR DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA KOMPUTER DAN MEDIA GAMBAR PADA POKOK BAHASAN SISTEM PENCERNAAN MANUSIA DI KELAS XI IPA SMA NEGERI 1 BAJENG

0 0 69

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS KETERAMPILAN INFORMASI PADA POKOK BAHASAN SISTEM GERAK DI KELAS XI IPA SMAN 9 GOWA

0 0 327