JATI DIRI TOKOH MAYA DALAM NOVEL BIDADARI BERSAYAP BIRU KARYA AGNES JESSICA

JATI DIRI TOKOH MAYA DALAM NOVEL BIDADARI

  Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

  Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia Program Studi Sastra Indonesia

  Oleh Agatha Erste Fiska Prayesi

  NIM: 004114058

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA

KATA PENGANTAR

  Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga skripsi ini dapat tersusun untuk memenuhi dan melengkapi syarat guna mencapai gelar Sarjana Sastra pada Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik berkat bantuan dan pengarahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada: 1.

  Ibu Dra. Fr. Tjandrasih Adji, M.Hum, selaku dosen pembimbing I yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

  2. Ibu SE. Peni Adji, S.S, M.Hum, selaku dosen pembimbing II yang dengan kesabaran dan kesungguhan membimbing dan mengarahkan dalam penyusunan skripsi ini.

  3. Bpk Dr. I. Praptomo Baryadi, M.Hum, Bpk B. Rahmanto, M.Hum, dan Bpk.

  Drs. Hery Antono, M.Hum, atas perhatian dan dukungannya selama ini.

  4. Ibu Dr. Fr. Ninik Yudianti, M.Acc, selaku Wakil Rektor I yang telah memberikan perpanjangan waktu untuk menyelesaikan skripsi.

  5. Bapakku Cyprianus Widiatmodjo, SH yang selalu mendoakan dan memberi dukungan dari jauh agar skripsiku segera diselesaikan.

  6. Ibuku Fr. Sukaptini Sabarwati, yang senantiasa dengan kesabaran, ketulusan

  7. Segenap karyawan perpustakaan USD dan staf secretariat Fakultas Sastra, mbak Ros dan mas Tri atas pelayanannya.

  8. My Daughter Theresia Elvina Christianti, kehadirannya adalah anugerah terindah yang diberikan Tuhan Yesus. Gadis kecilku yang membuat aku semangat menyelesaikan skripsi ini.

  9. Eyang Yohana Berchman Suyatmi Djilan Hardjowijoto (Alm) pesan beliau sangat berarti, membuatku lebih menghayati hidup dan berusaha keras menyelesaikan skripsi ini.

  10. Om Antonius Herujianto dan budhe Maria Sri yang selalu memberikan dukungan dalam banyak hal pada penulis.

  11. pakdhe Nono (Surabaya), pakdhe Yoyok (Mojokerto) yang memberikan dukungan dalam doa.

  12. My soulmate Eko Prasetyo yang kehadirannya selalu memberikan kebahagiaan dan kasih sayang.

  Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, tetapi penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.

  Yogyakarta, 7 Februari 2009 Penulis

  Agatha Erste Fiska Prayesi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

  Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

  Yogyakarta,

  7 Februari 2009 Agatha Erste Fiska Prayesi

  

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

  Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : Agatha Erste Fiska Prayesi Nomor Mahasiswa : 004114058

  Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

  

JATI DIRI TOKOH MAYA DALAM NOVEL BIDADARI

BERSAYAP BIRU KARYA AGNES JESSICA

  beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, me- ngalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Yogyakarta, 2 April 2009 Yang menyatakan

  (Agatha Erste Fiska Prayesi)

  ABSTRAK

  

JATI DIRI TOKOH MAYA DALAM NOVEL BIDADARI BERSAYAP

BIRU KARYA AGNES JESSICA

  Agatha Erste Fiska Prayesi Universitas Sanata Dharma

  Yogyakarta 2009

  Penelitian ini mengkaji jati diri tokoh Maya dalam novel Bidadari

  

Bersayap Biru karya Agnes Jessica. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan

struktur penceritaan yang meliputi latar, tokoh dan penokohan, serta jati diri.

  Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan strukturalisme, psikologi sastra, dan jati diri. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode ini digunakan untuk menggali lebih mendalam mengenai jati diri tokoh Maya.

  Langkah-langkah yang ditempuh penulis dalam melakukan penelitian ini adalah menganalisis latar, tokoh, dan penokohan. Kedua, setelah membuktikan bahwa secara struktural terdapat permasalahan-permasalahan psikologis mengenai jati diri menurut Whiteheat, penulis meneliti secara lebih mendalam mengenai proses integrasi pengalaman-pengalaman kedalam kepribadian Maya yang makin lama makin menjadi dewasa.

  Dari hasil analisis novel Bidadari Bersayap Biru dapat disimpulkan bahwa tokoh utama adalah Maya. Tokoh bawahan adalah Setiawan, Rini, dan Vina. Novel Bidadari Bersayap Biru berlatar tempat di rumah keluarga Setiawan dan rumah keluarga Dimas Gunawan. Latar waktu dalam novel Bidadari

  

Bersayap Biru hanya disebutkan masa kecil, remaja, dan sekarang. Sedangkan

latar sosialnya adalah kebiasaan hidup Maya.

  Fokus utama penelitian ini adalah pada jati diri Maya yang dilihat dari tiga sisi pembentukan jati diri manusia yaitu pembentukan kepribadian, pembentukan keunikan, dan pembentukan identitas diri. Hasil analisis psikologi sastra menunjukkan bahwa Maya mempunyai pribadi yang utuh dalam kehidupannya. Proses integrasi pengalaman-pengalaman ke dalam pribadinya melahirkan pribadi baru. Maya mempunyai keunikan ketika dirinya dalam lingkungan yang digunakan sebagai pijakan pembentukan pribadinya. Maya sebagai manusia juga mengalami perubahan dari masa lampau ke masa kini. Proses integrasi pengalaman dan nilai-nilai baru yang diperoleh Maya dalam perjalanan hidupnya pada akhirnya berpadu dengan watak atau sikap bawaan lahir.

  

ABSTRACT

The Self Identity Of Maya’s in Agnes Jessica’s novel

  

Bidadari Bersayap Biru

  By: Agatha Erste Fiska Prayesi

  Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

  2009 This research reviews the self identity of Maya’s in Agnes Jessica’s novel

  

Bidadari Bersayap Biru . The aim of this research is to describe the backgrounds,

characters and characterization, as soon as self identity.

  This research conducts structuralism and psychology, as soon as self identity. Literature approach and the writer using descriptive method which intends to examine more the searching of Maya’s self identity.

  There are some steps taken in this research. Firstly, the writer analyzes the novel structurally which is analyzing the backgrounds, character and characterization structurally because those elements are very significant in this novel. The following step is after the writer proves structurally that there are psychological problems in searching self identity in accordance with Whiteheat, the writer examines more the process of the integration experiences into Maya’s personalities which is increasingly old and become mature.

  The result of the research shows that the main character is Maya, the second characters are Setiawan, Rini and Vina. Bidadari Bersayap Biru takes houses as the setting. The time setting in this novel is un chronologically because only includes childhood, youth and present time. Meanwhile the social background is habit life of Maya.

  The main focus of this research is in Maya’s self identity that seen from three sides of the formation of the identity of humankind which are the formation of the identity, the formation of the uniqueness, and the formation of the self identity. The result of the analyst of literature psychology shows that Maya has intact personal and personalities in her life. The integration process of experiences into her personal is producing the new personality. Maya’s uniqueness shown when she get the sixth sense after experiences the sixth reincarnation, as a humankind she also experiences the change from the past to the present time. The process of the experience integration and the new values that received by Maya in the struggle in her life at the end, eventually coalesce with the character or congenital birth attitudes.

  

DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL ......................................................................................i HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ............................................ii HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI .....................................................iii KATA PENGANTAR. .................................................................................iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .......................................................vi ABSTRAK ........ ..........................................................................................vii

  ABSTRACT ....... .........................................................................................viii

  DAFTAR ISI ...............................................................................................ix

  BAB I PENDAHULUAN

  1.1 Latar Belakang Masalah.................................................................. 1

  1.2 Rumusan Masalah .. ........................................................................3

  1.3 Tujuan Penelitian...................................................................... ...... 3

  1.4 Manfaat Penelitian.................................................................... ...... 4

  1.5 Landasan Teori ............................................................................... 4

  1.5.1 Teori Struktural ... ........................................................................ 4

  1.5.1.1 Latar .... ..................................................................................... 6

  1.5.1.2 Tokoh dan Penokohan .............................................................. 6

  1.5.1.2.1 Tokoh ... ................................................................................. 6

  1.5.1.2.2 Penokohan ... .......................................................................... 7

  1.5.2 Psikologi Sastra ........................................................................... 8

  1.5.3 Jati Diri Manusia .... ..................................................................... 9

  1.6 Metode Penelitian ... ..................................................................... 11

  1.6.1 Pengumpulan Data ... ................................................................. 11

  1.6.2 Pendekatan ... ............................................................................. 11

  1.6.3 Metode ...... ................................................................................ 12

  1.6.4 Teknik Analisis Data ................................................................. 13

  1.7 Sumber Data ................................................................................. 13

  BAB II ANALISIS UNSUR LATAR, TOKOH, DAN PENOKOHAN

  2.1 Analisis Latar .... ........................................................................... 15

  2.1.1 Latar Tempat.. ............................................................................ 16

  2.1.2 Latar Waktu ............................................................................... 17

  2.1.3 Latar Sosial .. ............................................................................. 17

  2.2 Analisis Tokoh dan Penokohan .................................................... 19

  2.2.1 Penokohan .. ............................................................................... 20

  2.2.1.1 Maya........................................................................................ 20

  2.2.1.2 Setiawan ... .............................................................................. 24

  2.2.1.3 Rini ......................................................................................... 27

  2.2.1.4 Vina ... ..................................................................................... 29

  BAB III JATI DIRI TOKOH MAYA DALAM NOVEL BIDADARI BERSAYAP BIRU

  3.1 Jati Diri Tokoh Maya dari Segi Pembentukan Kepribadian ... ..... 32

  3.2 Jati Diri Tokoh Maya dari Segi Pembentukan Keunikan ............. 36

  3.3 Jati Diri Tokoh Maya dari Segi Pembentukan Identitas Diri ....... 46

  BAB IV PENUTUP

  4.1 Kesimpulan .... .............................................................................. 50

  4.2 Saran ............................................................................................. 52 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 53 BIOGRAFI PENULIS... .............................................................................. 55

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Sastra merupakan pengalaman jiwa manusia secara utuh. Sastra mencakup hal-hal yang menyangkut baik buruk hidup manusia. Sastra penuh dengan konflik-konflik batin dan merupakan terjemahan dari perjalanan hidup manusia ketika mengalami dn bersentuhan dengan peristiwa-peristiwa hidup dan kehidupan. Disadari atau tidak pengarang berusaha menemukan jati dirinya yang dituangkan dalam karyanya (Suyitno, 1986: 5).

  Sastra tidak saja lahir karena fenomena logis, tetapi juga Karena kesadaran penulisnya bahwa sastra merupakan sesuatu yang imajinatif, fiktif, juga melayani misi-misi yang dapat dipertanggungjawabkan serta bertendensi. Sastrawan ketika menciptakan karyanya tidak saja didorong oleh hasrat untuk menciptakan, tetapi juga berkehendak untuk menyampaikan pikiran-pikiran, pendapatnya, kesan-kesan, perasaannya terhadap sesuatu. Sastra dapat membina dan mengembangkan kepekaan terhadap nilai-nilai, apakah itu nilai nalar, afektif, sosila atau gabungan keseluruhannya (Oermarjati, 1970: 153-154).

  Bentuk karya sastra sebagai sarana untuk mencapai dan mengembangkan nilai-nilai seperti dikatakan di atas adalah karya sastra yang berbentuk novel. Itulah sebabnya novel merupakan salah satu karya sastra yang paling digemari dan berkembang dengan baik, secara relatif jenis tersebut mudah untuk dipahami dan dinikmati (Sumardjo dan Saini, 1986:32).

  Novel Bidadari Bersayap Biru karya Agnes Jessica, menceritakan tentang lika-liku hidup tokoh Maya sebagai anak angkat yang selalu diperlakukan kasar oleh ibu angkatnya bernama Rini dan juga saudara angkatnya bernama Vina. Kisah dalam novel ini hampir mirip dengan dongeng Bawang Putih dan

  

Bawang Merah . Di samping itu, ada sebuah cerita tentang perjalanan reinkarnasi

  tokoh Maya yang dikisahkan selalu berakhir dengan kesedihan dan kematian, serta kelebihan indera keenam yang dimiliki tokoh Maya. Membuat penulis menjadi penasaran pada kisah selanjutnya. Pengarang begitu pandai mengkisahkan tokoh Maya yang terus mencari kebahagiaan dan rasa keingitahuan pada masa lalunya.

  Melalui novel ini, pengarang berusaha membuka tabir tokoh Maya terhadap masa lalunya yang selalu gagal dalam masa pencarian kebahagiaan.

  Melalui penceritaan yang baik didukung dengan isi cerita yang menarik, membuat penulis tertarik untuk mengkajinya lebih dalam lagi. Mengetahui lebih banyak lagi sosok Maya yang sebenarnya dalam buku diary tua.

  Yang menarik perhatian penulis, adalah pada kedua masa (lampau dan sekarang) yang dialami tokoh Maya tersebut, diwarnai oleh problema kehidupan yang berlatar belakang penderitaan.

  Dalam kaitan antara psikologi dan sastra, Hartoko dan Rahmanto (1986), dari sudut psikologi. Perhatian dapat diarahkan kepada dan pembaca (psikologi komunikasi sastra) atau kepada teks itu sendiri.

  Dalam meneliti novel ini penulis menggunakan pendekatan psikologi sastra. Melalui.pendekatan psikologi sastra penulis menganalisis jati diri Maya dalam novel Bidadari Bersayap Biru. Jati diri sangat penting karena menjadi titik berangkat menuju kesempurnaan hidup manusia.

  Namun untuk mengungkapkan pencarian jati diri terhadap tokoh Maya tersebut, terlebih dahulu dilakukan analisis struktural. Hal ini didasari pada pemikiran bahwa langkah awal untuk memahami karya sastra terutama novel dilakukan melalui analisis struktural. Dalam novel Bidadari Bersayap Biru yang akan dianalisis meliputi latar, tokoh dan penokohan. Analisis ini berguna untuk mendasari analisis jati diri tokoh Maya dalam Novel Bidadari Bersayap Biru karya Agnes Jessica.

  1.2 Rumusan Masalah

  1.2.1 Bagaimanakah unsur latar, tokoh dan penokohan dalam novel Bidadari

  Bersayap Biru ?

  1.2.2 Bagaimanakah jati diri tokoh Maya dalam novel Bidadari Bersayap

  Biru ?

  1.3 Tujuan Penelitian

  1.3.1 Mendeskripsikan unsur latar, tokoh, dan penokohan dalam novel

  1.3.2 Mendeskripsikan jati diri tokoh Maya dalam novel Bidadari Bersayap Biru .

  1.4 Manfaat Penelitian

  1.4.1 Menambah khasanah kajian sastra, khususnya kajian sastra dengan pendekatan psikologi.

  1.4.2 Mengembangkan apresiasi sastra karya Agnes Jessica, khususnya novel Bidadari Bersayap Biru .

  1.5 Landasan Teori Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis struktural.

  Analisis struktural digunakan karena mempunyai prinsip-prinsip yang jelas. Analisis struktural bertujuan memaparkan secara cermat dan seteliti mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua aspek dalam karya sastra sehingga akan menghasilkan makna yang menyeluruh.

1.5.1 Teori Struktural

  Sebuah karya sastra, fiksi, atau pun puisi, menurut kaum strukturalisme merupakan sebuah totalitas yang dibangun secara koherensif oleh berbagai unsur pembangunnya. Struktur karya sastra dapat diartikan sebagai, susunan, penegasan, dan gambaran semua bahan dan bagian yang menjadi komponennya yang secara bersama membentuk kebulatan yang indah (Abrams, 1981:68 via Nurgiyantoro, 2007:36).

  Teori strukturalisme sastra merupakan sebuah teori pendekatan terhadap teks-teks sastra yang menekankan keseluruhan reaksi dari berbagai unsur teks.

  Sebuah teks sastra terdiri dari komponen-komponen seperti: tokoh, ide, tema, amanat, latar, watak, dan perwatakan, insiden plot dan gaya bahasa. Komponen- komponen tersebut memiliki perbedaan aksentuasi melalui berbagai teks sastra. Strukturalisme sastra memberi keluasan kepada peneliti sastra untuk menetapkan komponen-komponen mana yang akan mendapat prioritas signifikasi. Keluasan ini harus tetap dibatasi, yaitu sejauh komponen-komponen itu tersurat dalam teks itu sendiri (Taum, 1997:39).

  Analisis struktur karya sastra dapat dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkaji dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antar unsur intrinsik fisik yang bersangkutan. Mula-mula diidentifikasi dan dideskripsikan, misalnya bagaimana keadaan peristiwa, plot, tokoh dan penokohan, latar, sudut pandang dan lain-lain. Hal ini akan menunjukan kaitan antara hubungan peristiwa satu dengan yang lain, kaitan antara plot yang tidak kronologis, kaitan antara tokoh dan penokohan serta latar (Nurgiyantoro, 2007:37).

  Dalam penelitian ini teori struktural digunakan untuk menganalisis struktur novel Bidadari Bersayap Biru yang meliputi latar, tokoh, dan penokohan.

  Analisis struktural berupa latar berfungsi untuk mengetahui jenis-jenis latar yang terdapat dalam novel Bidadari Bersayap Biru. Latar akan mempengaruhi tingkah laku dan cara berpikir tokoh (Nurgiyantoro, 2007: 216).

  Hasil dari analisis tokoh dan penokohan dapat membantu peneliti untuk mengenal dan memahami jiwa tokoh utama dan tokoh bawahan, yang dapat digunakan untuk menganalisis jati diri tokoh Maya sebagai tokoh utama.

  Adapun struktur yang akan dipaparkan adalah sebagai berikut:

  1.5.1.1 Latar

  Latar adalah tempat dan masa terjadinya cerita. Sebuah cerita harus jelas di mana dan kapan berlangsungnya suatu kejadian. Pengarang memilih latar tertentu untuk ceritanya dengan mempertimbangkan unsur watak tokohnya dan persoalan serta tema yang akan diangkat. Dengan penggambaran latar yang baik pembaca diberi pengetahuan tentang kehidupan masyarakat tertentu (Sumardjo, 1984:60).

  Latar memberikan informasi situasi (ruang dan tempat) sebagaimana adanya. Selain itu, ada pula latar yang berfungsi sebagai proyeksi keadaan batin para tokoh; latar menjadi metaphor dari keadaan emosional dan spiritual tokoh. Dalam fungsinya sebagai metaphor, latar juga dapat menciptakan suasana (Sudjiman, 1988:46).

  1.5.1.2 Tokoh dan Penokohan

1.5.1.2.1 Tokoh

  Tokoh merupakan pelaku cerita. Istilah tokoh menunjuk pada orangnya, pelaku cerita, misalnya sebagai jawaban terhadap pertanyaan: “Siapakah tokoh utama novel itu?, atau “Ada berapa orang jumlah pelaku novel itu?” (Nurgiyantoro, 2007: 164).

  Berdasarkan fungsi tokoh-tokoh dalam cerita dapat dibedakan menjadi dua, yaitu tokoh utama dan tokoh bawahan. Tokoh utama adalah tokoh yang memegang peran pimpinan dan menjadi pusat sorotan dalam kisahan. Kriteria yang digunakan untuk menentukan tokoh utama adalah intensitas keterlibatan dalam berbagai peristiwa yang membangun cerita. Tokoh bawahan adalah tokoh yang tidak sentral kedudukannya dalam cerita, tetapi kehadirannya sangat diperlukan untuk menunjang atau mendukung tokoh utama. Tokoh bawahan dekat dengan tokoh utama dan sering dimanfaatkan oleh pengarang untuk memberi gambaran lebih terperinci tentang tokoh utama mengenai pikiran dan perasaannya (Sudjiman, 1988: 18-20).

  Dilihat dari fungsi penampilan tokoh dapat dibedakan kedalam tokoh protagonis dan tokoh antagonis. Tokoh protagonis adalah tokoh yang merupakan pengejawantahan norma-norma, nilai-nilai yang ideal bagi kita. Tokoh protagonis menampilkan sesuatu yang sesuai dengan pandangan kita dan harapan-harapan kita Tokoh antagonis merupakan penyebab terjadinya konflik (Nurgiyantoro, 2007:178-179). Tokoh yang merupakan penetang utama dari protagonis disebut antagonis (Sudjiman, 1988:19).

1.5.1.2.2 Penokohan

  Menurut Sudjiman (1988: 23), penokohan merupakan penyajian watak serta sikap batin. Sikap batin disini dapat diartikan juga sebagai watak. Yang dimaksud dengan watak adalah kualitas tokoh, kualitas nalar, dan jiwanya yang membedakannya dengan tokoh lain.

  Ada tiga metode penyajian watak tokoh atau metode penokohan yang digunakan oleh pengarang, yaitu pertama metode analisis atau metode langsung (Hudson via Sudjiman, 1988: 24), metode perian atau metode diskursif (Kenney via sudjiman, 1988: 24). Melalui metode ini, pengarang mengisahkan sifat-sifat tokoh, hasrat, pikiran dan perasaannya. Kedua, metode tidak langsung atau metode rabaan atau metode dramatik. Melalui metode ini, pembaca dapat menyimpulkan watak tokoh melalui pikiran, cakapan, dan lakuan tokoh bahkan dari gambaran lingkungan atau tempat tokoh. Ketiga, metode kontekstual, yaitu watak tokoh dapat disimpulkan dari bahasa yang digunakan oleh pengarang untuk mengacu pada tokoh (Sudjiman, 1988: 23-26).

1.5.2 Psikologi Sastra

  Teori yang akan digunakan sebagai landasan untuk menganalisis novel

  

Bidadari Bersayap Biru adalah teori psikologi sastra. Menurut Awang dalam

  Mohd Saman (1985:30) menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang erat antara psikologi dan sastra. Keduanya mempunyai fungsi dan cara yang sama dalam pelaksanaan tugas untuk memahami perihal manusia dan kehidupannya. Dalam pelaksanaan fungsi keduanya menggunakan tinjauan yang sama yaitu menjadikan pengalaman manusia sebagai bahan utama untuk penulisan atau penelitian. Kajian cara pengarang menghubungkan persoalan pikiran, bertindak atau bergerak dalam sebuah karya sastra itu.

  Psikologi merupakan ilmu yang dapat membantu memecahkan masalah- masalah kejiwaan. Sastra dan psikologi merupakan dua wajah satu hati dan sama- sama menyentuh manusia dalam persoalan yang diungkapkan (Sukada, 1987: 102).

  Dalam penelitian ini kajian psikologi sastra yang digunakan yaitu teori tentang jati diri manusia.

1.5.3 Jati Diri Manusia

  Kalau kita berbicara tentang jati diri manusia sebagai seorang manusia yang utuh, kita mempunyai pengertian ganda. Di satu pihak, jati diri mengandaikan satu kesatuan yang utuh dalam diri manusia. Di lain pihak, kita juga menyadari diri kita meskipun sebagai satu kesatuan yang utuh, namun diri kita jelas terdiri dari bagian-bagian dan aspek-aspek yang begitu kaya. Kenyataan menunjukkan bahwa dalam diri manusia terdapat kesatuan (unitas) sekaligus keberadaan yang tidak mungkin disangkal keberadaannya (Hadi, 1996: 19).

  Jati diri manusia bisa dilihat sebagai suatu kesatuan manusia yang mempunyai tiga sisi, kepribadian, keunikan dan identitas diri. Kepribadian adalah kesatuan manusia sebagai satu pribadi yang tidak terpecah dan meskipun terdiri dari bermacam-macam sifat, aspek, bagian, unsur, taraf dan kegiatan.

  Kompleksitas yang membentuk manusia individu harus menyatu dalam kesatuan individual tersebut harus menyatu dalam kesatuan manusia sebagai satu subjek atau pribadi. Manusia yang kompleks tersebut tidak terpecah-pecah dan menyebar, tetapi tetap merupakan kesatuan yang utuh yang bersifat kompleks dimana bagian aspek, unsur, taraf dan kegiatan yang dimilikinya tidak bisa dipisahkan satu sama lain (Hadi, 1989: 181).

  Keunikan manusia adalah kesatuan manusia individual yang khas di tengah-tengah interaksinya manusia di dalam suatu masyarakat. Setiap individu yang merupakan satu kesatuan utuh merupakan bagian dari integral dari masyarakat atau dengan kata lain manusia individual merupakan bagian integral dari masyarakat sekaligus pribadi yang khas yang menyumbang terbentuknya masyarakat (Hadi, 1989: 191).

  Keunikan sifat pribadi seseorang itu membedakannya dari orang lain. Perbedaan itu menurut Shalahuddin (1991: 64) disebabkan tiga faktor penting, yakni (1) faktor keturunan (hederity) atau pembawaan dapat diartikan sebagai kecenderungan untuk tumbuh dan berkembang. (2) faktor lingkungan (environment) menyatakan bahwa pribadi-pribadi atau individu-individu sebagai bagian alam sekitarnya, tidak lepas dari lingkungannya itu. Lingkungan adalah segala sesuatu yang melingkupi atau mengelilingi individu sepanjang hidupnya. (3) Faktor diri (self) merupakan kehidupan kejiwaan yang terdiri dari perasaan, usaha, pikiran, pandangan, penilaian, keyakinan, sikap dan anggapan yang semuanya akan berpengaruh dalam membuat keputusan tentang tindakan sehari- hari Shalahuddin (1991: 68).

  Identitas adalah salah satu aspek manusia yang mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Meskipun manusia mengalami perkembangan, mungkin juga pengaruh lingkungan, pergaulan namun manusia tetap individu yang sama dengan satu kesatuan historis di dalam kehidupannya di masa lampau, masa sekarang, dan masa depannya tidak mungkin dilepas satu dari lainnya (Hadi, 1989: 182).

  Dalam penelitian ini fokus utama untuk menganalisis jati diri tokoh Maya menggunakan teori yang dikemukakan Whiteheat dalam Hadi (1989) tentang jati diri. Jati diri berarti kesatuan manusia yang bersisi tiga, yaitu kepribadian, keunikan, dan identitas diri.

1.6 Metode Penelitian

  1.6.1 Pengumpulan Data

  Untuk mengumpulkan data-data yang digunakan dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis studi pustaka (library research). Data-data yang penulis dapat tersebut dari buku, karya tulis, dan artikel yang berkaitan dengan permasalahan di atas.

  1.6.2 Pendekatan

  Pendekatan yang digunakan penulis untuk meneliti novel Bidadari

  

Bersayap Biru karya Agnes Jessica adalah pendekatan struktural dan pendekatan

  psikologi sastra. Menurut Goldman dalam Teeuw (1983: 152), studi karya sastra dilampaui. Pendekatan psikologi dapat mengungkap karya sastra sesuai tujuan penelitian. Memasuki analisis jati diri, penulis menggunakan psikologi menurut Whiteheat. Jati diri manusia yang dimaksud meliputi kepribadian, keunikan, dan identitas diri.

  Menurut Hardjana (1991: 66), untuk menafsirkan karya sastra selain menganalisis jiwa pengarang lewat karya-karyanya, kita juga bisa menggunakan pengetahuan tentang persoalan-persoalan psikologis tanpa harus menhubungkan dengan biografi pengarang. Orang dapat mengamati tingkah laku tokoh-tokoh dalam novel tersebut dengan menggunakan ilmu psikologi. Apabila tingkah laku tokoh-tokoh sesuai dengan apa yang diketahuinya tentang jiwa manusia, maka dia telah berhasil menggunakan teori psikologi untuk menafsirkan karya sastra.

  Berdasarkan penjelasan di atas, maka dalam pembahasan nanti kedua sudut pendekatan tersebut akan saling melengkapi.

1.6.3 Metode Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode deskriptif.

  Metode deskriptif yaitu prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan cara menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek atau objek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat, dan lain-lain.) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang ada (Nawawi, 1990:63).

  Dengan catatan-catatan deskriptif, peneliti berusaha mendapatkan pemahaman dan kesimpulan yang tepat tentang fenomena atau gejala-gejala psikis

  Berdasarkan metode tersebut, peneliti akan menggali lebih mendalam mengenai jati diri tokoh Maya. Hal ini akan diperjelas dan didukung oleh latar yang digambarkan serta berkaitan dengan penokohan tokoh Maya dalam Novel Bidadari Bersayap Biru .

1.6.4 Teknik Analisis Data

  Teknik ini merupakan penjabaran dari sebuah metode penelitian yang disesuaikan dengan alat dan sifat (Sudaryanto, 1993:20). Teknik ini merupakan langkah kerja yang operasional dalam penelitian terhadap karya sastra. Teknik yang digunakan yaitu teknik catat dengan kartu, yakni mencatat data-data yang merupakan bagian dari keseluruhan novel Bidadari Bersayap Biru yang berkaitan dengan masalah di atas. Teknik catat, yaitu teknik mengumpulkan data dengan cara mencatat data pada kartu data. Setelah data yang berkaitan dengan permasalahan diperoleh, kemudian data tersebut dianalisis berdasarkan teori yang digunakan.

1.7 Sumber Data

  Sumber data yang digunakan pada penelitian ini sebagai berikut: Judul Buku : Bidadari Bersayap Biru Pengarang : Agnes Jessica Penerbit : Gramedia Tahun Terbit : 2007

  Tebal Buku : 235 hlm Cetakan : Pertama, Juli 2007

1.8 Sistematika Penyajian Sistematika penyajian dalam penelitian ini dipaparkan sebagai berikut.

  Bab I berisi pendahuluan dan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, landasan teori, metode penelitian, teknik analisis data, sumber data, dan sistematika penyajian. Bab II berisi analisis unsur yang berupa latar, tokoh dan penokohan dalam novel Bidadari Bersayap Biru. Bab III berisi analisis jati diri tokoh Maya dalam novel Bidadari Bersayap Biru. Bab IV merupakan penutup yang memuat kesimpulan dan saran.

  

BAB II

UNSUR LATAR DAN TOKOH PENOKOHAN DALAM NOVEL

BIDADARI BERSAYAP BIRU

Pada bab II ini akan dianalisis unsur intrinsik novel Bidadari Bersayap

Biru yang meliputi unsur latar, tokoh dan penokohan. Di sini ditekankan unsur

  intrinsik latar, tokoh dan penokohan karena kedua unsur tersebut sangat terlihat jelas dalam novel tersebut. Selain itu, dengan menemukan kedua unsur intrinsik tersebut dapat membantu dalam analisis jati diri tokoh Maya. Analisis tersebut sebagai wujud penggambaran latar yang baik dapat membawa pembaca lebih mengetahui tentang kehidupan masyarakat tertentu.

  Dalam hal ini, penggambaran latar dalam novel Bidadari Bersayap Biru dapat menunjukkan sisi kehidupan tokoh-tokohnya khususnya kehidupan tokoh protagonis yaitu tokoh Maya yang memiliki indera keenam membuatnya dirinya merasa beda dari yang lain. Unsur-unsur tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.

2.1 Latar

  Nurgiyantoro (2007: 227-233) membedakan unsur latar menjadi tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu, dan latar sosial. Analisis latar dalam novel

  

Bidadari Bersayap Biru dibagi menjadi tiga bagian. Pertama, analisis latar tempat

  menyaran pada lokasi peristiwa dalam cerita. Kedua, analisis latar waktu menyaran pada masalah “kapan” peristiwa tersebut terjadi. Ketiga, analisis latar masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks, ia dapat berupa kebiasaan hidup, cara berpikir dan bersikap.

  Berikut penjelasannya beserta kutipan yang mendukung.

2.1.1 Latar Tempat

  Latar tempat dalam novel Bidadari Bersayap Biru adalah rumah. Hal itu ditunjukkan dalam kutipan berikut.

  (1) Mereka melewati ruang tamu yang cukup besar dan masuk ke lorong samping. Rumah besar peninggalan kakek Vina ini punya empat kamar tidur. Dulu Maya tidur di kamar sendiri dan sisa satu kamar kosong. Tapi belakangan ini ia disuruh tidur bersama Vina dan dua kamar dua disewakan. Kamar pertama disewa seorang karyawati berusia 24 tahun bernama Lintang, dan kamar kedua disewa oleh Yoga (hlm. 8-9).

  (2) Selanjutnya Maya menuju ruang tamu, ruang keluarga, ruang makan, dan kamar tidur. Tapi kamar tidur itu terkunci (hlm. 25).

  (3) Terdapat empat kamar tidur di sana. Dua diantaranya terkunci. Satu yang terbuka ternyata kamar tamu, karena tak ada barang–barang pribadi di sana. Cuma lemari kosong dan sebuah tempat tidur untuk dua orang (hlm. 26).

  (4) Kamar itu tampak rapi dan bernuansa feminim (hlm. 26). Selain itu, latar dalam cerpen ini adalah di dapur. Hal tersebut ditunjukkan dalam kutipan berikut.

  (5) Yoga lalu mengikuti Maya ke dapur. Setelah menaruh cucian dan piring kotor di dapur, Maya mencari gunting kuku di laci meja dapur dan memberikannya pada Yoga (hlm. 14).

  (6) Ternyata perabotan dapurnya masih lengkap. Di lemari dapur pun bumbu-bumbu dan mi instant masih banyak. Saat Maya menyalakan kompor, kompor gasnya masih menyala (hlm. 25).

  2.1.2 Latar Waktu

  Penggambaran waktu terjadinya peristiwa hanya disebutkan masa kecil, masa remaja yang sekarang, dan masa lalu. Berikut ini beberapa kutipan latar waktu:

  (7) Saat ia berusia lima tahun, rumahnya tertimpa tanah longsor di daerah Sukabumi. Orangtua serta adiknya tewas. Saat itu, Setiawan yang sedang mengoperasikan alat berat yang mengeduk tanah longsor sedang mencari korban (hlm. 18).

  (8) Sampai usianya tujuh belas tahun seperti sekarang, semua kebutuhannya terpenuhi (hlm. 19).

  (9) Semestinya sekarang Maya duduk di kelas dua SMA, sama dengan Vina (hlm. 18).

  (10) Setiawan juga bilang bahwa ia menyayangi Maya sejak pertama kali melihatnya karena sorot mata Maya mirip dengan sorot mata kekasih pertamanya (hlm. 126).

  (11) Hari ini, Maya dan Nico mengunjungi Dimas Gunawan di penjara (hlm. 233).

  2.1.3 Latar Sosial

  Saat hati Maya sangat pedih. Ia pergi menghindar ke rumah sebelah yang tidak ada penghuninya. Rumah tersebut milik Dimas Gunawan yang bisa dilewati dari pohon nangka yng tinggi menjulang. Hal ini dapat dilihat dalam kuitpan di bawah ini.

  (12) Sebenarnya ia cuma ingin menghindar dari Rini dan Vina. Ia tak ingin menghadapi mereka saat ini, di saat hatinya benar-benar rapuh (hlm. 23).

  (13) Maya memutuskan untuk melihat-lihat keadaan rumah kosong ini.

  Ia tak mau pulang dulu. Biar sekali-sekali Rini dan Vina Dari kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa Maya melakukan kebiasaan pergi kerumah sebelah yang kosong untuk menghibur hatinya.

  Sejak ayah angkatnya di PHK, Maya berusaha untuk menerima kenyataan pahit dalam hidupnya. Ia harus berhenti sekolah dan diperlakukan seperti pembantu oleh ibu angkatnya. Hal ini ditunjukkan dalam kutipan di bawah ini.

  (14) Ia merasa kasihan, tapi tak bisa membantu. Tak ada lagi yang bisa dilakukannya selain bekerja lebih giat, supaya Rini tak lagi marah bila mereka kehabisan uang (hlm. 20).

  (15) Selesai melakukan pekerjaan rutinnya hari itu, Maya buru-buru mandi dan naik ketempat tidur (hlm. 31).

  (16) Sudah pukul sebelas, ia harus segera menyiapkan makan siang (hlm. 70).

  Berdasarkan kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa setelah ayah angkatnya di PHK, Maya mau tidak mau melakukan pekerjaan rutin untuk membantu keluarga angkatnya.

  Ketika Maya menyadari bahwa dirinya mempunyai kelebihan indera keenam. Kelebihan tersebut sangat berguna untuk menolong orang lain agar sesuatu yang buruk tidak terjadi. Hal tersebut ditunjukkan dalam kutipan berikut.

  (17) Dulu ia pernah memegang tangan Setiawan pada suatu pagi, saat ayah angkatnya itu mau berangkat ke kantor. Ia melihat bayangan

  Setiawan jatuh dari kereta api. Ia pun bilang jangan naik kereta hari itu, naik kendaraan lain saja, Setiawan rupanya menurut, dan sore harinya mereka mendengar berita di televisi bahwa kereta yang biasa dinaiki Setiawan mengalami kecelakaan dan banyak penumpang yang luka (hlm. 27).

  Ketika Maya memegang kotak itu, ia melihat bayangan tangan membuka kotak yang disegel itu. Jadi ia melarang Rini memakannya. Rini memberikannya pada kucing dan kucing itu mati setelah menjilatnya. Ternyata coklat itu dari saingan bisnis Rini yang marah karena Rini merebut banyak pelanggannya (hlm. 27-28). (19)

  Beberapa bulan yang lalu seorang pemuda teman Vina main ke rumah dan Maya berkenalan dengannya. Saat bersalaman dengan pemuda itu, Maya melihat bayangan pemuda itu menyuntik dirinya sendiri. Maya pun melaporkan hal itu pada Setiawan dan Setiawan melarang Vina berhubungan lagi dengan pemuda tersebut. Vina ngambek dan marah-marah. Tapi beberapa hari kemudian, terdengar bahwa pemuda itu ditangkap polisi karena membawa narkoba (hlm. 28).

  Dari kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa Maya selalu mengingatkan keluarga angkatnya agar terhindar dari bahaya melalui kelebihan indera keenamnya. Indera keenam merupakan bentuk spiritual seseorang yang dimiliki sejak lahir (Indrahartanto, 2008:50).

2.2 Tokoh dan Penokohan

  Di dalam novel Bidadari Bersayap Biru terdapat tiga tokoh, yaitu tokoh utama (protagonis), tokoh lawan (antagonis), dan tokoh bawahan. Hal ini dilakukan dengan asumsi bahwa pembahasan mengenai tokoh utama, tokoh lawan, dan tokoh bawahan sudah memenuhi untuk penelitian ini.

  Tokoh utama dalam novel Bidadari Bersayap Biru yang berlakon sebagai tokoh protagonis adalah Maya. Berdasarkan intensitas keterlibatan tokoh dalam peristiwa-peristiwa yang membangun cerita, tokoh Maya menjadi tokoh sentral dalam cerita. Frekuensi keterlibatan Maya dengan tokoh-tokoh lain dalam cerita tersebut lebih banyak bila dibandingkan dengan tokoh-tokoh lainnya. Tokoh Maya-lah yang banyak dituturkan. Sedangkan tokoh lain adalah sebagai tambahan untuk pemanis cerita.

  Ada pula tokoh yang menjadi penentang utama dari protagonis, yaitu Rini, ibu angkat dan Vina, saudara angkat Maya yang disebut sebagai tokoh antagonis. Selain itu, ada juga tokoh yang berfungsi mendukung tokoh utama dalam novel ini yaitu Setiawan.

2.2.1 Penokohan

  Nurgiyantoro (2002:165), mengatakan bahwa penggambaran secara jelas mengenai seseorang yang ditampilkan di dalam sebuah cerita disebut sebagai penokohan. Penokohan yang dimaksud menyangkut siapa tokohnya, bagaimana perwatakannya, dan pelukisan tokohnya dalam novel yang akan dianalisis.

  Berikut ini akan dipaparkan hasil analisis terhadap penokohan tokoh Maya, Setiawan, Rini, dan Vina dalam novel Bidadari Bersayap Biru sebagai objek penelitian ini. Pemaparan masing-masing tokoh akan ditunjukkan melalui kutipan yang menampilkan ciri-ciri para tokoh tersebut.

2.2.1.1 Maya

  Tokoh Maya termasuk tokoh utama protagonis karena tokoh Maya inilah yang paling banyak diceritakan. Tokoh Maya digambarkan sebagai seorang wanita yang kuat. Hal itu ditunjukkan dalam kutipan berikut.

  (20) Ia mesti memasak, mencuci, menyapu, mengepel, menyetrika, ke botol, belum lagi tambahan pekerjaan lain yang serasa tidak ada habis-habisnya (hlm. 22). (21)

  “A....aku akan berusaha sekuat tenaga untuk menyelesaikan kue ini. Tapi aku tidak perlu menyiapkan makan siang dan makan malam, ya?” (hlm. 150). Maya memiliki sifat yang mudah bersimpatik dan penyayang. Hal tersebut ditunjukkan dalam kutipan berikut.

  (22) “Mau dikeroki, Mbak? Atau dibikinkan teh manis?” atau pijat?

  Mama Rini senang lho pijatanku kalau lagi nggak enak badan.” “Mbak... kalau Mbak mau curhat, aku selalu siap lho.” (hlm. 73). (23) “Mau tambah lagi perkedelnya, Pa?” (hlm. 87). (24)

  “Vin, sori. Tapi ini semua aku lakukan buat kebaikan kamu. Aku nggak tahu apa jadinya kalau aku nggak lapor. Nanti kalau kamu kecanduan....” (hlm. 120). (25)

  “Mau aku bikinkan air jahe atau susu, Pa? (hlm. 122) (26) “Kenapa Papa nggak bisa tidur? Apa ada yang dipikirkan?” (hlm.

  123). Maya pun pasrah menerima nasibnya yang harus berhenti sekolah. Hal tersebut ditunjukkan dalam kutipan berikut.

  (27) Maya maklum, ia tahu diri. Ia cuma anak angkat di keluarga ini (hlm. 18).

  (28) “Aku kan udah bilang sama Mbak, duit Mama-Papa cuma cukup buat nyekolahin Vina. Sejak Papa di-PHK, kami kesulitan uang,

  Mbak. Makanya dua kamar di rumah ini disewakan,” jelas Maya sabar (hlm. 13). Melalui perbuatannya, Maya digambarkan sebagai tokoh yang sibuk seperti yang ditunjukkan dalam kutipan berikut.

  (29) Pekerjaan rumah memang sangat banyak. Rasanya dua tangan tak cukup untuk merawat rumah sebesar ini (hlm. 22)

  (30) Darah Maya serasa membeku. Lima stoples dan harus kelar malam ini? Ia memang sudah sering bikin kue kacang, tapi untuk lima adonannya tak lama, tapi memulungnya pasti makan waktu (hlm. 149).

  Maya merasa bahwa ia adalah seorang wanita yang paling menderita. Hal itu terlihat dari ucapan-ucapannya yang selalu meratapi nasib.

  (31) Mata Maya berkaca-kaca. Selama ini ia tahu Vina selalu berkata semaunya, tapi kali ini ucapannya sangat menyakitkan. Apakah mentang-mentang ia tak punya baju bagus maka ia nggak boleh ikut? (hlm. 135).

  (32) Jadi ini tujuan sebenarnya, pikir Maya letih. Mengapa ibu dan anak terus menghalanginya untuk ikut pesta itu? Toh ini cuma sebuah pesta, batinnya pedih (hlm. 150).

  (33) Maya sama sekali tak ingin menyaingi Vina. Alasan sebenarnya adalah: ia ingin sekali melihat bagian dalam rumah itu karena mungkin takkan ada kesempatan lagi. Ia juga ingin tahu siapakah wanita pemilik kamar bagus itu. Juga soal bros bidadari bersayap biru yang ditemukannya, apa masih ada di sana? Lalu bagaimana akhirnya, apakah wanita itu bisa bersatu dengan “Mas To”-nya kembali? Satu-satunya jalan agar ia mengetahui jawabannya, ia mesti masuk ke rumah itu. Sedangkan untuk masuk ke rumah itu, ia harus mendapatkan sebuah baju pesta yang layak dipakainya (hlm.138).

  Maya seringkali dianggap saingan anaknya, sehingga Rini melarang Maya dan berusaha menghalanginya agar tidak bertemu lagi dengan Nico. Maya hanya bisa pasrah dan menerima keputusan Rini. Hal tersebut ditunjukkan dalam kutipan berikut.

  (34) “Aku ... aku mau dimasukkan sekolah asrama?”

  Tidak heran Maya jadi curiga dengan tawaran ini. Bagaimana Rini tidak menyayanginya dengan tulus (hlm. 186). (35)

  “Boy!” gumam Maya girang. Ia ingin membukakan pintu tapi Rini menarik tangannya (hlm. 188). (36)

  Maya menangis. “Vin, izinin aku ketemu dia sekali aja. Please..” (hlm. 190). Maya merasa takut bila berhadapan dengan ibu angkatnya (Rini) yang sedang marah. Perasaan yang sama juga dirasakan ketika dirinya pertama kali dikurung di gudang oleh Rini dan Maya selalu takut bila berada di ruangan sempit dan tertutup, ditunjukkan dalam kutipan berikut.

  (37) “Jangan di sana, Ma. Jangan di gudang. Sempit sekali, aku takut ruangan sempit!” (hlm. 198).

  Ketidakberdayaan Maya saat dikurung di gudang, ia pasrahkan dalam doa dan menyerahkan segala nasibnya kepada Tuhan, terlebih pada saat terjadinya kebakaran dirumah Setiawan, ia berjuang agar selamat. Hal tersebut ditunjukkan dalam kutipan berikut.

  (38) Tuhan, tolong hambaMu ini. Apa yang harus kulakukan? (hlm.

  200). (39) “Mas Yoga, tolong saya!” (hlm. 220). (40) “Mas Yoga....! saya ada di gudang....!” (hlm. 222). (41)

  Maya mendengar ledakan itu. Ia mencium bau api. Asap mulai masuk ke ruangan itu dari celah-celah eternit yang terbuat dari tripleks. Kebakaran? Pikirnya panik. “Tolong! Tolong! Keluarkan saya! Tolong!” ia berteriak sekuat tenaga (hlm. 222).

  (42) “Tolong! Saya di gudang! Di sebelah sini!” (hlm. 223).

  Setelah Maya berhasil diselamatkan dari kebakaran rumah Setiawan, ia memutuskan untuk mengambil jalan hidupnya sendiri. Pada akhirnya, keputusan Maya tersebut menunjukkan bahwa ia mempunyai cita-cita melanjutkan sekolah, berusaha mandiri, dan membantu Setiawan, ditunjukkan dalam kutipan berikut.

  (43) Hal pertama yang dilakukan Maya setelah tubuhnya terasa sehat

  (44) Maya tak tahu bagaimana bisa membalas budi baik pria itu, tapi ia bertekad untuk membantu Setiawan bagaimanapun caranya (hlm.