KORELASI ANTARA TEKANAN DARAH DENGAN NILAI ANKLE BRACHIAL INDEX PADA PASIEN HIPERTENSI DI POPULASI KOTA MATARAM Ni Made Dhita Yogiswari

  

KORELASI ANTARA TEKANAN DARAH DENGAN NILAI ANKLE

BRACHIAL INDEX PADA PASIEN HIPERTENSI DI POPULASI KOTA

MATARAM

PUBLIKASI ILMIAH

  Diajukan sebagai syarat meraih gelar sarjanapadaFakultasKedokteran UniversitasMataram

  

Oleh

Ni Made Dhita Yogiswari

H1A014053

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MATARAM

MATARAM

  

2018

  

KORELASI ANTARA TEKANAN DARAH DENGAN NILAI ANKLE

BRACHIAL INDEX PADA PASIEN HIPERTENSI DI POPULASI KOTA

MATARAM

  1

  2 Ni Made Dhita Yogiswari , A.A. Sagung Mas Meiswaryasti , Yanna

  2 Indrayana

  1 Fakultas Kedokteran, Universitas Mataram, Mataram, Indonesia

  2 Departemen Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah, Fakultas Kedokteran,

Universitas Mataram, Mataram, Indonesia

  e-mail :made.dhitayogiswari@gmail.com Diajukan sebagai syarat meraih gelar Sarjana pada Fakultas Kedokteran Universitas Mataram Jumlah tabel : 3 Jumlah gambar : -

  ABSTRAK

KORELASI ANTARA TEKANAN DARAH DENGAN NILAI ANKLE

BRACHIAL INDEX PADA PASIEN HIPERTENSI DI POPULASI KOTA

MATARAM

  Ni Made Dhita Yogiswari, A.A. Sagung Mas Meiswaryasti, Yanna Indrayana

Latar Belakang: Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang bertanggung jawab

  menjadi penyebab utama tingginya angka mortalitas dan morbiditas didunia. Keadaan ini ditandai dengan adanya peningkatan tekanan darah diatas normal. Jika hipertensi dibiarkan tidak terkontrol maka akan menyebabkan terjadinya stoke, gagal jantung, dan gagal ginjal kronik. Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko dari terjadinya Penyakit Arteri Perifer (PAP). Saat ini belum pernah dilakukan penelitian mengenai hubungan tingginya tekanan darah pada pasien hipertensi dengan PAP yang dinilai berdasarkan pemeriksaan ankle brachial index (ABI) pada populasi kota Mataram.

  

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan metode cross-

sectional. Sebanyak 52 sampel penelitian penderita hipertensi di Rumah Sakit Umum

  Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat, diambil dengan teknik consecutive

  

sampling.Pengambilan data dilakukan dengan melakukan pemeriksaan ABI dan

  pengukuran tekanan darah dengan menggunakan sphygmomanometer dan stetoskop.Sementara data status hipertensi diperkuat dengan data sekunder dari rekam medis dari subjek penelitian.Pengujian statistik menggunakan uji korelasi spearman.

  

Hasil: Dari 52 subjek penelitian yang terkumpul, terdapat 14 (26,9%) orang yang

  memiliki nilai ABI tidak normal. Kejadian PAP paling banyak terdapat pada hipertensi derajat 2 yaitu 43%. Terdapat hubungan yang bermakna antara tekanan darah dengan nilai ABI pada penderita hipertensi dengan nilai p=0,012 untuk tekanan darah sistolik dan p=0,034 untuk tekanan darah diastolik. Arah hubungan tersebut bernilai negatif dan kekuatan korelasi (r) tergolong lemah, artinya semakin tinggi tekanan darah penderita hipertensi tersebut, maka nilai ABI yang diperoleh akan semakin rendah.

  

Kesimpulan: Tekanan darah pada pasien hipertensi memiliki hubungan yang

bermakna dengan nilai ABI.

Kata Kunci: Hipertensi, penyakit arteri perifer, nilai ankle brachial index, tekanan

darah.

  

ABSTRACT

CORRELATION BETWEEN BLOOD PRESSURE AND ANKLE BRACHIAL

INDEXVALUE ON HYPERTENSION PATIENTS

  

IN MATARAM POPULATION

Ni Made Dhita Yogiswari, A.A. Sagung Mas Meiswaryasti, Yanna Indrayana

Background: Hypertension was one of many diseases that responsible for high rates

  of worldwide mortality and morbidity. Increasing in blood pressure much more above normal was an early symptom for hypertension. Hypertension tended to initiate many failures on organ function in human and would lead patient to many complications, such as Peripheral Artery Disease (PAD). Narrowing in blood vessel, especially in artery on PAD patients, could be initiated by high pressure of blood and there was no research yet that focus on this correlation in Mataram population. Ankle brachial index (ABI) was the screening method which was used for identifying symptom of person who suffered from PAD. The aim of this research is to calculate the correlation between blood pressure and ABI value on hypertension patients in Mataram population.

  

Methods: This research was an observational research with cross-sectional method.

  There were fifty two samples patients were selected from internal medicine clinic NTB Province General Hospital which chose by consecutive sampling technique. Values of ABI and blood pressure of patients were retrieved by examination using stethoscope and sphygmomanometer. Secondary data from medical record of patients would support hypertension status of research subjects. All data treated statistically with spearman-statistical test.

  

Results: Study samples from fifty two research subjects indicated fourteen (26,9%)

  patients had abnormal ABI value. Research subjects who suffered from PAD mostly had degree of hypertension in second stage with 43%. Statistical results showed a strongly related between blood pressure and ABI value on hypertension sufferers. When systolic blood pressure was calculated, it was resulting in value of p=0,012 while value of p=0,034 was come from diastolic blood pressure examination.The two parameters were found negatively correlated with weakly correlation strength (r), which mean an increasing in blood pressure on hypertension patients will resulting on decreasing in ABI value.

  

Conclusions: All fifty two data were shown a strong correlation between blood

  pressure and ABI value on hypertension patients with statistically negative correlation.

  

Key Word: Peripheral arterial disease, blood pressure, hypertension, ankle brachial

index.

LATAR BELAKANG

  Hipertensi dikategorikan sebagai silent killer merupakan penyakit tidak menular yang berperan dalam penyebab utama tingginya angka morbiditas dan

  1,2

  mortalitas didunia. Seseorang dikatakan hipertensi bila memiliki tekanan darah

  3

  sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan diastolik ≥ 90 mmHg. Menurut WHO, diseluruh dunia terdapat sekitar 1 miliar jiwa yang menderita hipertensi dan disetiap tahunnya

  1,4

  terdapat 3 juta jiwa penderita hipertensi yang meninggal dunia. Di Indonesia sendiri, menurut data Riskesdas tahun 2013 menunjukkan 25,8% penduduk Indonesia menderita hipertensi dengan Provinsi Bangka Belitung memiliki prevalensi

  5 yangtertinggi yaitu 30,9% dan Provinsi Papua sebagai yang terendah yaitu 16,8%.

  5 Prevalensi Nusa Tenggara Barat sendiri yang menderita hipertensi yaitu 25%. Pada

  tahun 2015 penyakit hipertensi merupakan penyakit dengan urutan kedua terbanyak setelah penyakit infeksi akut lain pada saluran napas bagian atas yang dilaporkan oleh

  6 pada puskesmas di Provinsi NTB yaitu sebanyak 145.534 kunjungan.

  Hipertensi merupakan faktor resiko dari penyakit arteri perifer (PAP),

  7,8

  penyakit arteri koroner, stroke, atau penyakit serebrovaskuler. Komplikasi hipertensi diperkirakan menyebabkan 9,4 juta kematian setiap tahunnya. Telah diramalkan bahwa pada tahun 2030 hampir seperempat dari semua kematian di

  9

  seluruh dunia akibat dari penyakit kardiovaskular. Sehingga jika dibiarkan dalam jangka waktu lama dan tidak terkontrol akan terjadi kelainan seperti yang disebutkan.

  7 Penyakit arteri perifer merupakan salah satu dari komplikasi dari hipertensi. Penyakit arteri perifer adalah penyakit yang disebabkan oleh adanya obstruksi pada arteri karotis, arteri renalis, arteri mesenterika, dan semua percabangan setelah

  9

  melewati aortailiaka, termasuk ekstremitas atas dan bawah. Kondisi ini ditandai dengan adanya sensasi nyeri, pegal, kram, baal atau tidak nyaman pada otot saat

  8,10

  beraktivitas, kemudian sensasi tersebut akan berkurang saat istirahat. Patogenesis utama dalam PAP yaitu aterosklerosis yang menahun, akibat dari peningkatan deposit

  11 lemak dan kolesterol dalam pembuluh darah.

  12 Pada penelitian Powell, T. M., et al. menunjukkan hipertensi yang tidak

  terkontrol memiliki prognostik yang kuat akan terjadinya PAP. Didukung oleh

  13

  penelitian terdahuluyang dilakukan oleh Velescu, A., et al menyatakan bahwa pada sebagian besar kelompok penderita PAP adalah penderita hipertensi, diabetes, memiliki riwayat merokok atau perokok aktif, usia tua, dan berjenis kelamin laki-laki. Pada kelompok penderita PAP tersebut memiliki nilai tekanan darah yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok yang non-PAP.

  Menurut American College Of Cardiologi Foundation (ACCF) dan American

  

Heart Association (AHA) terdapat > 50% pasien PAP memiliki gejala yang

  asimptomatik, maka harus dilakukan pemeriksaan Ankle Brachial Index (ABI),

  14

  sebagai alat diagnosis pertama atau skrining dari PAP. Diagnosis dini dari PAP penting untuk dilakukan guna meningkatkan kualitas hidup, untuk mencegah gangguan fungsionallebih lanjut, dan untuk mengurangi angka mortalitas dan

  9 morbiditas.

  Ankle Brachial Index (ABI) adalah tes diagnostik awal untuk PAP.

  Pemeriksaan ini merupakan tes sederhana non-invasif yang mudah, murah dan

  15,16

  aman. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi lesi stenosis minimal 50% pada pembuluh darah tungkai. Tes ini memiliki spesifitas yang tinggi 83-99 % dan

  14

  sensitifitas yang lebih rendah 69-79%. Nilai ABI ≤0,90 digunakan sebagai batas

  10,16 untuk diagnosis PAP.

  Belum ada penelitian mengenai tekanan darah dan nilai ABI pada masyarakat NTB khususnya di Mataram.Oleh karena itu, peneliti merasa perlu dilakukan penelitian mengenai korelasi antara tekanan darah pada penderita hipertensi dan nilai ABI.

METODE PENELITIAN

  Penelitian ini merupakan studi observasional melalui pendekatan dengan metode cross sectional. Subjek yang diikutsertakan dalam penelitian ini adalah pasien yang berobat di Poli Penyakit Dalam RSUD Prov. NTB.Pengambilan sampel dilakukan dari bulan November hingga Desember 2017. Sampel diambil dengan cara

  

non-probability sampling, dengan menggunakan teknikconsecutive samplingyaitu

  semua responden yang memenuhi kroteria dimasukkan menjadi sampel penelitian hingga memenuhi jumlah sampel yang dibutuhkan.

  Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah responden dengan usia ≥ 30 tahun dan ≤ 70 tahun, menderita hipertensi dan bersedia mengikuti penelitian. Kriteria eksklusi mencakup responden yang sebelumnya pernah terdiagnosis dengan penyakit arteri perifer sebelumnya berdasarkan data rekam medis, responden dengan ulkus pada plantar kaki, pasien dengan nilai ABI ≥1,4, responden yang sudah melakukan amputasi kaki, responden dengan diabetic foot, dan menderita diabetes melitus, dan gagal ginjal kronis dilihat berdasarkan data rekam medis.

  Sebanyak 52 orang subjek penelitina yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi kemudian dilakukan informed consent sebelum mengisi kuisioner. Kuisioner tersebut berisi nama, usia, jenis kelamin, riwayat merokok, dan riwayat penyakit.

  Setelah itu dilakukan pengukuran tekanan darah dan nilai ABI. Pasien dikatakan hipertensi jika memiliki tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan atau

  17

  tekanan darah sistolik ≥90 mmHg. Pengukuran nilai ABI dilakukan dengan cara mengukur tekanan darah pada kedua tangan dan kedua kaki dan diambil nilaiABI yang paling rendah. Nilai ABI ≤ 0,9 menunjukkan nilai yang abnormal. Instrumen yang digunakan untuk pemeriksaan tekanan darah dan ABI yaitu sfigmanometer air raksa dengan merk Riester dan stetoskop. Setelah data terkumpul, pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program computer SPSS 17.0 data akan dianalisis secara univariat dan bivariat.

  HASIL

  Sebanyak 52 subjek penelitian yang terdiri atas 20 orang (38,5%) laki-laki dan 32 orang (61,5%) perempuan. Usia termuda subjek penelitian yaitu 34 tahun dan usia tertua adalah 70 tahun. Tabel 1 menunjukkan kelompok usia terbanyak yaitu usia 61- 70 tahun, sebanyak 24 orang (46,2%), sedangkan kelompok usia yang paling sedikit pada penelitian ini adalah kelompok 31-40 tahun yaitu 5 orang (9,6%).

  Kelompok subjek penelitian yang memiliki riwayat merokok hanya sebanyak 5 orang (9,6%) dan sebanyak 47 orang (90,4%) mengatakan tidak pernah merokok.

  Subjek penelitian terbanyak menderita hipertensi hipertensi derajat 1 sebanyak 31 orang (59,6%). Pada penelitian ini, dari 52 sampel penelitian, terdapat 14 orang (26,9%) memiliki nilai ABI tidak normal. Sedangkan sisanya yaitu 38 (73,1%) sampel penelitian memiliki nilai ABI yang normal.

  Tabel 1.Karakteristik subjek penelitian. Karakteristik Responden Jumlah Presentase (%)

  Jenis Kelamin

  20 38,5 − Laki-laki 32 61,5 − Perempuan

  Usia

  5 9,6 − 31-40 7 13,5 − 41-50 16 30,8 − 51-60 24 46,2 − 61-70

  Merokok

  5 9,6 − Ya 47 90,4 − Tidak

  Hipertensi

  31 59,6 − Derajat 1 21 40,4 − Derajat 2

  Nilai ABI

  38 73,1 − Normal 14 26,9 − Tidak Normal

  Dari data tabel 2 menunjukkan subjek penelitian yang memiliki nilai ABI tidak normal terdiri atas 7 orang (35%) laki-laki dan 7 orang (21,9%) perempuan.

  Prevalensi kejadian PAP ditemukan lebih banyak pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan. Kelompok usia terbanyak yang memiliki nilai ABI yang tidak normal yaitu usia 61-70 tahun sebanyak 8 orang (33,3%). Dari 5 orang subjek penelitian yang mengatakan sebagai perokok aktif 2 (40%) diantaranya memiliki nilai ABI yang tidak normal. dan sebanyak 12 orang (25,5%) dari 35 orang subjek penelitian yang tidak merokok memiliki nilai ABI yang tidak normal. Subjek penelitian dengan nilai ABI yang tidak normal paling banyak terdapat pada hipertensi derajat 2 yaitu sebanyak 9 orang (43%) dibandingkan dengan derajat 1 (16,2%).

  Dari hasil uji analitik didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna dari jenis kelamin, usia, dan kebiasaan merokok terhadap nilai ABI.

  Sedangkan derajat hipertensi memiliki hubungan yang bermakna dengan nilai ABI (p= 0,033). Tekanan darah sistolik dan diastolik memiliki hubungan bermakna dengan PAP jika dilihat dari nilai ABI yang tidak normal dengan nilai p yang diperoleh p= 0.012 untuk tekanan sistolik dan p= 0.034 untuk tekanan diastolik.

  Tabel 2 Karakteristik Subjek Penelitian dengan Nilai ABI

  Karakteristik Nilai ABI Nilai p Normal n (%) Tidak Normal n (%) Jenis Kelamin

  0,299 − Laki-laki 13 (65%) 7 (35%) − Perempuan 25 (78,1%) 7 (21,9%)

  Usia 57,57 ± 9,71 55,71 ± 10,75 0,665 Kelompok Usia

  0,452 − 31-40 3 (60%) 2 (40%) − 41-50 5 (71%) 2 (29%) − 51-60 14 (87,5%) 2 (12,5%) − 61-70 16 (66,7%) 8 (33,3%)

  Merokok

  0,602 − Ya 3 (60%) 2 (40%) − Tidak 35 (74,5%) 12 (25,5%)

  Hipertensi

  0,033* − Derajat 1 26 (83,8%) 5 (16,2%) − Derajat 2 12 (57%) 9 (43%)

  Tekanan Darah Sistolik (mmHg)

  149,3 ± 11,08 160,4 ± 15,67 0,012*

  Tekanan Darah 87,4 ± 9,96 94,9 ± 5,06 0,034*

  Diastolik (mmHg)

  • p value bermakna jika p < 0,05 Pengujian dengan uji Korelasi Spearman membuktikan terdapat korelasi antara tekanan darah pada penderita hipertensi dengan nilai ABI yang tidak normal dengan nilai p= 0,012 untuk tekanan sistolik dan p= 0.034 untuk tekanan diastolik. Berikut disajikan tabel hasil uji analisis mengenai korelasi tekanan darah dan nilai ABI.

  Tabel 3 Uji Korelasi Spearman hubungan Hipertensi dengan nilai ABI Uji Korelasi Spearman Nilai ABI

  Variabel Rerata±SD

  Correlation Sig. 2-tailed (p) Coefficient (r)

  Nilai ABI 1 - Sistolik -0,345 0,012* Diastolik -0,295 0,034*

  • p value bermakna jika p < 0,05

  PEMBAHASAN

  Pada penelitian ini didapatkan prevalensi nilai ABI abnormal pada responden dengan hipertensi adalah 26,9% dari 52 responden. Hasil penelitian ini lebih rendah

  18

  dari hasil penelitian Luo, et al di Cina yang memperoleh prevalensi nilai ABI abnormal sebesar 27,5% pada responden dengan hipertensi. Namun, lebih tinggi dari

  19

  hasil penelitian Hokimoto, S., et al di Jepang yang memperoleh prevalensi nilai ABI abnormal sebesar 11% dari semua total sampel 3.639 pasien. Hal tersebut dapat terjadi kemungkinan akibat dari jumlah sampel yang berbeda dari setiap penelitian diatas menghasilkan variasi dalam prevalensi keseluruhan dari hasil penelitian yang

  18 dilaporkan.

  Prevalensi laki-laki yang memiliki nilai ABI tidak normal lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan yaitu 35%. Hal ini sesuai dari penelitian yang

  8

  dilakukan Thendria, et al yang memperoleh pria lebih banyak menderita PAP yaitu

  19

  27% dibandingkan dengan perempuan yaitu 12%. Studi oleh Hokimoto, S., et al menyatakan bahwa laki-laki merupakan faktor risiko yang potensial dalam terjadinya PAP. Disebabkan karena pria lebih mudah mengalami aterosklerosis dibandingkan

  20

  dengan perempuan. Hal ini dipengaruhi oleh hormon estrogen yang dimiliki oleh

  8

  perempuan. Estrogen memiliki peran dalam vasoproteksi yang mencegah terbentuknya aterosklerosis. Cara kerjanya yaitu memengaruhi pelepasan pelepasan dan aktivitas dari NO, memperbaiki fungsi endotel, kekakuan vaskuler, dan memiliki

  20

  efek anti-inflamasi. Namun, bagi perempuan yang telah mengalami menopause secara fisiologi atau akibat pembedahan akan mengalami kehilangan kadar atau jumlah hormon estrogen yang akan menyebabkan perkembangan dan tingkat kejadian aterosklerosis yang lebih tinggi. Sehingga tidak menutup kemungkinan perempuan

  20 yang berusia ≥50 tahun memiliki risiko terjadinya aterosklerosis.

  Kelompok umur yang paling banyak menderita PAP adalah kelompok umur 61-70 tahun dengan jumlah 8 orang (33,3%). Hasil ini sesuai dengan studi oleh Ali,

21 F.A., et al yang menunjukkan usia memiliki hubungan yang negatif dengan nilai ABI. Secara fisiologi nilai ABI akan meningkat dengan seiring bertambahnya usia.

  Namun, adanya penurunan nilai ABI dengan peningkatan usia disebabkan oleh

  22 peningkatan prevalensi PAP yang asimtomatik pada responden yang lebih tua. 18,19,21,22

  Usia merupakan salah satu faktor risiko dari terjadi PAP. Pada penuaan, pembuluh darah akan mengalami penebalan pada lapisan intima dan media akibat dari remodeling vaskuler serta hilangnya elastisitas dari arteri secara bertahap, sehingga mengakibatkan terjadinya kekauan pada pembuluh darah tersebut. Pada pembuluh darah yang mengalami penuaan menunjukkan proses-proses patologis yang khas, diantaranya yaitu menurunnya sejumlah besar dari sel otot polos pembuluh darah, peningkatan akumulasi dari kolagen, dan degradasi serat elastin yang pada akhirnya akan menyebabkan kekakuan dari pembuluh darah, terjadi gangguan relaksasi akibat dari menurunnya respon pembuluh darah terhadap NO, dan terjadinya inflamasi persisten akibat dari sel endotel dan sel otot polos pembuluh darah yang mengalami penuaan mensekresikan sitokin proinflamasi. Sehingga dari keadaan tersebut dapat menyebabkan terjadinya proses aterosklerosis pada pembuluh

  23 darah usia tua.

  Pada penelitian ini didapatkan, penderita PAP paling banyak pada hipertensi derajat 2 yaitu sebanyak 9 orang (43%) dan diikuti oleh penderita hipertensi derajat 1 yaitu sebanyak 5 orang (16,2%). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

8 Thendria, T., et al yaitu hipertensi paling banyak pada kelompok hipertensi tidak

  24

  terkontrol yang memiliki hipertensi derajat 2. Menurut Safar, et al kejadian PAP dipengaruhi oleh derajat hipertensi. Setiap peningkatan tekanan darah sistolik sebesar 10 mmHg akan memberikan peringkatan risiko 35% terkena PAP dan untuk tekanan

  12

  darah diastolik akan memberikan peningkatan sebesar 23% dalam risiko PAP. Lalu

  25

  menurut Norgren, et al hipertensi memiliki faktor risiko 1-2 kali lipat dari terjadinya PAP.

  Hasil uji korelasi antara tekanan darah dengan nilai ABI pada penderita hipertensi memperoleh nilai p sebesar (p=0,012) untuk tekanan darah sistolik dan nilai (p=0,034) untuk tekanan darah diastolik. Hasil ini sesuai dengan penelitian oleh

19 Hokimoto, S., et al yang menunjukkan bahwa antara hipertensi dan PAP memiliki

  hubungan yang bermakna (p< 0,0001). Tekanan darah sistolik dan diastolik memiliki korelasi yang signifikan terhadap kejadian PAP dan memiliki risiko 1,679 dalam

  25 meningkatkan kejadian PAP.

24 Dikatakan oleh Safar, et al bahwa setiap kenaikan 10 mmHg dari tekanan

  darah sistolik akan meningkatkan risiko terjadinya PAP sebesar 1,3 kali. Hipertensi

  26 memiliki faktor risiko 1-2 kali lipat dari terjadinya PAP.

  7,8

  Hipertensi merupakan faktor yang potensial dari terjadinya PAP. Namun, mekanisme dari hipertensi dapat menyebabkan terjadinya PAP masih belum diketahui dengan jelas tetapi mencakup kelainan pada aktivasi platelet dan fibrinolisis, disfungsi sel endotel dan tingkat faktor hemostatik yang

  27,28

  abnormal. Pada penderita hipertensi fungsi endotel mengalami gangguan, hal ini

  7,29

  lah yang merupakan proses awal terjadinya patogenesis aterosklerosis. Terjadi perubahan dari metabolisme otot, angiogenesis yang terganggu dan aktivasi dari

  28 inflamasi pada pembuluh darah yang mengalami disfungsi endotel.

  Disfungsi endotel pada penderita hipertensi, terjadi kegagalan dalam pelepasan faktor relaksasi yaitu NO oleh del endothelium. Hal ini akan menyebabkan terjadinya vasokontriksi. Selain penurunan NO, pada disfungsi endotel juga terjadi peningkatan akumulasi dari ROS yang akan menyebabkan terjadinya remodeling dan

  

29

  pelemahan dari dinding pembuluh darah. Jika terus berlanjut, akan menyebabkan terjadinya trauma pada vaskuler yang dapat meningkatkan permeabilitis dari dinding

  30 pembuluh darah dengan lipoprotein.

  Selain itu akibat adanya peningkatan stress hemodinamik akan meningkatkan jumlah reseptor terhadap makrofag yang akan memengaruhi perlekatan dan emigrasi pada dindin pembuluh darah dan adanya peningkatan produksi dari proteoglikan oleh sel otot polos pada pembuluh darah juga akan menyebabkan adanya pengikatan dan penahanan dari LDL terhadap dinding pembuluh darah, lama kelamaan akan

  30 menginisiasi ke dalam lapisan intima pada pembuluh darah.

  Pengaruh Angiotensin II pada penderita hipertensi juga memengaruhi terjadinya aterosklerosis dengan cara sebagai stimulator stres oksidatif dan sitokin proinflamasi dan pada akhirnya dapat meningkatkan terjadinya aterogenesis. Dari penjelasan diatas, dapat dilihat bahwa hipertensi dapat menyebabkan terjadinya

  30 percepatan dari aterosklerosis.

  KESIMPULAN

  Prevalensi PAP pada pasien hipertensi adalah sebesar 26,9%. Terdapat hubungan yang bermakna negatif dengan kekuatan korelasi yang lemah antara tekanan darah dengan PAP ditinjau dari nilai ABI pada penderita hipertensi. Semakin tinggi nilai dari tekanan darah pada penderita hipertensi maka nilai ABI yang diperoleh akan semakin rendah.

  SARAN

  1. Untuk penelitian selanjutnya, perlu dilakukan pemeriksaan nilai ABI dengan menggunakan alat ukur yang lebih akurat yaitu dengan doppler vascular, agar pembuluh darah dapat terdengar pulsasinya secara langsung.

  2. Jika dilakukan penelitian lanjutan, perlu dilakukan dengan metode case control agar dapat mengetahui lebih lanjut faktor risiko dari nilai tekanan darah pada penderita hipertensi terhadap kejadian PAP.

  3. Jika dilakukan penelitian lanjutan dengan judul yang sama, perlu juga memperhatikan faktor-faktor perancu seperti usia lanjut. Sehingga dianjurkan untuk melakukan penelitian dengan rentang usia<50 tahun pada penderita hipertensi.

DAFTAR PUSTAKA

  1. Rahajeng,E. and Tuminah, S. Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di Indonesia. Majalah Kedokteran Indonesia. Vol. 59, No.12. 2009 [pdf] Available at: <http://egiwidiyaoktora201432049.weblog.esaunggul.ac.id/wp- content/uploads/sites/4896/2015/09/700-760-1-PB.pdf>

  2. Park JB, Kario K, Wang J. Systolic hypertension : an increasing clinical challenge in Asia. Nature Publishing Group; 2014;38(4):227–36. Available from: http://dx.doi.org/10.1038/hr.2014.169

  3. Bell K, Twiggs J, Olin BR. Hypertension : The Silent Killer : Updated JNC-8 Guideline Recommendations. Alabama Pharm Assoc [Internet]. 2015;1–8.

  Available from: http://www.aparx.org/resource/resmgr/CEs/CE_Hypertension_The_Silent_K. pdf 4. Kjeldsen S, Feldman RD, Lisheng L, Mourad JJ, Chiang CE, Zhang W, et al.

  Updated national and international hypertension guidelines: A review of current recommendations. Drugs. 2014;74(17):2033–51.

  5. Pusdatin. Hipertensi. Pusat Data dan Informasi Kementrian Kedehatan

  Republik Indonesia. 2015. [pdf] Available at

  <http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/infodatin/in fodatin-hipertensi.pdf>

  6. DINKES Prov. NTB. Profil Kesehatan Nusa Tenggara Barat. 2015; 32-34.

  7. Shimbo D, Muntner P, Mann D, Viera a. J, Homma S, Polak JF, et al.

  Endothelial Dysfunction and the Risk of Hypertension: The Multi-Ethnic Study of Atherosclerosis. Hypertension. 2010;55(5):1210–6.

  8. Thendria T, Toruan IL, Natalia D. Hubungan Hipertensi dan Penyakit Arteri Perifer Berdasarkan Nilai Ankle-Brachial Index. eJKI [Internet].

  2014;2(1):281–8. Available from: http://journal.ui.ac.id/index.php/eJKI/article/view/3188/3406

  9. Weragoda J, Seneviratne R, Weerasinghe MC, Wijeyaratne S. Risk factors of peripheral arterial disease: a case control study in Sri Lanka. BMC Res Notes [Internet]. BioMed Central; 2016;9(1):508. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/27938397%0Ahttp://www.pubmedcent ral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=PMC5148875%0Ahttp://bmcresnotes.bio medcentral.com/articles/10.1186/s13104-016-2314-x

  10. Setiati, S., et al.Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi VI. Jakarta: Interna Publishing. 2014.

  11. Strickberger SA, Benson DW, Biaggioni I, Callans DJ, Cohen MI, Ellenbogen KA, et al. AHA / ACCF Scientific Statement AHA / ACCF Scientific Statement on the Evaluation of Syncope From the American Heart Association Councils on Clinical Cardiology , Cardiovascular Nursing , Cardiovascular Disease in the Young , and Stroke , and the Quality .

  2006;473–84.

  12. Powell TM, Glynn RJ, Buring JE, Creager MA, Ridker PM, Pradhan AD.

  Disease in Women. 2014;16(703):51–61. Available from: http://doi.org/10.1177/1358863X11413166%0A

  13. Velescu A, et al. Peripheral Arterial Disease Incidence and Associated Risk Factors in a Mediterranean Population-based Cohort. The REGICOR Study,

  European Journal of Vascular and Endovascular Surgery . 2016. Available

  from: http://dx.doi.org/10.1016/j.ejvs.2 015.12.045

  14. Aboyans V, Criqui MH, Abraham P, Allison MA, Creager MA, Diehm C, et al. Measurement and interpretation of the Ankle-Brachial Index: A scientific statement from the American Heart Association. Circulation. 2012;126(24):2890–909.

  15. Gerhard-Herman MD, Gornik HL, Barrett C, Barshes NR, Corriere MA, Drachman DE, et al. 2016 AHA/ACC Guideline on the Management of Patients With Lower Extremity Peripheral Artery Disease: Executive Summary. Circulation. 2016 Jan;CIR.0000000000000470.

  16. WONC. Ankle Brachial Index : Quick Reference Guide for Clinicians. 2011; Available from: http://c.ymcdn.com/sites/www.wocn.org/resource/resmgr/Publications/Ankle_

  Brachial_Index_Quick_R.pdf

  17. James PA, Oparil S, Carter BL, Cushman WC, Dennison-Himmelfarb C, Handler J, et al. Evidence-based guideline for the management of high blood pressure in adults. Jama [Internet]. 2014;311(5):507–20. Available from: http://jama.jamanetwork.com/article.aspx?articleid=1791497%5Cnhttp://jama .jamanetwork.com/article.aspx?doi=10.1001/jama.2013.284427

  18. Luo YY, Li J, Xin Y, Zheng LQ, Yu JM, Hu DY. Risk factors of peripheral arterial disease and relationship between low ankle brachial index and mortality from all-cause and cardiovascular disease in Chinese patients with hypertension. J Hum Hypertens. 2007;21(6):461–6.

  19. Hokimoto S, Soejima H, Kojima S, Kaikita K, Yamamuro M, Izumiya Y, et al. Distribution of Ankle-Brachial Index among Inpatients with Cardiovascular Disease: Analysis Using the Kumamoto University Hospital

  Medical Database. Ann Vasc Dis [Internet]. 2016;9(1):22–9. Available from: https://www.jstage.jst.go.jp/article/avd/9/1/9_oa.15-00089/_article

  20. Vitale C, Fini M, Speziale G, Chierchia S. Fundamental & Clinical Pharmacology. 2010;24:675–85.

  21. Ali, F.A., et al. Relationship of Ankle Brachial Index with Age, Body Mass Index, Smoking and Lipid Profile. Pakistan Journal of Medical and Health Sciences Vol.

  6 No. 3. 2012. Available at: http://www.pjmhsonline.com/2012/july_sep/pdf/536%20%20%20Relationshi p%20of%20Ankle%20Brachial%20Index%20with%20Age%20BMI%20Smo king%20and%20Lipid%20Profile.pdf

  22. Congnard F, Abraham P, Vincent F, Le tourneau T, Carre F, Hupin D, et al.

  Ankle to brachial systolic pressure index at rest increases with age in asymptomatic physically active participants. BMJ Open Sport Exerc Med [Internet]. 2015;1(1):e000081. Available from: http://bmjopensem.bmj.com/lookup/doi/10.1136/bmjsem-2015-000081

  23. Wang, J.C., & Bennet M., Aging and AtherosclerosisMechanisms, Functional Consequences, and Potential Therapeutics for Cellular Senescence. American Heart Association, Circulation Research. 2012.Available from: http://circres.ahajournals.org.

  24. Safar, dkk. Peripheral Arterial Disease and Isolated Systolic Hypertension: The ATTEST Study. Journal Of Human Hypertension. Volume 23. 2009; 182-187. [pdf] Available from: http://www.nature.com/jhh/journal/v23/n3/full/jhh2008121a.html

  25. Yeh C-H, Yu H-C, Huang T-Y, Huang P-F, Wang Y-C, Chen T-P, et al. High Systolic and Diastolic Blood Pressure Variability Is Correlated with the Occurrence of Peripheral Arterial Disease in the First Decade following a Diagnosis of Type 2 Diabetes Mellitus: A New Biomarker from Old Measurement. Biomed Res Int [Internet]. Hindawi Publishing Corporation; 2016;2016:9872945. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/27830155%5Cnhttp://www.pubmedcen tral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=PMC5088308 26. Norgren L, Hiatt WR, Dormandy JA, Nehler MR, Harris KA, Fowkes FGR.

  Inter-Society Consensus for the Management of Peripheral Arterial Disease (TASC II). J Vasc Surg [Internet]. 2007 Jan;45(1):S5–67. Available from: file:///C:/Users/USER/Downloads/Documents/PIIS0741521406022968.pdf

  27. Bennet, PC., Silverman, S., Gill P. 2009. Hypertension and Peripheral Arterial Disease. Journal Of Human Hypertension. Volume 23. Nomer: 213-215.

  28. Hamburg NM, Creager MA. Pathophysiology of Intermittent Claudication in Peripheral Arterial Disease. CardiologyRounds [Internet]. 2017;10(1):1–6.

  Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/28123169

  29. Kajikawa M, Maruhashi T, Iwamoto Y, Iwamoto A, Matsumoto T, Hidaka T, et al. Borderline ankle-brachial index value of 0.91-0.99 is associated with endothelial dysfunction. Circ J [Internet]. 2014;78(7):1740–5. Available from: http://jlc.jst.go.jp/DN/JST.JSTAGE/circj/CJ-14- 0165?lang=en&from=CrossRef&type=abstract%5Cnhttp://www.ncbi.nlm.nih .gov/pubmed/24813179

  30. Konukoglu D, Uzun H. Endothelial Dysfunction and Hypertension. In: M.S I, editor. Advances in Experimental Medicine and Biology [Internet]. 2nd ed.

  Cham: Springer; 2016. p. 511–40. Available from: https://link.springer.com/chapter/10.1007%2F5584_2016_90